• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Implementasi dan Perlakuan Akuntansi Syariah (Studi Kasus pada Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Pincuran Bonjo, Sumatera Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Implementasi dan Perlakuan Akuntansi Syariah (Studi Kasus pada Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Pincuran Bonjo, Sumatera Barat)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Implementasi dan Perlakuan Akuntansi Syariah (Studi

Kasus pada Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Pincuran Bonjo,

Sumatera Barat)

Winahyu Ratu Fitria, Miranti Kartika Dewi

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan akuntansi syariah pada LKMA Pincuran Bonjo berdasarkan Kaidah Fiqh, Fatwa DSN-MUI, dan PSAK. Berdasarkan proses wawancara dan studi literatur terhadap LKMA Pincuran Bonjo yang dilakukan, diketahui bahwa penerapan akad wadi’ah pada produk simpanan LKMA Pincuran Bonjo masih belum sepenuhnya sesuai dengan kaidah Fiqh, namun sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI No /DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan, sementara perlakuan akuntansi atas akad murabahah pada produk pembiayaan LKMA Pincuran Bonjo secara operasional sudah cukup sesuai dengan PSAK 102 tentang Murabahah kecuali dalam hal ketentuan pengungkapan harga pokok penjualan. Namun, penerapan akad mudharabah dan musyarakah pada LKMA Pincuran Bonjo sudah cukup sesuai dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.

Kata kunci:

LKMA, koperasi syariah, penerapan PSAK, penerapan kaidah fiqh, penerapan Fatwa DSN-MUI

Sektor perbankan terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Meski demikian, sektor perbankan belum dapat memenuhi seluruh permintaan atas kebutuhan pembiayaan masyarakat, salah satu contohnya adalah bagi masyarakat petani. Meski pemberian kredit bank umum untuk tujuan kredit modal kerja mengalami pertumbuhan, peranan bank umum bagi kalangan petani dirasa belum cukup membantu permodalan usaha pertanian mereka. Petani seringkali menemui kesulitan untuk mengembangkan usahanya, seperti untuk menambah luas lahan atau membeli pupuk tambahan karena terkendala permodalan.

Kesulitan dalam memperoleh pinjaman modal usaha menyebabkan para petani tidak kunjung mengalami peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Seringkali uang pembayaran hasil panen dibayarkan dimuka oleh pembeli dan habis begitu saja untuk biaya penanaman

(2)

dan konsumsi, sehingga ketika panen berakhir, petani sudah tidak memiliki uang dan hal tersebut terus berulang. Hal yang demikian membuat petani tidak dapat mengembangkan usahanya secara signifikan, maka tidak heran jika kesejahteraan petani di Indonesia masih rendah.

Hal inilah yang menggerakkan Bapak Masril Koto, seorang tokoh dari daerah Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat untuk meningkatkan kesejahteraan para petani melalui pendirian lembaga keuangan khusus petani. Bapak Masril mencoba merintis lembaga keuangan khusus petani tersebut dengan menyatukan produk keuangan perbankan dengan sistem koperasi yang dijalankan menggunakan prinsip syariah. Lembaga keuangan tersebut menjual saham dan menerima deposito serta menawarkan jasa tabungan. Setelah melalui proses panjang, akhirnya Bapak Masril bersama para petani dari Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Agam, berhasil merintis lembaga keuangan khusus petani tersebut yang dinamai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), dan LKMA pertamanya diberi nama LKMA Prima Tani.

Setelah satu tahun LKMA pertama tersebut berjalan, konsep LKMA tersebut diadopsi oleh Kementerian Pertanian dengan memberi pendanaan untuk pembentukan LKMA yang diambil dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sehingga kini telah terbentuk sekitar 550 LKMA untuk petani yang tersebar di seluruh penjuru Sumatera Barat. Hingga kini, konsep LKMA tersebut seringkali disebut sebagai LKMA Nagari Koto karena dirintis oleh Pak Masril beserta para petani Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Namun, belum ada penelitian mengenai dampak keberadaan LKMA bagi masyarakat, baik dari segi kinerja keuangan maupun kinerja sosial. Oleh karena itu, penulis ingin menelusuri lebih dalam untuk mengetahui sejauh apa kebermanfaatan LKMA tersebut bagi masyarakat, bagaimana produk-produk dan program kerja yang dilakukan oleh LKMA dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

LKMA tersebut dijalankan dengan mengadopsi prinsip syariah, karena dirasa merupakan sistem yang paling tepat dan ajaran Islam dirasa sudah menjadi bagian penting dalam hidup masyarakat Tanah Minang. Selama ini, kredit permodalan yang ditawarkan lembaga keuangan formal selalu menerapkan bunga. Padahal, bagi sektor pertanian yang mengandung risiko tinggi, sistem pengenaan bunga pinjaman dirasa kurang tepat dan tidak adil bagi petani. Sedangkan melalui sistem syariah dirasa akan lebih tepat dan adil bagi petani karena pembiayaan berbasis syariah memiliki karakteristik yang lebih sesuai untuk usaha

(3)

yang memiliki potensi untung dan rugi. Beberapa karakteristik tersebut antara lain bebas bunga, berprinsip bagi hasil dan risiko, serta adanya kesepakatan proporsi pembagian untung dan rugi atau nisbah di awal kerjasama.

