• Tidak ada hasil yang ditemukan

IPB duku.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IPB duku.pdf"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Duku (

Duku (  Corr) Corr)

Morfologi Tanaman Duku Morfologi Tanaman Duku

Menurut Direktorat Bina Produksi Hortikultura (2000), duku

Menurut Direktorat Bina Produksi Hortikultura (2000), duku (Lansium(Lansium domesticum

domesticum Corr Corr  ) ) merupakan salah satu tanaman buah tropis. Tanaman buah inimerupakan salah satu tanaman buah tropis. Tanaman buah ini termasuk tanaman tahunan (perenial) yang masa hidupnya dapat mencapai termasuk tanaman tahunan (perenial) yang masa hidupnya dapat mencapai  puluhan

 puluhan bahkan bahkan ratusan ratusan tahun. tahun. Di Di Indonesia Indonesia dan dan juga juga di di beberapa beberapa negara negara AsiaAsia Tenggara lainnya, buah duku mempunyai nilai komersil yang cukup tinggi. Saat Tenggara lainnya, buah duku mempunyai nilai komersil yang cukup tinggi. Saat ini populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh pelosok Nusantara, dengan ini populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh pelosok Nusantara, dengan sentra produksinya ada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Tabel 1).

sentra produksinya ada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Tabel 1). Tabel 1 Sentra Produksi Duku di Indonesia

Tabel 1 Sentra Produksi Duku di Indonesia Pulau

Pulau Provinsi Provinsi KabupatenKabupaten

Sumatera Sumatera

Sumatera

Sumatera Selatan Selatan OKU, OKU, OKI, OKI, Musi Musi Banyuasin, Banyuasin, Lahat, Lahat, MusiMusi Rawas, Muara Enim, Banyu Asin

Rawas, Muara Enim, Banyu Asin Sumatera

Sumatera Utara Utara Toba Toba SamosirSamosir Sumatera

Sumatera Barat Barat Sawahlunto/ Sawahlunto/ SijunjungSijunjung Jambi

Jambi Muaro Muaro Jambi, Jambi, BatanghariBatanghari Jawa

Jawa Jawa Jawa Tengah Tengah SurakartaSurakarta Jakarta

Jakarta Jakarta Jakarta TimurTimur Kalimantan

Kalimantan Kalimantan Kalimantan Barat Barat PontianakPontianak

Sumber : Direktorat Tanaman Buah, Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian 2005 dalam Tim Sumber : Direktorat Tanaman Buah, Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian 2005 dalam Tim

 Penulis Penebar Swadaya 2007.  Penulis Penebar Swadaya 2007.

Tanaman duku yang ada di Kabupaten Muaro Jambi telah ditetapkan Tanaman duku yang ada di Kabupaten Muaro Jambi telah ditetapkan sebagai varietas unggul dengan nama Varietas Duku Kumpeh. Hal ini ditetapkan sebagai varietas unggul dengan nama Varietas Duku Kumpeh. Hal ini ditetapkan  berdasarkan

 berdasarkan Surat Surat Keputusan Keputusan Menteri Menteri Pertanian Pertanian Republik Republik Indonesia Indonesia nomornomor 101/Kpts.TP.240/3/2000. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 13,4 meter dengan 101/Kpts.TP.240/3/2000. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 13,4 meter dengan tipe pertumbuhan tegak menjulang dengan percabangan jorong ke atas. Batang tipe pertumbuhan tegak menjulang dengan percabangan jorong ke atas. Batang duku berlekuk dan tidak rata, tekstur kulit batang kasar dengan warna kulit batang duku berlekuk dan tidak rata, tekstur kulit batang kasar dengan warna kulit batang kecoklatan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).

kecoklatan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).

