A
da yang berkata, seragam hanyalah tampilan luar dari diri seseorang, tetapi tanpa sadar seragam dapat memicu seseorang untuk lebih bersemangat lagi. Pada tanggal 4 November 2012, barisan “blue angel” Indonesia pun semakin panjang, sebanyak 332 relawan abu putih Tzu Chi berganti seragam dan dilantik menjadi relawan biru putih. Sebutan lain bagi seragam ini adalah langit biru awan putih, yang berarti insan Tzu Chi harus memiliki hati yang lapang seluas langit biru dan berperilaku seperti awan putih yang suci bersih. Selain relawan yang dilantik, sebanyak 321 relawan biru putih pun turut serta hadir untuk mengikuti pelatihan yang bertempat di Guo Yi Ting (Auditorium Internasional) Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ini adalah pertama kalinya pelantikan diadakan di rumah baru insan Tzu Chi, yaitu Aula Jing Si. Selama satu hari tersebut, relawan Tzu Chi dari Jakarta dan 12 Kantor Penghubung Tzu Chi di Indonesia (Bandung, Bali, Batam, Biak, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Singkawang, Surabaya, Tangerang, dan Tanjung BalaiKarimun) mendapatkan asupan nutrisi batin untuk membangkitkan tekad yang lebih kuat lagi untuk bersumbangsih bagi sesama. Membangun tekad bisa dimulai dengan satu niat yang kecil. Seperti kata Master Cheng Yen: “Yang tak terhingga lahir dari satu buah benih, dari satu buah benih bisa melahirkan benih tiada terhingga”, oleh karena itu setiap relawan yang dilantik menjadi biru putih maupun semua relawan Tzu Chi diajak untuk bertekad dan berikrar. Berbagi Kisah dan Inspirasi
Pada hari pelantikan, selain diisi dengan sharing dari para pembicara yang telah lama aktif di Tzu Chi, relawan yang baru dilantik hari itu pun berbagi cerita yang mereka rasakan bersama dengan Tzu Chi. Salah satunya adalah Tjin Hordil Ferdi, pria kelahiran Pulau Bangka 36 tahun silam. Ia pertama mengenal Tzu Chi tahun 2007. Awalnya ia ragu kalau Yayasan Buddha Tzu Chi benar-benar menerapkan cinta kasih universal. Pada tahun 2009 jalinan jodohnya dengan Tzu Chi pun terjalin lewat keponakannya yang bernama Leonardo Atmajaya yang menjadi
anak asuh Tzu Chi. Selain memberi bantuan biaya pendidikan, relawan Tzu Chi juga sering melakukan kunjungan kasih ke rumah keponakannya. Melihat ketulusan hati relawan relawan Tzu Chi yang tidak membedakan agama yang dianut keponakannya, yaitu Katolik, maka timbullah keinginan untuk lebih mengenal serta mendalami Tzu Chi. Pada pertengahan tahun 2010, ia pun kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Mulai dari giat mengikuti kegiatan daur ulang, relawan yang akrab disapa Akon Shixiong ini pun mulai aktif di kegiatan misi amal dengan melakukan survei kasus. Setiap hari Minggu ketiga ia pun meliburkan dirinya dari aktivitas berdagangnya untuk mengikuti kegiatan bagi Gan En Hu (Penerima bantuan Tzu Chi). Ia lebih rela tidak memiliki penghasilan hari itu dari pada tidak bisa bertemu dengan Gan En Hu yang telah ia anggap sebagai keluarga sendiri.
Sharing-sharing lainnya pun mewarnai hari bahagia para relawan, salah satu sharing dari tujuh orang relawan yang berasal dari Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) yang bertekad akan menjadi
relawan komite agar dapat mengemban tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu meringankan beban Guru (Master Cheng Yen) serta mengajak relawan lainnya juga untuk ikut serta sama-sama melatih diri mengikuti Guru dan menjadi relawan komite.
Di penghujung acara, Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyampaikan pesannya kepada seluruh relawan, “Di dunia Tzu Chi tidak ada yang di paling depan dan di paling belakang, yang paling utama di Tzu Chi adalah saling mendukung. Master Cheng Yen dengan jerih payahnya telah mendirikan Tzu Chi untuk kita berlatih diri. Shixiong dan Shijie semuanya kalian adalah bagian dari Tzu Chi, oleh karena itu tetap semangat dan giatlah dalam mengikuti setiap kegiatan Tzu Chi.” Hal serupa disampaikan oleh Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang mengucapkan rasa syukurnya kepada Master Cheng Yen dan semua relawan Tzu Chi. Ia pun berpesan agar setiap relawan mampu terus bersumbangsih tanpa pamrih.
q Juliana Santy, Rudi Santoso (He Qi Utara) mengemban tanggung jawab. Minggu, 4 Oktober 2012, merupakan salah satu hari yang bermakna bagi 332 relawan Tzu Chi di Indonesia karena mereka resmi dilantik menjadi relawan biru putih yang memperpanjang barisan insan Tzu Chi di Indonesia.
Inspirasi | Hal 10
Cinta kasih memang dapat mengubah segalanya,mengubah yang keras menjadi lembut dan mengubah kemarahan menjadi belas kasih. Hal ini dirasakan oleh Indrawan Paimin, relawan dari He Qi Timur.
Lentera | Hal 5
Jalinan jodoh Zidane dengan Tzu Chi bukan hanya bantuan pengobatan saja, melainkan juga perhatian yang relawan berikan kepada Zidane, salah satunya melalui makanan vegetarian.Pesan
Master Cheng Yen
| Hal 3
Kata Perenungan Master Cheng Yen
www.tzuchi.or.id
www.youtube.com/tzuchiindonesiaPelantikan Relawan Biru Putih 2012
而
是
心
中
有
沒
有
愛
。
Makna kebahagiaan bukan terletak pada ada tidaknya harta benda, melainkan pada
ada tidaknya cinta kasih di dalam hati
Jing Si Aphorism 7A
Membangun Tekad di Dalam Diri
Tzu Chi Center, Tower 2, 6th Floor, Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara 14470
Tel. (021) 5055 9999 Fax. (021) 5055 6699/89 [email protected] www.tzuchi.or.id
No. 88 | NOVEMBER 2012
Tzu Chi
M E N E B A R C I N T A K A S I H U N I V E R S A L
BULETIN
@tzuchi_world
website tzu chi indonesia
幸
福
的
定
義
Kita juga dapat melihat penggalangan Bodhisatwa dunia di Indonesia. Meski menganut agama yang berbeda-beda, mereka memiliki arah yang sama, yaitu bersumbangsih bersama insan Tzu Chi.
