• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Japanese Encephalitis/Hendra-like encephalitis Ditinjau dari segi Epidemiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanganan Japanese Encephalitis/Hendra-like encephalitis Ditinjau dari segi Epidemiologi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

1 Penanganan Japanese Encephalitis/Hendra-like encephalitis

Ditinjau dari segi Epidemiologi Upik Kesumawati Hadi

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Merebaknya kasus penyakit radang otak (encephalitis) di Malaysia dan Singapura telah manarik perhatian masyarakat luas terutama para pemerhati kesehatan dan peternakan di seluruh dunia. Kementrian Kesehatan Malaysia melaporkan bahwasejak 29 September 1998 hingga 4 April 1999 terjadi 229 kasus encephalitis dan 111 (48 %) orang meninggial dunia (CDC,1999). Penyakit tersebut umumnya diderita oleh peternak dan pekerja yang berhungan dengan babi.

Penyebab penyakit menurut pemerintah Malaysia adalah virus Japanense encephalitis (JE) karena memang hasil pemeriksaan specimen dari beberapa pasien ternyata positif. Tetapi pihak Singapura menduga bahwa wabah penyakit tersebut kemungkinan bukan JE tetapi virus lain yaitu “ Hendra virus atau equine morbilivirus”. Hal ini diperkuat dengan munculnya kasus serupa yang menimpa 11 orang pekerja rumah potong babi di Singapura. Terjadinya penularan penyakit tersebut diduga berasal dari babi-babi asal Malaysia yang telah terinfeksi oleh penyakit yang sedang mewabah tersebut. Kejadian ini menunjukan bahwa penyakit tersebut telah menyebar dari Malaysia ke Singapura melalui importasi ternak babi.

Melihat akibat wabah penyakit tersebut fatal bagi manusia, baik pemerintah Malaysia maupun Singapura berusaha menghilangkan sumber infeksi dari penyakit tersebut. Untuk sementara impor ternak babi dari Indonesiapun turut dihentikan, dan ini merupakan satu kerugian yang sangat besar bagi industri ternak babi khususnya, dan pembangunan peternakan pada umumnya.

Oleh karena itu sebagai Negara tetangga terdekat Malaysia dan Singapura, sudah seharusnya Indonesia pun waspada dan siap mengambil langkah-langkah pencegahan agar penyakit yang terjadi di Malaysia dan Singapura tidak masuk ke Indonesia. Sebagai dasar untuk mengambil langkah-langkah tersebut, harus ditunjang oleh pengamatan epidemiologi yang cermat.

Epidemiologi Japanese Encephalitis

Virus JE (Flavivirus, Togaviridae) adalah penyebab radang otak pada manusia yang ditularkan dari babi melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini telah menyebar luas di Asia bagian Timur seperti Jepang, Korea, Siberia, China, Taiwan,Thailand, laos, Kamboja, Vietnam. Philipina, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Banglades, India, Srilangka, dan Nepal (Harwood dan James, 1979).

Di Indonesia kasus JE pertama kali dilaporkan oleh Kho et al. (1972) berdasarkan gejala klinis dan terdapatnya antibodi penghambat aglutinin (HI) terdapat virus Nakayama Japanese encephalitis dalam darah orang penderita. Van Peenen et al. (1974a) berhasil mengisolasi virus JE pertama kali dari pool nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang dikoleksi dari sekitar kandang babi di Kapuk,

(2)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

2 Tanggerang. Penelitian-penelitian lebih lanjut (Koesharyono et al., 1973; Van Peenen et al., 1974b, 1975) tentang ekologi JE dengan fokus babi sebagai inang amplifier, dan berakhir dengan kesimpulan Cx. tritaeniorhynchus sebagai vektor utama JE. Olson et al., (1985) melaporkan selain dari nyamuk Cx. tritaeniorhynchus, virus JE juga dapat diisolasi dari jenis nyamuk Cx. gelidus, Cx. fuscocephalus dan Cx. vishnui yang dikoleksi dari Kapuk, Indonesia.

