• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kode Etik Apoteker Indonesia Dan Pedoman Pelaksanaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kode Etik Apoteker Indonesia Dan Pedoman Pelaksanaan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

```````````````KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunianya telah tersusun buku Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan dalam rangka sosialisasi kepada Apoteker anggota Ikatan Apoteker Indonesia, termasuk calon Apoteker yang masih berada dilingungan Program Studi Profesi Apoteker.

Penyusunan buku ini merupakan salah satu program kerja dari MPEA sesuai dengan amanat Anggaran Dasar pasal 19 yang memberikan tugas kepada MPEA untuk membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan merupakan naskahnaskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia yang sudah ditetapkan dalam Kongres ke XVIII tahun 2009 di Jakarta sesuai dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga . Sebagai naskah azazi, maka setiap Anggota, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan berkewajiban untuk menjaga dan membela nama baik organisasi dan menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia. Dengan demikian kita mengharapkan agar Apoteker menjadi seorang yang berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan inovatif, serta berorientasi ke masa depan dan dapat

(2)

menjaga dan meningkatkan profesionalisme Apoteker sehingga mampu menjalankan praktek kefarmasian secara bertanggung jawab.

Harapan kita adalah agar Pengurus dan Anggota MPEA baik di Pusat maupun di Daerah, serta Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia dapat membantu dan mendukung pembinaan etik bagi Apoteker, antara lain melalui penyebaran buku ini dan program sosialisasi lain yang terkait Kode Etik Apoteker Indonesia.

Kami mengharapkan agar buku ini tentunya dapat dimanfaatkan semua pihak, terutama Apoteker yang berpraktik sebagai tenaga kesehatan maupun bekerja dalam lingkungan pekerjaan kefarmasian. Juga diharapkan berguna bagi para pendidik/pelatih Apoteker maupun calon Apoteker. Tidak kalah pentingnya adalah agar masyarakat, terutama tenaga kesehatan lainnya dan klien / pasien yang dilayani oleh Apoteker dapat memahami apa kewajiban Apoteker yang mengindahkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan praktik atau pekerjaannya.

Dalam kesempatan ini kami memberikan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada Ketua Umum Peng-urus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia yang telah mem-berikan dukungan baik moril maupun materil sehingga buku Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan ini berada ditangan para anggota IAI.

(3)

Khusus kepada Direksi PT Kimia Farma (Tbk) kita ucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi tingginya atas bantuan yang sangat bermakna dalam penerbitan buku ini, sehingga bisa terlaksana dengan baik.

Demikian juga kepada. semua pihak yang telah membantu untuk menyusun, mencetak dan menso-sialisasikan buku saku ini.

Jakarta Mei 2011 Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 4

Sambutan Ketua MPEAP 5

Sambutan Ketua PP IAI 8

Pedahuluan 10

Kode Etik dan Pedoman Implementasi 15 Pedoman Tata Laksana Organisasi MPEA 28

(5)

KATA SAMBUTAN KETUA MPEAP

Sejawat yang kami hormati,

Syukur Alhamdulillah, pada akhirnya buku Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan ini sampai juga ditangan sejawat semuanya.

Dengan adanya buku saku ini digantungkan harapan yang tinggi, kiranya sejawat semua akan lebih mudah dalam memahami dan akhirnya mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia ini dalam setiap nafas kehidupan profesi yang sejawat jalani.

Kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan Apoteker dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari hari adalah hal yang terkait erat dengan MORAL.

Sebuah profesi yang merupakan komunitas moral yang memiliki cita2 dan nilai bersama, akan mendapat tempat yang bermartabat dalam masyarakat bilamana dalam kehidupan profesinya setiap insan profesi tersebut melaksanakan kode etik yang telah mereka sepakati dengan konsisten.

(6)

Kita menyadari bahwa organisasi kita Ikatan Apoteker Indonesia ( IAI ) saat ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan harkat dan martabat profesi Apoteker di masyarakat dan sesama profesi kesehatan lainnya. Peran masing2 sejawat dalam hal ini sangat tinggi, karena hanya sejawatlah yang bisa merubah citra terhadap Apoteker Indonesia, pengurus hanya mem-fasilitasi dan mendorong anggota untuk selalu komitmen dalam menjalankan profesi secara benar dan baik, namun pada akhirnya kita masing2 individulah yang akan menentukan keberhasilan upaya tersebut. Kami punya keyakinan yang sangat besar bahwa bilamana setiap Apoteker dalam menjalankan profe-sinya selalu berpegang kepada kode etik ini, insyaallah profesi Apoteker akan bisa segera berdiri sejajar dengan profesi kesehatan lainnya.

Kode etik ini bukanlah suatu yang statis, tapi peru-bahan teknologi dan ilmu pengetahuan akan menuntut dilakukannya perubahan dan penyesuaian terhadap kode etik ini, oleh sebab itu sangat terbuka bagi kita untuk melakukan perbaikan kode etik ini dimasa depan. Kami berharap sejawat tidak ragu-ragu memberikan masukan, supaya dalam kongres organisasi selanjutnya kita bisa melakukan perbaikan.

(7)

Akhirnya, kami ucapkan selamat menjalankan profesi dengan benar dan baik, semoga peran Apoteker dalam meningkatkan dan memperbaiki kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya akan semakin dirasakan oleh masyarakat.

Wassalam,

Jakarta Mei 2011 Drs. Sofiarman Tarmizi MM. Apt.

(8)

KATA SAMBUTAN KETUA PP IAI

Praktek kefarmasian sangat dipengaruhi oleh kompe-tensi Apoteker. Secara umum aspek kompekompe-tensi terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap/perilaku. Peningkatan penguasaan pengetahuan ditempuh mela-lui program pendidikan berkelanjutan, ketrampilan me-lalui kegiatan praktek yang berkesinambungan dan sikap/perilaku dipengaruhi oleh sistem nilai yang di-anut dan diterapkan.