Selain beberapa karakteristik tersebut, sistem pembiayaan syariah juga dirasa lebih tepat bagi sektor riil seperti pertanian karena berdasarkan adat kebiasaan, masyarakat petani sudah mengenal model pembiayaan yang menyerupai sistem syariah, seperti contohnya sistem bagi hasil. Dengan demikian, petani akan lebih mudah menerima dan mengaplikasikannya karena sudah familiar dengan metode tersebut. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Pak Masril dan rekan-rekan petani serta didukung oleh Menteri Pertanian sepakat untuk mengusung metode syariah bagi LKMA tersebut. Namun, belum ada kajian maupun penelitian mengenai penerapan syariah Islam atas produk-produk keuangan yang dijalankan oleh LKMA, terutama dari segi pencatatan akuntansinya. Padahal, hal tersebut sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan kualitas LKMA itu sendiri. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut dan mengevaluasi mengenai implementasi dan perlakuan akuntansi atas transaksi syariah yang ada pada produk-produk LKMA Nagari Koto tersebut. Melalui hasil penelitian dan evaluasi tersebut, diharapkan dapat membantu mengembangkan LKMA Nagari Koto agar dapat secara konsisten menerapkan prinsip syariah dan berkembang semakin baik. Namun, jumlah LKMA Nagari Koto yang kini sudah berkembang hingga 550 LKMA membuat penulis kesulitan jika melakukan penelitian dan evaluasi terhadap keseluruhan LKMA yang ada. Oleh karena itu, penulis melakukan studi kasus terhadap salah satu LKMA yang dinilai Bapak Masril memiliki sistem pengelolaan paling maju diantara LKMA yang lain, yaitu LKMA Pincuran Bonjo di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat.

Dalam menjalankan penelitian tersebut, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dimana penulis mencoba mengetahui penjelasan detail mengenai operasional LKMA Pincuran Bonjo dan melakukan analisis dengan merujuk pada Kaidah Fiqh, Fatwa DSN MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan, dan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Nomor 102 tentang Murabahah, PSAK Nomor 105 tentang

Mudharabah, dan PSAK Nomor 106 tentang Musyarakah. Meski demikian, sebetulnya

LKMA Pincuran Bonjo tidak menyebutkan secara langsung akad yang digunakan pada setiap produknya karena tidak banyak petani yang paham akan istilah akad-akad pada konsep syariah. Namun, secara umum, akad yang dijalankan pada produk-produk LKMA Pincuran

(4)

Bonjo menyerupai akad-akad pada konsep syariah. Produk LKMA Pincuran Bonjo terbagi menjadi tiga jenis, yaitu produk simpanan, produk pembiayaan, dan produk unit lain.

Produk simpanan LKMA Pincuran Bonjo menyerupai akad titipan (wadi’ah). Sesuai dengan akad titipan (wadi’ah), nasabah yang menitipkan dananya kepada LKMA berhak mengambil uangnya sesuai dengan amanat yang diberikan. Amanat tersebut dibedakan menjadi delapan jenis berdasarkan tujuan penggunaan simpanan tersebut, yaitu: Simpanan Masyarakat (SIMAS), Simpanan Pendidikan (SIPEN), Simpanan Idul Fitri (SIDUFI), Simpanan Ibu Hamil (SIBUMIL), Simpanan Berjangka (SISKA), Simpanan Qurban (SIAQUR), Simpanan Kenduri (SIKENDUR), dan Simpanan Penagihan Gadai (SIPANDAI). Meski menggunakan akad titipan (wadi’ah), dana simpanan yang dititipkan kepada LKMA Pincuran Bonjo dipergunakan sebagai salah satu sumber modal produk pembiayaan. Namun, tidak keseluruhan dana simpanan akan disalurkan. LKMA Pincuran Bonjo menerapkan aturan batas minimum dana simpanan mengendap sebanyak 25%. Artinya, jumlah dana simpanan yang boleh dipergunakan untuk produk pembiayaan hanya sebanyak 75% dari total dana simpanan yang ada. Kebijakan tersebut dibuat untuk menjaga tingkat likuiditas LKMA Pincuran Bonjo. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah fiqh mengenai wadi’ah.

Menurut bahasa, wadi’ah sendiri bisa diartikan dengan meninggalkan atau “titipan”. Menurut istilah, wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan oleh suatu pihak (pemilik) kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Namun, terdapat perbedaan pandangan antara kaidah fiqh dengan Fatwa DSN-MUI terkait akad wadi’ah (titipan). Pada Fatwa DSN MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan, tidak ada larangan bagi pihak yang dititipi untuk mengelola titipan tersebut. Namun, menurut kaidah fiqh, dana yang dititipkan tersebut seharusnya tidak boleh dipergunakan oleh pihak yang dititipi.

Berdasarkan Al Quran surat AL Baqarah ayat 283 dikatakan bahwa:

“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT..”

Berdasarkan dalil tersebut, para ulama fiqh sepakat bahwa wadi’ah merupakan suatu akad tolong-menolong dan bersifat amanat. Oleh karena amanat yang diberikan ialah untuk

(5)

menjaga titipan, maka seharusnya dana yang dititipkan tersebut tidak boleh dipergunakan oleh pihak yang dititipi. Jika dinilai menurut kaidah fiqh, seharusnya LKMA Pincuran Bonjo tidak mempergunakan dana simpanan yang dititipkan untuk menjadi modal bagi produk pembiayaan, sebagai bentuk pemeliharaan amanat.

