• Tidak ada hasil yang ditemukan

Critical Appraisal Dan Uji Diagnostik Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Critical Appraisal Dan Uji Diagnostik Ma"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pembimbing: Pembimbing:

Vitria Komala Sari, M.Keb Vitria Komala Sari, M.Keb

Disusun oleh : Disusun oleh : Kelompok 4 Lokal 13 E Kelompok 4 Lokal 13 E

1.

1. YOLANDA PUTRIYOLANDA PUTRI 2.

2. GINAGINA 3.

3. LOLALOLA 4.

4. GINA RATNAGINA RATNA 5.

5. DIANTI IKLASIADIANTI IKLASIA 6.

6. MIRDA POPIMIRDA POPI 7.

7. YUNIWARTIYUNIWARTI

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN STIKes FORT DE KOCK BUKITTINGGI STIKes FORT DE KOCK BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2017/ 2018 TAHUN AJARAN 2017/ 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas  berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada

waktunya.

Pada kesempatan ini, kami menyajikan makalah mengenai “Critical Appraisal of diagnosis article”. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Evidence Based dalam praktik kebidanan.

Besar harapan, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Critical Appraisal of diagnosis article semakin bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,  baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai  pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga

makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kesehatan.

Bukittinggi, Desember 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi ... 3

2.2. Tujuan ... 4

2.3. Langkah –  langkah dalam Critical appraisal ... 5

2.4. Nilai Uji Diagnostik ... 7

2.5. Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas ... 8

2.6. Langkah-Langkah Uji Diagnostik ... 11

BAB III KESIMPULAN... 13 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Telaah kritis atau critical appraisal

adalahcaraataumetodeuntukmengkritisisecarailmiahterhadappenulisanilmiah.Telaa h kritis menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi untuk menerapkan  pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan untuk

menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau journal ilmiah. Telaah Kritis merupakan bagian dari Evidence-Based Medicine.1

EBM merupakan praktik tenaga kesehatan klinis yang memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. EBM bertujuan membantu klinisi agar pelayanan medis memberikan hasil klinis yang optimal kepada pasien. Penggunaan bukti ilmiah dari riset terbaik memungkinkan  pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, bias diandalkan, aman, dan

cost-effective.1

Pada masa lalu penentuan apakah seorang sakit atau tidak sakit semata-mata dilakukan dengan dasar pemeriksaan klinis, yang terbukti banyak menyebabkan kesalahan diagnosis. Kemudian berkembang amat pesat berbagai  pemeriksaan penunjang atau prosedur diagnostik, mulai dari pemeriksaan laboratorium sederhana sampai pemeriksaan pencitraan yang canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan berbagai jenis uji diagnostik untuk menegakkan diagnosis pada sebagian besar kasus.2

Uji diagnostik dapat dibagi berdasarkan pada kegunaannya misalnya untuk skrining, untuk memastikan atau menyingkirkan diagnosis, untuk memantau  perjalanan penyakit, menentukan prognosis dan lain-lain.1 Agar dapat digunakan

untuk membantu menegakkan diagnosis, mendeteksi atau memprediksi penyakit  pada sekelompok orang yang tampaknya sehat, tetapi mempunyai risiko terkena

suatu penyakit tertentu ( population at risk ) maka alat uji tersebut harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi hingga dapat diandalkan. Untuk memperoleh alat uji

(5)

yang dimaksud di atas dapat dilakukan uji tunggal seperti sensitivitas, spesifisitas dan uji prediksi atau uji gabungan.3

Dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian, tujuan, hasil Critical  Appraisal dan uji diagnostik dan langkah-langkah yang diperlukan dalam critical appraisal   agar kiranya dapat memperdalam tentang uji diagnostik dan menerapkannya dalam studi epidemiologi..

1.2.Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami tentang “Critical Appraisal  of diagnosis article” dan untuk memenuhi  penugasan mata kuliah evidence based.

