• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua kawasan yang berbeda. Pengambilan data di kawasan I dilakukan pada bulan Mei, 2009, sedangkan kawasan II pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2009. Lokasi penelitian kawasan I ditetapkan di perairan Bintan Timur Kecamatan Gunung Kijang (Desa Malang Rapat, Desa Teluk Bakau) dan kawasan II meliputi Kecamatan Tambelan Kabupaten Bintan. Penetapan kawasan ini berdasarkan: pertama membandingkan kondisi terumbu karang di kawasan I yang tidak ditemukannya Acanthaster planci dan kawasan II yang di temukan Acanthaster planci. Dalam penelitian ini, peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut diperoleh dari CRITC LIPI berdasarkan hasil interpretasi data peta citra digital Landsat 7 Enchanced Thematic Mapper plus (Landsat ETM+). Selanjutnya posisi geografis dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 9 dan 10 berikut ini.

Tabel 2 Posisi geografis stasiun penelitian

STASIUN Lokasi Posisi Geografis

Latitude Longitude Kawasan II

ST-1 Muara Kawal 00°59,175’ 104°38,993’

ST-2 Karang Penyerap 01°00,272’ 104°39,414’

ST-3 Teluk Bakau 01°01,125’ 104°39,675’

ST-4 Karang Masiran Ds. Gng. Kijang 00°58,678’ 104°39,109’ ST-5 Pulau Manjin.Ds.Glng Batang 00°56,438’ 104°40,065’ ST-6 Pulau Sentot (Mapur) 01°03'27.9" 104°42'06.7" ST-7 Pulau Cengom 00°58'46.0" 104°39'58.0" ST-8 Pulau Busung Bujur (Nikoi) 01°03'27.9" 104°42'06.7" ST-9 P. Penyusuk Desa Malang Rapat 01°06'25.5" 104°39'39.1" ST-10 Pulau Kepala Mapur 01°01,614' 104°47’061” ST-11 Pulau Tonseng Mapur 01°00,108' 104°50’892' Kawasan II

ST-12 Pulau Berdua 0°56'208" 107°30'410" ST-13 Pulau Kera 0°59'941" 107°25'330" ST-14 Pulau Piling 0°58'52.8" 107°31'59.7" ST-15 Pulau Wie 1°05'16.7" 107°23'22.7"

(2)

Gambar 9 Peta stasiun penelitian di kawasan I.

(3)

Peralatan Yang Digunakan

Peralatan utama yang digunakan dalam pengamatan terumbu karang adalah peralatan selam SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), roll meter, transek kuadrat dengan ukuran 1 x 1 m, serta alat tulis bawah air (underwater paper dan pensil). Alat pendukung lainnya yang digunakan untuk mengamati terumbu karang diantaranya adalah under water camera, pasak besi yang digunakan untuk memasang transek permanen, serta kapal motor sebagai alat transportasi dalam pengambilan data. GPS digunakan untuk mencatat posisi geografis lokasi stasiun pengamatan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup ini adalah perairan Bintan Timur Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Tambelan Kabupaten Bintan, sumberdaya pesisir dan lautan (Indikator umum meliputi: terumbu karang, Crown of Thorns (Acanthaster planci), Megabentos yang merupakan organisme indikator yang sangat reflek terhadap perubahan lingkungan pada ekosistem terumbu karang (Hodgson & Liebeler, 2002), dan masyarakat. Permasalahan utama yang terjadi di daerah ini degradasi habitat dan sumberdaya hayati terutama terumbu karang, eksploitasi sumberdaya perikanan, lemahnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya hayati laut secara berkesinambungan.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini akan dibagi menjadi 3, meliputi: inventarisasi, analisis dan sintesis data. Adapun tujuan dari tahapan ini sebagai berikut :

(1) Tahap inventaris data; Data sekunder berupa monografi kecamatan, kondisi sosial-budaya, ekonomi dan kebijakan pengelolaan, untuk pengumpulan data primer berupa kondisi: persentase tutupan dan distribusi, keanekaragaman, keseragaman, dominansi dan genus dari kategori bentik terumbu karang, megabenthos, dan ikan,.

(2) Tahap analisis adalah mengintegrasikan data primer dan sekunder.

(3) Tahap sintesis untuk penentuan akhir dengan menggunakan data tahapan analisis data untuk membuat konsep kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan perairan Bintan secara terpadu dan berkelanjutan.