Selain itu, LKMA Pincuran Bonjo tidak menetapkan biaya administrasi kepada para nasabah pengguna produk simpanannya dan tidak pula menjanjikan adanya imbalan kepada para nasabah pengguna produk simpanannya. Hal tersebut sesuai dengan kaidah fiqh dimana amanat tergolong akad tabarru atau tolong-menolong sehingga tidak pantas jika menetapkan biaya atas bantuan yang diberikan. Meski tidak menjanjikan adanya imbalan kepada nasabah pengguna produk simpanannya, pada akhir tahun LKMA Pincuran Bonjo memberikan hadiah akhir tahun kepada para pengguna produk simpanannya. Hadiah tersebut diberikan kepada nasabah yang memiliki saldo rata-rata tertinggi. Program pemberian hadiah tersebut bernama program “Nabung Berhadiah”. Program tersebut mulai dijalankan pada tahun 2011, dimana pengumuman pemenangnya dilakukan pada awal Januari. Menurut konsep syariah, program “Nabung Berhadiah” tersebut tergolong dalam akad “Ijarah” atau sayembara, dimana LKMA Pincuran Bonjo menjanjikan hadiah tertentu bagi nasabah yang mampu memenuhi target tertentu, dalam hal ini target tersebut adalah nominal saldo rata-rata tertinggi, sebagaimana ditulis oleh Zuhaili (2011) dalam bukunya berjudul “Fiqh Islam wa Adillatuhu” bahwa mayoritas ulama memperbolehkan akad ijarah dengan dalil Al Quran, sunnah, dan ijma.

Nasabah produk simpanan LKMA Pincuran Bonjo tidak mendapatkan bunga karena LKMA Pincuran Bonjo memegang prinsip syariah, sehingga melarang adanya riba, termasuk dalam bentuk bunga. Selain itu, nasabah produk simpanan LKMA Pincuran Bonjo juga tidak mendapatkan bagi hasil, karena akad yang digunakan pada produk simpanan adalah akad

wadi’ah (titipan) dan bukan mudharabah (bagi hasil). Meski demikian, LKMA Pincuran

Bonjo berencana untuk mengembangkan produk simpanannya ditahun depan (2013) dengan menambah pilihan akad simpanan, yaitu akad mudharabah (bagi hasil). Dengan demikian, nasabah yang memilih menggunakan akad mudharabah akan mendapatkan tambahan keuntungan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Dengan demikian, meski memiliki ketidaksesuaian dengan Kaidah Fiqh, implementasi produk simpanan pada LKMA Pincuran Bonjo sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000.

Selain akad titipan, LKMA Pincuran Bonjo juga menerapkan akad jual beli

(murabahah) pada beberapa produknya, yaitu produk SIPANDAI, jual-beli bayar angsuran,

unit STA Baliak Mayang, dan Kios Saprodi. Pada produk SIPANDAI, LKMA Pincuran Bonjo berperan sebagai penjual lahan pertanian. SIPANDAI merupakan simpanan yang

(6)

bertujuan untuk membantu nasabah membeli kembali sawah atau tanah yang tergadaikan kepada orang lain. Pada produk simpanan ini, pihak LKMA dapat menebus sawah atau tanah yang telah tergadai kemudian penyimpan dapat mengangsurnya sesuai dengan akad yang dibuat. Produk ini hanya dapat digunakan oleh anggota LKMA Pincuran Bonjo.

Menurut Bapak Zam selaku ketua LKMA Pincuran Bonjo, sebagian besar masyarakat Pincuran Bonjo adalah petani, dan 70% dari petani tersebut merupakan petani penggarap, yaitu petani yang tidak memiliki lahan sendiri dan hanya menggarap lahan orang lain dan memperoleh keuntungan dari pembagian hasil panen. Melalui SIPANDAI ini, diharapkan adanya peningkatan jumlah petani yang memiliki lahan sendiri. Mengingat adanya risiko gagal bayar atau keterlambatan pembayaran angsuran, maka produk ini hanya dapat digunakan oleh anggota LKMA Pincuran Bonjo yang telah memperoleh persetujuan dari pengurus LKMA Pincuran Bonjo. Produk ini dijalankan dengan akad murabahah (jual beli), dimana nasabah membeli lahan yang telah dibeli oleh LKMA Pincuran Bonjo sebelumnya. Pembelian lahan dari LKMA Pincuran Bonjo oleh nasabah tersebut dibayar secara angsuran tanpa bunga. LKMA Pincuran Bonjo mengambil keuntungan berupa selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian lahan tersebut.

Pada produk jual-beli bayar angsuran, LKMA Pincuran Bonjo juga berperan sebagai penjual barang. Jual Beli Bayar Angsur merupakan jual beli dengan harga pokok ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati bersama antara penjual dan pembeli. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa produk ini dijalankan dengan akad jual-beli (murabahah). Pembayaran pembelian dilakukan secara angsuran. Adanya unsur penangguhan waktu menyebabkan perlunya jaminan pembayaran, sehingga LKMA Pincuran Bonjo memiliki hak untuk meminta jaminan/kolateral dari pengguna produk ini. Produk ini menggunakan surat-surat berharga sebagai jaminan hingga lunasnya pembayaran. Untuk menjamin bahwa jual beli dilakukan tanpa paksaan maka transaksi dituangkan dalam bentuk perjanjian yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak dalam pelaksanaan akad tersebut termasuk menerima segala implikasinya.