義
不
在
於
有
沒
有
錢
,
D im in ( H e Q i B ar at )Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
“B
anyak orang yang mau bekerja, tetapi hanya sedikit yang mau bertanggung jawab”, kata-kata ini sering terlontar dari obrolan para relawan Tzu Chi. Apakah buruk maksudnya? Tidak juga. Begitu banyak orang yang mau bersumbangsih di Tzu Chi, baik dana maupun tenaga, tetapi tatkala diminta untuk memikul tanggung jawab untuk menangani satu kegiatan atau tugas tertentu, maka akan ada yang menolaknya. Hal tersebut wajar terjadi di kalangan relawan yang baru bergabung dengan Tzu Chi. Tapi, jika setelah mereka aktif mengikuti kegiatan Tzu Chi dan mendalami filosofi Tzu Chi maka sikap untuk “menghindar” dari tanggung jawab itu pun perlahan-lahan akan luntur. Terlebih jika mereka kemudian mereka berganti seragam menjadi relawan biru putih, maka sedapat mungkin mereka berusaha memikul tanggung jawab untuk meringankan beban Master Cheng Yen dalam menyucikan hati manusia, menciptakan masyarakat aman dan damai, serta dunia terhindar dari bencana.Bersedia memilkul tanggung jawab bukanlah hal yang mudah, walau sudah memikul tanggung jawab dengan sukacita, terkadang kita masih akan menemui banyak rintangan. Ada seorang relawan yang bertemu dengan Master Cheng Yen lalu bertanya, “Biar melakukan pekerjaan apa pun, saya tetap saja selalu menemui kesukaran dan kegagalan, saya sungguh sedih, mengapa nasib saya sedemikian penuh dengan cobaan?” lalu Master pun menjawab, “Seberapa banyak persoalan, sebanyak itu pula rintangannya; Ketika kita menghadapi rintangan, kita harus menerimanya dengan sukacita, sebab tekad yang besar, tentu akan mendatangkan kekuatan yang besar pula.” Jika dilihat dari warna seragam relawan
Tzu Chi, biru bermakna langit dan putih melambangkan bersih dan suci. Jadi relawan biru putih adalah relawan yang memiliki hati seluas jagat raya, memiliki pikiran yang positif dan murni. Relawan harus senantiasa dapat memiliki hati dan pikiran yang sedemikian rupa agar dapat terus mengemban tanggung jawab untuk terus bersumbangsih bagi dunia.
Namun memikul tanggung jawab bukanlah hanya tugas relawan biru putih, tapi juga menjadi kewajiban hati bagi setiap insan Tzu Chi. Kerelaan memikul tanggung jawab juga datang dari relawan yang berseragam biru muda, yaitu Tzu Ching, dengan mengambil tema “Bergandengan Tangan Merangkul Dunia dengan Welas Asih” mereka kembali mengadakan Tzu Ching Camp yang ketujuh. Di camp kali ini mereka mengangkat empat topik utama yang juga menjadi tema Tzu Ching Indonesia saat ini, yaitu satu hati, satu akar, satu jalan, dan satu tekad. Melalui serangkaian acara mereka mengajak setiap generasi muda ini untuk bersatu hati mendalami ajaran Kakek Guru yaitu Master Cheng Yen agar
memiliki akar dan pemahaman yang sama, menyaksikan perjalanan Tzu Chi dari awal berdiri hingga saat ini telah menjalankan 4 misi 8 jejak langkah di berbagai negara, hingga bersama-sama bertekad menjadi pahlawan bagi diri sendiri dan bagi semua makhluk dengan mencoba gaya hidup vegetarian.
Generasi muda adalah harapan masa depan. Master Cheng Yen pernah mengatakan setiap individu Tzu Ching adalah butiran benih yang murni dan tulus, mereka memiliki tekad yang sama, melalui berbagai kegiatan pelayanan relawan dan pelatihan, mereka bisa mendapatkan pemahaman akan semangat dan konsep budaya humanis Tzu Chi yang kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, kapan saja dan di mana saja dapat membangun lahan pelatihan Tzu Chi untuk mewariskan ajaran Jing Si, menjadi pembawa pelita yang menerangi jalan di dalam masyarakat, dengan pelita menerangi pelosok gelap dan menyadarkan semua makhluk.
Jika setiap relawan dapat menumbuhkan jiwa “relawan” yang sesungguhnya di dalam dirinya, yaitu mau berbuat dengan rela, mau berpegang pada hati sukacita dan penuh syukur, dengan segenap kemampuan dan sepenuh hati bersumbangsih demi orang lain tanpa keluhan dan penyesalan, maka Master Cheng Yen takkan khawatir lagi dengan setiap murid-muridnya. Jika setiap orang dapat bergandengan tangan dan bersatu untuk bersumbangsih bagi sesama, maka harapan akan dunia yang lebih baik akan terwujud, karena masalah di dunia tidak bisa diselesaikan oleh satu orang saja, dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan banyak orang untuk dapat menyelesaikannya.
Bertekad Mengemban Tanggung Jawab
e-mail: [email protected]
situs: www.tzuchi.or.id
Redaksi menerima saran dan kritik dari para pembaca, naskah tulisan, dan foto-foto yang berkaitan dengan Tzu Chi. Kirimkan ke alamat redaksi, cantumkan identitas diri dan alamat yang jelas.
Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengubah isinya. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
yang berdiri pada tanggal 28 September 1994, merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Internasional yang berpusat di Hualien, Taiwan. Sejak didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966, hingga saat ini Tzu Chi telah memiliki cabang di 53 negara.
Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara yang mendasarkan aktivitasnya pada prinsip cinta kasih universal.
Aktivitas Tzu Chi dibagi dalam 4 misi utama:
Misi Amal
Membantu masyarakat tidak mampu maupun yang tertimpa bencana alam/ musibah.
Misi Kesehatan
Memberikan pelayanan kesehatan ke pada masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan poliklinik. Misi Pendidikan
Membentuk manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tapi juga budi pekerti dan nilainilai kemanusiaan.
Misi Budaya Kemanusiaan
Menjernihkan batin manusia melalui media cetak, elektronik, dan internet dengan melandaskan budaya cinta kasih universal.
DARI REDAKSI
PEMIMPIN UMUM: Agus
Rijanto. WAKIL PEMIMPIN
UMUM: Agus Hartono.
PEMIMPIN REDAKSI: Juliana Santy. REDAKTUR PELAKSANA: Metta Wulandari. EDITOR: Hadi Pranoto,
Ivana Chang. ANGGOTA REDAKSI: Apriyanto, Cindy Kusuma, Lienie Handayani, Teddy Lianto, Desvi Nataleni, Tony Yuwono. REDAKTUR FOTO: Anand Yahya. SEKRETARIS: Witono, Yuliati. KONTRIBUTOR: Relawan 3 in 1 Tzu Chi Indonesia, Deliana Sanjaya.
Dokumentasi Kantor Perwakilan/Penghubung: Tzu
Chi di Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Batam, Tangerang, Pekanbaru, Padang, Lampung, Singkawang, Bali dan Tanjung Balai Karimun. DESAIN GRAFIS: Inge Sanjaya, Ricky Suherman, Siladhamo Mulyono, Tani Wijayanti. TIM WEBSITE: Hadi Pranoto, Heriyanto.
DITERBITKAN OLEH: Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. ALAMAT REDAKSI: Tzu Chi Center, Tower 2, 6th Floor, Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara 14470, Tel. (021) 5055 9999, Fax. (021) 5055 6699/89, e-mail: [email protected].