1.3.Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan  pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai “Critical Appraisal of diagnosis article”.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Criticals appraisal atau telaah kritis adalah cara atau metode untuk mengkritisi secara ilmiah terhadap penulisan ilmiah. Telaah kritis menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi untuk menerapkan pengetahuan baru dalam  praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan untuk menilai validitas (kebenaran)

dan kegunaan dari suatu artikel atau journal ilmiah.1

CriticalAppraisal (KajianKritis) adalah suatu proses evaluasi secara cermat dan sistematis untuk memutuskan apakah suatu tulisan penelitian atau majalah ilmiah layak dipercaya. Hal ini merupakan salah satu kemampuan dasar yang  penting bagi seorang klinisi untuk dapat mengetahui dan menggunakan data-data  penelitian yang dapatdipercaya dan efisien.1

Uji diagnostik adalah satu tindakan prosedur medis dengan maksud menyingkirkan ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada atau tidak. Idealnya, uji diagnostik (laboratorium, imejing-radiologi, prosedur) yang dilakukan untuk melengkapi informasi medis, hasilnya cepat diperoleh artinya status kesehatan belum banuak berubah diagnosis (hasil) telah didapat, sehingga diagnosis dapat ditegakkan disertai biaya yang murah.4

Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap (serial) , atau dilakukan sekaligus beberapa uji diagnostik (paralel). Uji diagnostik yang ideal jarang sekali ditemukan yaitu uji yang memberikan hasil positif pada semua subyek yang sakit dan memberikan hasil negatif pada semua subyek yang tidak sakit. Hampir pada semua jenis penyakit atau keadaan abnormal dilakukan penelitian untuk memperoleh uji diagnostik baru.2

(7)

2.2. Tujuan

Critical appraisal berfungsi sebagai berikut:

 Secarasistematikmengevaluasiliteratureilmiah  Dapatmemilihliterature yang akan diambil

 Memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhipekerjaan yang

akan dilakukan

 Memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian  Mendukung perkembangan dari Evidence Based Medicine ( EBM). 5

Pengembangan uji diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan, termasuk:2

1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan penyakit Untuk keperluan ini uji diagnosis harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga apabila didapatkan hasil yang normal (hasil uji negatif) dapat dipergunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit. Ia  juga harus spesifik (kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga

apabila hhasilnya abnormal dapat dipergunakan untuk menentukan adanya penyakit.

2. Untuk keperluan skrining

Skrining dilakukan untuk mencari penyakit pada subyek yang asimtomatik, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Uji diagnostik untuk skrining harus mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi meskipun spesifisitasnya sedikit rendah. Penyakit yang perlu dilakukan skrining memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

 Prevalens penyakit harus tinggi, meski kata “tinggi” ini relatif   Penyakit tersebut menunjukkan morbiditas dan / atau mortalitas

yang bermakna apabila tidak diobati

(8)

 Pengobatan dini memberikan hasil yang lebih baik ketimbang  pengobatan pada kasus lanjut

3. Untuk pengobatan pasien. Dalam pengobatan pasien, uji diagnostik sering dilakukan berulang-ulang untuk :

 Memantau perjalanan penyakit atau hasil terapi  Mengidentifikasi komplikasi

 Mengetahui kadar terapi suatu obat  Menetapkan prognosis

 Mengkonfirmasi suatu hasil pemeriksaan yang tak terduga

Untuk kepentingan tersebut, reprodusibilitas suatu uji diagnostik sangat penting, artinya apabila suatu uji dilakukan terhadap subyek yang sama pada waktu yang sama, maka uji diagnostik tersebut harus memberi hasil yang sama pula

4. Untuk studi epidemiologi. Uji diagnostik seringkali dilaksanakan dalam studi epidemiologi. Suatu uji diagnostik yyang memberikan hasil yang positif (ada penyakit) atau negatif (tidak ada penyakit) sering dipakai dalam survai untuk menentukan prevalens suatu  penyakit.