(4)

Pengambilan Data

Pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan metode survey lapangan (visual recall) terhadap kondisi sumberdaya ekologi dan lingkungan serta melakukan wawancara langsung dengan penduduk (responden) setempat untuk data sosial, ekonomi dan budaya. Sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari instansi terkait sesuai kebutuhan

data yang dikaji.

a. Parameter lingkungan :

Pengambilan data parameter lingkungan dilakukan pengukuran secara langsung di lokasi penelitian meliputi suhu menggunakan thermometer, kecepatan arus menggunakan floating drouge, kecerahan air menggunakan peralatan secchi disk, salinitas menggunakan refraktometer, oksigen terlarut menggunakan DO meter.

b. Pengamatan terumbu karang

Untuk memperoleh data tentang kondisi terumbu karang alat bantu utama yang digunakan dalam pengamatan terumbu karang adalah peralatan selam SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus), roll meter, transek kuadrat dengan ukuran 1 x 1 m, serta alat tulis bawah air (underwater paper dan pensil). Alat pendukung lainnya yang digunakan untuk mengamati terumbu karang diantaranya adalah under water camera, pasak besi yang digunakan untuk memasang transek permanen, serta kapal motor sebagai alat transportasi dalam pengambilan data. GPS digunakan untuk mencatat posisi geografis lokasi stasiun pengamatan. metode yang digunakan adalah Metode Transek Kuadrat dengan modifikasi Line Intercept Transect (LIT) menentukan luasan areal pengamatan 1 m x 50 m dengan 2 kali ulangan (Gambar 10). Kemudian pada garis LIT tersebut diletakkan petakan kuadrat ukuran 1 x 1 m secara berselingan pada tiap-tiap jarak 5 m. Pengamatan ini untuk mengetahui persentase tutupan karang hidup, karang mati, jumlah individu maupun jenis biota serta kondisi habitat pada masing-masing stasiun. Teknik ini untuk mengestimasi persentase masing-masing-masing-masing kategori bentik dan habitat mengacu pada (English et al. 1997). Berikut disajikan gambar Metode Transek Kuadrat pada Gambar 11.

(5)

0 50

Gambar 11 Metode pengambilan data karang dengan transek kuadrat

c. Pengamatan Acanthaster planci

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk biota lobster (udang barong), Banded coral shrimp (udang k

karang Acropora spp,

seribu) Deadema setosum

tripang (Large holothurian

urchin ( bulu babi seperti pensil),

dengan ” Fine Scale Survey Method

Visual Ikan Karang (

0 50

pengambilan data karang dengan transek kuadrat

Acanthaster planci, megabentos dan ikan karang

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk biota lobster (udang barong), Banded coral shrimp (udang kecil yang hidup disekitar sela cabang spp, Pocillopora spp, Acanthaster planci (bintang berbulu

Deadema setosum (bulu babi hitam) triton Large, Kima (Tridacna gigas

Large holothurian), Trochus niloticus (lola), Mushroom coral , ( bulu babi seperti pensil), gastropoda (keong) Drupella spp

Fine Scale Survey Method”, LIT dan ikan karang dengan metode Sensus

Karang (Coral Reef Fish Visual Census) mengacu pada

0 50m

pengambilan data karang dengan transek kuadrat.

arang.

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang dalam penelitian ini hanya dilakukan untuk biota lobster (udang ecil yang hidup disekitar sela cabang (bintang berbulu Tridacna gigas),

(lola), Mushroom coral , Pencil sea

gastropoda (keong) Drupella spp dilakukan

dan ikan karang dengan metode Sensus mengacu pada English et al.

(6)

(1994) pada semua stasiun transek permanen. Pengambilan data dilapangan adalah sebagai berikut semua biota karang yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2. Khusus untuk Acanthaster planci transek yang digunakan 50 x 100 m = 5 000 m2 setara 0.5 ha sedangkan untuk semua jenis ikan karang yang terlihat pada garis transek 2.5 m disebelah kiri dan kanan meteran 70 m dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati pertranseknya (2.5 x 70 m) = 350 m2 ( lihat Gambar 8).

d. Data sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada, dan berbagai laporan yang diperoleh dari berbagai instansi dan institusi terkait sesuai dengan objek penelitian yang akan dikaji. Data sekunder ini meliputi data geofisik (iklim, fisiografi, topografi tanah dan geologi), data tabular dan data keruangan (dalam bentuk peta) dan monografi desa. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan hasil survey dan publikasi lainnya serta peta-peta yang tersedia.