Pada pelaksanaannya, menurut Bapak Zam selaku ketua LKMA Pincuran Bonjo, belum pernah ada pengguna jasa ini yang gagal membayar angsuran. Namun, untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi, LKMA Pincuran Bonjo menerapkan aturan pemberian sanksi bagi pengguna produk ini yang terlambat bahkan gagal membayar angsuran. Sanksi yang diberikan bagi pengguna yang terlambat membayar angsuran ialah berupa pemberian surat teguran 1, 2, dan 3. Selain itu, pengguna juga dikenai denda sebesar 0,01% dari sisa janji dan pengunduran waktu pinjaman. Menurut “Fiqh Perbankan Syariah” yang ditulis oleh

(7)

DR.Yusuf Al Subaily dan diterjemahkan oleh Erwandi Tarmizi, denda yang demikian sebetulnya merupakan salah satu bentuk riba dayn, yaitu riba yang terdapat dalam akad hutang-piutang dalam bentuk pinjam-meminjam atau jual beli tidak tunai dengan bentuk penambahan tenggang waktu disertai penambahan hutang. Oleh karena itu, sebaiknya aturan mengenai denda tersebut dihapuskan.

Apabila terjadi angsuran yang gagal bayar, LKMA Pincuran Bonjo menerapkan aturan pemberian sanksi sosial berupa pengumuman dan publikasi di khalayak ramai seperti di masjid atau ditempelkan diwarung-warung. Jika telah diberikan sanksi sosial namun tidak kunjung melunasi angsuran, maka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Seluruh sanksi tersebut ditulis dalam surat perjanjian jual-beli angsuran, dimana beberapa poin mengenai sanksi tersebut berbunyi bahwa pengguna produk bersedia diumumkan di khalayak ramai seperti di masjid dan di warung-warung, bersedia dianggap sebagai orang yang menggelapkan uang atau tindak pidana korupsi dan dituntut sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, apabila tidak melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan perjanjian. Surat perjanjian tersebut ditandatangani oleh saksi-saksi yang terdiri dari ketua kelompok, kepala suku, dan ketua Gapoktan (gabungan kelompok tani).

Sedangkan pada produk STA Baliak Mayang, pelaku murabahah bukanlah LKMA Pincuran Bonjo, melainkan STA Baliak Mayang yang merupakan unit dari LKMA Pincuran Bonjo dan berperan sebagai pembeli produk pertanian dari petani. Sub Terminal Agribisnis tersebut dibentuk untuk mempermudah distribusi dan penjualan produk pertanian dari anggota maupun bukan anggota LKMA Pincuran Bonjo. Saat ini petani yang menjual produk pertaniannya ke STA Baliak Mayang adalah petani yang berasal dari kota Payakumbuh dan petani dari 50 kabupaten lainnya. Hasil pertanian dan perkebunan yang dibeli dari petani oleh STA Baliak Mayang antara lain: timun, pare, oyong, kacang panjang, buncis, sirsak, dan terong. Hasil pertanian atau perkebunan dari petani selanjutnya dijual ke daerah-daerah antara lain: Bukittinggi, Pasar Payakumbuh, Pekanbaru, dan Dumai.

Atas kesepakatan anggota kelompok tani Baliak Mayang dan anggota LKMA Pincuran Bonjo, STA Baliak Mayang dijadikan unit dari LKMA Pincuran Bonjo, dimana modal awalnya didanai oleh LKMA Pincuran Bonjo, kemudian sebagai timbal baliknya, STA Baliak Mayang menyetorkan 10% dari keuntungan bersih setiap bulan ke LKMA Pincuran Bonjo. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa STA Baliak Mayang menjalankan akad jual beli (murabahah) dengan para petani, dan menjalankan akad bagi hasil (mudharabah) dengan LKMA Pincuran Bonjo. Dalam pelaksanaannya, pengelola STA Baliak Mayang mempunyai

(8)

struktur tersendiri, namun dikoordinir oleh pengelola LKMA Pincuran Bonjo bagian pemasaran.

Pada produk Kios Saprodi, LKMA Pincuran Bonjo berperan sebagai penjual sarana produksi pertanian diantaranya: benih cabe Kopay, plastik mulsa, pupuk, dll. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa akad yang dijalankan oleh Kios Saprodi adalah akad jual beli (murabahah). Keuntungan dari penjualan Kios Saprodi tersebut sepenuhnya akan menjadi pendapatan bagi LKMA Pincuran Bonjo.

Definisi murabahah sendiri tercantum pada paragraf 5 PSAK 102 tentang Akuntansi

Murabahah bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya

perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. Pada produk SIPANDAI, LKMA Pincuran Bonjo selaku penjual memang tidak menerapkan adanya kewajiban pemberitahuan biaya perolehan lahan pertanian yang mereka beli. Hal tersebut dikarenakan adanya kedekatan antara sesama masyarakat Pincuran Bonjo secara umum dan antara anggota dengan pengurus LKMA Pincuran Bonjo secara khusus sehingga biaya perolehan dapat dengan mudah diinformasikan meski secara informal.

