• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI GULMA PADA PADI SAWAH LOKAL (Oryza sativa L.) DI KOTA PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI GULMA PADA PADI SAWAH LOKAL (Oryza sativa L.) DI KOTA PADANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI GULMA PADA PADI SAWAH LOKAL

(Oryza sativa L.) DI KOTA PADANG

(Exploration and Identification of Weeds of Local Genotype of Rice

(Oryza sativa L.) in Padang)

Novellia Miranda, Irfan Suliansyah, dan Irawati Chaniago

Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas

ABSTRACT

Research on the exploration and identification of weeds in rice fields in the city of Padang, West Sumatra has been conducted at districts of Pauh, Kuranji, Lubuk Begalung and Padang Timur the city of Padang, West Sumatra. This research was conducted from March to June 2010. The objective is to identify the types of weeds associated with local rice in the city of Padang, West Sumatra. This research used descriptive method that is purposive sampling of weeds in paddy fields. Data of weeds were taken at the vegetative and generative growth stage of rice. Data collection was also done by filling questionnaires and interviewing 50 farmers directly. Results showed that Fimbristylis miliacea (L.) Vahl is a dominant weed found at the vegetative stage of rice plant grown at districts Pauh and Kuranji. The generative phase of rice growth at district Pauh is dominated by Leersia hexandra Sw. However, at the of Lubuk Begalung and Padang Timur we did not find data of weeds assosiated with local genotype of rice. This is due to farmers at those two districts prefer to grow high-Yield variety (IR 42) to local rice. Rice variety of Anak Daro is grown at districts of Pauh and Kuranji at the time of weed sampling.

Keywords: exploration, identification, weeds, local rice

PENDAHULUAN

adi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan utama di Indonesia, karena sebagian besar penduduk Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Permintaan akan beras terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan pertambahan penduduk. Produksi padi di Sumatera Barat pada tahun 2009 tercatat sebesar 2.105.790 ton atau mengalami peningkatan sebesar 7,13% (140.156 ton) dibanding tahun 2008 sebesar 1.965.634 ton. Peningkatan produksi padi tersebut terutama disebabkan oleh bertambahnya hasil per hektar atau produktivitas tanaman sebesar 1,32 kw/ha (dari 46,59 kw/ha menjadi 47,91 kw/ha) serta produksi padi di Kota Padang juga mengalami peningkatan dari 58.290 ton pada tahun 2009 menjadi 76.207 ton. Dari jumlah itu, 31,43% disumbangkan oleh Kecamatan Kuranji, 20,60% oleh Kecamatan Koto Tangah, dan 16,85% oleh Kecamatan Pauh (BPS, 2010).

Dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah ketahanan pangan menjadi isu penting

di Indonesia dan dalam setahun belakangan ini dunia juga mulai dilanda oleh krisis pangan. Krisis pangan kali ini menjadi krisis global terbesar abad ke-21, yang menimpa 36 negara di dunia, termasuk Indonesia (Santosa dan Andreas, 2008). Usaha untuk meningkatkan produksi padi sering mengalami kegagalan karena banyaknya kendala, baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Kendala biotik berupa adanya gulma, serangan hama dan penyakit, sedangkan kendala abiotik umumnya berupa tekanan lingkungan yang bersifat fisiologis seperti kelebihan atau kekurangan air, kelebih-an atau kekurkelebih-angkelebih-an unsur hara, suhu mening-kat atau suhu menurun, dan mening-kation yang bersifat racun bagi tanaman (Anwari, 1992).

Salah satu permasalahan yang sering ditemukan di lapangan yang sangat barpengaruh terhadap produktivitas padi adalah gulma, karena gulma sampai saat ini masih banyak tumbuh di sekitar areal pertanaman padi yang bersifat sebagai

pengganggu, sehingga menyebabkan

penurunan produksi padi. Beberapa jenis gulma yang spesifik pada tanaman padi bahkan

(2)

mampu mengakibatkan kehilangan hasil yang sangat besar diantaranya Rumput Banto (Leersia hexandra) 60%, Jajagoan Leutik (Echinochloa colonum) dan Lamhani (Paspalum distichum) 85 %, dan Jajagoan (Echinochloa crus-galli) bisa mencapai 100 % (Rukmana dan Sugandi, 1999). Gulma yang berasosiasi dengan tanaman bukan bersifat merusak, tetapi merugikan bagi tanaman pokok. Gulma tidak mematikan tanaman tetapi bersaing jika terbatas sumberdaya cahaya matahari, air, dan unsur hara (Sundaru, Syam, dan Bakar, 1976).