Kode Etik Apoteker Indonesia adalah aturan tertulis yang secara sistematik dibuat berdasarkan sistem nilai yang telah disepakati agar dapat dijadikan sebagai pe-doman dalam melaksanakan praktek kefarmasian. Dengan demikian kode etik ini merupakan janji seo-rang Apoteker yang harus dipegang teguh oleh semua Apoteker yang menjalankan praktek kefarmasian. Saya menyambut gembira atas prakarsa Majelis Pembi-na Etik Apoteker Pusat (MPEAP) untuk menerbitkan buku Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan ini. Keberadaan buku ini diharapkan dapat menjadi acuan nilai bagi semua Apoteker dalam menja-lankan praktek kefarmasiannya.

(9)

Semoga dengan adanya buku ini praktek kefarmasian para Apoteker dapat lebih berkualitas lagi, khususnya dalam menegakkan nilai nilai kemanusiaan, sehingga peran nyata Apoteker sebagai profesi kesehatan akan dapat terwujud.

Jakarta, 23 Mei 2011 Ketua Pengurus Pusat

Ikatan Apoteker Indonesia

(10)

PENDAHULUAN

Apoteker memiliki cita-cita dan nila-nilai bersama, disatukan dengan latar belakang pendidikan yang sama, memiliki keahlian yang sama, punya otoritas dalam profesinya, sehingga kita mempunyai kewenangan sen-diri. Untuk itu, Apoteker haruslah berpraktik sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi dan etika.

Sebagai profesi, seorang Apoteker antara lain memiliki karakteristik:

1. telah mengucapkan, menghayati dan senantiasa mentaati sumpah / janji dan Kode Etik Apoteker Indonesia.

2. selalu memelihara kompetensi melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi khusus dalam bidang kefarmasian.

3. memahami dan memiliki seperangkat sikap yang mempengaruhi perilaku yang mementingkan klien, khsususnya peduli terhadap kesehatan pasien. 4. melaksanakan pekerjaan / praktik berdasarkan

standar profesi, antara lain standar pelayanan dan sistem penjaminan mutu.

5. Punya otoritas profesi, sehingga untuk itu Apoteker harus bersedia memperoleh sanksi, sebagai konsekwensi dari hak mendapatkan surat izin kerja / praktik . Hal ini adalah untuk perlin-dungan terhadap hak klien.

(11)

Pasien sebagai pengguna jasa profesi, mengharapkan Apoteker mengambil keputusan profesi untuk kepen-tingannya. Sebagian besar pasien tidak mengetahui ten-tang proses pelayanan yang diberikan oleh Apoteker karena otonomi dan monopoli keilmuan dan profe-sinya. Oleh sebab itu mereka menyerahkan diri dan pasrah, kadang kadang curiga, jangan – jangan dimain-kan.

Disinilah letaknya proses pengambilan keputusan se-bagai pertanggung jawaban profesi diperlukan, antara lain melalui pernyataan kewajiban Apoteker terhadap klien, yang dituangkan dalam bentuk kode etik. Kode Etik Apoteker Indonesia yang berisi tentang kumpulan asas atau nilai yang berkenaan denan akhlak dan nilai nilai yang dianut dan menjadi pegangan dalam praktik kefarmasian.

Kode Etik Apoteker Indonesia disusun dengan tujuan antara lain :

1. Menjunjung tinggi martabat Profesi.

2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota. 3. Meningkatkan pengabdian anggota.

4. Meningkatkan mutu Profesi.

5. Meningkatkan layanan kepada pengguna jasa. 6. Untuk menentukan standard sendiri.

(12)

Oleh sebab itulah Kode Etik Apoteker Indonesia diha-rapkan dapat berfungsi :

1. Sebagai pedoman setiap anggota dalam menjalan-kan profesinya.

2. Sebagai sarana kontrol bagi masyarakat atas pelak-sanaan profesi tersebut.

3. Mencegah campur tangan pihak luar organisasi tentang hubungan etika dan keanggotaan organisasi. Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksa-naan merupakan naskah azasi organisasi Ikatan Apote-ker Indonesia yang sudah ditetapkan dalam Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta dan sesuai dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga . Sebagai naskah azazi, maka setiap Anggota, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan berke-wajiban untuk menjaga dan membela nama baik organisasi dan menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Dengan demikian kita mengharapkan agar Apoteker menjadi seorang yang berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan inovatif, serta berorientasi ke masa depan dan dapat menjaga dan meningkatkan profesionalisme Apoteker sehingga mampu menjalankan praktek kefarmasian secara bertanggung jawab.

(13)

Kode Etik Apoteker Indonesia terdiri dari 5 bab, dan 15 pasal, meliputi 8 pasal kewajiban umum, 1 pasal kewajiban terhadap pasien, 3 pasal kewajiban terhadap tema sejawat, 2 pasal terhadap tenaga kesehatan lain, dan 1 pasal penutup.

Apoteker secara umum diminta mentaati Kode Etik Apoteker Indonesia, dimulai dengan ketatatan terhadap sumpah / janji Apoteker, berpraktik sesuai kompetensi, menjaga martabat dan tradisi luhur jabatan Apoteker dan menjadi contoh, dan mengikuti perkembangan iptek dan peraturan perundangan, dan menjadi sumber informasi. Kewajiban terhadap pasien adalah mengutamakan kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani. Sedangkan terhadap teman sejawat adalah memperlakukan teman sejawat sebagaimana ingin diperlakukan, dan menjaga hubungan baik dengan sejawat tenaga kesehatan lain. Apoteker diharapkan menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dan jika ada pelanggaran agar mengakui dan menerima sanksi serta mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai denan sumpah yang pernah diucapkan sesaat setelah lulus jadi Apoteker.

Disamping itu, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apote-ker dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No

(14)

51 / 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, maka Apoteker juga bertanggung jawab sebagai warga negara untuk mematuhi dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Agar Kode Etik Apoteker Indonesia ini dapat berfungsi dan diterapkan dengan baik oleh Apoteker, seperti sudah disampaikan diatas, MPEA Pusat mengharapkan agar setiap insan Apoteker Indonesia dapat dengan konsisten mempelajari, memahami dan menjalankan Kode Etik Apoteker Indonesia ini dalam setiap perilaku kehidupannya.