Pada produk jual-beli bayar angsuran, LKMA Pincuran Bonjo selaku penjual ditemani oleh calon pembeli bersama-sama pergi membeli barang yang akan diperjual-belikan. Hingga saat ini, barang yang sering diperjual-belikan pada produk jenis ini ialah kendaraan bermotor. Sebagai contoh, ketika ada anggota LKMA Pincuran Bonjo yang hendak menggunakan produk jual-beli bayar angsuran untuk barang berupa sepeda motor, ia terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan jual-beli bayar angsuran kepada pengurus LKMA Pincuran Bonjo. Jika permohonan tersebut telah disetujui, maka perwakilan dari LKMA Pincuran Bonjo bersama dengan calon pembeli tersebut bersama-sama datang ke dealer motor dan membeli produk yang akan dijual. Oleh karenanya, calon pembeli tersebut secara otomatis mengetahui biaya perolehan pembelian sepeda motor tersebut.

Pada unit STA Baliak Mayang, STA Baliak Mayang selaku pembeli akan membeli produk pertanian dari petani dengan harga wajar. Petani memang tidak memberitahukan berapa biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk pertanian tersebut. Hal tersebut terjadi karena pada umumnya telah ada harga wajar pembelian produk pertanian dengan mempertimbangkan harga pasar. Harga pasar dapat dengan mudah diketahui oleh pengurus STA Baliak Mayang karena mereka rutin menjual produk pertanian yang mereka beli dari petani kepada pasar-pasar di berbagai tempat. Pada Kios Saprodi, LKMA Pincuran Bonjo

(9)

sebagai penjual memang tidak memberitahukan harga perolehan sarana produksi yang mereka jual tersebut.

Diantara empat produk yang menggunakan akad murabahah tersebut, hanya produk jual-beli angsuran yang menggunakan jaminan. Namun, penggunaan jaminan tersebut diperbolehkan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 13) bahwa penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual dan/atau aset lainnya.

Selain itu, pada produk jual-beli angsuran, LKMA Pincuran Bonjo juga menerapkan adanya sanksi bagi pembeli yang tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati. Pemberian sanksi tersebut juga diperbolehkan dalam PSAK 102 (paragraf 15) bahwa apabila pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini merupakan bentuk riba dayn, dimana terdapat pertambahan jangka waktu pembayaran disertai pertambahan piutang, sehingga haram hukumnya. Besarnya denda tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan. Namun, pada pelaksanaannya, belum terdapat pemisahan antara dana kebajikan dengan pendapatan umum LKMA Pincuran Bonjo, sehingga keseluruhan dana tersebut tercampur.

Praktik akuntansi syariah pada keempat produk tersebut hampir sesuai dengan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, kecuali kondisi dimana pada produk SIPANDAI, STA Baliak Mayang, dan Kios Saprodi, tidak ada penerapan mengenai kewajiban pengungkapan harta perolehan kepada calon pembeli. Namun selain itu, pencatatan yang dilakukan cukup sesuai denga PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dimana ketika pembelian barang oleh LKMA Pincuran Bonjo terjadi, barang tersebut dicatat sebagai persediaan dan dicatat sesuai dengan nilai perolehan. Sedangkan piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset

murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Keuntungan murabahah sendiri diakui

saat penyerahan aset murabahah, baik bagi pembelian dengan angsuran kurang dari satu tahun atau lebih dari satu tahun. Hal tersebut disebabkan resiko gagal bayar yang cenderung kecil, karena dalam menyetujui permintaan penggunaan produk SIPANDAI maupun jual-beli bayar angsuran, pengurus LKMA Pincuran Bonjo mempertimbangkan track record calon pengguna.

(10)

Jika terdapat pengguna produk SIPANDAI atau jual-beli angsuran yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran, maka LKMA Pincuran Bonjo akan memberikan potongan angsuran murabahah. Potongan angsuran murabahah tersebut dicatat sebagai beban, sesuai dengan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah. Namun, pada pelaksanaannya jarang terjadi kesulitan pembayaran angsuran. Menurut Bapak Zam, selaku ketua LKMA Pincuran Bonjo, sejauh ini kondisi keuangan para petani cukup terbantu dengan adanya LKMA Pincuran Bonjo karena selain dibina melalui unit pembinaan petani, para petani juga diberi modal, bahkan hasil produk pertaniannya pun dijamin terjual dengan harga pasar melalui unit STA Baliak Mayang.

Secara garis besar, penerapan akad murabahah pada produk SIPANDAI, jual-beli angsuran, unit STA Baliak Mayang, dan Kios Saprodi telah sesuai dengan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah. Namun, masih perlu beberapa perbaikan seperti adanya ketentuan pemberitahuan biaya perolehan barang yang dijual oleh LKMA Pincuran Bonjo melalui empat produk tersebut. Selain itu, produk SIPANDAI yang digolongkan sebagai produk simpanan memiliki kemiripan karakter dengan produk jual-beli angsuran. Perbedaan diantara keduanya hanya terletak pada jenis barang yang menjadi obyek transaksi, dimana pada produk SIPANDAI, obyek transaksinya adalah lahan pertanian, sedangkan pada produk jual-beli angsuran, obyek transaksinya tidak dibatasi. Oleh karena itu, sebetulnya kedua produk ini dapat dijadikan satu untuk efisiensi.