Adapun usaha yang dilakukan untuk mengetahui jenis dan populasi gulma pada penelitian ini adalah 1) melakukan eksplorasi pada suatu lahan sawah, yang bertujuan untuk mengumpulkan data terhadap populasi gulma yang tumbuh di areal pertanaman padi, 2) melakukan identifikasi yang merupakan suatu usaha pengenalan terhadap suatu hal yang mengamati sifat-sifat tanaman yang dianalisis secara sederhana (Tim Penyusun Kamus Penebar Swadaya, 2003). Pada pertanaman padi sawah lokal banyak kita temukan berbagai jenis gulma, tetapi untuk saat sekarang ini masih sedikit keterangan atau tulisan yang menjelaskan jenis-jenis gulma yang terdapat di lahan padi sawah lokal di Sumatera Barat khususnya kota Padang.

Dengan adanya identifikasi akan memudahkan kita dalam menentukan kultivar atau varietas tertentu yang cocok digunakan sebagai bahan dasar untuk pemuliaan tanaman baik untuk persilangan, rekayasa genetika dan sebagainya. Biogen (2000) menjelaskan bahwa identifikasi merupakan kegiatan dalam rangka melihat, mengamati, dan mencatat sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis atau merupakan penciri dari individu yang bersangkutan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data tentang jenis-jenis gulma yang biasa tumbuh di lahan padi sawah lokal khususnya 4 kecamatan di kota Padang.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Lubuk Begalung, dan Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tali rafia, pancang kecil berukuran 30 cm, kantong plastik, lahan sawah, dan data kuisioner (Lampiran 2). Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah timbangan, oven, alat tulis, dan kamera.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara pengambilan sampel (gulma) secara sengaja (purposive sampling) pada pertanaman padi sawah varietas Anak Daro. Dilakukan kuisioner dan wawancara langsung kepada 50 orang petani lokal untuk 4 kecamatan yaitu 20 kuisioner untuk petani di Kecamatan Kuranji, 30 kuisioner untuk petani di Kecamatan Pauh, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Padang Timur, serta melakukan perbandingan dari beberapa hasil wawancara. Hal ini dapat ditentukan setelah survey pendahuluan, data observasi untuk varietas padi serta jenis gulma dominan yang tumbuh di sekitar tanaman.

Pelaksanaan

Survey Pendahuluan

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survey dan pengumpulan data tentang gulma yang ditemui petani pada pertanaman padi di kota Padang Sumatera Barat di empat kecamatan yaitu: Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Lubuk Begalung, dan Padang Timur yang telah dilakukan dengan mewawancarai dan mengisi kuisioner yang ada terhadap petani pada setiap kecamatan, sehingga didapatkan 50 orang petani responden untuk 4 kecamatan, yaitu: 20 kuisioner untuk petani di Kecamatan Kuranji, 30 kuisioner untuk petani di Kecamatan Pauh, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Padang Timur. Data ini akan memberikan gambaran awal jenis-jenis gulma yang tumbuh di lahan sawah petani di dataran rendah kota Padang yang dapat dijadikan pembanding dengan hasil yang didapatkan dari survey langsung ke lapangan.

Pelaksanaan survey ini adalah pengumpulan data yang memuat tentang keberadaan jenis-jenis gulma yang tumbuh di sekitar tanaman padi, mengetahui jenis-jenis gulma lokal yang dikenal petani setempat serta nama daerah gulma yang juga dikenal oleh petani. Data yang diperlukan diperoleh dari

(3)

petani sekitar yang membudidayakan padi sawah varietas lokal (petani responden). Eksplorasi Hasil

Data didapatkan dari jawaban-jawaban interview dan kuisioner, serta hasil dari informasi morfologis yang dilakukan sendiri dan ditanya langsung ke petani. Pengamatan dan pengumpulan data didapatkan dengan cara langsung turun ke areal pertanaman padi yaitu dengan melihat, mengamati, mengukur dan menginterprestasikan serta menanyakan kepada petani tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan variabel pengamatan. Gulma diamati pada petak contoh yang berukuran 1 m x 1 m yang jumlahnya sebanyak 5 petak contoh. Genotipe padi yang ditanam oleh petani juga dicatat sebagai informasi dalam penelitian ini.