Tanaman duku mempunyai bentuk daun lonjong, ujung runcing, tipe daun Tanaman duku mempunyai bentuk daun lonjong, ujung runcing, tipe daun majemuk, warna daun bagian bawah hijau, dan bagian atas hijau tua. Tipe daun majemuk, warna daun bagian bawah hijau, dan bagian atas hijau tua. Tipe daun menekuk ke bawah, panjang daun 17 – 23 cm dan helaian anak daun 8 – 10 cm. menekuk ke bawah, panjang daun 17 – 23 cm dan helaian anak daun 8 – 10 cm. Siklus pembentukan daun baru berlangsung selama 30 hari. Bunga duku Siklus pembentukan daun baru berlangsung selama 30 hari. Bunga duku

(2)

mempunyai warna mahkota kuning, dengan jumlah bunga pertandan 24 kuntum, serta lamanya bunga mekar 2 – 5 minggu. Bunganya merupakan bunga sempurna, dimana bunga (tandan bunga) muncul bergantungan pada cabang dan ranting. Bunga mengalami penyerbukan silang, antara lain dengan bantuan lebah madu. Buah duku pertandan berjumlah 15 – 30 buah, berbentuk bulat telur dan warna  buah kuning. Tebal kulit buah 1 – 2 mm, bobot perbuah 35 – 49 gram, dan lamanya berbunga sampai buah masak 2,0 – 2,5 bulan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).

Tanaman duku dalam sistem taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai  berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (Biji berkeping dua)

Ordo : Meliacenales

Famili : Meliaceae

Genus : Lansium

Species : Lansium Domesticum Corr Persyaratan Tumbuh Tanaman Duku

Duku dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai iklim basah sampai agak basah dengan curah hujan 1500 – 2500 mm per tahun. Lahan yang diinginkan mempunyai elevasi kurang dari 650 meter di atas permukaan laut. Tanaman duku memerlukan sinar matahari yang tidak terlalu besar atau memerlukan tanaman pelindung agar pertumbuhannya baik. Suhu udara optimum pertumbuhannya 24–27 oC (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 2000).

Tanaman duku tidak membutuhkan banyak persyaratan tanah. Tanah yang sesuai untuk penanaman duku adalah tanah yang subur, gembur, berdrainase  baik, pH tanah 5.0 - 6.0 dan mampu menahan air sehingga keadaan tanahnya selalu lembab dan membutuhkan pupuk yang banyak terutama pupuk organik  pada masa pertumbuhan dan produksinya (Departemen Pertanian, 1997). Faktor

(3)

angin sangat diperlukan oleh tanaman duku dalam proses penyerbukan secara alami. Angin yang terlalu kencang dapat menyebabkan kerontokan bunga dan  buah terutama yang masih muda.

Manfaat Duku

Duku merupakan buah yang digemari karena rasanya manis dan aromanya tidak menyengat, bahkan mempunyai aroma yang khas. Selain disukai karena rasanya yang manis, buah duku cukup baik dikonsumsi karena kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Pada setiap 100 gram buah duku masak, sekitar 64 %  bagiannya dapat dimakan. Kandungan nilai gizi lengkap buah duku disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi duku dalam 100 gram bahan

 No Jenis Gizi Kandungan

1 Energi 63 kkal 2 Protein 1,0 gr 3 Lemak 0,2 gr 4 Karbohidrat 16,1 gr 5 Kalsium 18 mgr 6 Fosfor 9 mgr 7 Vitamin A - -8 Vitamin C 9 mgr 9 Besi 0,9 mgr 10 Vitamin B1 0,05 mgr 11 Air 82 gr

12 Bagian yang dapat dimakan 64 %

Sumber: Daftar komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan dalam  Direktorat Bina Produksi Hortikultura 200 0.

Manfaat utama tanaman duku adalah buahnya dapat dimakan secara segar ataupun dalam bentuk olahan lainnya. Bagian lain yang juga bermanfaat adalah kayunya yang berwarna coklat muda, keras dan tahan lama yang dapat digunakan untuk tiang rumah, gagang perabotan dan sebagainya. Kulit buah dan bijinya dapat pula dimanfaatkan sebagai obat anti diare dan obat menyembuhkan demam dan jika dibakar dapat mengusir nyamuk serta bahan campuran bahan bakar dupa setinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto (2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol biji duku yang diujicobakan pada tikus ternyata mampu memberikan efek antipiretik (penurun panas tubuh/ demam). Selain itu, kulit kayu

(4)

yang rasanya sepet dapat digunakan untuk mengobati disentri, sedangkan tepung dari kulit kayu bisa digunakan untuk menyembuhkan bekas gigitan kalajengking (Bappenas, 2000).