Disamping itu, dalam buku ini juga disampaikan Tata Laksana Organisasi MPEA baik pada tingkat pusat maupun daerah. Tata Laksana Organisasi dimulai dengan rumusan visi, misi, tujuan dan dasar hukum pedoman. Kemudian dilanjutkan dengan kedudukan, fungsi dan hubungan antar organisasi MPEA, tata laksana organisasi, pedoman penilaian pelanggaran etika Apoteker, tata laksana penanganan pelanggaran etik Apoteker dan pedoman pembinaan etik Apoteker

Pada halaman berikut, disampaikan Kode Etik Apoteker Indnesia, diikuti dengan pedoman pelaksa-naan untuk setiap pasal pasal yang ada.

Semoga Apoteker Indonesia semakin jaya dan berguna bagi Nusa Bangsa dan Negara.

(15)

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menja-lankan tugas kewajibannya serta dalam mengamal-kan keahliannya harus senantiasa mengharapmengamal-kan bim-bingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Setiap Apoteker dalam melakukan pengabdian dan pengamalan ilmunya harus didasari oleh sebuah niat luhur untuk kepentingan makhluk lain sesuai dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Sumpa dan Janji Apoteker adalah komitmen seo-rang Apoteker yang harus dijadikan landasan mo-ral dalam pengabdian profesinya

3. Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau prinsip harus diikuti oleh Apoteker sebagai pedoman dan petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak dan mengambil keputusan

(16)

Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikat-an moral yaitu :

BAB I : KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1 Sumpah / janji Apoteker, setiap Apoteker harus menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah Apoteker

Pedoman Pelaksanaan :

Sumpah / janji Apoteker yang diucapkan seorang Apo-teker untuk dapat diamalkan dalam pengabdiannya, harus dihayati dengan baik dan dijadikan landasan moral dalam setiap tindakan dan prilaku

Dalam sumpah Apoteker ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Melaksanakan asuhan kefarmasian

2. Merahasiakan kondisi pasien, resep dan “medi-cation record” untuk pasien

3. Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik profesi yaitu ilmu, hukum dan etik

Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan meng-amalkan Kode Etik Apoteker Indonesia

(17)

Pedoman Pelaksanaan :

Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dinilai dari : ada tidak-nya laporan masyarakat, ada tidaktidak-nya laporan dari sejawat Apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak ada laporan dari sejawat Apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak ada laporan dari dinas kesehatan.

Pengaturan pemberian sanksi ditetapkan dalam peraturan organisasi (PO)

Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menja-lankan profesinya sesuai Standar Kompe-tensi Apoteker Indoesia serta selalu meng-utamakan dan berpegang teguh pada prin-sip kemanusiaan dalam menjalankan kewa-jibannya.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Setiap Apoteker Indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi sesusai dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Kompetensi yang dimaksud adalah : ketrapilan, sikap, dan perilaku yang berdasarkan pada ilmu, hukum, dan etik

2. Ukuran kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat uji kompetensi

(18)

3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertim-bangan utama dalam setiap tindakan dan kepu-tusan seorang Apoteker Indonesia

4. Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung jawab profesional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang Apoteker harus memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat.

Pasal 4, Setiap Apoteker harus selalu aktif meng-ikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada khususnya.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Seorang Apoteker harus mengembangan penge-tahuan dan keterampilan profesionalnya secara terus menerus.

2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti perkebangan di bidang kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari hasil uji kompetensi 3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh

Apoteker ditetapkan dalam peraturan organisasi

Pasal 5, Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari

(19)

usa-ha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Seorang Apoteker dalam tidakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak atau seseorang ataupun merugikan orang lain.

2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya da-pat memperoleh imbalan dari pasien dan masya-rakat atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada prinsip mendahulukan kepentingan pasien

3. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam per-aturan organisasi

Pasal 6, Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi cotoh yang baik bagi orang lain. Pedoman Pelaksanaan :

1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang disandangkan dengan jujur dan penuh integritas.

2. Seorang Apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan profesionalnya kepada orang lain. 3. Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya

(20)

Pasal 7, Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya

Pedoman Pelaksanaan :

1. Seorang Apoteker membeberikan informasi kepada pasien / masyarakat harus dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tersebut harus sesuai, relevan, dan “up to date” 2. Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus

menggali informasi yang dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui Apoteker mengenai pasien serta penyakitnya.

3. Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan kepada pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat.

4. Seorang Apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat, dala bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas, melakukan monitoring penggunaan obat dan sebagainya.

5. Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai Satuan Kredit Profesi ( SKP )

Pasal 8, Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan

(21)

perundang-un-dangan di bidang kesehatan pada umum-nya dan di bidang farmasi pada khususumum-nya. Pedoman Pelaksanaan :

1. Tidak ada alasan bagi Apoteker tidak tahu pe-raturan perundangan yang terkait dengan kefar-masian. Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan, sehingga setiap Apoteker dapat menjalankan profesinya de-ngan tetap berada dalam koridor peraturan perundangan yang berlaku

2. Apoteker harus membuat Standar Porsedur Ope-rasional (SPO) sebagai pedoman kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefar-masian sesuai kewenangan atas dasar peraturan perundangan yang ada

BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

Pasal 9, Seorang Apoteker dalam melakukan prak-tik kefarmasian harus mengutamakan ke-pentingan masyarakat menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hi-dup insani.