LKMA Pincuran Bonjo menerapkan akad mudharabah (bagi hasil) pada produk pembiayaan sistem bagi hasil. Produk ini merupakan suatu bentuk pembiayaan dimana LKMA Pincuran Bonjo bertindak sebagai penyalur dana dan nasabah berperan sebagai penerima dana. Nasabah yang diperbolehkan untuk menggunakan produk ini hanya nasabah yang telah resmi menjadi anggota LKMA Pincuran Bonjo. Selain itu, ada tiga syarat lain yang juga harus dipenuhi bagi anggota yang ingin menggunakan produk ini, syarat-syarat tersebut yaitu: jujur, mempunyai usaha, dan telah melengkapi persyaratan administrasi.

Pembiayaan sistem mudharabah (bagi hasil) dilakukan dengan memberikan pembiayaan penuh kepada anggota LKMA Pincuran Bonjo yang telah memenuhi seluruh persyaratan pembiayaan kemudian keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha yang telah didanai tersebut dibagi dengan porsi 80% keuntungan bersih untuk anggota, sementara 20% keuntungan bersih diberikan kepada LKMA Pincuran Bonjo.

Apabila terjadi kerugian atas usaha tersebut, maka kerugian akan ditanggung oleh LKMA Pincuran Bonjo selama kerugian tersebut bukan akibat dari penyelewengan atau kelalaian nasabah. Manajemen usaha sepenuhnya dilakukan oleh penerima dana dan LKMA

(11)

sebagai penyalur dana tidak akan mencampurinya. Namun, LKMA Pincuran Bonjo mempunyai hak untuk mengontrol atau mengawasi proses manajemen usaha tersebut.

Pada pelaksanaannya, sistem bagi hasil yang dijalankan LKMA Pincuran Bonjo sesuai dengan definisi mudharabah pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah (paragraf 4), yaitu bahwa mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. LKMA Pincuran Bonjo selaku pemilik dana, memberikan dananya kepada nasabah pengguna produk ini untuk dikelola.

LKMA Pincuran Bonjo telah menerapkan ketentuan bagi hasil sesuai dengan PSAK 105, dimana keuntungan bersih akan dibagi sesuai dengan proporsi pembagian keuntungan yang telah disepakati sebelumnya, dan kerugian yang terjadi akan ditanggung oleh LKMA Pincuran Bonjo, dengan syarat jika kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kelalaian pengelola dana. Jenis mudharabah yang dijalankan oleh LKMA Pincuran Bonjo adalah

mudharabah muthlaqah, dimana pemilik dana memberikan kebebasan bagi pengelola dana

untuk menjalankan manajemen usahanya, meski tetap menjalankan fungsi pengawasan. Namun, pencatatan akuntansi LKMA Pincuran Bonjo pada produk bagi hasil masih belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah. Dana yang disalurkan oleh LKMA Pincuran Bonjo kepada pengguna produk bagi hasil dicatat sebagai pembiayaan anggota. Padahal, pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dikatakan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana seharusnya dicatat sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. Meski demikian, selain mengenai pencatatan pos investasi mudharabah tersebut, praktik mudharabah LKMA Pincuran Bonjo telah sesuai dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.

LKMA Pincuran Bonjo menjalankan akad musyarakah pada produk Pembiayaan Bersyarikat / Pembiayaan Bersama. Produk tersebut hampir sama dengan pembiayaan bagi hasil, dimana terdapat kerjasama pelaksanaan suatu usaha antara LKMA Pincuran Bonjo dengan anggota LKMA Pincuran Bonjo. Perbedaan diantara sistem bersyarikat dan sistem bagi hasil yaitu masing-masing pihak baik LKMA Pincuran Bonjo maupun anggota LKMA Pincuran Bonjo memberikan kontribusi modal, meski jumlah proporsi modal yang dibayarkan tidak harus sama. Selain itu, masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan, dan membatalkan haknya dalam pelaksanaan/manajemen usaha. Jika pada

(12)

sistem bagi hasil, LKMA Pincuran Bonjo berperan mengontrol dan mengawasi pelaksanaan usaha sementara penerima dana menjalankan manajemen usaha, lain halnya dengan sistem bersyarikat dimana kedua belah pihak menjalankan fungsi manajemen usaha.

Keuntungan dari hasil usaha dengan akad bersyarikat (musyarakah) ini dibagi berdasarkan perhitungan secara proporsional antara proporsi penyertaan modal atau dapat juga berdasarkan kesepakatan bersama. Jika terjadi kerugian, kerugian tersebut akan menjadi kewajiban masing-masing pihak yang menyertakan dananya, namun proporsi tanggung jawab atas kerugian terbatas berdasarkan proporsi jumlah modal masing-masing.