Pengamatan atau Data yang didapatkan Pengambilan sampel gulma untuk pengamatan dilakukan 2 kali, yaitu pada fase vegetatif dan fase generatif tanaman padi contoh. Adapun jenis pengamatan yang diambil adalah sebagai berikut :

a. Jenis Gulma yang tumbuh

Gulma yang tumbuh diamati pada setiap petak contoh. Kemudian mengidentifikasi secara morfologis dan mengeksplorasikan sesuai dengan buku referensi. Data tersebut kemudian dibandingkan sesuai dengan kuisioner yang didapatkan dari hasil wawancara kepada petani dengan data yang didapatkan dari pengamatan gulma secara langsung ke areal pertanaman padi sawah varietas Anak Daro.

b. Jumlah Gulma yang tumbuh

Jumlah gulma setiap spesies yang tumbuh dihitung pada tiap petak contoh.

c. Kerapatan Nisbi

Kerapatan gulma yang tumbuh dari jenis spesies yang berbeda dihitung, dengan membandingkan jumlah individu spesies dibagi dengan jumlah semua individu spesies. Lalu hitung tiap gulma yang tumbuh dari tiap jenis spesies yang berbeda dari tiap petakan contoh.

d. Frekuensi Nisbi

Jumlah gulma yang tumbuh dari tiap jenis spesies yang berbeda dihitung, dengan membandingkan jumlah frekuensi dibagi

dengan jumlah semua individu spesies. Lalu hitung tiap gulma yang tumbuh dari tiap jenis spesies yang berbeda dari tiap petakan contoh. e. Frekuensi Mutlak (FM)

Jumlah petakan yang berisi spesies gulma tertentu dihitung. Kemudian hitung berapa jumlah petak contoh yang ditumbuhi spesies gulma tersebut dari tiap responden.

f. Berat Kering Gulma (g/m2)

Perhitungan berat kering didapat dengan cara mencabut gulma yang terdapat pada petak sampel gulma dan setelah itu gulma dibersihkan dimasukan ke dalam amplop dan dikeringkan dalam oven 800C selama 48 jam, lalu ditimbang berat keringnya. Data yang digunakan adalah data akhir setiap petak sampel. Kemudian data tersebut dapat dilihat dalam bentuk tabel.

g. Ratio Dominansi Terjumlah (Summed

Dominance Ratio- SDR)

Nilai SDR akan menunjukan gulma yang dominan pada areal pertanaman padi. Nilai SDR kemudian disusun berturut-turut dari yang terbesar sampai yang terkecil. Untuk mendapatkan nilai SDR digunakan rumus sebagai berikut:

SDR = Kerapatan nisbi + Frekuensi nisbi + Frekuensi mutlak + BK gulma

4

Kerapatan Nisbi = Jumlah individu spesies x 100% Jumlah semua individu spesies

Frekuensi Nisbi = Frekuensi mutlak spesies tertentu_ x 100% Jumlah nilai frekuensi mutlak semua jenis

Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah petak contoh yang berisi spesies tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Gulma

Kecamatan Pauh

Berdasarkan data yang didapat di daerah Kecamatan Pauh, gulma Fimbristylis miliaceae merupakan gulma dominan yang tumbuh pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman padi. Gulma ini lebih banyak tumbuh dibandingkan spesies gulma lainnya dengan nilai SDR (Summed Dominance Ratio ) 17,52. Gulma yang tidak dominan tumbuh pada fase vegetatif adalah Cyperus distans dengan nilai SDR 1,67.

Perbedaan antara data yang didapat dari hasil kuisioner dengan data yang dilihat

(4)

langsung di lapangan, terjadi karena petani umumnya tidak terlalu memperhatikan nama spesies gulma yang tumbuh pada tiap musim tanam, tetapi hanya melihat sekilas tentang gulma yang paling banyak tumbuh pada areal sawah mereka tanpa mengidentifikasi jenis gulmanya. Pada fase vegetatif yaitu saat pengambilan sampel, gulma dominan yang didapatkan sama dengan hasil kuisioner, petani memberikan informasi bahwa gulma Fimbristylis miliacea merupakan gulma dominan pada fase vegetatif, sedangkan gulma Leersia hexandra merupakan gulma yang dominan pada fase generatif.

Pengamatan gulma yang telah dilakukan, sampelnya berasal dari padi varietas lokal yaitu Anak Daro. Varietas ini sudah berstandar nasional tetapi masih tergolong padi varietas lokal. Pada akhir – akhir ini padi sawah

varietas lokal jarang ditemukan di beberapa kecamatan di Kota Padang, karena petani sudah beralih dalam membudidayakan padi varietas unggul yaitu IR 42.

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl (Gambar 1.) merupakan gulma yang paling banyak tumbuh di areal persawahan Kecamatan Pauh. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya gulma yang ditemukan pada setiap petakan sampel yaitu 5 petak tetapi jumlah populasinya lebih sedikit dibandingkan dengan gulma Ludwigia oktavalvis, yang jumlahnya yaitu 78 batang. Sedangkan nilai berat kering gulma Leersia hexandra lebih tinggi dibandingkan gulma spesies lainnya, hal ini disebabkan gulma Leersia hexandra hidupnya menjalar, perakarannya yang kuat dan mempunyai ukuran batang yang tebal.