(22)

1. Kepedulian kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang Apoteker

2. Setiap tindakan dan keputusan profesional dari Apoteker harus berpihak kepada kepentingan pa-sien dan masyarakat

3. Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam keputusan pengobatan mereka 4. Seorang Apoteker harus mengambil

langkah-langkah untuk menjaga kesehatan pasien khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang yang dalam kon-disi lemah

5. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien adalah obat yang ter-jamin mutu, keamanan, dan kahsiat dan cara pakai obat yang tepat

6. Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan pasien, rahasia kefarmasian, dan rahasia kedok-teran dengan baik

7. Seorang Apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan oleh dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya

8. Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan permintaan seo-rang dokter, maka Apoteker harus melakukan komunikasi dengan dokter tersebut, kecuali peraturan perundangan membolehkan Apoteker mengambil keputusan demi kepentingan dan atas persetujuan pasien

(23)

BAB III KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10, Seorang Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Setiap Apoteker harus menghargai teman seja-watnya, termasuk rekan kerjanya

2. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang problematik, baik secara moral atau peraturan perundangan yang berlaku, tentang hubungannya dengan sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan santun

3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun Majelis Pembina Etik Apoteker dalam menye-lesaikan permasalahan dengan teman sejawat

Pasal 11, Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan ketentuan kode etik

(24)

1. Bilamana seorang Apoteker mengetahui sejawatnya melanggar kode etik, dengan cara yang santun dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya tersebut untuk mengingatkan kekeliruan yang ada. 2. Bilamana ternyata yang bersangkutan sulit

mene-rima maka dia dapat menyampaikan kepada peng-urus cabang dan atau MPEAD secara berjenjang. Pasal 12, Seorang Apoteker harus mempergunakan

setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menu-naikan tugasnya.

Pedoman Pelaksanaan :

1. Seorang Apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan sejawat Apoteker lainnya 2. Seorang Apoteker harus membantu teman

se-jawatnya dalam menjalankan pengabdian profesi-nya

3. Seorang Apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam menjalin/memelihara kerjasama

(25)

BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS

KESEHATAN LAIN

Pasal 13, Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghor-mati sejawat petugas kesehatan lain. Pedoman Pelaksanaan :

1. Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan bermartabat

2. Bilamana seorang Apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari pelayanan profesi kesehatan lainnya, maka Apoteker tersebut harus mampu mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi tersebut, tanpa yang bersangkutan harus merasa dipermalukan

Pasal 14, Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang da-pat mengakibatkan berkurangnya atau hi-langnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.

(26)

BAB V PENUTUP

Pasal 15, Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya seharihari.

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tu-han Yang Maha Esa.

Pedoman Pelaksanaan :

Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia, yang bersangkutan dikanakan sanksi organisasi. Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan, pencabutan keanggotaan sementara, atau pencabutan keanggotaan tetap.

Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam peraturan organisasi, dan sanksi ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dari MPEAD.

Selanjutnya MPEAD menyampaikan hasil telaahnya kepada pengurus cabang, pengurus daerah, dan MPEA

(27)

PEDOMAN TATA LAKSANA

ORGANISASI MPEA

A. PENDAHULUAN

Majelis Pembina Etik Apoteker Ikatan Apoteker Indonesia adalah salah satu organ yang diberi amanah oleh Kongres IAI untuk mengawal terlaksananya profesi Apoteker Indonesia sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia . Untuk itu MPEA menetapkan VISI dan MISI nya sebagai berikut.

Visi :

Terwujudnya Apoteker profesional yang punya Etika profesi dalam pengabdiannya kepada Kesehatan Masyarakat.

Misi :

1. Memberikan pembinaan kepada anggota IAI dalam pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indo-nesia .

2. Merekomendasikan tindakan atas pelanggaran Kode Etik Apoteker Indo-nesia oleh anggota IAI kepada PP IAI.

3. Melakukan peninjauan / evaluasi Kode Etik Apoteker Indonesia sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersama dengan PP

(28)

IAI, untuk seterusnya diajukan dalam Kongres IAI selanjutnya.

Sesuai dengan kemajuan teknologi di abad 21 ini telah menyebabkan perubahan lingkungan yang serba cepat dan mempengaruhi segala segi kehidupan termasuk profesi.

Berbagai faktor kemajuan iptek yang dahulunya dibatasi oleh tatanan dan kaidah suatu negara, dengan mulai hilangnya batas antar negara menghasilkan tatanan dan kaidah global yang secara positif atau negatif mempengaruhi pola pikir dan perilaku yang menimbulkan perubahan pengharapan terhadap pelayanan kesehatan termasuk pelayanan farmasi. Untuk dapat mengatasi perubahan yang bersifat negatif dalam arus globalisasi diatas di perlukan rambu rambu kaidah profesi dalam bentuk sumpah/janji Apoteker serta Kode Etik Apoteker Indonesia beserta Pedoman Pelaksanaan agar perjalanan profesi Apoteker masih dalam garis cita cita luhur profesi.

Untuk dapat mengawal tujuan diatas, maka Majelis Pembina Etik Apoteker mempersiapkan Pedoman Tata Laksana Organisasi, Penilaian dan Penanganan Pelangaran Kode Etik Apoteker Indonesia.

Dengan adanya pedoman tersebut, maka diharapkan tercipta rambu rambu perilaku etis bagi seluruh

(29)

Apoteker Indonesia yang diharapkan dapat membatasi dan mengurangi pelanggaran kode etik oleh Apoteker dimasa yang akan datang.

Tujuan dan Dasar Hukum Tujuan umum :

Dimilikinya pedoman kerja seluruh pengurus MPEA / MPEAD dalam rangka penegakan etik Apoteker. Tujuan Khusus :

1. Mendorong tegaknya Kode Etik Apoteker Indonesia 2. Meminimalisasi kasus mal praktek dan perilaku menyimpang dalam pelayanan kefarmasian Indonesia

3. Peningkatan kesadaran peningkatan kehadiran Apoteker ditempat pengabdiannya masing masing 4. Terbinanya rasa solidaritas profesi Apoteker melalui

pengembangan kelompok

5. Terlaksananya pembagian tugas yang harmonis antara MPEAP dan MPEAD

Dasar Hukum

1. Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang Undang No 8 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(30)

3. Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

4. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

5. Keputusan Presiden RI tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia

7. Keputusan Kongres Nasional ISFI XVIII/2009 tentang Kode Etik Apoteker Indonesia

B. ORGANISASI MAJELIS PEMBINA ETIK APOTEKER

1. Kedudukan Organisasi

a. Tingkat Pusat : Berkedudukan ditempat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia berada.