Analisa Data

Persentase penutupan karang

Analisa parameter yang digunakan untuk menentukan kondisi terumbu karang, kelimpahan megabenthos, kelimpahan ikan adalah peresentasi penutupan karang, keanekaragaman, indek keseragaman,atau equitabilitas, dominansi dan kelimpahan.

Persentase penutupan karang beserta penyusun substrat dasar lainnya dianalisis dengan menggunakan software Image-G. Prinsip kerja dari metode ini adalah: pertama mengkonversi foto yang diambil dengan menggunakan kamera Nikon cybersoot 5,0 dari satuan meter (mengacu pada transek kuadrat dengan dengan luas 1x1m) ke dalam satuan pixel; selanjutnya melakukan digitasi terhadap bentuk pertumbuhan karang beserta substrat dasar lainnya yang telah diketahui genusnya. Hasil akhir dari pengolahan ini adalah berupa persentase penutupan baik bentuk pertumbuhan ataupun genus karang serta penyusun

(7)

substrat dasar lainnya yang terdapat dalam transek kuadrat mengacu pada English et al. (1994) (lihat Tabel 3) :

”% Cover ” kategori benthos tsb

(%) tutupan Kategori benthos = x 100% Total % Cover seluruh kategori benthos

Tabel 3 Bentuk kategori life form terumbu karang yang dianalisis JENIS BIOTA KODE KETERANGAN

Karang Hidup (Live Coral) LC

Acropora - Brancing -Encrusting -Submassive -Digitate -Tabulate ACB ACE ACS ACD ACT

karang bercabang, A palmata, A. formosa

biasanya landasan bentuk awal Acropora, misalnya bentuk padat seperti A. polifera

A. humulus, A. digitifera, A. gemmifera

memipih secara horizontal seperti A. hyacinthus Non Acropora - Brancing -Encrusting -Foliose -Massive -Submassive -Mushroom -Millepora -Heliopora CB CE CF CM CS CMR CME CHL

bercabang seperti Seriatopora hystrix

bagian terbesar menempel ke substrat sebagai lempengan laminar, misalnya Porites vaughani, karang menempel pada satu atau lebih titik, bentuk seperti daun, Merulina ampliata,

padat seperti batu besar misal Platygyra daedalea cendrung membentuk kolom, misalnya Porites lichen,

Psammocora digitata

soliter, karang bebas dari fungia karang api (fire coral)

karang biru (blue coral)

Karang batu (hard coral)

Karang mati (dead coral) DC mati belum lama, putih hingga putih kotor Karang mati plus alga

(dead coral with algae)

DCA karang ini masih tegak, tapi tidak putih lagi Biota lainnya

Karang lunak (Soft Coral) SC binatang karang dengan tubuh yang lunak Spons (Sponge) SP

Zoanthids ZO misalnya Platythoa, Protopalythoa

Lainnya (other) OT ascidians, anemon, gorgonians, kerang raksasa,dll Algae - Algal assemblage - Coralline algae - Halimeda - Macro algae - Turf algae AA CA HA MA TA

beberapa spesies alga yang bercampur

algae besar bewarna coklat, merah, dll algae filamen seperti di padang lamun Abiotik

- Pasir (sand) - Kerakal (rubble) - Sedimen halus (silt) - Air - Batu (rock) S R SI WA RCK

pecahan karang yang tidak menyatu

(8)

a) Keanekaragaman

Untuk menganalisis keanekaragaman jenis (Genus) mengikuti formulasi Shannon - Wiener ( H’) ( Odum, 1994; Zar, 1996) :

′    pi



ln pi

dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman

pi = proporsi penutupan genus ke–i terhadap total penutupan (  ) b) Indeks keseragaman atau equitabilitas

Sedangkan indeks kemerataan Pielou (Evenness index = E’) ( Pielou, 1975; Zar, 1996) untuk masing-masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode transek kuadrat.

E’ =

   dimana : E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman lnS = H'max S = jumlah Genus/jenis c) Dominansi

Penentuan tingkat dominansi suatu jenis terhadap jenis yang lain dapat ditentukan dengan indeks dominansi Shimpson dengan persamaannya :

       dimana : C = Indeks dominansi ni = Jumlah individu ke – i N = Total jumlah individu

Menghitung nilai rerata (mean) persentase tutupan karang berdasarkan genus menggunakan analisis persentase total tutupan karang dipakai formula :

Tutupan genus karang hidup

Persentase tutupan (%) = x 100% Total tutupan genus karang hidup

(9)

Data kondisi persentase total penutupan karang hidup yang diperoleh dikategorikan berdasarkan Gomez and Yap (1988) seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria penilaian kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang

Persentase Penutupan (%) Kriteria Penilaian

0 - 24.9 Buruk

25 - 49.9 Sedang

50 - 74.9 Baik

75 - 100 Memuaskan

Sumber : English et al. (1994).