Tabel 1. Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman padi di Kecamatan Pauh

NO Nama spesies SDR KM FM BK gulma (gram)

1 Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. 17,52 72 5 7,8411

2 Ludwigia oktavalvis (Jacq.) Raven. 16,25 78 4 6,8006

3 Leersia hexandra Sw. 14,85 53 3 9,5957

4 Paspalum distichum L 5,57 16 2 2,7574

5 Lindernia anagallis (Burm. F.) Pennell 4,82 14 3 0,4188

6 Brachiaria eruciformis (J. E. Smith) Griseb. 4,37 7 2 2,2115

7 Panicum repens L. 4,06 9 2 1,5180

8 Cyperus iria L. 3,35 6 2 0,8933

9 Alternanthera phyloxeroides (Mart.) Griseb. 3,18 4 2 0,9163

10 Brachiaria reptans (L.) Gardn. & Hubb. 2,66 4 1 1,7240

11 Scirpus grossus L. f. 2,38 2 2 0,0534

12 Hydrolea zeylanica (L.) Vahl. 1,81 5 1 0,3916

13 Cyperus distans L. f. 1,67 4 1 0,3198

Jumlah 274 30 35,4415

Ket : SDR (Sumeed Dominance Ratio) KM (Kerapatan Mutlak) FM (Frekuensi Mutlak) BK gulma (Berat Kering Gulma)

Pada lahan pertanaman padi sawah varietas Anak Daro di daerah Kecamatan Pauh pada umumnya sudah mendapatkan air irigasi secara teratur. Pada fase vegetatif yaitu pada saat sawah tidak tergenang air menyebabkan gulma Fimbristylis miliacea dapat tumbuh dengan baik, dan jumlahnya akan semakin cepat meningkat. Gulma Fimbristylis miliacea ini merupakan tumbuhan setahun, tumbuh berumpun dengan tinggi 20 – 60 cm. Batangnya ramping, tidak berbulu-bulu, bersegi empat, dan tumbuh tegak, buahnya berwarna kuning

pucat atau hampir putih, bentuk bulat telur terbalik. Biasanya terdapat di tempat-tempat basah, berlumpur sampai semi basah, dan umumnya terdapat pada lahan sawah (Sundaru et al., 1976).

Gulma ini proses tumbuhnya secara berumpun dan rapat sehingga peluang zat allelopati yang dikeluarkan lebih banyak dari pada gulma lain. Kualitas dan kuantitas senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma dipengaruhi oleh kerapatan gulma, jenis

(5)

gulma, saat kemunculan gulma, serta kecepatan tumbuh gulma tersebut (Hasanuddin, 1989).

Gambar 1. Gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl.

Pada fase generatif pertumbuhan tanaman padi, ditemukan gulma Leersia hexandra Sw. (rumput banto) sebagai gulma dominan dengan nilai SDR (Summed Dominance Ratio ) 29,10. Sedangkan gulma yang paling sedikit tumbuh pada fase generatif adalah Brachiaria eruciformis. dengan nilai SDR 3,94 seperti terlihat pada Tabel 2. Pada fase ini gulma dominan berbeda dengan hasil kuisioner seperti yang dijelaskan oleh petani pada saat diwawancarai. Hal ini bisa disebabkan karena petani hanya melihat bahwasannya gulma Fimbristylis miliace menjadi gulma dominan baik pada fase vegetatif maupun generatif.

Pada awal fase generatif, tanah padi sawah dalam keadaan lembab atau kering sehingga gulma Leersia hexandra berkembang biak dengan pesat. Gulma ini mendominasi pertanaman padi sawah sebab gulma ini hidupnya lama (gulma tahunan) serta perkembangbiakannya dengan akar rimpang. Hal ini menyebabkan penyebaran spesies ini sangat cepat dan hampir ada di seluruh areal pertanaman padi.

Tabel 2. Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase generatif pertumbuhan tanaman padi di Kecamatan Pauh

NO Nama spesies SDR KM FM BK gulma (gram)

1 Leersia hexandra Sw. 29,10 36 5 10,9356

2 Ludwigia oktavalvis (Jacq.) Raven. 14,12 25 3 2,4715

3 Panicum repens L. 10,04 12 3 1,8693

4 Echinochloa crusgalli (L.) Beauv. 9,56 7 2 4,2615

5 Fimbristylis miliaceae (L.) Vahl. 8,00 5 3 1,6817

6 Ageratum conyzoides L. 4,75 7 1 1,2037

7 Brachiaria eruciformis (J. E. Smith) Griseb. 3,94 2 1 1,7023

Jumlah 94 18 24,1256

Gulma Leersia hexandra tumbuh di daerah tropis, tumbuh subur pada dataran tinggi dan habitat sama dengan tanaman padi (Soerjani, Kostermans, dan Tjitrosoepomo, 1987). Pada Kecamatan Pauh di Kota Padang gulma Leersia hexandra juga tumbuh dengan subur di areal pertanaman padi, meskipun Kota Padang termasuk dataran rendah. Gulma Leersia hexandra dapat tumbuh dan berkembang baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi, karena jika gulma tersebut hidup pada daerah yang kekurangan air (di musim kemarau) akan terlihat seolah-olah mati karena bagian yang berada di atas tanah mengering, akan tetapi begitu ada air yang cukup untuk pertumbuhannya akan baik kembali. Waktu