b. Tingkat Daerah : Berkedudukan ditempat Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia berada.

2. Hubungan Organisasi

a. Hubungan kerja organisasi MPEAP dan MPEAD bersifat rujukan dan pelaporan.

b. Hubungan kerja antara MPEA dan PP IAI bersifat konsultatif dilakukan melalui ketua atau sekretaris masing masing organisasi.

(31)

c. Hubungan kerja antara MPEAD dan PD IAI bersifat konsultatif dilakukan melalui ketua atau sekretaris masing masing organisasi.

3. Fungsi-fungsi Organisasi. Majelis Pembina Etik Apoteker Pusat. a Pengelolaan organisasi tingkat Pusat

b Penyusunan rambu rambu/pedoman, antara lain : - Pembinaan etik Apoteker

- Pengawasan pelaksanaan etik Apoteker. - Penilaian pelanggaran etik Apoteker

c Memberi pertimbangan terhadap kasus pelang-garan etik Apoteker yang dirujuk oleh MPEAD. d Melaksanakan penilaian banding atas pelanggaran

Kode Etik Apoteker Indonesia yang dirujuk oleh MPEAD/PD/tersangka yang tidak puas terhadap keputusan MPEAD.

e Mengirim keputusan penilaian kepada PP IAI untuk ditindaklanjuti.

f Memberi pertimbangan atau saran kepada Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan atas penilaian pe-langgaran etik Apoteker

Majelis Pembina Etik Apoteker Daerah a Pengelolaan organisasi tingkat daerah

b Menyusun pedoman pelaksanaan untuk daerah masing masing tentang :

(32)

- Pembinaan etik Apoteker disesuaikan dengan kondisi daerah;

- Pengawasan pelaksanaan etik Apoteker dise-suaikan dengan kondisi daerah;

- Penilaian pelanggaran etik Apoteker dise-suaikan dengan kondisi daerah.

c Melaksanakan penilaian pelanggaran etik Apoteker di daerahnya masing-masing untuk disampaikan kepada PD IAI untuk ditinjak lanjuti.

d Mengirim laporan pelaksanaan penilaian pelanggaran etik Apoteker kepada MPEAP.

e Merujuk anggota yang tidak puas terhadap ke-putusan MPEAD kepada MPEAP disertai dengan berkas persidangan MPEAD.

f Merujuk ketidakpuasan PD terhadap keputusan MPEAD kepada MPEA disertai dengan berkas persidangan MPEAD dan surat dari PD IAI.

C. TATA LAKSANA ORGANISASI

Merupakan aturan dan pedoman kerja dengan tujuan tercapainya ketertiban dan kelancaran tugas Majelis Pembina Etik Apoteker.

1. Administrasi Organisasi

Administrasi Organisasi Majelis Pembina Etik dike-lola oleh Sekretaris Majelis.

(33)

Sekretaris Majelis bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh berkas Majelis.

Surat Menyurat

Surat menyurat dibagi atas 3 kelompok :

a). Surat masuk dalam keluar yang dikategorikan dalam surat pemberitahuan, laporan, surat permo-honan dan lain-lain.

b). Surat yang dikategorikan rahasia berupa surat panggilan, surat keputusan penilaian, surat penun-tutan yang disertai dengan berkas perkara

c). Surat yang dikategorikan sangat rahasia dima-sukkan dalam amplop tertutup dan diberi nota agenda bertuliskan RAHASIA.

2. Rapat—Rapat

Rapat MPEA dibagi menjadi :

a. Rapat Pengurus Inti setidak tidaknya 3 bulan sekali yang dihadiri oleh Ketua/Wakil Ketua dan Sekre-taris untuk membahas masalah yang penting dan mendesak.

b. Rapat Pleno yang dihadiri oleh seluruh pengurus MPEA untuk membahas dan mengevaluasi program kerja diselenggarakan setidak tidaknya 6 bulan sekali.

c. Persidangan untuk menilai pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia yang harus dihadiri oleh

(34)

setidak tidaknya separoh dari pengurus dan dinyatakan sebagai rapat tertutup, kecuali apabila ketua MPEA menyatakan lain.

d. Sekretaris MPEA mempersiapkan dan bertanggung jawab atas persiapan materi persidangan, menda-tangkan saksi / saksi ahli, menghadirkan tersangka dan mempersiapkan berkas risalah sidang dan keputusannya. Apabila Sekretaris MPEA berha-langan, Ketua MPEA menunjuk salah satu anggota untuk menggantikannya.

e. Keputusan Rapat :

Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan apabila tidak tercapai, maka keputus-an ditentukkeputus-an berdasarkkeputus-an suara terbkeputus-anyak.

Keputusan yang menyangkut persidangan bersifat rahasia dan anggota yang hadir dilarang memberi tahukan hasil keputusan kepada siapapun.

3. Program Kerja dan Anggaran

a. Setiap Pengurus MPEA/D wajib mempersiapkan Program kerja dan anggaran selambat lambatnya 60 hari setelah dilantik menjadi Pengurus.

b. Program Kerja dan Anggaran tersebut diserahkan kepada Pengurus IAI dimasing masing tingkatan untuk dijadikan Program Kerja Pengurus IAI. c. Pengurus MPEA mempertangung jawabkan

peng-gunaan anggaran setiap 6 bulan sekali kepada Bendahara Pengurus IAI dimasing-masing tingkat, untuk dikonsolidasi dalam Laporan Pertanggung

(35)

jawaban Keuangan Pengurus IAI.