Produksi dan Pemasaran Duku

Buah duku merupakan buah yang relatif hampir dapat ditemui di seluruh wilayah Indonesia. Selain dikenal dengan nama duku ada juga yang menyebutnya dengan nama langsat, walaupun terdapat perbedaan, baik secara morfologi batang,  bunga dan buah (Verheij dan Coronel, 1997).

Dalam hal produksi duku, Provinsi Jambi mampu menyumbangkan produksi duku sebesar 21.531 ton pada tahun 2006 atau sekitar 27,21% untuk produksi di Pulau Sumatera dan 13,65% untuk produksi nasional. Namun terjadi penurunan  produksi pada tahun 2007 yaitu sebesar 15.596 ton, yang kontribusinya untuk  produksi di Pulau Sumatera adalah sebesar 24,71% dan terhadap produksi

nasional turun menjadi 8,76% (Tabel 3).

Tabel 3 Produksi duku di Indonesia dan tiap provinsi di Pulau Sumatera tahun 2006 dan 2007.

Provinsi Produksi (Ton)

2006 2007

 Nanggroe Aceh Darussalam 5.782 7.431

Sumatera Utara 9.154 9.157 Sumatera Barat 14.892 5.897 R i a u 3.330 2.623 J a m b i 21.531 15.596 Sumatera Selatan 19.963 14.691 Bengkulu 955 1.885 Lampung 2.906 4.417 Bangka Belitung 604 1.401 Kepulauan Riau 0 11 Sumatera 79.117 63.109 Indonesia 157.655 178.026

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008.

Kabupaten Muaro Jambi adalah kabupaten terbesar pemasok duku di Provinsi Jambi. Tahun 2006 produksi duku di Kabupaten Muaro Jambi mencapai angka 12.738 ton dengan produktivitas rata-rata 191,20 kuintal per hektar. Dengan

(5)

kata lain kontribusinya mencapai 59,16% dari total produksi duku di Provinsi Jambi. Data produksi duku tiap kabupaten/ kota di Provinsi Jambi tahun 2006 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi duku tiap kabupaten/ kota di Provinsi Jambi Tahun 2006

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2007.

Buah duku merupakan buah kebanggan Indonesia, karena berperan sebagai  buah unggulan ekspor selain nenas, pisang, belimbing, alpukat, manggis dan durian. Volume ekspor duku mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2001 sebesar 113,071 ton atau terbesar kelima setelah manggis, durian, pisang, dan alpukat. Ekspor duku meningkat pada tahun 2003 yaitu sebesar 233.086 ton, namun volume ekspor tersebut pada tahun 2005 kembali menurun yaitu sebesar 163,389 ton. Volume ekspor buah unggulan Indonesia dari tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Volume ekspor buah segar Indonesia tahun 2001-2005 (ton)

Tahun Duku Pisang Nenas Alpukat Manggis Belimbing Durian 2001 113.071 137.598 73.061 141.703 681.255 53.157 415.079 2002 208.350 162.120 97.296 238.182 768.015 56.753 537.186 2003 233.086 239.107 115.209 255.959 928.613 67.261 694.654 2004 146.067 210.320 117.576 221.774 800.975 78.117 710.795 2005 163.389 178.576 110.704 22.577 937.930 65.967 712.693 Sumber: BPS, data diolah Subdit Analisis dan Informasi Pasar, 2007.

Sistem pemasaran hasil pertanian adalah saluran yang digunakan oleh  petani produsen untuk menyalurkan hasil pertanian dari produsen sampai ke

konsumen. Lembaga-lembaga yang ikut aktif dalam saluran ini adalah petani

 No Kabupaten/ Kota Produksi

(ton) Rata-rata hasil (kw/Ha) Kontribusi (%) 1 Kerinci 22 20,77 0,10 2 Bungo 2.471 169,16 11,47 3 Tebo 573 169,66 2,66 4 Merangin 1.275 79,00 5,92 5 Sarolangun 1.215 88,91 5,64 6 Batanghari 3.154 125,06 14,65 7 Muaro Jambi 12.738 191,20 59,16 8 Tanjab Barat 84 12,53 0,39 9 Tanjab Timur - - -10 Kota Jambi 1 41,18 0,005 Jumlah 21.531 146,08 100

(6)

 produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen (Tim Penulis PS, 2007).