Menurut Kanamitsu et al., (1979) vektor JE terdapat di seluruh Indonesia, tetapi di sebelah timur garis Wallace kecuali Lombaok, antibody terhadap JE pada orang sangat jarang teradapat. Berdasarkan fakta ini garis Wallace merupakan batas penyebaran virus JE ke sebelah timur Indonesia. Tetapi perkembangan terakhir menunjukan bahwa ada kemungkinan virus JE ini telah menyebar ke bagian timur Indonesia (Poerwosoedarmo et al.,(1996).

Di daerah tropis, virus JE senantiasa beredar di antara nyamuk, burung dan babi (Harwood dan James, 1979; Blaha, 1989). Berbagai jenis burung air seperti burung Heron (burung cangak atau kowak) dan Egret (burung kuntul) merupakan resevoar utama atau inang pemelihara (maintenance host) di alam bagi virus JE. Adapun babi merupakan inang amplifier (amplifier host) yang dapat menunjukan gejala klinis terutama pada babi-babi bunting. Infeksi pada manusia dan kuda dapat menyebabkan gejala encephalitis yang hebat dan fatal, meskipun sebenarnya manusia dan kuda hanya sebagai inang insidental (incidental host). Infeksi yang tidak menampakkan gejala klinis juga terjadi pada sapi, domba, dan kambing, serta hewan lain seperti anjing, kucing, rodensia, kelelawar, ular dan katak.

Mekanisme penularan virus JE pada manusia terjadi karena nyamuk Cx. tritaeniorhynchus yang seharusnya bersifat zoofilik populasinya menjadi banyak sekali atau terjadi kenaikan yang mendadak dari populasi nyamuk dan sehingga dengan terpaksa nyamuk inipun menggigit manusia yang ada di sekitarnya. Selain itu, dapat juga terjadi karena jumlah babi yang menderita viraemia (mengandung virus JE) menjadi banyak sehingga cadangan virus di alam meningkat dan mudah ditularkan pada manusia.

Studi FAT pada nyamuk Cx. tritaeniorhynchus menyimpulkan bahwa perbanyakan virus JE terutama terjadi pada sel-sel epitel usus tengah bagian posterior, sel-sel lemak jaringan lainnya merupakan penunjang sehingga sel-sel kelenjar ludah menjadi terinfeksi virus secara berat dan permanent (Doi, 1970). Virus juga berkembang biak dalam sel-sel ovaria nyamuk ini (Hsu et al., 1975). Secara eksperimental terbukti bahwa virus JE dapat ditularkan secara transovarial pada nyamuk Aedes aegypti dan Ae togoi (Rosen et al., 1979).

Fluktuasi musiman dari populasi nyamuk baik yang pradewasa maupun yang dewasa erat kaitannya dengan fluktuasi epidemi JE. Oleh karena itu penguasaan bionomik suatu vektor merupakan kunci penting dalam mempelajari epidemiologi penyakit yang ditularkan vektor dan membuat perencanaan pengendaliannya.

Menurut Edelman et al., (1975) di daerah tropis yang virus denguenya endemis, penyakit yang disebabkan oleh arbovirosis grup B yang lain, tidak banyak terdapat, tetapi di daerah beriklim sedang penyakit yang disebabkan oleh arbovirosis grup B selain dengue, lebih banyak terdapat. Ada kecenderungan pula

(3)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

3 bahwa daerah tropis yang kadar antibodinya terhadap dengue rendah, kadar antibodi terhadap JE tinggi, demikian sebaliknya. Virus JE juga akan kurang berpengaruh terhadap orang yang pernah mendapat infeksi virus dengue.