Acanthaster planci, Megabentos dan Ikan Karang

Organisme megabenthos yang didata adalah selain dari A.planci dan benthic karang yang digunakan sebagai indikator lingkungan terumbu karang dan memiliki nilai ekonomis penting yang hidup diatas substrat dasar maupun karang . Untuk mengetahui kelimpahan masing-masing biota laut seperti A.planci, megabenthos dan ikan karang dengan jumlah stasiun n maupun transek, bisa dihitung kelimpahannya persatuan unit dengan formula sebagai berikut:

∑ ind A. planci pada stasiun i

Kelimpahan A. planci (%) = x100% = ind/transek.

(0,5 ha)* (n)

∑ ind Suatu jenis megabenthos pada st. i

Kelimpahan megabentos (%) = x 100%= ind/transek.

(0,014 ha)* (n)

∑ ind Suatu jenis ikan karang pada st. i

Kelimpahan ikan karang (%) = x 100%= ind/transek.

(0,035 ha)* (n)

Untuk nilai 0.5 diperoleh dari kondisi luasan transek yang dilakukan di masing-masing stasiun seperti untuk kategori Acanthaster planci skala luasan transek adalah panjang 100 m dengan lebar 50 meter maka diperoleh 5 000 m2. Bila nilai ini di hitung dalam luasan hektar maka diperoleh 5 000 : 10 000 m2 = 0.5 ha. Begitu pula dengan megabenthos luasan 70m x 2m = 140 m2 dengan

(10)

luasan hektar 140 : 10 000 = 0.014 ha dan luasan ikan karang 70m x 2.5m = 350 m2 dengan luasan 350:10.000 = 0.035 ha.

Hubungan Parameter Kualitas Air dan Kondisi Terumbu Karang Kaitannya Terhadap Kelimpahan Acanthaster planci di Perairan Kawasan I dan II

Analisis pengelompokan kelimpahan, kondisi biometri, prefensi, ekologi Acanthaster planci, megabenthos pada masing-masing kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principial Componen Analysis), dengan analisis ini dapat dilihat populasi dari Acanthaster planci, megabenthos di dalam habitat dan kawasan terumbu karang yang berbeda mengacu pada koefisien Kemiripan (Bray–Curtis, 1957; Taylor J, 2004) sebagai berikut:

Persamaan :

Kemiripan Bray – Curtis, Sjk =

1 

∑  %&'( !"# !$ ∑  *&'( !") !$

+

dimana :

Sjk = indeks kesamaan Bray-Curtis

Xij = adalah kelimpahan dari spesies i didalam stasiun ke j Xik = adalah kelimpahan dari spesies i didalam stasiun ke k p = adalah jumlah semua spesies atau jenis .

Analisis Komponen Utama juga menggambarkan korelasi antara masing-masing-masing kelompok yang dibentuk antara kondisi terumbu karang dengan kondisi ekologi Acanthaster planci, megabentos, ikan dan fakor lain.

Untuk menentukan variasi parameter bio-fisik antar stasiun pengamatan digunakan satu pendekatan analisis statistic multivariable yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama, AKU (Principal Component Analysis, PCA) Tujuan utama penggunaan analisis komponen utama ini adalah (Legendre & Legendre, 1983; Bengen, 2000).(1) mengekstraksi informasi esensial yang terdapat dalam satu table/matrik data yang besar, (2) menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi, dan (3) mempelajari suatu table/matrik dari sudut pandang kemiripan antara individu atau hubungan antara variabel.

(11)

Sedangkan langkah-langkah yang akan digunakan dalam analisis yang dimaksud adalah sebagai berikut : pertama membangun matrik data yang terdiri dari baris dan kolom, kedua menormalisasi data hasil pengukuran di lapangan dengan cara pemusatan dan pereduksian, ketiga penggunaan pengukuran jarak Euclidean yaitu jumlah kuadrat perbedaan antara individu untuk variabel yang berkorespondensi.