2.3. Langkah

 – 

 Langkah

Critical appraisal

Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu dilakukan terhadap kualitas bukti-bukti yang dilaporkan oleh artikel riset pada jurnal. Penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas (validity), kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability) buktibukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan, kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu  pasien, disingkat “VIA”.1

1. Validity

Setiap artikel laporan hasil riset perlu dinilai kritis tentang apakah kesimpulan yang ditarik benar (valid), tidak mengandung

(9)

 bias. Bias adalah kesalahan sistematis (systematic error) yang menyebabkan kesimpulan hasil riset yang salah tentang akurasi tes diagnosis, efektivitas intervensi, akurasi prognosis, maupun kerugian/ etiologi penyakit.1

Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari cara peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel, dan mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor perancu (confounding factor). Untuk memperoleh hasi riset yang benar (valid), maka sebuah riset perlu menggunakan desain studi yang tepat.1

2. Importance

Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis  perlu dinilai tidak hanya validitas (kebenaran)nya tetapi juga apakah intervensi tersebut memberikan informasi diagnostik ataupun terapetik yang substansial, yang cukup penting (important), sehingga  berguna untuk menegakkan diagnosis ataupun memilih terapi yang

efektif.1

Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi (membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik. Suatu intervensi medis yang mampu secara substantif dan konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil  buruk (bad outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil  baik (good outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk diberikan kepada pasien. Suatu intervensi disebut penting hanya jika mampu memberikan perubahan yang secara klinis maupun statistik signifikan, tidak bisa hanya secara klinis signifikan atau hanya secara statistik signifikan.1

Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam mencegah risiko terjadinya hasil buruk adalah absolute risk reduction (ARR), relative risk reduction (RRR), dan number

(10)

needed to treat (NNT). Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam meningkatkan kemungkinan terjadinya hasil baik adalah absolute benefit increase (ABI), relative  benefit increase (RBI), dan number needed to treat (NNT). 1

Setiap intervensi medis di samping berpotensi memberikan manfaat juga kerugian (harm). Ukuran efek yang digunakan untuk menunjukkan meningkatnya risiko terjadi kerugian oleh suatu intervensi medis adalah rasio risiko (RR), odds ratio (OR), absolute risk increase (ARI), relative risk increase (RRI), dan number needed to harm (NNH).1

3. Applicability

Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika  bisa diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. ‗Bukti terbaik‘ dari sebuah setting riset belum tentu bisa langsung diekstrapolasi (diperluas) kepada setting praktik klinis dokter. Untuk memahami  pernyataan itu perlu dipahami perbedaan antara konsep efikasi (efficacy)

dan efektivitas (effectiveness). Efikasi (efficacy) adalah bukti tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat terkontrol. Situasi yang sangat terkontrol sering kali tidak sama dengan situasi praktik klinis sehari-hari. Suatu intervensi menunjukkan efikasi jika efek intervensi itu valid secara internal (internal validity), dengan kata lain intervensi itu memberikan efektif ketika diterapkan  pada populasi sasaran (target population).1

2.4. Nilai Uji Diagnostik

Sebelum suatu metode digunakan, protokol evaluasi metode harus memastikan bahwa prosedur pengukuran memenuhi kriteria, seperti keakuratan,  presisi, dan stabilitas yang dibutuhkan. Terdapat empat indikator yang sering

(11)

digunakan untuk menilai reliabilitas dari suatu tes laboratorium yaitu akurasi,  presisi, sensitivitas dan spesifisitas.6

Akurasi adalah kemampuan suatu tes untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, dan diartikan sebagai proporsi dari seluruh hasil tes (positif dan negatif) yang benar. Presisi adalah kemampuan suatu tes ntuk memberikan hasil yang sama dengan pengulangan pada pasien yang sama atau sampel.6

Validitas dari suatu tes didefinisikan sebagai kemampuan untk membedakan antara yang menderita penyakit dan yang tidak menderita penyakit. Validitas memiliki dua komponen yaitu sensitivitas dan spesifisitas. 7

Cara mudah untuk melihat hubungan antara hasil uji dan kebenaran diagnosis tampak pada gambar berikut:8

PENYAKIT Ya Tidak UJI Positif positifbenar (a) positifsalah (b) Negatif negtivesemu (c) negativebenar (d)

Gambar 2.1. Hubungan antara hasil uji diagnostik dan terjadinya penyakit. Terdapat dua kemungkinan pada hasil uji untuk benar ( true positive and true negative) dan dua kemungkinan hasil uji adalah salah ( false positive and false negative)

2.5. Uji Diagnostik Baru dan Baku Emas

Uji diagnostik baru tentu diperlukan, dengan harapan nilai diagnostiknya tidak beda dengan uji diagnostik referensi yang dipakai sebagai st andar baku emas ( gold standard ), prosedurnya lebih nyaman bagi pasien, hasilnya lebih cepat diperoleh dan biaya lebih murah.4