Epidemiologi penyakit virus Hendra (Equine morbilivirus)

Sejauh ini di Indonesia virus Hendra masih merupakan virus eksoktik yang diduga keberadannya telah masuk ke Malaysia dan Singapura. Virus Hendra pertama kali ditemukan pada bulan September 1994 setelah munculnya wabah gangguan pernafasan pada 20 ekor kuda dan dua orang di daerah Hendra, Queensland Australia yang berakhir dengan kamatian 13 ekor kuda dan satu orang (Selvey et al., 1995). Wabah kedua terjadi dalam bulan Agustus 1994 di tempat terpisah yaitu Mackay, Queensland , tempat dua ekor kuda mati dan satu orang tertular (Hooper et al., 1996). Penularan virus Hendra dari kuda-kuda yang tertular kepada hewan lain tampaknya rendah (Williamson et al., 1998). Infeksi pada manusia juga tampaknya terjadi karena terkena darah atau cairan tubuh atau eksresi yang dikeluarkan oleh kuda-kuda tertular. Bukti-bukti laboratorium bahwa kelelawar (fruit bats, Pteropus sp) yang ditemukan di Australia dan Papua New Guenia merupakan inang alami dari virus ini (Philbey et al., 1998). Meskipun hubungan antara kelelawar buah dan peneliti di Australia sangan erat, bukti secara serologik pada manusia belum ditemukan (Selvey et al., 1996).

Wabah penyakit radang otak yang muncul di Malaysia dan Singapura selain disebabkan oleh JE, juga oleh paramyxo virus yang mirip virus Hendra, tetapi tidak identik dengan virus Hendra di Australia. Analisis serologik dan imunohistokimia mengarah kepada adanya virus baru yang menyerang manusia dan babi. Berbagai studi saat ini sedang dilakukan untuk mengklarifikasi penyakit akibat virus Hendra-like (CDC, 1999)

Langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan

Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh JE dan Hendra-like encephalitis ini secara keseluruhan dapat menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu pembangunan peternakan di Indonesia, maka langkah-langkah antisipatif yang harus segera dilakukan adalah :

1. Melakukan penelitian atau pengamatan epidemiolgi secara intensif terhadap adanya JE dan hendra-like encephalitis di beberapa daerah potensi ternak babi di Indonesia. Karena penyakit-penyakit tersebut melibatkan faktor manusia, ternak babi dan vektor nyamuk, serta resevoar alami maka perlu dilakukan penelitian kerjasama yang melibatkan unsur-unsur peneliti dari pihak DKesehatan, Departemen Pertanian dan perguruan Tinggi. Dengan demikian kegiatan-kegiatan yang dilakukan terarah dan terkordinir dengan baik, sehingga informasi akhir yang diperoleh dapat dijadikan pertimbangan dalam usaha-usaha penanggulangan penyakit dimasa datang. Beberapa informasi seperti data insidensi dan prevalensi penyakit JE dan Hendra-like encephalitis baik pada manusia dan babi dapat dilakukan dengan pengamatan serologi yang teratur/terjadwal baik pada manusia dan babi. Pengamatan fluktuasi keberadaan vektor nyamuk juga selayaknya dilakukan secara teratur/terjadwal. Dengan pengamatan vektor yang teratur akan

(4)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

4 terkumpul data yang dapat menerangkan musim penularan penyakit di suatu daerah, beberapa aspek perilaku vektor terutama aspek perilaku yang ada hubungannya dengan upaya pemberantasan, serta perubahan keadaan serta perilaku vektor sebagai akibat perubahan lingkungan, baik yang disebabkan oleh peristiwa alam maupun oleh oleh ulah manusia. Berikutnya adalah pengamatan serologi terhadap resevoar alami seperti burung-burung air (untuk JE) dan kelelawar buah (untuk Hendra-Like encephalitis),

2. Melakukan pengawasan lalulintas ternak yang ketat khususnya terhadap ternak babi yang datang dari negeri Malaysia, Singapura, dan Australia di setiap pelabuhan masuk dengan menerapkan sistem karantina yang ketat. Lalu lintas ternak babi secara tidak legal di wilayah Indonesia terutama di Sumatra Utara, Riau atau Kalimantan Barat, dimungkinkan dapat terjadi sejak pemeritah Malaysia menjalankan kebijaksanaan pemusnahan ternak babi. Hal ini perlu ditelusuri dan diwaspadai karena Malaysia juga tidak bebas terhadap penyakit mulut dan Kuku dan Hog Cholera. Uji-uji laboratorium terhadap kenungkinan masuknya penyakit eksotik benar dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh OIE (1996) dalam kaitannya dengan lalu lintas perdagangan ternak international.