pengambilan sampel, gulma Leersia hexandra (Gambar 2) selalu dijumpai di setiap petak sampel dengan keadaan tanah yang berbeda-beda di setiap petak sampel. Gulma ini akan merugikan jika tidak dikendalikan karena populasinya yang sangat banyak.

Kecamatan Kuranji

Pada saat melakukan wawancara dengan petani di Kecamatan Kuranji, didapatkan gulma yang paling bayak muncul di areal sawah pada fase vegetatif menurut petani disana adalah gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl, dan saat pengambilan sampel ke lapangan ternyata gulma Fimbristylis miliacea juga menjadi gulma dominan di areal sawah

(6)

tersebut, yang nama daerahnya dikenal dengan rumput Anak Daro. Data yang didapatkan pada saat wawancara dengan yang didapatkan pada saat pengambilan sampel ke lapangan adalah sama, hal ini terjadi karena petani disana memperhatikan perbedaan jenis gulma yang tumbuh setiap musim tanam. Dalam pengendalian gulma dengan menggunakan metode pencabutan sering dilakukan sehingga petani lebih jelas dalam mengenali gulma dominan apa yang tumbuh di areal sawah mereka. Sawah yang diamati adalah sawah yang mempunyai padi varietas lokal salah satunya varietas Anak Daro. Meskipun varietas ini sudah berstandar nasional tetapi masih digolongkan kepada varietas lokal.

Gambar 2. Gulma Leersia hexandra Sw.

Nilai SDR (Summed Dominance Ratio ) gulma Fimbristylis miliacea lebih tinggi dibandingkan gulma spesies lainnya yaitu 20,89. Gulma yang paling sedikit tumbuh pada fase vegetatif adalah Cyperus iria dengan nilai SDR 4,09 seperti terlihat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa gulma Fimbristylis miliacea dan Hydrolea zeylanica sama – sama ditemukan di empat petakan sampel. Jumlah populasi gulma Fimbristylis miliacea lebih tinggi dibandingkan gulma lainnya sehingga didapatkan gulma dominan pada saat itu adalah Fimbristylis miliacea.

Seperti yang dikemukakan oleh Bangun (1996) bahwa cara perkembangbiakan yang komplek (rhizoma, umbi, dan biji) merupakan faktor utama penyebab dominannya gulma dari golongan tekian. Moenandir (1988),

menyatakan bahwa tumbuhan yang

mempunyai stolon, rhizoma akan lebih cepat berkembang biak dan mempunyai sifat sebagai pesaing yang sangat kuat dikarenakan tumbuhan ini bersifat lebih cepat menyerap unsur hara untuk pertumbuhannya. Sehingga penyebaran dan pertumbuhan gulma ini sangat cepat dan berpengaruh dalam produktivitas tanaman padi.

Pada fase generatif pertumbuhan tanaman padi juga didominasi oleh gulma Fimbristylis miliacea (L.) Vahl dengan nilai SDR 24,4. Sedangkan gulma Lindernia anagallis (Burm. F.) Pennell adalah gulma yang paling sedikit populasinya pada fase generatif dengan nilai SDR (Summed Dominance Ratio) 2,75 (Tabel 4).

Tabel 3. Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman padi di Kecamatan Kuranji

NO Nama spesies SDR KM FM BK gulma (gram)

1 Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. 20,89 56 4 8,6344

2 Hydrolea zeylanica (L.) Vahl. 19,08 30 4 13,5036

3 Brachiaria eruciformis (J. E. Smith) Griseb. 8,33 14 2 4,9162

4 Leersia hexandra Sw. 8,13 13 2 4,8615

5

Alternanthera phyloxeroides (Mart.)