d. Pengurus MPEA wajib melaporkan penggunaan perolehan dana dari sponsor/donatur kepada Peng-urus IAI.

4. Pelaporan

a. Pengurus MPEAD melaporkan hasil kerjanya kepada Pengurus MPEA setiap 6 bulan sekali. b. Laporan meliputi pelaksanaan program kerja yang

telah disusun serta kondisi pembinaan dan pene-gakan etik Apoteker didaerahnya masing masing. c. Pengurus MPEAD melaporkan hasil persidangan

pelanggaran etik Apoteker dan standar profesi Apoteker selambat lambatnya satu bulan setelah persidangan selesai.

d. Pengurus MPEAD melaporkan dan mengirim berkas banding dari anggota yang menyatakan tidak puas terhadap keputusan MPEAD, selambat-lambatnya satu bulan setelah diterimanya surat pemintaan banding dari tertuduh.

e. Pengurus MPEAD melaporkan dan mengirim berkas berkas perkara apabila PD IAI menyatakan secara tertulis ketidak puasan terhadap keputusan MPEAD, selambat lambatnya 1 bulan setelah diterimanya surat keberatan dari Pengurus PD IAI.

(36)

a. Setiap 6 bulan dapat diselenggarakan rapat eva-luasi Program Kerja antara Pengurus MPEA dan MPEAD

b. Setiap tahun diselenggarakan Rapat Evaluasi Nasi-onal tentang penegakan etik Apoteker yang dise-lenggarakan bersamaan dengan Rakernas IAI. c. Pada akhir masa kepengurusan diselenggarakan

rapat penyusunan laporan pertanggung jawaban penegakan etika apoteker antara pengurus MPEA, MPEAD, PP IAI, PD IAI sebagai bahan laporan pertanggung jawaban kepada Kongres Nasional.

(37)

D. PEDOMAN PENILAIAN

PELANGGARAN ETIKA APOTEKER

1. Prinsip Penegakan Etika

2. Kriteria Pelanggaran Etika a. Ignorant ( tidak tahu ) b. Kelalaian ( Culpa ) c. Kurang Perhatian d. Kurang terampil e. Sengaja

(38)

3. Kriteria Pembuktian

a. Melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dila-kukan

b. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dila-kukan

c. Melakukan sesuatu yang melanggar peraturan perundang-undangan.

4. Penilaian, Pembuktian dan Sanksi terhadap Pelanggaran Etika.

a. Unsur ketidaktahuan Penyebab :

Adanya celah (”Gap”) pengetahuan dan atau keterampilan antara kenyataan yang dihadapi dalam praktek dengan apa yang diketahui pada saat kuliah. Sehingga dapat diperkirakan seorang Apoteker yang telah lama meninggalkan bangku kuliah dan tidak adanya pendidikan berkelanjutan, menimbulkan adanya unsur ketidak tahuan.

Pembuktian diperoleh dengan : 1) Tahun kelulusan Apoteker

2) Pernah/ tidak mengikuti pendidikan berke-lanjutan

(39)

Sanksi yang dijatuhkan :

Kewajiban untuk mengikuti pendidikan ber-kelanjutan yang terkait dengan kesalahan yang diperbuat

b. Adanya unsur kelalaian Penilaian terhadap unsur kelalaian Kelalaian dapat terjadi/disebabkan :

1) Tidak menjalankan apa yang seharusnya di-lakukan

2) Menjalankan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan

3) Lalai terhadap aturan perundangan yang ber-laku untuknya.

Penilaian terhadap bobot kelalaian : 1) Kelalaian yang tidak berbobot

( Deminimis non curat Lex )

Hukum tidak mencampuri hal hal yang sepele Contoh :

(40)

2) Pembobotan kelalaian :

Ada 4 unsur yang menjadi landasan penilaian : a) Perbuatan tersebut nyata bertentangan

de-ngan etika Apoteker dan atau penjabaran-nya.

b) Perbuatan tersebut dapat diperkirakan aki-batnya terhadap pasien/ orang lain, sejawat. c) Perbuatan tersebut layak dan dapat dihindari d) Perbuatan tersebut layak dipersalahkan Apabila keempat unsur dipenuhi, maka bobot kelalaian layak untuk diteruskan.

3) Tolok ukur penilaian berat ringannya kelalaian : a) Adanya ”duty” (Kewajiban yang nyata nyata

tercantum dalam Kode Etik Apoteker Indo-nesia atau pedoman pelaksanaan)

b) Adanya unsur yang membuktikan terjadinya pelanggaran kewajiban (”dereliction of duty”) Untuk dapat membuktikan diper-lukan saksi yang memiliki pengalaman dan pendidikan yang setaraf dengan tersangka. c) Adanya akibat langsung, yakni perbuatan

nyata berakibat langsung terhadap pasien/ sejawat. Akibat tidak langsung tidak boleh menjadi pertimbangan

(41)

Kelalaian berpengaruh langsung terhadap terja-dinya kerugian harta atau jiwa pasien/ sejawat: a). Apabila tidak ditemukan pengaruh langsung

maka tidak boleh menjadi pertimbangan . b). Untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh

langsung dapat dipanggil saksi ahli.

c). Bobot kelalaian disesuaikan dengan pem-buktian 4 unsur pembobotan diatas.

4) Rex Ipsa Loquitor

Perbuatan yang jelas kelalaian tanpa harus membuktikan sesuai dengan kriteria pembuktian pada butir 3 di atas.

Contoh :

Mengerjakan resep tanpa menghitung dosis, maka dengan melihat bukti resep, maka perbu-atan dapat dibuktikan.

Pertimbangan lanjutan dalam memutuskan perbuatan yang dinyatakan sebagai kelalaian: 1) Berat kerugian akibat kelalaian (magnitude )

( a )

2) Kemungkinan terjadi kelalaian ( Probability) ( b )

3) Kesulitan melakukan tindakan pencegahan (Burden of Prevention) (c)

(42)

Apabila a+b > c , maka kelalaian telah terjadi. Contoh : Salah menyerahkan obat.