Baku emas ( gold standard) merupakan standar untuk pembuktian ada atau tidaknya penyakit pada pasien, dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada (meskipun bukan yang termurah atau termudah). Baku emas yang ideal selalu

(12)

memberikan hasil positif pada semua subyek dengan penyakit dan selalu memberikan hasil negatif pada semua subyek tanpa penyakit. Dalam praktik hanya sedikit baku emas yang ideal, sehingga kita harus memakai uji diagnostik terbaik yang ada, sebagai baku emas.2

Hasil uji diagnostik cukup banyak berupa skala dikotom seperti normal dan abnormal, sakit dan sehat, positif dan negatif dan berbentuk tabel 2 x 2. Hasil uji diagnostik umumnya berupa :4,8

 Sensitivitas, adalah besarnya persentase orang menderita penyakit bila hasil ujinya positif.

 Spesifisitas, adalah besarnya persentase orang tidak menderita penyakit  bila hasil ujinya negatif

  Nilai prediktif positif (NPP), adalah persentase orang dengan uji tes positif akan menderita penyakit di kemudian hari

  Nilai prediktif negatif (NPN), adalah persentase orang dengan uji tes negatif tidak akan menderita penyakit di kemudian hari

 Rasio likelihood

Rasio likelihood positif (LR+) adalah kecenderungan berapa besar  peningkatan post-tes probabiliti dari pre-tes probabiliti jika hasil uji

diagnostik positif.

Rasio likelihood negatif (LR-) adalah probabilitas hasil uji negatif pada orang yang sakit dibagi dengan probabilitas uji tes negatif pada orang yang tidak sakit.

 Pre-tes probabiliti atau prior probability adalah besarnya probabilitas dari orang yang menderita penyakit sebelum tes tersebut dilakukan.  Pre-test odds of disease ( prevalence ) merupakan estimasi atau perkiraan besarnya

(13)

 probabilitas sebelum tes dilakukan pada orang yang menderita penyakit dibandingkan dengan probabilitas orang yang tidak menderita penyakit.

 Post-tes probabiliti adalah besarnya probabiliti dari orang yang menderita  penyakit setelah tes diagnostik dilakukan. Post test odds of disease adalah estimasi besarnya probabilitas setelah tes dilakukan pada orang yang menderita penyakit dibandingkan dengan probabilitas orang yang tidak menderita penyakit.

Gambar berikut menunjukkan hubungan antara uji diagnostik dan adanya kemunculan penyakit. Merupakan ekspansi dari gambar 2.1.4,8

PENYAKIT Ya Tidak Jumlah UJI Positif a b a + b Negatif c d c + d Jumlah a + c b + d a + b + c + d

Gambar 2.2. karakteristik uji diagnostik Sensitivisitas = a / (a + c) Spesifisitas = d/ (b + d)  NPP = a/ (a + b)  NPN = d/ (c + d) LR+ = sensivisitas/ (1- spesifisitas) LR- = (1- sensitivisitas)/ spesifisitas

Pre-test probability/ prevalens = (a + c )/ (a +b +c +d ) Pre-test odds = prevalensi / (1 –  prevalensi)

Post-test odds = pre-tes odds x LR+

(14)

2.6. Langkah-langkah penelitian uji diagnostik

Pelaksanaan uji diagnostik memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:1 1. Menentukan mengapa diperlukan uji diagnostik baru

Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah misalnya uji yang saat ini tersedia bersifat invasif, terlalu mahal, terlalu sulit, atau memerlukan keahlian khisus, dan apakah alat diagnostik yang baru dapat mengatasi kekurangan tersebut.