Pada prinsipnya, analisis komponen utama menggunakan jarak Euclidean (jumlah kuadrat perbedaan antara individu/baris dan variabel/kolom yang berkoresponden), dirumuskan sebagai berikut;

,-, /0  123  2′34 5

3 dimana:

i,i’ adalah 2 baris, j adalah indeks kolom (bervariasi dari 1 sampai dengan p). Tahapan dasar Analisis Komponen Utama adalah mentranformasikan p variable kuantitatif inisial, yang kurang lebih saling berkorelasi kedalam p varaibel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Dengan demikian, hasil dari analisis ini tidak berasal dari variable-variabel inisial tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier variable-variabel inisial. Diantara semua indeks sintetik yang mugkin, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan varian individu yang maksimum. Indeks ini disebut komponen utama ke-1 atau sumbu (axis) utama ke-1.

Suatu proporsi tertentu dari variasi total individu dijelaskan oleh komponen utama ini. Selanjutnya dicari komponen utama ke-2 dengan syarat: berkorelasi linier nihil dengan yang pertama dan memilki varian individu terbesar. Komponen utama ke-2 ini memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus hingga memperoleh komponen utama ke-p atau komponen utama terakhir, dimana bagian informasi yang dapat dijelaskannya semakin kecil. Bila tidak terdapat korelasi linier antar variable, maka hanya dapat diperoleh p komponen utama (untuk p variable) (Widinugraheni, 1995). Contoh matrik karakteristik ekosistem terumbu karang dilokasi penelitian pada Tabel 5.

(12)

Tabel 5 Matrik analisis karakteristik faktor lain yang mempengaruhi kondisi terumbu karang

No. Observasi Variabel

X1 X2 X3 X4 X5 X6

1. Observasi 1 2. Observasi 2 ... ... ... ... ... N Observasi n

Analisis keterkaitan faktor lain terhadap habitat Terumbu Karang di kawasan yang berbeda.

Analisis pengelompokan parameter lingkungan, kelimpahan, kondisi biometri, prefensi, ekologi Acanthaster planci, megabenthos pada masing-masing kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principial Componen Analysis), analisis ini mengacu pada koefisien Kemiripan (Bray – Curtis ,1957; Taylor, J , 2004);

Pengolahan data untuk PCA dan CA dilakukan dengan menggunakan bantuan program computer Microsoft XL-STAT versi 7,0 atau 9.00 dan SPSS untuk melihat jumlah hasil observasi dari Acanthaster planci, megabentos, ikan karang, faktor lain terhadap bentuk habitat kondisi terumbu karang yang telah diplot dari Transect kuadrat dan perbedaan yang signifikan menggunakan ANOVA Kruskal-Wallis non-parametric (SLUKA, 2005) .

Gambar

Tabel 2  Posisi geografis stasiun penelitian
Gambar 9  Peta  stasiun penelitian di kawasan  I.
Gambar 11  Metode  pengambilan data karang dengan transek kuadrat c.  Pengamatan  Acanthaster planci
Tabel  4  Kriteria  penilaian  kondisi  ekosistem  terumbu  karang  berdasarkan  persentase penutupan karang

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian penambahan LiClO4 tidak mempengaruhi proses pembuatan lembaran anoda grafit.. Bahan LiClO4 adalah bahan kimia

Segenap Staf Tata Usaha Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah banyak membantu dalam mengurus surat-surat yang penulis perlukan.. KAP

2 Hasil temuan empiris pada olah data yang dilakukan pada penelitian sebagai berikut; Variabel kapital, tenaga kerja, keterbukaan ekonomi dan investasi asing langsung berpengaruh

Tata kerja kelompok ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aturan besar kelompok SHK Lestari Muara Tiga sebagai acuan atau landasan pelaksanaan kerja kelompok dalam

BBNI 8200‐8600. Harga saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) akhir pekan lalu rebound terbatas menyusul harganya  yang  sudah  jenuh  jual.  Sejak  pekan 

Kandungan asam lemak tak jenuh khususnya omega-3 seperti EPA dan DHA didalam minyak ikan 6 menjadikan minyak tersebut memiliki nilai jual tinggi, disebabkan karena

Sistem ketatanegaraan Indonesia menganut sistem presidensial, sehingga dari semua cabang kekuasaan negara tersebut kekuasaan Presiden merupakan kekuasaan yang sangat

Ipotnews - Pemerintah mencatat realisasi pendapatan negara sampai 31 Juli lalu mencapai Rp771,4 triliun atau 43,8 persen dari target dalam APBN tahun 2015 yang