Perdagangan duku yang dinamis dan memiliki prospek ekonomi yang tinggi menjadi salah satu parameter yang melatarbelakangi daerah-daerah di Indonesia yang selama ini telah banyak mengembangkan duku untuk meningkatkan produksinya, baik dari segi kualitas dan kontinyuitas. Besarnya  peluang dikarenakan wilayah di Indonesia memiliki kemampuan dalam daya saing komparatif yang tidak dimiliki oleh daerah lain yang bukan penghasil duku, mengingat duku merupakan tumbuhan tropis yang membutuhkan lahan dengan syarat hidup yang spesifik.

Kesesuaian Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi  penggunaannya (FAO, 1976). Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), mendefinisikan lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat bersifat siklik yang berbeda di atas dan di bawah wilayah tersebut termasuk atmosfir serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang yang semuanya berpengaruh terhadap  penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa yang akan datang

Kesesuaian lahan (land suitability) dan kemampuan lahan (land capability), merupakan dua istilah yang berbeda. Kesesuaian lahan merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk penggunaan tertentu (land utilization type) sehingga dalam penggunaan lahan, aspek manajemen juga harus dipertimbangkan. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan (improvement ). Kesesuaian lahan ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase sesuai untuk status usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al.,  2003). Kemampuan lahan diartikan sebagai kapasitas suatu lahan untuk  berproduksi. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau

(7)

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi yang beragam merupakan salah satu  potensi yang harus dimanfaatkan dalam usaha pengembangan pertanian yang  berwawasan agribisnis. Pendekatan komoditas (commodity approach) adalah

salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam efisiensi sumberdaya. Pendekatan komoditas menggunakan konsep pewilayahan komoditas unggulan sehingga akan didapatkan produk pertanian yang memiliki potensial produktivitas dan mutu tinggi (komparatif). Pengembangan komoditas unggulan harus didasarkan atas kesesuaian komoditas terhadap lingkungan yang ada, sehingga faktor kesesuaian lahan menjadi suatu pertimbangan yang penting.

Pengembangan duku pada kondisi lahan yang tidak sesuai, disamping tingkat produktivitasnya tidak optimal, juga memerlukan input tinggi serta  beresiko tinggi tingkat kegagalannya. Tingkat mutu hasil yang prima akan mampu

terpenuhi apabila diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai agroekologinya dan mendapatkan penanganan panen, pasca panen dan proses distribusi sampai ke tangan konsumen dengan tepat. Komoditas yang diusahakan pada lingkungan yang sesuai akan memperagakan tingkat kemampuan genetik yang maksimal, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu penataan potensi lahan yang sesuai untuk duku yang didasarkan pada kondisi agroekologi, merupakan langkah awal yang dapat membantu program penyusunan pembangunan pertanian wilayah yang berkelanjutan.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna tanah yang membandingkan persyaratan yang diminta untuk pengunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Inti prosedur evaluasi kesesuaian lahan adalah dengan menentukan jenis penggunaan atau jenis komoditas yang akan diusahakan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhan/ penggunaannya, terakhir membandingkan (matching ) antara persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)

(8)

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dibedakan menurut tingkatannya yaitu:

(1) Ordo, keadaan kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).

(2)  Kelas, adalah keadaan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam sebuah ordo, dimana pada tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan ke dalam 2 kelas yaitu tidak sesuai saat ini (N1) dan tidak sesuai untuk selamanya (N2).

(3) Subkelas, adalah tingkat dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan. Dalam satu subkelas, faktor pembatas yang dimiliki maksimum tiga, dengan faktor  pembatas terberat dituliskan pada urutan pertama. Kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai masukan/perbaikan yang dilakukan.