Berdasarkan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, definisi musyarakah yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah. Berdasarkan definisi tersebut, sistem musyarakah yang dijalankan oleh LKMA Pincuran Bonjo sudah sesuai, dimana LKMA Pincuran Bonjo bekerja sama dengan pengguna produk untuk menjalankan suatu usaha tertentu, dimana keuntungan dibagi berdasarkan persentase tertentu yang telah disepakati bersama, yang ditentukan pada rapat anggota (rapat anggota dilakukan setiap dua minggu sekali), apabila terjadi kerugian maka tanggung jawab atas kerugian ditanggung berdasarkan porsi kontribusi dana masing-masing pihak.

Pada pelaksanaannya, jenis musyarakah yang dilakukan oleh LKMA Pincuran Bonjo adalah musyarakah permanen, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Dalam hal ini, LKMA Pincuran Bonjo berperan sebagai mitra pasif yang tidak sepenuhnya ikut mengelola usaha, karena pengelolaan usaha dijalankan oleh pengguna produk ini yang merupakan mitra aktif.

LKMA Pincuran Bonjo mengakui adanya investasi musyarakah saat penyerahan uang kepada mitra pasif. Hal tersebut sudah sesuai dengan PSAK 106 tentang Akuntansi

Musyarakah. Namun, pencatatan tersebut belum dicatat sebagai investasi musyarakah,

melainkan pembiayaan anggota. Sebaiknya pos pencatatan tersebut dirubah menjadi investasi

musyarakah, selain agar sesuai dengan PSAK 106, juga dapat memudahkan LKMA Pincuran

Bonjo dalam mengukur jumlah pendanaan untuk produk musyarakah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tampak bahwa LKMA Pincuran Bonjo berusaha untuk melaksanakan prinsip syariah dalam operasionalnya. Sebagai salah satu LKMA yang paling maju diantara LKMA-LKMA yang lain, penting bagi LKMA Pincuran Bonjo untuk menyadari posisinya sebagai role model bagi LKMA-LKMA yang lain. LKMA

(13)

Pincuran Bonjo harus mampu untuk terus berinovasi dan mengembangkan kualitas manajemen dan produknya. Salah satu cara yang sebaiknya dilakukan oleh LKMA Pincuran Bonjo adalah dengan melakukan ekspansi usaha. Melalui ekspansi usaha, diharapkan adanya peningkatan kesejahteraan petani dengan skala yang lebih besar.

Bapak Zam selaku ketua LKMA Pincuran Bonjo pernah mengatakan bahwa 80% masyarakat Pincuran Bonjo adalah petani. Dari seluruh petani tersebut, sekitar 70% merupakan petani penggarap yang tidak memiliki lahan sendiri. Oleh karenanya, sekeras apapun petani bekerja, hasil produksi pertanian yang dihasilkannya hanya dapat dinikmati sebagian. Sebagai solusi atas hal tersebut, LKMA Pincuran Bonjo dapat mengembangkan produknya, menggunakan akad ijarah. LKMA Pincuran Bonjo dapat membeli lahan-lahan pertanian untuk disewakan kepada para petani penggarap, namun dengan biaya sewa yang rendah. Lahan pertanian tersebut juga dapat dijual menggunakan produk SIPANDAI. Namun, perlu modal yang tidak sedikit untuk membeli lahan-lahan pertanian tersebut. Untuk menambah modal, LKMA Pincuran Bonjo dapat mengajukan proposal pendanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri untuk kategori Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) kepada Kementerian Pertanian. PNPM Mandiri adalah program pemerintah yang dimulai pada tahun 2007 dengan tujuan menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan, sedangkan PUAP merupakan salah satu jenis program yang terintegrasi dengan PNPM Mandiri yang berupa pemberian fasilitas bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sebelumnya, pada masa pendirian LKMA Pincuran Bonjo, Kementerian Pertanian pernah memberikan hibah berupa dana PUAP sebesar Rp 100.000.000 untuk modal LKMA Pincuran Bonjo. Namun, LKMA dapat mengusahakan pemberian pinjaman dana PUAP tanpa bunga untuk modal pembelian lahan-lahan pertanian. Namun, pengajuan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum Kementerian Pertanian menyusun anggaran. Dana PUAP tersebut dapat berupa pinjaman jangka panjang tanpa bunga, yang dapat dipergunakan LKMA Pincuran Bonjo untuk membeli lahan-lahan pertanian. Jika dana tersebut tidak dapat diperoleh sekaligus dalam jumlah banyak, pinjaman dapat diajukan dalam jumlah sedang tetapi dilakukan setiap tahun. Pada Lampiran 1 terdapat tabel Lokasi dan Alokasi Dana PNPM Mandiri untuk tahun 2013. Pada tabel tersebut, jumlah anggaran Dana PNPM Mandiri untuk kategori Perdesaan di wilayah Sumatera Barat cukup tinggi, yaitu sebesar 266 miliar. Jika setiap tahunnya sebagian dialokasikan untuk pemberian pinjaman tanpa bunga bagi LKMA yang kemudian dipergunakan untuk pembelian lahan pertanian dan

(14)

disewakan dengan harga murah atau dijual secara angsur kepada petani, kesejahteraan petani penggarap dapat meningkat setiap tahun.