3. Melakukan usaha-usaha penyebar luasan informasi tentang apa, bagaimana, dimana dan kapan penyakit radang otak itu bisa terjadi serta upaya apa yang harus dilakukan bila gejala penyakit itu muncul di antara para peternak, pekerja serta masyarakat luas yang ada atau berdekatan dengan peternakan babi/rumah potong babi. Untuk itu tentunya pihak Depkes (Rumah sakit, Balai Pengobatan dll) juga harus siap dengan fasilitas diagnostik, pengobatan dan pemberian vaksinasi bila diperlukan. Laboratorium Keswan di Indonesia seperti BPPH dan Balitvet juga harus siap menguasai tehnik-tehnik diagnostik yang cepat dan canggih terhadap penyakit ini.

4. Selalu mengikuti perkembangan tentang detail kejadian dan upaya-upaya yang telah dan tengah dilakukan terhadap wabah penyakit di Malaysia dan Singapura.

Daftar Pustaka

Blaha, T. 1989. Applied Veterinary Epidemiology. Development in Animal and Veterinary Science 21, Elsevier, Amsterdam, Oxford, New York, Tokyo. 343 pp.

CDC.1999. Outsbreaks of Hendra like virus Malaysia and Singapore, 1998-1999. Morbidity and Mortality Weekly Report. US Departement of Health & Human Services. 48 (13): 265-268.

Doi,R. 1970. Studies on the mode development of Japanese Encephalitis virus in some groups of mosquitoes by the Fluorescent Antibody Technique. Jpn. J. Exp. Med. 40: 101-115.

Edelman, R., R.J. Schneider, P. Chieowanich, R. Pornpipul and P.

(5)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

5 sequelae of Japanese Encephalitis : A one year follow up study in

Thailand. Southeast Asian J. Trop. Med. Hlth. 6(3): 308-315.

Harwood, R.F. and M.T. James. 1979. Entomology in human and animal health. Mc. Millan Pub. Co. Inc. New york, Toronto, London, 548 pp.

Hooper, P. T., A.R. Gould, G.M. Russel, J.A. Kattenbelt, and G. Mitchell.1996. The restropective diagnosis of a second outbreak of equine morbillivirus infection. Australian Vet.J. 74: 244-245.

Hsu,S.H., B.T. Wang, M.H. Huang, W.J. Wong and J.H. Cross.1975. Growth of Japanese Encephalitis virus in Culex tritaeniohynchus cell culture. Am.J. Trp. Med. Hyg. 24: 881-888.

Kanamitsu, M., A. Taniguchi, S. Urasawa,T. Ogata, Y. Wada, and J.S. Saroso. 1979. Geographic distribution of arbovirusis antibodies in indigenous human population in the Indo-Australia archipelago. Am. J. Trop. Med. Hyg. 28 (2): 351-363.

Kho, L.K, H, Wulur, L. Ramelan and S. Thaib.1972. Japanese encephalitis in Jakarta (Laporan Sementara) . J. Indonesia Med. Ass. 9:435-448. Koesharyono,C., P.F.D. Van Peenen, S.W. Joseph,J .S. Saroso, G.S. Irving

and P.T. Durfee. 1973. Serologic surveys of pigs from a slaughter house in Jakarta, Indonesia. Bull. Hith. Stud. Indonesia. 1:8-18.

OIE. 1996. manual of standards for diagnostic test and vaccines. Office International des Epizooties. 3rd, Ed. Paris, French.