Dicetak oleh: International Media Web Printing
(IMWP), Jakarta. (Isi di luar tanggung jawab percetakan)
q Kantor Cabang Medan: Jl. Cemara Boulevard Blok G1 No. 1-3 Cemara Asri, Medan 20371, Tel/Fax: [061] 663 8986
q Kantor Perwakilan Makassar: Jl. Achmad Yani Blok A/19-20, Makassar, Tel. [0411] 3655072, 3655073 Fax. [0411] 3655074 q Kantor Perwakilan Surabaya: Mangga Dua Center Lt. 1, Area Big
Space, Jl. Jagir Wonokromo No. 100, Surabaya, Tel. [031] 847 5434, Fax. [031] 847 5432
q Kantor Perwakilan Bandung: Jl. Ir. H. Juanda No. 179, Bandung, Tel. [022] 253 4020, Fax. [022] 253 4052
q Kantor Perwakilan Tangerang: Komplek Ruko Pinangsia
Blok L No. 22, Karawaci, Tangerang, Tel. [021] 55778361, 55778371 Fax [021] 55778413
q Kantor Perwakilan Batam: Komplek Windsor Central, Blok. C No.7-8 Windsor, Batam Tel/Fax. [0778] 7037037, 450335 / 450332
q Kantor Penghubung Pekanbaru: Jl. Ahmad Yani No. 42 E-F, Pekanbaru Tel/Fax. [0761] 857855
q Kantor Penghubung Padang: Jl. Diponegoro No. 19 EF, Padang, Tel. [0751] 841657
q Kantor Penghubung Lampung: Jl. Ikan Mas 16/20 Gudang Lelang, Bandar Lampung 35224 Tel. [0721] 486196/481281 Fax. [0721] 486882 q Kantor Penghubung Singkawang: Jl. Yos Sudarso No. 7B-7C,
Singkawang, Tel./Fax. [0562] 637166
q Kantor Penghubung Bali: Pertokoan Tuban Plaza No. 22, Jl. By Pass Ngurah Rai, Tuban-Kuta, Bali. Tel.[0361]759 466 q Kantor Penghubung Tanjung Balai Karimun: Jl. Thamrin No. 77,
Tanjung Balai Karimun Tel/Fax [0777] 7056005 / [0777] 323998. q Kantor Penghubung Biak: Jl. Sedap Malam, Biak
qPerumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng:
Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730 q Pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q RSKB Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng,
Tel. (021) 5596 3680, Fax. (021) 5596 3681
q Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 543 97565, Fax. (021) 5439 7573
q Sekolah Tzu Chi Indonesia: Kompleks Tzu Chi Center,
Jl. Pantai Indah Kapuk (PIK) Boulevard, Jakarta Utara.Tel. (021) 5045 9916/17 q DAAI TV Indonesia: Kompleks Tzu Chi Center,
Gedung ITC Lt.6, Jl. Mangga Mangga Dua Raya Jakarta 14430 Tel. (021) 6123 733 Fax.(021) 6123 734
q Depo Pelestarian Lingkungan: Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730
Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke:
Jl. Dermaga, Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara Tel. (021) 9126 9866 q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek:
Desa Panteriek, Gampong Lam Seupeung, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Neuheun: Desa Neuheun, Baitussalam, Aceh Besar q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Meulaboh:
Simpang Alu Penyaring, Paya Peunaga, Meurebo, Aceh Barat q Jing Si Books & Cafe Pluit:
Jl. Pluit Permai Raya No. 20, Jakarta Utara Tel. (021) 6679 406, Fax. (021) 6696 407 q Jing Si Books & Cafe Kelapa Gading: Mal Kelapa Gading I,
Lt. 2, Unit # 370-378 Jl. Bulevar Kelapa Gading Blok M, Jakarta 14240 Tel. (021) 4584 2236, 4584 6530 Fax. (021) 4529 702
q Jing Si Books & Cafe Blok M: Blok M Plaza Lt.3 No. 312-314
Jl. Bulungan No. 76 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Tel. (021) 7209 128 q Depo Pelestarian Lingkungan Kelapa Gading:
Jl. Pegangsaan Dua, Jakarta Utara (Depan Pool Taxi) Tel. (021) 468 25844 q Depo Pelestarian Lingkungan Muara Karang: Muara Karang Blok M-9
Selatan No. 84-85, Pluit, Jakarta Utara Tel. (021) 6660 1218, (021) 6660 1242 q Depo Pelestarian Lingkungan Gading Serpong:
Jl. Teratai Summarecon Serpong, Tangerang
q Depo Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi: Komplek Kosambi Baru Jl. Kosambi Timur Raya No.11 Duri Kosambi, Cengkareng.
DIREK TORI T ZU CHI INDONESIA Bagi Anda yang ingin berpartisipasi
menebar cinta kasih melalui bantuan dana, Anda dapat mentransfer melalui: BCA Cabang Mangga Dua Raya No. Rek. 335 301 132 1
a/n Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia 1.
2.
3.
4.
2
B
eberapa waktu lalu, Guatemala diguncang gempa dahsyat berkekuatan 7,4 skala Richter. Gempa ini adalah gempa terdahsyat di Guatemala dalam 36 tahun terakhir. Inilah ketidakkekalan yang terjadi dalam waktu sekejap. Kekuatan alam sungguh sangat besar. Kita sebagai manusia sungguh harus sadar dan memetik hikmah dari bencana yang terjadi.Selama delapan hingga sembilan hari ini, New York (Amerika Serikat) juga mengalami kerusakan yang sangat besar. Sejak Rabu kemarin, salju mulai turun di beberapa tempat. Pascatopan Sandy, aliran listrik yang awalnya terputus sudah kembali normal. Akan tetapi, kemarin saya mendapat kabar bahwa di beberapa wilayah kembali terjadi pemadaman listrik, genangan air yang awalnya sudah surut kini menggenang kembali.
Hujan dan salju sungguh membuat penderitaan para korban bencana semakin bertambah. Tahun ini, salju turun lebih awal satu setengah bulan dibanding tahun lalu. Ini mendatangkan kerusakan yang parah bagi Amerika Serikat. Proses pemulihan lokasi setempat sungguh membutuhkan waktu yang panjang. Akan tetapi, langkah insan Tzu Chi tidak terhenti meski cuaca sangat dingin. Insan Tzu Chi dari Washington, D.C. dan Chicago juga berangkat ke lokasi bencana untuk membantu. Insan Tzu Chi bagai satu keluarga yang selalu saling memerhatikan dan saling mendukung. “Saya datang dari Chicago. Saya bertanggung jawab merencanakan jalur pembagian bantuan dan lain-lain,” kata salah seorang relawan. “Saya datang dari Irvine, California. Suhu udara di sana masih sekitar 35 hingga 36 derajat Celsius, tetapi di sini sangat dingin. Saat saya baru tiba, suhu udara di sini sekitar 2 hingga 3 derajat Celsius,” kata relawan lainnya.
Beberapa hari ini, para relawan memberikan bantuan di New York, New Jersey, dan Long Island. Mereka semua sungguh telah bekerja keras dan sangat kelelahan. Di antara mereka ada yang datang dari jauh dengan menerjang badai salju. Mereka tidak gentar oleh cuaca yang sangat dingin. Mereka berusaha segenap hati dan tenaga demi berkumpul bersama
untuk turut membantu di saat-saat yang paling dibutuhkan. Melihat mereka bisa berkumpul bersama, saya sungguh merasa tersentuh. Sungguh, perlahan-lahan, para Bodhisatwa dari tempat yang jauh sudah mulai bergerak untuk membantu. Semoga salju dan hujan bisa cepat berhenti agar cuaca kembali bersahabat sehingga warga setempat bisa segera membersihkan lokasi bencana dan organisasi kemanusiaan bisa menyalurkan bantuan dengan tenang. Inilah yang saya harapkan. Semoga pascabencana kali ini, setiap orang bisa membangkitkan cinta kasih. Inilah yang saya harapkan.
Kita juga dapat melihat kemarin malam, bantuan pakaian musim dingin telah dimuat ke dalam peti kemas untuk dikirimkan ke Yordania. Saya sangat berterima kasih kepada Yang Ming Marine Transport Corp yang membantu kita mengirimkan barang secara gratis. Inilah kehangatan di dunia. Bahkan perusahaan pelayaran juga bersedia membantu kita. Setiap kali, saat kita ingin mengirimkan barang bantuan ke tempat yang jauh, Yang Ming selalu menawarkan membantu. Saya sungguh berterima kasih dan mendoakan mereka. Semoga barang bantuan kita bisa tiba sebelum musim dingin. Musim dingin akan segera tiba. Semoga warga Suriah yang mengungsi di gurun pasir di Yordania bisa cepat menerima bantuan dan merasakan kehangatan bagai mentari di tengah musim dingin. Ini semua berkat cinta kasih setiap orang.