1) Akibat kelalaian besar (nilai tinggi = 5) 2) Kemungkinan terjadinya kecil(nilai tinggi =

5 )

3) Tindakan pencegahan mudah(nilai rendah= 2)

5 + 5 > 2  kelalaian terbukti c. Adanya unsur kurang perhatian Penilaian terhadap kurang perhatian

Seorang anggota profesi dianggap kurang perhatian apabila ia tidak menjalankan prosedur kerja yang seharusnya diikuti .

Untuk membuktikan kekurangperhatian, diperlukan tanya jawab tentang sejauh mana ia mengetahui ada prosedur kerja profesi.

Apabila ia tidak mengetahui, maka terpenuhi unsur ketidaktahuan, maka penyelidikan kembali kearah unsur ketidak tahuan.

Apabila ia mengetahui tetapi tidak menjalankan, tetapi terpenuhi unsur kelalaian, maka penyelidikan diarahkan kepada unsur kelalaian.

(43)

d. Adanya unsur kurang terampil Penilaian terhadap unsur kurang terampil

Seorang profesi diangap kurang terampil apabila ia tidak mampu mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas profesionalnya.

Contoh :

1) Ketrampilan menggunakan timbangan 2) Ketrampilan meracik

3) Ketrampilan memberi informasi 4) Ketrampilan melakukan konsultasi

Untuk membuktikan adanya unsur kekurangteram-pilan, maka diperlukan simulasi yang disaksikan oleh saksi ahli.

Apabila ternyata memang terjadi kekurang teram-pilan, maka sanksi yang diberikan adalah mengu-langi belajar di perguruan tinggi terhadap kekurang trampilan yang dimiliki.

e. Adanya kesengajaan

(44)

Mengingat bahwa unsur kesengajaan merupakan pelanggaran etika Apoteker berat, maka sebelum membuat keputusan harus memperhatikan faktor sebagai berikut :

1) Faktor Personal

a) Ada sejawat yang memiliki kelemahan per-sonal, misalnya kurang teliti.

b) Apabila ia memiliki sifat itu, yang harus diu-kur adalah apakah faktor kediu-kurangtelitian masih dalam batas yang bisa ditoleransi. c) Apabila masih dalam batas, maka dapat

ber-lanjut ke unsur kedua.

d) Apabila diluar batas, maka usulan pembina-an untuk meningkatkpembina-an ketelitipembina-an layak di-sampaikan.

2) Faktor Situasional

a). Penyelidikan apakah lingkungan profesi di-tempat tersebut memang mendorong terja-dinya kesengajaan.

b). Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam memutuskan adanya unsur kesengajaan. 3) Faktor ada/ tidaknya kelompok seminat

a). Sesuai dengan etik Apoteker, kewajiban antar sejawat adalah saling menasehati ,

(45)

sehingga pembentukan kelompok seminat yang melakukan ”peer review” merupakan keharusan .

b). Apabila belum ada kelompok seminat, berarti tidak ada kontrol antar sejawat yang menyebabkan kesengajaan terjadi, maka saran yang layak diberikan adalah reko-mendasi pembentukan kelompok seminat di wilayah tersangka.

c). Apabila sudah ada, tetapi tidak berbuat apa apa, berarti diperlukan saran peningkatan peran kelompok seminat .

d). Apabila sudah ada dan telah memberi teguran yang dibuktikan dengan kesaksian maka unsur kesengajaan terpenuhi.

Saran yang dapat diajukan apabila terbukti adalah secara bertahap :

1) Usul pembinaan khusus untuk penyadaran 2) Usul penundaan sementara ijin kerja Apoteker 3) Usul pencabutan ijin kerja Apoteker

(46)

E. TATA LAKSANA PENANGANAN PELANGGARAN ETIK APOTEKER

1. Sasaran :

a. Perilaku menyimpang dari etik Apoteker yang terjadi ditempat pengabdian profesi Apoteker. b. Cakupan pengabdian profesi meliputi:

pela-yanan kefarmasian, pendidikan farmasi, pe-nyelidikan farmasi.

2. Pengaduan adanya pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia.

a. Sumber pengaduan : 1) Pasien

2) Dokter atau tenaga kesehatan lain 3) Teman sejawat

4) Pengurus Cabang / Pengurus Daerah IAI b. Prosedur Pengajuan Pengaduan :

1) Diajukan kepada MPEAD dengan dilengkapi dengan bukti yang layak (pengaduan tertulis) 2) Menuliskan alamat lengkap pengadu yang

jelas

3) Menyampaikan kronologis kejadian/peristi-wa yang diadukan, beserta tempat dan kejadian/peristi-waktu terjadinya pelanggaran

(47)

Pengaduan dianggap tidah syah apabila tidak lengkap.

Pengaduan dianggap kadaluwarsa apabila peris-tiwa pelanggaran etik terjadi lebih dari 1 tahun terhitung waktu pembuatan surat aduan.

Pengaduan yang tidak syah akan dikembalikan ke pengadu untuk dilengkapi.

Pengaduan yang kadaluwarsa akan diberitahu-kan kepada pengadu.

3. Penelaahan pengaduan

a. MPEAD diberi kesempatan untuk menelaah pengaduan selama 20 hari kerja.

b. Untuk dapat menelaah pengaduan, MPEAD dapat berkunjung kelokasi terjadinya pelang-garan etik

c. MPEAD menetapkan ketentuan etik Apoteker yang dilanggar .

d. Apabila MPEAD tidak menemukan pelang-garan etik, maka MPEAD memberi tahu kepada pengurus PD/PC IAI.