(4) Unit, adalah tingkat dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada aspek tambahan dari pengelolan yang harus dilakukan. Semua unit yang  berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan tingkat detil dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha tani.

Dalam kerangka kerja evaluasi lahan oleh FAO (1976), pendekatan dalam evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pendekatan dua tahap (two  stage approach) dan pendekatan paralel ( pararel approach). Pendekatan dengan dua tahap adalah melalui proses evaluasi yang dilakukan secara bertahap, pertama adalah evaluasi secara fisik lahan dan kedua adalah evaluasi secara ekonomi. Pendekatan ini biasanya untuk inventarisasi sumberdaya lahan secara makro dan

(9)

studi potensi produksi. Pendekatan paralel adalah kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel) atau pendekatan ini merekomendasikan analisis sosial ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan dilakukan secara bersamaan dengan analisa faktor-faktor fisik dan lingkungan lahan tersebut. Pendekatan paralel memberikan hasil yang lebih cepat dan tepat sehingga lebih menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil.

Kelembagaan

Kelembagaan adalah norma/ kaidah peraturan atau organisasi yang memudahkan koordinasi dalam membentuk harapan masing-masing yang mungkin dapat dicapai dengan saling bekerjasama (Rintuh dan Miar, 2003). Kelembagaan usaha sangat penting untuk meningkatkan daya saing rantai  pasokan. Untuk itu perlu dibangun kelembagaan yang mampu memperkuat kohesi horizontal dari pelaku-pelaku usaha dari suatu segmen rantai pasokan dan integrasi vertikal dari pelaku usaha dari segmen yang berbeda dalam rantai  pasokan. Kohesi horizontal mencakup kerjasama antara kelompok tani/ Gapoktan ataupun kerjasama antar pedagang dalam rantai pasokan. Integrasi vertikal merupakan kerjasama antara pelaku usaha dalam segmen yang berbeda, yaitu antara kelompok tani dengan pedagang, termasuk di dalamnya kerjasama tri- partite  antara kelompok tani, pedagang dan asosiasi (Direktorat Jenderal

Hortikultura, 2008).

Menurut Bunch (1992) dalam  Rintuh dan Miar (2003), kelembagaan  penting artinya dalam upaya pengembangan pedesaan, karena:

1. Banyak masalah yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga, misal  pelayanan perkreditan, penyebaran informasi pertanian, dan sebagainya.

2. Memberi kelanggengan pada masyarakat desa untuk terus menerus mengembangkan usahanya seperti mengembangkan teknologi dan menyebarkannya.

3. Mengorganisasi masyarakat desa untuk dapat bersaing dengan pihak luar.

Menurut Ditjen Hortikutura (2008), kondisi usaha hortikultura saat ini dicirikan antara lain oleh lemahnya posisi tawar petani, perdagangan yang tidak

(10)

transparan yang lebih menguntungkan pedagang dan merugikan petani. Untuk itu dalam membangun hortikultura yang sinergis antara petani dan pelaku usaha diperlukan adanya pemberdayaan kelembagaan usaha, baik di tingkat petani dan  pedagang yang keduanya mengarah pada posisi kesetaraan, sehingga kedua belah  pihak sama-sama merasakan manfaat keuntungan dalam melaksanakan usaha hortikultura. Perlu dibangun hubungan yang harmonis antar kelompok tani dan hubungan yang saling percaya antara kelompok tani dan pedagang, sehingga terjalin kerjasama dagang yang beretika (Good Trading Practices), dan pada akhirnya akan memperkuat daya saing rantai pasokan.

Oleh karena itu, penguatan kelembagaan menjadi pilar dan berperan sebagai penggerak pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat guna  pengembangan pedesaan. Upaya pemberdayaan ekonomi rakyat harus dikaitkan dengan penguatan kelembagaan seperti kelembagaan ekonomi, pemasaran,  pendanaan, pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan sebagai wadah kegiatan. Penguatan kelembagaan diperlukan untuk menggerakkan upaya penyediaan dana sebagai modal usaha, perbaikan struktur pasar, pembangunan sarana dan  prasarana pendukung dan penyediaan sarana penunjang.