Menghimpun Kekuatan Cinta Kasih di Indonesia
Kita juga dapat melihat penggalangan Bodhisatwa dunia di Indonesia. Meski menganut agama yang berbeda-beda, mereka memiliki arah yang sama, yaitu bersumbangsih bersama insan Tzu Chi. Setelah berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi, mereka memerlukan beberapa waktu untuk memahami semangat dan filosofi Tzu Chi, barulah bisa dilantik menjadi relawan. Mereka juga harus menaati peraturan Tzu Chi. Mereka harus mengubah segala tabiat buruk dan menaati Sepuluh Sila Tzu Chi. Tak peduli agama apa pun yang dianut, jika ingin bergabung dengan Tzu Chi, mereka harus menerapkan nilai-nilai Tzu Chi dalam kehidupan sehari-hari,
baru bisa mengenakan seragam abu-abu. Setelah itu, mereka harus mengikuti lebih banyak pelatihan agar bisa sungguh-sungguh memahami ajaran Tzu Chi. Setiap orang harus mengikuti kegiatan Tzu Chi, mengikuti kelas pelatihan, dan menaati Sepuluh Sila Tzu Chi, baru boleh mengenakan seragam biru putih. Setelah semua syarat terpenuhi, barulah mereka bisa mengenakannya. Untuk itu, juga diadakan upacara pelantikan. Ini merupakan bentuk pengakuan untuk mereka.
Kita juga dapat melihat seruan para anggota Tzu Ching. “Kami tidak mau Master Cheng Yen sendirian dan merasa khawatir. Karena itu kami akan melakukan yang terbaik agar Master tidak merasa khawatir. Master, tiga tahun lagi kami akan ke Taiwan dan mengatakan, ‘Master, kami telah kembali,” kata Juliana Santy, salah seorang anggota Tzu Ching mewakili 7 teman lainnya. Ada pula beberapa relawan yang datang dari tempat yang jauh. Mereka harus menempuh perjalanan laut selama 5 hari, lalu melanjutkan perjalanan dengan mobil. Mereka harus menempuh perjalanan yang jauh. Mereka yang berjumlah 7 orang semuanya adalah umat Kristen. Kini mereka juga telah mengenakan seragam biru putih.
“Ajaran yang saya pelajari di Tzu Chi Indonesia adalah sama dengan (agama) Kristen. Misalnya, kita harus saling membantu, berbuat baik, dan menjadi contoh bagi orang lain. Jadi, ketika saya belajar di Tzu Chi, saya tahu itu bermanfaat untuk diriku sendiri. Untuk itulah kita datang ke dunia ini, untuk berbuat baik dan berbagi pada sesama,” kata Matheus Max Mansawan, relawan Tzu Chi asal Biak, Papua.
Demikianlah kesatuan tekad insan Tzu Chi di Indonesia. Mereka tidak membeda-bedakan keyakinan ataupun suku. Arah mereka semua adalah sama, yaitu menghimpun kekuatan cinta kasih dan bersumbangsih tanpa pamrih. Dengan berkumpul bersama, barulah kita bisa menghimpun kekuatan untuk memberi manfaat bagi dunia.
Singkat kata, saya telah melihat penggalangan Bodhisatwa dunia di Indonesia. Kali ini, lebih dari 300 relawan dilantik menjadi relawan biru putih. Di antaranya ada 95 karyawan dan jajaran direksi dari Grup Sinar Mas yang dilantik menjadi relawan biru putih. “Saya berterima kasih kepada para relawan Tzu Chi. Tzu Chi dimulai dengan beberapa ibu rumah tangga yang masing-masing menyisihkan sedikit dari uang belanja mereka untuk membantu orang-orang yang kurang mampu, membuat banyak orang bisa tertolong. Jadi, ketika kita menabur benih cinta kasih di mana-mana, maka akan ada kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Kami sekarang memperkenalkan ajaran Guru (Master Cheng Yen). Kami berharap untuk menetapkan contoh yang baik bagi orang-orang dan menginspirasi lebih banyak staf di perusahaan kami untuk bergabung dengan Tzu Chi untuk berbuat kebajikan,” kata Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang juga merupakan pimpinan Group Sinar Mas. Inilah kekuatan cinta kasih. Singkat kata, cinta kasih tidak dibedakan besar atau kecilnya, yang terpenting adalah sebersit niat dalam hati. Karena itu, saya sering berkata bahwa kita harus menggalang hati.
Bersatu untuk Memberi Kehangatan
Pesan
Master Cheng Yen
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
Ada orang yang bertanya kepada Master Cheng Yen:
Apakah perbedaan saat Master dulu membina diri sendirian di pondok kayu kecil dengan sekarang?
Master menjawab :
Dulu saya mencari pemahaman atas kondisi batin yang jernih melalui bentuk tulisan, tetapi sekarang saya mencoba memahami akan kebenaran, kebajikan dan keindahan dari dunia di dalam lingkungan yang dinamis.
Sumber: Dikutip dari Jurnal Harian Master Cheng Yen edisi musim dingin tahun 2000 Diterjemahkan oleh: Januar (Tzu Chi Medan)
Master Cheng Yen Menjawab
Pembinaan Diri Dinamis
Insan Tzu Chi memberikan bantuan di saat-saat
yang paling dibutuhkan
Membantu Tzu Chi mengirimkan paket bantuan
Mengikuti kelas pelatihan Tzu Chi tanpa membeda-bedakan agama
Menggalang Bodhisatwa dunia dan menggalang cinta kasih
q Diterjemahkan oleh: Laurencia Lou. Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 9 November 2012.
3
D im in (H e Q i B ar at )Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
D
emikian penggalan terjemahan lirik lagu Xiang Shi Dou (Lambang Kerinduan pada Guru) yang mengalun lembut mengiringi perbincangan saya dengan Dina, Marissa, Fitri, dan Padmawati. Lagu ini seakan menyiratkan perasaan mereka, perasaan rindu yang begitu mendalam pada sosok orang tua serta guru yang menjadi inspirasi bagi mereka, Master Cheng Yen. Jodoh yang begitu indah telah mereka rajut melalui Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi). Mereka tumbuh dalam dunia Tzu Chi bersama-sama, saling mendukung, saling menjaga, saling menyayangi, saling bertekad, dan saling berkompetisi. Kompetisi yang dimaksud bukanlah untuk saling menjatuhkan, melainkan berkompetisi untuk berbuat baik dan membulatkan tekad untuk menjadi relawan komite.Entah mengapa mereka seperti mempunyai jalinan karma yang kuat sehingga mempertemukan mereka selalu. Berawal dari kampung halaman mereka di Jambi hingga bertemu kembali di universitas yang sama (Universitas Bina Nusantara) dan berjodoh di Tzu Chi melalui Tzu Ching Camp. Pada Tzu Ching Camp V Dina, Marissa, Fitri dipertemukan dan pada Camp VI, mereka bertiga dipertemukan dengan Padmawati yang biasa dipanggil Mei Bin.
Di acara Tzu Ching Camp VII beberapa waktu lalu, mereka kembali memberikan
dedikasi untuk para Tzu Ching yang ternyata memberi pelatihan tersendiri bagi mereka berempat khususnya latihan kesabaran, karena menjadi panitia bukanlah hal mudah, banyak hal yang harus diatur, dan ditambah lagi kenyataan di lapangan tidak sama dengan apa yang telah diperkirakan, namun mereka tetap melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Rasa kesal, lelah, dan emosi pastinya membelenggu, namun mereka selalu mengingat perkataan dari Marissa yang sering mengingatkan mereka. “Kalian marah-marah nggak ada guna, kalian marah-marah-marah-marah tetep aja kalian kerjain kan? Kalau kalian lepas kerjaan itu emangnya kalian tenang? Kalian juga ngomel-ngomel kan? Betul nggak?,” ucap Dina menirukan perkataan Marissa dan disambut tawa oleh mereka.