Griseb. 6,91 8 2 4,2455

6 Echinochloa crusgalli (L.) Beauv. 6,79 7 2 4,3513

7 Lindernia anagallis (Burm. F.) Pennell 5,52 9 2 1,4492

8 Cyperus iria L. 4,09 6 1 2,6315

(7)

Tabel 4. Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase generatif pertumbuhan tanaman padi di Kecamatan Kuranji

NO Nama spesies SDR KM FM BK gulma (gram)

1 Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. 24,4 44 4 11,7224

2 Leersia hexandra Sw. 14,6 22 3 7,0304

3 Echinochloa crusgalli (L.) Beauv. 9,45 11 2 5,3026

4 Brachiaria eruciformis (J. E. Smith) Griseb. 8,92 11 2 4,7004

5 Hydrolea zeylanica (L.) Vahl. 7,85 9 2 3,7236

6 Ludwigia oktavalvis (Jacq.) Raven. 7,28 5 2 4,2997

7 Cyperus iria L. 4,10 4 1 2,3225

8 Lindernia anagallis (Burm. F.) Pennell. 2,75 2 1 0,9102

Jumlah 108 17 40,0118

Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa gulma Fimbristylis miliace memiliki jumlah populasi yang tinggi jika dibandingkan dengan gulma spesies lainnya, dan banyak ditemukan pada 4 petakan sampel, serta berat kering gulmanya juga lebih tinggi dibandingkan spesies gulma lainnya sehingga didapatkan gulma Fimbristylis miliacea sangat mendominasi pertumbuhan pada fase generatif. Hal itu bisa disebabkan, karena gulma Fimbristylis miliacea hidup berumpun, batang tinggi 20 -60 cm.

Kecamatan Padang Timur

Pada Kecamatan Padang Timur tidak ditemui areal persawahan padi lokal, sehingga

tidak didapatkan data mengenai

perkembangan dan jumlah populasi gulma yang tumbuh di sekitar areal persawahan tersebut. Data itu diperoleh baik berdasarkan peninjauan langsung ke lapangan maupun dari kusioner atau wawancara langsung ke beberapa orang petani responden.

Tidak adanya data perkembangan populasi gulma di areal tersebut, disebabkan oleh pada penelitian ini hanya dikhususkan untuk areal persawahan padi varietas lokal. Dapat juga diketahui bahwa, masyarakat di Kota Padang saat ini sangat menggemari dan menyukai padi varietas unggul, seperti: IR 42. Sehingga sangat sulit untuk mendapatkan data mengenai perkembangan populasi gulma di daerah tertentu di Kota Padang. Dari hasil penelitian didapatkan hanya ada 2 kecamatan yang ditanami padi varietas lokal yaitu Kecamatan Pauh dan Kecamatan Kuranji yang varietasnya Anak Daro.

Kecamatan Lubuk Begalung

Pada Kecamatan Lubuk Begalung juga tidak ditemui padi varietas lokal, sehingga data

mengenai perkembangan dan jumlah populasi tidak bisa didapatkan. Hal ini karena pada penelitian ini hanya dilakukan identifikasi gulma padi varietas lokal saja. Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan di lapangan, varietas yang lebih banyak ditanami di kecamatan ini merupakan varietas unggul yaitu: IR 42. Tidak hanya itu rata – rata petani di Kota Padang menanam padi bervarietas unggul karena disamping banyak disukai oleh masyarakat juga mampu memproduksi dalam jumlah dua kali lipat dibanding varietas lainnya.

Rekapitulasi Kuisioner

Berdasarkan rekapitulasi Kuisioner yang telah diisi dan ditanyakan langsung kepada petani responden, maka didapatkan data awal mengenai keadaan gambaran gulma dominan. Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Timur dan Kecamatan Lubuk Begalung diketahui bahwa petani yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan faktor umur rata-rata petani di empat Kecamatan tersebut termasuk dalam usia angkatan kerja (Tabel.9).

Penggunaan pupuk organik di empat kecamatan sangat rendah, bahkan diantaranya tidak ada yang menggunakan pupuk organik sebagai pupuk dasar. Kondisi ini bisa terjadi karena penggunaan pupuk buatan disamping menghemat tenaga juga menghemat waktu dan biaya jika dibandingkan dengan pemakaian pupuk dasar, dan juga bisa disebabkan karena mereka banyak mendapatkan informasi bahwa pupuk buatan juga bisa langsung digunakan dalam budidaya padi yang dijadikan sebagai pupuk dasar. Jadi dalam hal ini penggunaan pupuk organik tidak diperlukan lagi.

(8)

Tabel 9. Data rekapitulasi kuisioner petani responden Kriteria Kecamatan Pauh (%) Kuranji (%) Padang Timur (%) Lubuk Begalung (%) 1. Petani Responden a. Jenis Kelamin - Laki – laki 50 55 60 70 - Perempuan 50 45 40 30 b. Umur petani - 20 – 30 - 10 10 - - 31 – 40 40 40 40 50 - 41 – 50 30 25 20 30 - ≥ 51 30 25 30 20