Olson,J.G.,T.G. Ksiazek, R.Tan, S. Atmosoedjono, V.H. Lee, and J.D. Converse, 1985. Correlation of population indices of female Culex tritaeniorhynchus with Japanese Encephalitis viral activity in Kapuk, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth. 16 (2):337-342. Philbey, A.W.,P.D. Kirkland,and A.D. Ross. 1998. An apparently new virus

(Family Paramyxoviridae) infectious for pig, human and fruits bats. Emerg. Infect. Dis. 4:269-271.

Poerwosoedarmo, S. G. M. Simanjuntak and T. Suroso. 1996. Eastern movement of Japanese Encephalitis possible mechanisms. In. Proc. Seven Arbovirus Reasearch in Australia, Second Mosquito Control Association of Australia Symposium. Australia. (In Press)

Rosen,L., R. B.Tesh, J,C. Lien and J.H. Cross. 1078. Transovarial

transsimmisiom of Japanese Encephalitis virus by mosquitoes. Science. 199: 909-911

Selvey,L.A.., R.M. Wells and J.G. McCormack. 1995. Infection of human and horses by a newly dscribed morbillivirus. Med.J. Australia. 162:642-645. Selvey, L., A. R. Taylor, A. Arklay and J. Gerrad. 1996. Screening of bat

carriers for antibodies to equine morbillivirus. Comm. Dis. Intelligence. 20:477-478

Van Peenen, P.F.D., R. Irsiana, J.S. Saroso, S.W. Joseph, R.E. Shope and P.L. Joseph. 1974a. First issolation of Japanese Encephalitis virus from Java. Milit. Med. 139-821.

Van Peenen, P.F.D., S.W. Joseph, S. Atmoesoedjono, R. Irsiana, J.S. Saroso and O. Saaroni. 1974b. Group B arbovirus antibodies in sentinel pigs near Jakarta, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med Pub. Hlth. 5:1-3

(6)

Disajikan dalam Simposium Sehari “Penyakit Japanese Encephalitis/Hendra-like Encephalitis dan tindakan antisipatif yang perlu dilakukan”, Jakarta 18 Mei 1999 diselenggarakana oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian

6 Van Peenen,P.F.D., P.L. Joseph, S. Atmoesoedjono, R. Irsiana and J.S.

Saroso. 1975. Japanese Encephalitis virus from pigs and mosquitoes in Jakarta, Indonesia. Trans. Roy. Soc.Trop. Med. Hyg.69: 477-479. Williamson, M.M, P.T. Hooper and P.W. Selleck.1988. Transmission studies of

Hendra virus (equine morbillivirus) in fruit bats, horses and cats. Australia Vet. J. 76: 813-818.

Referensi

Dokumen terkait

Selain sebagai wadah untuk memperkenalkan sedekah kepada masyarakat, komunitas Laskar Sedekah Surabaya juga memiliki fungsi bagi para anggotanya yaitu sebagai

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul : PERANCANGAN TYPEFACE TAPIS TERINSPIRASI DARI KAIN TAPIS LAMPUNG y ang dibuat sebagai karya tugas akhir

Rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif. Stimulus yang unik akan menarik perhatian setiap

Peran Sekolah dalam Kegiatan pembiasaan Menyanyikan Lagu wajib Nasional. Peran Guru dalam Pembiasaan Menyanyikan Lagu

Mereka ini terdiri daripada 93 orang yang merupakan individu yang telah dikenalpasti sebagai kontak rapat kepada kes positif COVID-19, satu (1) orang adalah

Dengan demikian, bila pelaksanaan tabuh rah yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas, berarti telah terjadi salah arti, dan tidak menutup

Proses terbentuknya : dari pelapukan batuan kapur di daerah yang memiliki curah hu&an tinggi yang pada umumnya terdapat di daerah pegunungan kapur dan berumur

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Untuk mengetahui efektifitas penggunaan model pembelajaran Demonstrasi dan Presentasi dalam