Membangkitkan Tekad
Sangat sulit untuk bertemu walau hanya
ingin bertatap muka sejenak, apalagi untuk
mendapatkan kesempatan melayani siang dan
malam
Beruntung ada dua butir biji saga merah, yang
selalu menemani dan menjadi tempat curahan
perasaan rindu
Aku bertekad agar setiap tetes rasa rindu
kepada Guruku ini seluruhnya melarut ke dalam
pengabdianku di Tzu Chi
(penggalan lirik lagu Xiang Shi Dou)
Lagu Xiang Shi Dou masih saja mengiringi perbincangan kami, membawa suasana yang awalnya ceria menjadi berselimutkan haru saat saya mulai bertanya mengenai Tzu Chi lebih dalam. Dalam diam mereka ternyata telah begitu memimpikan menjadi relawan komite seperti kakak pembina mereka, Elvy Kurniawan dan juga Phei Se. Mereka bahkan telah berikrar bersama untuk menjadi relawan Komite dalam 3 tahun ke depan. “Dulu aku nggak ngerti komite itu apa, cuma tahunya kalau komite itu ya relawan yang udah punya tekad buat benar-benar jadi murid Shangren. Aku juga
ingin selamanya kerja Tzu Chi. Selain itu aku juga pengen selalu ada perkembangan dalam hidup aku, karena hidup ini kan selalu berkembang. Dari Tzu Ching, Biru Putih dan kemudian Komite,” ucap Marissa memberikan alasannya mengapa ia ingin menjadi relawan Komite. Tak lama, Fitri berucap, “Menjadi komite itu adalah tantangan luar biasa karena membutuhkan penantian dan proses. Motivasi lain menjadi komite adalah kecantikan alami yang terpancar dari para Shijie dan Shigu semua, dan yang utama adalah untuk menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia.”
Bagaikan ingin meraih gelar sarjana muda, mereka terus dan terus bersumbangsih bagi Tzu Chi untuk sesegera mungkin menjadi salah satu dari ribuan relawan yang ingin memberikan komitmen penuh pada Tzu Chi, memanfaatkan waktu mereka yang masih begitu panjang terbentang, tenaga yang masih kuat bagai kuda, juga pemikiran-pemikiran untuk terus mengembangkan cinta kasih di dunia. “Kalau lihat komite, aku merasa mereka itu mempunyai tanggung jawab yang lebih besar, dan jujur aku juga ingin menanggung tanggung jawab yang sama seperti mereka para relawan komite. Bisa melakukan hal yang besar untuk manusia, ingin pakai tangan sendiri untuk lebih banyak melakukan banyak kebaikan,” tutur Mei Bin yang seakan telah mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan dan dengan hati bagai baja ingin memberikan kontribusi yang besar bagi Tzu Chi. Seperti sebuah kata perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi: Dengan memiliki keyakinan, keuletan dan keberanian, tidak ada hal yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini. Hal itu pula yang mereka pelajari dan jalani.
Sesaat kemudian saya bertanya mengenai bagaimana sosok Master Cheng Yen di mata mereka, mereka hanya terdiam, saya yang notabene belum begitu mendalami Tzu Chi merasa atmosfer ruangan Guo Yi Ting saat itu begitu dilingkupi perasaan haru, hingga saya pun ikut merasa kalau saya sudah
cukup lama mengenal Tzu Chi. Saya tidak mencoba memaksa mereka menjawab, saya tahu bahwa perasaan rindu kepada Master Cheng Yen telah menyerbu mereka. Setelah detik demi detik berlalu menjadi menit, satu suara kecil kemudian terdengar, Dina, memberikan jawabannya. “Kalau lihat Shigong itu selain orang tua, guru, beliau juga kayak teman. Aku kalau lihat foto Shigong lagi senyum, di senyumnya memancarkan ketenangan padahal beliau banyak beban dan kekhawatiran, beliau kayaknya nggak pernah istirahat. Cuma ingin bilang ke Shigong, jangan khawatir sama kita, Shigong punya banyak murid, dan tanpa Shigong ngomong pun kita akan kerjain. Shigong sudah seperti mamaku, kalau mamaku kerja capek, apalagi Shigong,” ujar Dina disertai isak haru.
“Shigong itu wanita yang sangat kuat, berbeda dengan aku yang kalau kesusahan dikit langsung ngeluh. Tapi Shigong kuat banget dari dulu, dengan bangun Tzu Chi yang begitu susahnya, tapi dia tetap berusaha. Dengan lihat foto Shigong, aku bisa kembali kuat, aku bener-bener pengen belajar buat menjadi murid Shigong yang baik,” tegas Marissa.
Tanggal 4 November lalu, mereka berempat merupakan 4 dari 8 relawan Tzu Ching yang telah dilantik dalam pelantikan relawan Biru Putih. Hal ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar bersungguh-sungguh untuk berikrar, untuk berjalan, bahkan untuk memberikan sepenuh hati mereka kepada Tzu Chi dan Master Cheng Yen. Dan di akhir tahun mereka pun akan kembali ke kampung halaman batin untuk mengikuti Tzu Ching Camp Internasional 2012.
Semoga tekad yang telah terpatri dalam diri mereka dapat terlaksana dan semoga rindu kepada sang guru dapat terobati. Meskipun jauh, namun dengan menggenggam semangat yang sama, kehadiran Master Cheng Yen selalu terasa dalam hati. q Metta Wulandari
Mata Hati
4
“Shigong, Jangan Khawatir”
Ju
lia
na S
an
ty
Tzu Ching Camp VII
Dina, Fitri, Mei Bin (Dari kanan ke kiri). Berikrar merupakan hal yang mudah, namun butuh komitmen yang tinggi untuk dapat menjalankan ikrar hingga tercapainya apa yang dicita-citakan.
Master Cheng Yen memberiku dua butir biji saga merah
Serta merta telah membangkitkan rasa syukur dalam diri
Biji saga merah berukuran kecil namun bermakna besar
Menjadi dorongan semangat bagi diriku di jalan Bodhisatwa
Butiran mungil biji saga merah berkilau sangat cemerlang
Melambangkan kehangatan tulus dan keteguhan tekad
Menginspirasi diriku untuk belajar pada Buddha dalam berbuat kebajikan Menyumbangkan uang dan tenaga demi membantu orang yang tidak mampu dan sakit Master Cheng Yen demi menyelamatkan semua makhluk, sepanjang hari berjuang tanpa henti.
Satu ikrar. Tidak berbeda dengan ketiga temannya, Marissa juga menyatakan ingin selamanya berjalan di jalan Bodhisatwa dan menjadi murid Master Cheng yen.
D ok . T zu C hi ng
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
S
uara khas kereta terdengar semakin dekat melaju dengan cepat ketika barisan insan Tzu Chi berjalan di bawah terik matahari yang sudah terasa panas di kulit saat mengunjungi Zidane yang tempat tinggalnya bersebelahan dengan rel kereta di Jl. Hadiah, Daan Mogot, Jakarta Barat. Sambutan dan rasa haru pun terlihat dari salah seorang keluarga Zidane yang meneteskan air mata ketika para relawan Tzu Chi datang berkunjung. Rabu, 17 Oktober 2012, Zidane bersama orangtua dan para relawan kembali ke RS Harapan Kita untuk menjalani pengobatan rutin setiap bulan. Harapan yang tertundaMenginjak usia 4 tahun, Zidane Kusuma Wardana yang akrab dipanggil Zidane meminta orangtuanya untuk memasukkan dirinya belajar di bangku sekolah. Karena usia yang belum mencapai batas minimal usia sekolah akhirnya Zidane pun mewujudkan harapannya dengan belajar sendiri di rumah bersama ibunya. Melihat kesungguhan dan keinginan yang besar untuk belajar di sekolah, ibunya pun berjanji akan memasukkannya ke sekolah tahun depan.