2. Penggunaan Bahan Organik - - - -

3. Penggunaan pupuk buatan - - - -

4. Penyiangan Gulma a. Penyiangan - 1 x penyiangan 80 90 60 80 - ≥ 2x penyiangan 20 10 40 20 b. metode penyiangan - manual 90 90 100 100 - pakai alat 10 10 - - 5. Gulma Dominan Babawangan (Fimbristylis miliacea) Babawangan (Fimbristylis miliacea) - - 6. Pemanfaatan gulma di sawah - dibenamkan u/ menjadi pupuk 20 - 20 25 - pakan ternak 80 90 80 75 - sebagai obat - 10 - - 7. Pengendalian dengan herbisida - - - -

8. Pengendalian tanpa herbisida 100 100 100 100

(9)

Penyiangan gulma pada umumnya dilakukan satu kali, yaitu dilakukan pada umur sekitar satu bulan atau umur dua bulan setelah tanam. Tetapi ada juga sebagian kecil petani yang melakukan penyiangan gulma 2 kali, yaitu pada umur 1 bulan dan selanjutnya pada umur 2 bulan setelah tanam. Pada umumnya penyiangan gulma hanya dilakukan secara manual yaitu dicabut dengan tangan, dan ada juga sebagian petani yang menggunakan alat.

Pada pertanaman padi sawah daerah Kecamatan Pauh didominasi oleh gulma Fimbristylis miliacea (pada fase vegetatif), dan gulma Leersia hexandra (pada fase generatif). Kedua gulma ini mendominasi dan lebih banyak dibandingkan jenis gulma lainnya. Pada Kecamatan Kuranji didominasi oleh gulma Fimbristylis miliacea.

Tingkat pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dapat dikatakan sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kesadaran petani akan dampak residu herbisida terhadap lingkungan.

Di daerah Kecamatan Pauh, gulma Fimbristylis miliace dimanfaatkan oleh sebagian petani sebagai pakan ternak dengan persentase petani 80%. Gulma ini digunakan sebagai pakan ternak sapi. Sedangkan di daerah Kecamatan Kuranji petani memanfaatkan gulma sebagai obat dengan persentase 10%, gulma yang dimanfaatkan untuk obat adalah gulma Leersia hexandra sebagai obat asma. Pada kecamatan Lubuk Begalung, sebagian petani memanfaatkan gulma (sekitar 25% petani) sebagai pupuk hijau bagi tanaman padi dengan cara gulma tersebut dibenamkan ke dalam lumpur sawah saat penyiangan gulma dan dibiarkan terdekomposisi di lahan sawah tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan di beberapa Kecamatan di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:

a. Pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman padi di Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji didominasi oleh gulma Fimbristylis miliacea .

b. Pada fase generatif pertumbuhan padi, gulma yang dominan adalah Leersia hexandra dan Fimbristylis miliaceae.

Pada Kecamatan Padang Timur dan Kecamatan Lubuk Begalung tidak didapatkan data mengenai perkembangan populasi gulma karena tidak ada areal persawahan yang ditanami padi varietas lokal

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Padi (Oryza sativa). http// wariantek.or.id. [Jum‟at, 22 Mei 2009]. Anonim, 2001. Padi (Oryza sativa L.).

http//www.elisa.ugm.ac.id. [Kamis, 5 Maret 2009].

Anwari,M. 1992. Pemuliaan Tanaman Padi. Hal 1-16. Di dalam: Simposium Pemuliaan Tanaman 1. Prosiding Simposium; Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, 27-28 Agustus 1991. Malang. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia Komisariat Daerah Jawa Timur.

Azmi, M., M. Mashar, K. Itoh, and H. Watanabe.1995. „Life cycle and seed longevity of Echinochloa cruss-galli complex in direct seeded rice in Malaysia’. In. Proceeding of 15th Asian Pacific Society Conference, Tsukuba, Japan. pp. 51-67.

Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. 2010. Sumatera Barat Dalam Angka. Padang. Hal 189.

Bangun, P. 1996. Masalah dan Prospek Pengendalian Gulma Secara Kimia Pada Tanaman Padi Sawah di Masa Depan. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Jurnal Litbang Pertanian. V (1). 579-599 hal.

Biogen. 2000. http//biogen.litbang.deptan.go. id/berita. Artikel/Berita 2000. Seminar Hasil 2000. pp. [Jum‟at, 22 Mei 2009]. Darwis, I. S. N. 1974. “Agronomi Tanaman Padi”.

Lembaga Pusat Penelitian. Padang. Fryer, J. D., dan S. Matsunaka, 1988.

Penanggulangan gulma secara terpadu. Penerbit Bina Aksara. Jakarta. Terjemahan oleh Manna. 262 hal. Hasanuddin. 1989. Tanggapan Tanaman Padi

(Oryza sativa L.) Terhadap Kompetisi Gulma-Gulma Dominan. Fakultas Pasca

(10)

Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.

Holm, L, G., Plucknett, D.L., Pancho, Herberger, J.V., dan P. James. 1977. The world’s worst weeds. The University Press of Hawaii. Honolulu. 609 pp.