Selain itu, peningkatan kualitas pencatatan juga perlu ditingkatkan. LKMA Pincuran Bonjo perlu menerapkan pencatatan akuntansi sesuai dengan PSAK Syariah terkait akad yang digunakan. Sebagai evaluasi, LKMA Pincuran Bonjo perlu menambahkan pos dana kebajikan, sebagai pos dana pengenaan denda bagi nasabah yang terlambat membayar angsuran dan dikenai denda. Dengan demikian, dana kebajikan tidak bercampur dengan pendapatan LKMA Pincuran Bonjo. Akan tetapi, akan lebih baik lagi jika peraturan mengenai denda tersebut dihapuskan karena mengandung riba dayn.

Selain itu, sebaiknya LKMA Pincuran Bonjo memisahkan dana titipan dari modal usaha LKMA Pincuran Bonjo. Hal ini bertujuan agar pengelolaan LKMA Pincuran Bonjo sesuai dengan kaidah fiqh yang melarang dana titipan untuk dipergunakan. Untuk mengatasi kekurangan modal akibat tidak dipakainya dana titipan, LKMA Pincuran Bonjo dapat menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan lain untuk bekerjasama berinvestasi di LKMA Pincuran Bonjo dengan membeli saham LKMA Pincuran Bonjo. LKMA Pincuran Bonjo juga perlu menerapkan aturan dimana pada setiap produk yang menggunakan akad jual-beli harus mengungkapkan harga pokok pembelian kepada calon pembeli.

LKMA Pincuran Bonjo juga perlu merubah pos “pembiayaan anggota” menjadi pos investasi berdasarkan akad yang digunakan. Sebagai contoh, untuk akad mudharabah, LKMA Pincuran Bonjo dapat mencatat pengakuan transaksi pembiayaan bagi hasil tersebut dengan nama “investasi mudharabah”. Hal tersebut akan memudahkan penelusuran data LKMA Pincuran Bonjo. Selain itu, dengan demikian LKMA Pincuran Bonjo dapat menganalisis perkembangan penggunaan produk yang dimilikinya, berdasarkan akad yang digunakan.

Penulis juga menyadari adanya keterbatasan waktu dalam pelaksanaan penelitian ini sehingga penulis tidak melakukan observasi lapangan. Penulis hanya melakukan teknik wawancara dan studi pustaka. Bagi penelitian selanjutnya, akan lebih baik apabila penulis melakukan observasi langsung agar dapat membaca situasi dan kondisi LKMA Pincuran Bonjo secara lebih jelas.

Selain itu, akan lebih baik apabila pada penelitian selanjutnya dilakukan perbandingan antara dua LKMA. Mengingat setiap LKMA memiliki karakter yang berbeda-beda, membandingkan dua atau lebih LKMA akan memberikan pandangan dan informasi yang lebih luas mengenai LKMA. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan inspirasi dan ilmu yang lebih banyak pula.

(15)

KEPUSTAKAAN

Afrizal (2012, 10 November). Wawancara Pribadi dengan Narasumber.

Dewan Syariah Nasional. 2010. Fatwa DSN-MUI No.02/DSNMUI/IV/2000. Diakses 8 Agustus 2012, dari Majelis Ulama Indonesia: muionline.org

Hanum, Ayu Nadia. 2012. Pengaruh Program Pendampingan terhadap Penerapan PSAK

pada Koperasi Syariah di Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia

Koto, Masril. (2012, 12 September). Wawancara Pribadi dengan Narasumber

Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa Universitas Indonesia. 2008. Jakarta: Universitas Indonesia.

Program Nasional Pembangunan Masyarakat Mandiri. 2012. Data Lokasi dan Alokasi Dana PUAP 2013. Diakses Desember 2012, dari situs: www.pnpm-mandiri.org

Sen, Amartya. 1999. Development as freedom. New York: A Division of Random House, Inc. Siswantoro, D. dan Sri Nurhayati. 2011. Accounting Practices in Islamic Cooperatives in

Indonesia : is a Good Accounting Record Needed?. Universitas Indonesia

Slamet, Yulius. 2010. Kemiskinan Petani Pedesaan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kualitas proses belajar mengajar bidang keahlian teknik bangunan di SMKN 1 Seyegan pasca

1. Pengolahan Administrasi Manajerial. - Draft Proposal Penelitian Kajian Strategi Pengembangan Teknologi Roket Nasional Dalam Kaitannya dengan Alih Teknologi dari MTCR,

Invilon Sagita merupakan perusahaan yang menghasilkan produk pipa dengan standard mutu yang telah ditetapkan.. Oleh karena itu, maka pihak perusahaan menetapkan bahwa

Bila di dalam fasilitas kesehatan tempat kerja banyak pasien, maka untuk alasan kesehatan masyarakat, pasien yang batuk h arus didahulukan dalam. antrian

Selama proses belajar mengajar, penulis selaku guru bidang studi ekonomi telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dalam proses belajar

Terlaksananya kegiatan kampanye Gemarikan Penerima program ini adalah siswa-siswa Sekolah PAUD, TK dan SD yang berada di Kabupaten Bantul, yaitu sebanyak 22

Pemenuhan kebutuhan air Industri 1000 l/detik, memerlukan lokasi penampungan air baku.Lokasi penampungan air baku yang paling memungkinkan karena letak

Hat fő magyarázó okot különítettünk el, ame- lyek önállóan, vagy valamilyen kombinációban eszközárbuborékot idézhetnek elő: információs súrlódások, eladási