Semangat dan keinginan yang kuat dari sosok bocah kecil ini untuk menimba ilmu bersama kawan-kawannya di sekolah nyatanya tertutup oleh penyakit yang ia derita: Meningitis (radang selaput otak). Penyakit ini sendiri berawal ketika Zidane mengalami panas tinggi. Oleh orangtuanya ia kemudian dibawa ke klinik terdekat dan diberi obat. “Dua kali minum obat makin sering muntah dan makin banyak muntahnya, udah gitu tidak mau makan dan minum susu,” cerita Heni Nirayanti, ibunda Zidane. Melihat kondisi putranya tersebut, kemudian orangtuanya membawa Zidane ke dokter anak untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan dokter mengatakan bahwa dosis obat yang diminum Zidane terlalu tinggi untuk usia anak-anak. “Dokter menyarankan untuk melakukan CT-Scan, tapi karena di RSUD Tarakan belum ada alatnya jadi CT-Scan dilakukan di RSCM,” kata Heni. Dari hasil CT-Scan itulah diketahui jika Zidane menderita radang selaput otak.
Zidane yang masih berusia di bawah lima tahun harus berganti 3 kali rumah sakit untuk menyingkirkan penyakit yang merongrong tubuhnya. Keluhan kakinya yang sakit untuk melangkah hingga susah berjalan, dan badannya yang semakin kurus membuat orangtuanya memutuskan untuk membawa Zidane berobat alternatif. Kondisi Zidane yang harus keluar-masuk rumah sakit selama bertahun-tahun dan fisiknya yang tak kunjung membaik sempat membuat ibunya merasa kehilangan harapan. “Saya putus asa melihat makin lama kondisi anak saya semakin kecil dan kurus. Sudah dirawat di rumah sakit kok tidak sembuh-sembuh,” terang Heni lirih.
Jalinan Jodoh Baik
Usaha Zidane melawan penyakit yang dideritanya selama beberapa tahun ini kemudian menumbuhkan jalinan jodoh dengan Yayasan Buddha Tzu Chi melalui salah seorang yang berjualan di tempat tinggalnya. “Saya disaranin untuk hubungi Tzu Chi, terus saya nonton DAAI TV, abis itu saya datang ke kantor Tzu Chi, tanya-tanya sama orang Tzu Chi. Alhamdulilah dibantu,” kata Heni menceritakan kisahnya.
Dengan kondisi ekonomi orangtua Zidane yang tergolong kurang mampu, membuat pengobatan Zidane menjadi tidak lancar. Kini pengobatan Zidane dapat kembali berlanjut
berkat adanya jalinan jodoh dengan Tzu Chi. Setiap sebulan sekali Zidane menjalani perawatan ke Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Heni pun kembali tegar dalam menjalani hidup bersama anak satu-satunya (Zidane) beserta suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai kurir untuk menghidupi keluarga. Kondisi Zidane mulai membaik dengan perkembangan yang sudah terlihat. Zidane kini sudah mampu mengunyah dan menelan makanan, buang air besar sudah pun sudah lancar, hanya bicara saja yang ia masih belum bisa.
Jalinan jodoh Zidane dengan Tzu Chi bukan hanya bantuan pengobatan saja, melainkan sentuhan kasih dari para insan Tzu Chi, salah satunya Rudi Santoso Shixiong. Perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan oleh Rudi Shixiong kepada Zidane melalui kunjungan kasih ke rumahnya. Rudi Shixiong sengaja membawakan makanan vegetarian kepada Zidane dan keluarga 2 kali sebulan dalam setiap kunjungan kasih. Kecocokan Zidane bersama keluarganya dalam menikmati makanan vegetarian membuat Rudi Shixiong semakin merasa senang karena bisa berbagi, hingga akhirnya Rudi Shixiong membawakan makanan vegetarian untuk Zidane dan keluarga 6 kali sebulan.
Melalui ceramah Master Cheng Yen setiap hari yang menganjurkan untuk senantiasa melestarikan lingkungan menginspirasi Rudi Shixiong dan relawan yang lain untuk melakukan sosialisasi pola makan vegetarian antar relawan, hingga akhirnya sosialisasi vegetarian diberikan kepada para Gan En Hu (penerima bantuan), salah satunya Zidane. “Saya selalu ingat ceramah Master Cheng Yen yang selalu mengajak untuk vegetarian, makanya saya menunjukkan hal-hal positif untuk menjaga lingkungan,” papar Rudi
Shixiong yang selalu mendampingi Zidane. Hal ini dilakukan bukan hanya sekedar sosialisasi pola makan vegetarian saja, tetapi agar pasien juga mengonsumsi makanan yang sehat.
Dari kunjungan kasih yang rutin dilakukan, dan perhatian serta sentuhan kasih yang diberikan oleh para relawan membuat mereka bisa lebih dekat dan mengetahui perkembangan kondisi kesehatan Zidane. Zidane yang hanya bisa menangis ketika merespon sesuatu dan berinteraksi dengan orang tuanya, dipeluk erat oleh ayahnya sebelum diperiksa di rumah
sakit. “Kalau siang ibunya yang jagain, kalau malam saya yang jaga,” kata Suroto, ayah Zidane yang sudah tidak bisa menahan luapan air mata. Melalui kekuatan kasih sayang inilah perkembangan kondisi Zidane terlihat mulai membaik. “Saya senang dan mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi yang sudah membantu pengobatan anak saya,” kata Heni menuturkan. Kini Zidane berusaha keras melawan penyakit yang dideritanya, agar ia bisa mengenyam pendidikan di sekolah dan bermain seperti anak-anak seusianya. q Yuliati
Lentera
5
Kunjungan Kasih
Berjuang Demi Cita-cita
perhatian Dan welaS aSih. Para relawan dengan penuh kasih dan tulus mendampingi Zidane dalam menjalani pengobatan.
Ju lia na S an ty R ud i S an to so ( H e Q i U ta ra )
Sentuhan kaSih. Saat melakukan kunjungan kasih, relawan Tzu Chi juga memotivasi dan menghibur pasien dan keluarganya agar tetap tabah dan kuat dalam menjalani pengobatan.
Jalinan jodoh Zidane dengan Tzu Chi bukan hanya bantuan pengobatan saja, melainkan juga sentuhan kasih
dari para insan Tzu Chi
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
”P
enyakit adalah sumber kemiskinan. Jika ingin menghapus kemiskinan, hal pertama yang harus ditempuh adalah mengobati penyakit.” Kata perenungan Master Cheng Yen ini menjadi inspirasi bagi pararelawan Yayasan Buddha Tzu Chi untuk terus menggalakkan misi kesehatan melalui baksos kesehatan bagi warga yang kurang mampu.
Pada tanggal 28 Oktober 2012, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Yayasan
Buddha Tzu Chi Kantor Perwakilan Bandung bekerjasama dengan SATBRIMOB Polda Jabar mengadakan baksos kesehatan umum dan gigi di Markas Komando Detasemen B Pelopor Satbrimob Polda Jabar, Jl. Tangkuban Perahu No.598, Lembang, Bandung Barat yang menghimpun 810 pasien dan melibatkan 114 relawan Tzu Chi Bandung.
“Sekitar empat tahun yang lalu, kita mengadakan pelayanan kesehatan yang sama. Kini Tzu Chi hadir kembali untuk mengadakan bakti sosial kesehatan secara gratis bagi warga sekitar, beberapa pasien yang mendapatkan penanganan khusus nantinya akan ditangani lebih intensif lagi,” ucap Herman Widjaja Ketua Tzu Chi Bandung.