Karaina dan Darmijati, 1987. Padi (Oryza sativa L.). http://digilib.batan.go.id/e-prosiding. [Senin, 19 April 2010]. Kasim, M. 2004. Manajemen Penggunaan air :

meminimalkan penggunaan air untuk Meningkatkan produksi padi sawah melalui system intensifikasi padi (SRI). Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar. Unand, Padang.

Kwesi, A., A. N. Nyarko and S. K. de Datta, 1991, Hand Book of Weed Control in Rice, IRRI, Los Banos, the Philippines, 100 pp.

Madkar, O. R, T. Kuntohartono, dan S. Mangoensoekardjo. 1986. Masalah Gulma dan Cara Pengendalian. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bogor.132 hal.

Makarim, A. K., U. S. Nugraha, dan U. G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Manurung, S. O, dan Ismunandji. 1998. Morfologi dan Fisiologi Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu Dan Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma-Buku I). Rajawali. Jakarta.

Poehlman, J. M. dan D. A, Sleeper.1996. Breeding Field Crop. Fourth Edition. Holt Rinehart and Winston Ltd. London. Prabowo, dan Herman. E. 2007. “Ketahanan

Pangan. Pertarungan Energi dengan Pangan”, Kompas, Teropong, Kamis, 8

November, halaman 33. [Kamis, 24 September 2009].

Rukmana dan Sugandi. 1999. Efektivitas Berbagai Dosis dan Waktu Aplikasi Herbisida

2,4Dimetilamina Terhadap Gulma

Echinocloa colonum, Echinocloa crussgalli, dan Cyperus iria pada padi sawah 1999. http://stppgowa.ac.id/download/vol _3_no_1_2007/muhammadkadir. [Minggu, 22 Maret 2009].

Santosa, dan D. Andreas. 2008. ”Krisis Pangan 2008”, Kompas, Opini, 15 Maret, halaman 6. [Kamis, 24 September 2009].

Silitonga, T.S, H.R, Amir, K. Kardin dan I. Nasution.1993. Evaluasi Keragaman Genetik Plasmanutfah Padi di Indonesia. Makalah Simposium Penelitian- Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan- Bogor. 11 hal.

Soerjani. M., A. J. G. H. Kostermans, G. Tjitrosoepomo. 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Subandriyo, T. 2006. ”Saatnya Berpihak kepada Petani’, Kompas, Opini, Jumat, 17 Maret, halaman 6. [Kamis, 24 September 2009].

Sukman, Y dan Yakup, 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sundaru,M. Syam, dan M. Bakar, J. 1976. Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor, Buletin Tehnik No. 1.

Tanindo, 2003. Hindari gulma padi dengan Billy 20 wp. http// www. Tanindo. go. Id. [Kamis, 24 September 2009].

Tim Penyusun Kamus Penebar Swadaya. 2003. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yandianto, 2003. Bercocok Tanam Padi. Penerbit M2S. Bandung.

Gambar

Tabel 1.   Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman  padi  di Kecamatan Pauh
Tabel 2.   Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase generatif pertumbuhan tanaman  padi  di Kecamatan Pauh
Tabel 3.   Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase vegetatif pertumbuhan tanaman  padi  di Kecamatan Kuranji
Tabel 4.   Data identifikasi gulma yang ditemukan pada fase generatif pertumbuhan tanaman padi  di Kecamatan Kuranji
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh salah satu herbisida yang paling efektif terhadap penekanan gulma pada pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.cv.Sentani) dengan

Penggunaan mulsa plastik lebih baik dari pada penggunaan mulsa Titonia, mulsa jerami padi dan sekam padi dalam menekan pertumbuhan gulma pada tanaman padi sawah dengan sistem

Pada penelitian ini diketahui bahwa gulma yang paling banyak ditemukan pada lahan persawahan Kecamatan Rimau Kabupaten Banyuasin adalah famili Poaceae yang terdiri

gulma seperti Nisbah Luas daun, luas daun, indeks luas daun, laju asimilasi bersih, laju pertumbuhan gulma, dan berat kering gulma di lahan organik juga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan biaya produksi usahatani padi, penerimaan, dan jumlah pendapatan dari petani padi sawah di Desa Makroman, Kecamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi herbisida penoxsulam+butachlor pada dosis 7,5+300 sampai dengan 15,0+600 g/ha mampu mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma

penoxsulam+butachlor pada dosis 7,5+300 sampai dengan 15,0+600 g/ha mampu mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, gulma golongan teki, gulma dominan

pertumbuhan gulma total, gulma Ludwigia hyssopifolia, Fimbristylis miliacea dan Cyperus iria sampai dengan 6 minggu setelah aplikasi (MSA) ; (2) Kombinasi herbisida bispiribak