4. Persiapan Persidangan.

a. MPEAD melakukan rapat pleno dengan di-hadiri minimal 50 % pengurus untuk me-netapkan jadwal sidang dan penetapan pimpinan

(48)

sidang yang diharapkan tidak ada hubungan kekerabatan dengan tersangka.

b. Sekretaris MPEAD mempersiapkan barang bukti, saksi, saksi ahli untuk dapat hadir pada jadwal sidang

c. Sekretaris MPEAD menghubungi tersangka untuk menghadiri sidang

5. Persidangan

a. Setiap persidangan pelanggaran etika Apoteker harus dihadiri oleh tersangka.

b. Apabila tersangka tidak hadir, maka persi-dangan ditunda maksimal 3 kali persipersi-dangan. c. Apabila setelah 3 kali persidangan, tersangka

tidak hadir tanpa penjelasan yang dapat diteri-ma, maka sidang diteruskan secara in absentia. d. Sidang dibuka oleh pimpinan sidang dan

mem-persilahkan Sekretaris MPEAD membacakan tuduhan dari pengadu.

e. Tersangka diberi kesempatan untuk membela diri

f. Sekretaris MPEAD mengajukan barang bukti dan pernyataan saksi dibawah sumpah yng mendukung kebenaran tuduhan.

g. Apabila diperlukan Sekretaris MPEAD dapat mengajukan saksi ahli untuk memperkuat tu-duhan

h. Tersangka diberi kesempatan membela diri dan dapat didampingi oleh pembela yang berasal

(49)

dari anggota lain yang bersifat netral / tidak terkait dengan tersangka

i. Pimpinan sidang menskor sidang untuk me-nyiapkan keputusan sidang.

6. Keputusan Sidang

a. Didalam membuat keputusan maka pimpinan sidang harus mengacu kepada kaidah etik Apoteker dan atau pedoman pelaksanaan.

b. Didalam menetapkan keputusan, pimpinan si-dang harus mengacu kepada Pedoman Penilaian Pelanggaran Etika Apoteker.

c. Keputusan sidang dapat diambil secara musya-warah dan apabila tidak tercapai maka diambil berdasarkan suara terbanyak.

d. Keputusan sidang harus didasarkan atas akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi, keselamatan pasien, kepentingan umum, dan iti-kad baik pengadu.

e. Pembacaan keputusan sidang harus dilakukan dihadapan tersangka.

f. Tersangka diberi kesempatan naik banding da-lam waktu 2 minggu dengan pengajuan kebe-ratan atas keputusan sidang.

g. PC/PD IAI diberi kesempatan naik banding atas keputusan sidang dengan mengirim surat kebe-ratan kepada MPEAD.

h. Dalam waktu 1 bulan setelah sidang dan apabila tidak ada banding maka MPEAD mengirimkan

(50)

hasil keputusan kepada MPEA.

i. Apabila terjadi banding, maka MPEAD akan mengirim berkas perkara dilengkapi dengan surat keberatan dari tersangka/surat dari PC/PD IAI kepada MPEA selambat lambatnya 1 bulan setelah tanggal penerimaan surat keberatan. 7. Rehabilitasi

a. Apabila dalam persidangan ternyata tersangka dinyatakan tidak bersalah dan tidak ada kebe-ratan dari PC/PD IAI, maka MPEAD menge-luarkan surat rehabilitasi nama baik tersangka kepada PC/PD IAI setempat dengan tembusan kepada MPEAP dan PP IAI.

b. Surat rehabilitasi tersebut, dapat digunakan oleh tersangka yang direhabilitasi untuk mengajukan tuduhan pelanggaran etik Apoteker kepada sejawat pelapor.

F. PEDOMAN PEMBINAAN ETIK APOTEKER

1. Sasaran Langsung :

a. Seluruh Apoteker yang sedang menjalankan pengabdian profesi.

b. Seluruh Apoteker baru menyelesaikan pendidik-an.

(51)

c. Seluruh mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker di perguruan tinggi farmasi Indonesia. Tidak Langsung :

a. Seluruh petugas pelayanan kesehatan yang ikut dalam Penyelenggaraan pelayanan farmasi di Indonesia.

b. Seluruh petugas pemerintah Pusat maupun dae-rah yang terkait dengan pelayanan kefarmasian. 2. Kegiatan

Untuk sasaran langsung :

a. Pendidikan etik Apoteker dalam Program Pendi-dikan Profesi Apoteker di perguruan tinggi far-masi.

b. Pendidikan berkelanjutan termasuk program pe-latihan kompetensi Apoteker.

c. Studi kasus pelanggaran kode etik dan penang-gulangan yang diadakan bersamaan dengan Kongres/ Konperda IAI.

d. Seminar etika kefarmasian yang diselengga-rakan bersamaan dengan Kongres Ilmiah IAI. Untuk Sasaran Tidak Langsung :

a. Pengangkatan upaya pembinaan etik Apoteker dalam rapat organisasi profesi kesehatan. b. Pemberian informasi tentang etika Apoteker di

(52)

c. Pengangkatan upaya pmbinaan etika Apoteker dalam rapat dengan pemerintah daerah maupun pusat dalam berbagai kesempatan.

3. Pelaksanaan

Untuk sasaran langsung :

a. MPEA mempersiapkan materi pembinaan, studi kasus, dan proposal seminar.

b. MPEAD melaksanakan pendidikan etik di per-guruan tinggi farmasi.

c. Panitia Kongres / Konperda dan Kongres Ilmiah menjadwalkan waktu dan tempat penyeleng-garaan dan mempersiapkan nara sumber

Untuk sasaran tidak langsung

a. MPEA mempersiapkan materi informasi dan isu penegakan etik Apoteker.

b. PP / PD IAI membawakan isu dalam pertemuan baik dengan organisasi kesehatan terkait mau-pun dengan pemerintah pusat/daerah.

c. MPEAD memberikan informasi etik Apoteker kepada Sekolah Menengah Farmasi/D3 Farmasi di daerah masing-masing.

(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

Referensi

Dokumen terkait