Baksos ini mendapatkan tanggapan yang positif dari Kombes Pol Drs. Waris Agono, M.Si selaku Kasatbrimob Polda Jabar. “Polri selalu siap membantu serta mendukung segala kegiatan Yayasan Buddha Tzu Chi dalam misi kemanusiannya. Saya mengucapkan terima kasih atas kepedulian
dari Yayasan Buddha Tzu Chi terhadap masyarakat sekitar asrama Brimob, Cikole, Lembang. Mudah-mudahan kerja sama ini akan semakin erat, baik dan banyak kegiatan yang kita bisa lakukan,” katanya.
Keharmonisan antara para pasien dan relawan Tzu Chi terlihat pada baksos kali ini. Seperti yang dirasakan Nining (36), salah satu warga Cikole yang merasa senang dengan hadirnya baksos kesehatan ini. “Saya merasa senang, saya bisa kontrol dan tahu penyakit saya. Kata dokter saya kena maag. Mudah-mudahan setelah ikut baksos ini saya bisa sembuh dan sehat,” tutur Nining. “Saya mengucapkan banyak terima kasih, mudah-mudahan untuk ke depannya bagi seluruh relawan ada kesuksesan,” lengkapnya.
Kasih sayang bukan sesuatu yang diminta dari pihak lain, melainkan harus berasal dari sumbangsih yang dilakukan. Para insan Tzu Chi bersama Polri saling bahu membahu meringankan beban penderitaan masyarkat yang tidak mampu.
q Galvan (Tzu Chi Bandung)
6
A lim an ( Tz u C hi B at am )TZU CHI BANDUNG: Baksos Kesehatan
Baksos Tzu Chi di Hari Sumpah
Pemuda
MengoBati penyakit. Salah satu anggota TIMA, Husen Nasseri melakukan pemeriksaan terhadap pasien baksos. Pada baksos kali ini, Tzu Chi bekerjasama dengan pihak TNI melayani pasien umum dan gigi.
G al va n ( Tz u C hi B an du ng )
peMBukaan Depo Daur ulang. Warga dan relawan merasa gembira dengan berdirnya depo
pelestarian lingkungan di daerahnya. Dengan adanya depo ini, akan menginspirasi warga sekitar untuk sadar lingkungan dan peduli kepada kelestarian bumi.
S is w i ( Tz u C hi M ed an )
TZU CHI MEDAN: Pelestarian Lingkungan
Peresmian Depo Pelestarian Lingkungan
Titi Kuning Medan
S
elama 1 dekade lamanya perjalanan Yayasan Buddha Tzu Chi Cabang Medan, Sumatera Utara menjalin jodoh dengan masyarakat sekitar. Pada tanggal 28 0ktober 2012, relawan Tzu Chi Medan meresmikan Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning di Jalan Brigjen Katamso Medan.Depo ini merupakan sumbangan dari dua orang pengusaha yang memberikan 1 unit bangunan ruko 3 lantai seluas 4 x 15 m persegi. Selain itu mereka juga meminjamkan tanah seluas 10 x 15 m persegi selama 20 tahun untuk dijadikan tempat pemilahan barang daur ulang. Kedua pengusaha ini merasa tergugah dengan berbagai misi amal kemanusiaan dan pelestarian lingkungan yang dilakukan Tzu Chi. ’’Karena saya tahu tujuan Yayasan Tzu Chi ini sangat mulia, sehingga saya terpanggil untuk berperan serta mencapai tujuan tersebut berupa saya sumbang 1 ruko untuk kegiatan Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi. Ruko tersebut ada saya join dengan ibu Lie Cu’’ ungkap Irwan Zen, salah satu pengusaha yang mendonasikan bangunan rukonya.
Warga sekitar turut menyambut baik berdirinya depo pelestarian lingkungan ini. Kelurahan Titi Kuning adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Johor yang terletak di daerah aliran sungai atau das. Jumlah sampah yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menjadi masalah yang serius di daerah ini, apalagi beberapa warga mengaku masih membuang sampah di sungai yang mengalir dekat tempat tinggal mereka sendiri.
’’Kegiatan hari ini adalah peresmian Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning, di mana hari ini masyarakat di sekitar sini udah menunggu lama, dan sekarang ada depo di sini. Jadi istilahnya membangun adalah mengajak masyarakat setempat untuk mengikuti jejak langkah Tzu Chi, dimana sampah bisa dijadikan emas,‘’ ungkap Henry Shixiong. Depo pelestarian lingkungan ini terbuka untuk masyarakat umum dan berbagai komunitas yang peduli akan lingkungan. Warga yang hadir dalam acara ini sangat tertarik pada berbagai produk daur ulang Tzu Chi yang berasal dari serat biji plastik botol air mineral bekas. q Rahma Mandasari (DAAI TV Medan)
Menggalang hati. Relawan Tzu Chi Batam dan Tzu Shao memperagakan isyarat tangan dalam rangka sosialisasi Tzu Chi kepada masyarakat di Pulau Tanjung Batu.
TZU CHI BATAM: Sosialisasi Tzu Chi
Sarana Pembinaan Diri Lewat Tzu Chi
Y
ayasan Buddha Tzu Chi ternyata tidak asing lagi di telinga warga Riau, bahkan banyak warga yang bersedia berdonasi ataupun menjadi donatur ketika mendengar Tzu Chi. Namun masih banyak warga bahkan donatur yang masih belum mengetahui bahwa Tzu Chi juga merupakan sarana pembinaan diri yang bersifat universal bagi segala kalangan masyarakat. Dengan motivasi menggalang hati warga maka Kantor Perwakilan Batam sering mengadakan sosialiasi dalam bentuk Tea Gathering.Dalam sosialisasi yang diadakan pada 27 Oktober 2012, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Perwakilan Batam mendatangi Pulau Tanjung Batu. Walaupun jodoh Tzu Chi dengan Pulau Tanjung Batu sudah dimulai sejak April 2011 melalui baksos kesehatan umum dan gigi namun sosialisasi ini merupakan yang pertama kali di Pulau Tanjung Batu.
Kegiatan sosialisasi dibuka oleh Bun Eng Shixiong, relawan Tzu Chi Batam yang berasal dari Pulau Tanjung Batu. Bun Eng Shixiong menjelaskan bagaimana daur ulang mengajarnya mengendalikan emosi dan lebih rendah hati. Teman Bun
Eng Shixiong yang mengenalnya sebagai pribadi yang suka marah-marah merasakan takjud terhadap perubahannya.
Walau Tanjung Batu belum memiliki kantor Tzu Chi namun para warga dapat mulai dari rumah sendiri dengan aktivitas Tzu Chi seperti berdana lewat celengan bambu dan memilah sampah untuk didaur ulang. “Perbuatan baik semua bisa melakukannya bukan masalah memiliki kekayaan atau tidak,” jawab Awin (22) saat ditanyakan pembelajaran yang ia terima selama sosialisasi. Seperti yang disampaikan oleh Awin, siapa saja bisa berbuat baik inilah pesan tunggal yang ingin disampaikan oleh relawan Tzu Chi.
Bersama relawan setempat yang berjumlah 14 orang, warga juga dapat turut serta mengerjakan kasus amal. Walau hanya sedikit yang bisa dicapai dengan sosialisasi yang berdurasi 2 jam, namun bagi 200 warga yang hadir mereka telah mendapatkan paradigma yang lebih jelas mengenai Tzu Chi dan bagaimana Tzu Chi dapat mendukung mereka dalam mengembangkan jiwa sosial, rasa syukur sekaligus tanggung jawab terhadap lingkungan. q Supardi (Tzu Chi Batam)
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
T
anggal 4 November 2012 merupakan minggu pertama setiap bulan yang menjadi hari berkumpulnya anak asuh Tzu Chi Pekanbaru di Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru. Bebarapa anak sudah datang setengah jam sebelum acara dimulai. Abun Shixiong, relawan Tzu Chi mengarahkan anak-anak untuk mengisi daftar hadir dan membantu menyusun kursi di ruang kegiatan. Mereka ikut membantu dengan senang hati.Pada kesempatan ini anak-anak diminta untuk sharing mengenai pengalaman mereka secara bergantian setelah kunjungan kasih ke panti jompo dua minggu sebelumnya. Salah satu anak asuh bernama Izah yang sampai meneteskan air mata mengingat pengalamannya yang masih segar di panti jompo. Beragam keadaan kakek dan nenek yang mereka jumpai, ada yang sakit, ada yang menguasai banyak bahasa, ada yang takut merepotkan anak-anak, dan ada pula
yang mempunyai anak yang berada, tetapi tidak mau merawat mereka. Anak-anak ini merasa kehidupan kakek dan nenek di Panti jompo sedikit telantar.