2. Menetapkan tujuan utama uji diagnostik

Uji diagnostik untuk skrining memerlukan sensitivitas yang tinggi; bila uji diagnostik untuk skrining memberikan hasil positif, maka perlu konfirmasi dengan pemeriksaan lainnyg. Uji diagnostik untuk konfirmasi diagnosis juga memerlukan nilai sensitivitas yang tinggi dengan spesifisitas yang cukup, sedangkan untuk menyingkirkan  penyakit, diperlukan uji dengan spesifisitas yang tinggi

3. Memilih subyek penelitian

Subyek harus terdiri atas orang sehat, mereka yang sakit ringan, dan sakit berat. Besal sampel perlu ditentukan berdasarkan interval kepercayaan (biasanya IK 95%). Harus tersedia subyek yang cukup. 4. Menetapkan baku emas

Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam setiap penelitian uji diagnostik. Telah disebutkan bahwa baku emas merupakan suatu uji diagnostik terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara teoritis ideal dipakai sebagai baku emas, namun kenyataannya tidak  baik dipakai karena memberikan hasil yang salah.

5. Melaksanakan pengukuran

Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji) maupun variabel efek (baku emas) harus dilakukan dengan cara standar dan harus diusahakan pengukuran dilakukan secara tersamar (masked, blinded ), yakni pemeriksa variabel prediktor (uji tidak boleh mengetahui hasil pemeriksaan variabel efek (baku emas) dan sebaliknya.

(15)

6. Melakukan analisis

Laporkanlah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif atau negatif serta likelihood ratio-nya, masing-masing dengan interval kepercayaan yang dipilih. Apabila hasil uji diagnostik berskala ordinal atau kontinu, harus disertakan ROC.

(16)

BAB III KESIMPULAN

3. Kesimpulan

1. Criticals appraisal atau telaah kritis adalah cara atau metode untuk mengkritisi secara ilmiah terhadap penulisan ilmiah.

2. Langkah –  langkah dalam Critical Apraisal dapat disingkat dengan “VIA” (Validity, Important, Applicability)

3. Critical appraisal dapat berfungsi sebagai, cara untuk mengevaluasiliteratureilmiahsecarasistematik, dapat membantu dalam memilih literature yang diperlukan, memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhipekerjaan yang akan dilakukan , memisahkan  penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian dan mendukung  perkembangan dari Evidence Based Medicine (EBM)

4. Uji diagnostik merupakan satu tindakan prosedur medis dengan maksud menyingkirkan ketidakpastian tentang apakah suatu penyakit benar ada atau tidak

5. Uji diagnostik bertujuan untuk menegakkan diagnosis, untuk keperluan skrining, untuk pengobatan pasien, dan untuk studi epidemiologi.

6. Hasil uji diagnostik berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif , nilai prediksi negatif, rasio likelihood positif, rasio likelihood negatif, pre-tes probabiliti (prevalensi), pre-pre-tes odds, post-pre-tes odds, dan post-pre-tes  probabiliti.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Murti B, Prof, dr, MPH, MSc, PhD (2011).  Makalah “Pengantar Evidence

- Based”. Ilmu Kesehatan Masyarakat:Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.

2. Pusponegoro, H.D., Wirya, I..G.N.W., Pudjiadi, A.H., Bisanto, J., Zulkarnain, S.Z. (2011). Uji Diagnostik. Dalam S. Sastroasmoro,  Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis (hal. 193-216). Jakarta: Sagung Seto. 3. Budiarto,E. (2003). Uji Diagnostik.  Metodologi Penelitian Kedokteran ,

184-195. Jakarta; ECG.

4. Mukhtar, Z. (2011). Uji Diagnostik. Dalam Z. Mukhtar, T. S. Haryuna, E. Effendy, A. Y. Rambe, Betty, & D. Zahara,  Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran (hal. 97-106). Medan: USU Press.

5. Belsey J. (2009). What is evidence-based medicine? London: Hayward Medical Communications,.

6. Rao, L. V. (2011). Introduction to Laboratory Medicine. Dalam M.A. Williamson, L.M. Snyder,  Interpretation of Diagnostic Tests ( hal 6-10). Philadelphia: Lippinoctt Williams & Wilkins.

7. Gordis,L. (2008). Assessing the Validity dan Reliabil ity. Epidemiology 4th ed. Philadelphia; Elsevier.

8. Fletcher, R.H., Fletcher, S.W., Wagner, E.H. (1996). Diagnosis. Clinical epidemiology the essentials, 43-66. USA: williams & Wilkins.

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan antara hasil uji diagnostik dan terjadinya penyakit.
Gambar  berikut  menunjukkan  hubungan  antara  uji  diagnostik  dan  adanya kemunculan penyakit

Referensi

Dokumen terkait