Strategi Pengembangan

Pengembangan hortikultura dalam perspektif paradigma baru tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja, tetapi terkait juga dengan isu-isu strategis dalam pembangunan yang lebih luas lagi. Pengembangan hortikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya: 1) pelestarian lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) menarik investasi skala menengah kecil dengan luasan usaha 1 – 5 Ha dan investasi Rp 1 – 25 milyar di pedesaan, 3) pengendalian inflasi stabilisasi harga komoditas strategis (cabe merah dan bawang), 4) pelestarian dan pengembangan identitas nasional (anggrek, jamu, dll), 5) peningkatan ketahanan pangan melalui  penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) menunjang pengembangan sektor  parawisata (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).

Berpijak pada kondisi yang spesifik dengan memperhatikan potensi dan daya dukung lingkungan tiap daerah yang berbeda, maka pendekatan komoditas

(11)

(commodity approach) dapat diterapkan. Pendekatan komoditas yaitu menggunakan konsep pewilayahan komoditas unggulan sehingga akan didapatkan  produk pertanian yang memiliki potensi produktivitas dan mutu tinggi (komparatif). Pengembangan komoditas unggulan seyogyanya didasarkan atas kesesuaian keunggulan komoditas tersebut pada lingkungan yang ada, sehingga  pengembangan komoditas unggulan harus disesuaikan dengan kesesuaian

lahannya.

Pengembangan duku memerlukan sebuah strategi yang tidak saja mengejar  produksi maksimum, tetapi tetap mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain

aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kelestarian lingkungan dan aspek lain yang mampu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Pertimbangan faktor internal dan eksternal sangat penting, karena dalam suatu  pengembangan usaha tidak terlepas dari kekuatan dan kelemahan, sebagai faktor internal yang ada di dalam yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Lingkungan eksternal yang merupakan peluang maupun ancaman bagi suatu usaha juga merupakan pertimbangan penting, seperti pasar, konsumen, kebijakan politik, dan  budaya masyarakat.

Proses identifikasi, analisis, perumusan dan evaluasi strategi untuk mengatasi permasalahan internal dan eksternal serta merebut kekuatan dan  peluang disebut dengan perencanaan strategis. Menurut Rangkuti (2001), tujuan

utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan mampu melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi  perubahan lingkungan eksternal. Jadi perencanaan strategis adalah untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada.

Gambar

Tabel  3  Produksi  duku  di  Indonesia  dan  tiap  provinsi  di  Pulau  Sumatera  tahun 2006 dan 2007.
Tabel 4 Produksi duku tiap kabupaten/ kota  di Provinsi Jambi Tahun 2006

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan bersejarah dapat dimiliki oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam

2) Pamong Saka Bakti Husada. 3) Instruktur Saka Bakti Husada... Dikwartir cabang, kwartir daerah dan kwartir Nasional dibentuk Pimpinan Saka Bakti Husadasebagai unsur

Pembelajaran IPS harus mampu meletakkan nilai-nilai kecakapan sosial bagi peserta didik, Pembelajaran IPS dalam historiografi pendidikan barat masa Hindia Belanda

LETJEN SUPRAPTO CEMPAKA BARU JAKARTA PUSAT, TELP.. FARIDA

Saat pembelajaran sedang berlangsung, kolaborator memberikan penilaian terhadap proses pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai guru dan penilaian menggunakan lembar observasi

Qbonk Media Group - Pusat konsultasi dan penjualan Ebook Teknisi PC, Teknisi Laptop, Teknisi Jaringan PC, Bisnis Online.. www.agussale.com www.dpcworld.com

Pada pemeriksaan kulit didapatkan lokalisasi lesi pada lipat paha kanan dan kiri (cruris dextra dan cruris sinistra) dengan efloresensi berupa makula eritema

Berdasarkan hasil penelitian fermentasi daun lamtoro dengan probiotik selama 7 hari yang disajikan pada Tabel 2 dan hasil Analisis Varian pada menunjukkan bahwa