Abun Shixiong menyampaikan manfaat berkunjung ke panti jompo, yaitu di samping bersumbangsih, kita juga bisa belajar dari kakek dan nenek, dan yang paling penting adalah membangkitkan rasa supaya kita lebih berbakti lagi terhadap orang tua kita. Abun Shixiong menambahkan alasan Master Cheng Yen tidak membangun panti jompo yaitu agar semua orang berbakti dan merawat orang tuanya karena berbakti adalah akar dari segala kebajikan.
Mereka pun berjanji untuk menghargai dan merawat orang tua mereka selama-lamanya. Banyak juga pelajaran yang dipelajari dari kakek dan nenek diantaranya adalah kita harus hidup mandiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain, serta rajin belajar supaya lebih luas pengetahuannya.
Setelah sharing acara, dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah Master Cheng Yen. Sebagai penutup acara, seluruh anak murid dan juga relawan dengan serentak
memeragakan isyarat tangan lagu berjudul “Satu Keluarga”.
q Kho Ki Hu (Tzu Chi Pekanbaru)
TZU CHI PEKANBARU: Gathering Anak Asuh
Mewarisi Ajaran Tzu Chi
generaSi peneruS tZu Chi. Salah satu anak asuh memberikan sharing pengalaman bersama opa dan oma saat kunjungan kasih ke panti jompo.
Setetes Darah untuk Sesama
D
alam rangka merayakan dua tahun perjalanan Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang, insan Tzu Chi Singkawang menyelenggarakan kegiatan donor darah pada Jumat, 2 November 2012 bertempat di Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang. Acara yang dimulai pukul 09.00 ini terselenggara berkat kerjasama insan Tzu Chi Singkawang dengan PMI Unit Donor Darah Kota Singkawang.Kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan oleh Tzu Chi Singkawang ini ternyata disambut antusias oleh relawan dan masyarakat. Panitia penyelenggara semula memperkirakan sekitar 30 orang yang hadir sebagai pendonor, sehingga PMI hanya membawa kantong darah sebanyak 50 buah, tapi ternyata peserta yang hadir dan ingin menyumbangkan darahnya lebih 60 orang. Ketua Tzu Chi Singakwang, Tetiono menyampaikan permohonan maaf dan mengumumkan bahwa kegiatan donor darah di Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang akan diselenggarakan rutin tiga bulan sekali.
Dokter Kasiyanto selaku Direktur PMI Kota Singkawang (Unit Donor Darah) menyatakan salut dan gembira atas kerjasama dengan Tzu Chi Singkawang. Meskipun baru pertama kali melakukan kegiatan donor darah, pelaksanaannya berjalan tertib dan lancar, serta mendapat dukungan dan antusiasme banyak pihak. ”Tadi kami hanya membawa 50 kantong, kami perkirakan cukup, lagi pula kan hari Jumat, ternyata lumayan banyak yang hadir,” tuturnya.
Gunawan Edi Sasongko bersama rekan-rekannya dari Bank Mandiri Kota Singkawang yang pada pagi itu turut menyumbangkan darahnya menyambut gembira kegiatan rutin bulanan donor darah yang diselenggarakan Tzu Chi Singkawang. “Kami siap mendukung kegiatan kemanusiaan yang diselenggarakan Tzu Chi Singkawang. Dalam kesempatan yang baik ini, kami mengucapkan selamat ulang tahun kedua Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang, maju terus untuk bersumbangsih kepada kemanusiaan,” tutur Gunawan.
q Bambang Mulyantono (Tzu Chi Singkawang)
A
lunan angklung memperlengkap suasana pagi hari yang cerah itu, terdengar nada dan irama lagu Satu Keluarga, Gan Xie, dan lagu Tzu Chi lainnya yang dimainkan dengan indah menggunakan alat musik tradisional angklung oleh para santri. Minggu, 4 November 2012, Baksos kesehatan yang rutin diadakan di Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor ini dihadiri sebanyak 27 relawan.Tepat pukul 09.00, seluruh bagian mulai bekerja. Para pasien mulai mengantri dan memenuhi kursi yang disediakan. Lebih dari 1000 pasien memenuhi setengah lapangan pesantren. Baksos hari itu dibagi menjadi dua sesi, sesi jam 09.00 – 12.00 khusus wanita, dan disambung oleh santri laki-laki sampai pukul 15.00. Pasien tidak hanya para santri, tetapi juga guru-guru yang mengajar di sana beserta keluarga mereka.
Para mahasiswa kedokteran juga mengambil peran pada baksos tersebut, mereka membantu memeriksa tekanan darah pasien. Melihat semangat para mahasiswa kedokteran dan keramahan mereka kepada para pasien membuat suasana
menjadi begitu menggembirakan. “Rasanya senang karena baksosnya ramai. Semoga relawan yang turut berpartisipasi memiliki kepuasan hati dan gembira melakukannya. Semoga di kegiatan selanjutnya semua kembali berpartisipasi,” ucap Willy Caesar, relawan Tzu Chi Tangerang.
Salah satu pasien, Ahmad Maulana (15) sudah terkena radang sendi satu bulan yang lalu. Ahmad terlihat dibopong oleh dua temannya menuju ruang pendaftaran dan melakukan pemeriksaan terhadap kakinya. Kaki kanannya mengalami bengkak yang cukup serius karena radang sendi yang dideritanya membuat Ahmad sulit untuk bergerak dengan leluasa, “Jadi susah gerak, untuk beribadah, berjalan, dan ngelakuin aktivitas lainnya,” ujar Ahmad. Sakit dan bengkak yang dia rasakan tidak mematahkan semangat Ahmad untuk terus menjalani aktivitasnya di pesantren. Semoga rasa sakit para pasien dapat segera terobati melalui jalinan cinta kasih dalam misi kesehatan dan membangun kembali semangat dan cita-cita para santri.
q Deliana Sanjaya (Tzu Ching)
A dd y V in ce nt ( Tz u C hi S in gk aw an g)
MeraJut tali perSauDaraan. Kegiatan donor darah yang baru pertama kali diselenggarakan oleh Tzu Chi Singkawang ini mendapat sambutan hangat dari relawan dan masyarakat kota Singkawang.
BerSungguh hati. Dengan cermat dan teliti para dokter menanyakan gejala yang dialami pasien dan memeriksanya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
TZU CHI SINGKAWANG: Donor Darah
TZU CHI TANGERANG: Baksos Kesehatan
Irama Cinta Kasih Penghilang Rasa Sakit
Lintas
D el ia na S an ja ya ( Tz u C hi ng ) M er iw at i ( Tz u C hi P ek an ba ru )Ragam
8
Ladang Penggalangan Bodhisatwa dan Pelatihan Diri
Pameran Jing Si Books & Café
C ha nd ra W ija ya (T zu C hi ng )
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
S
ejak peresmian rumah baru insan Tzu Chi, yaitu Aula Jing Si pada tanggal 7 Oktober 2012 hingga saat ini berbagai kegiatan terus dilakukan. Para relawan dengan giat terus menyebarkan misi Tzu Chi dan mengalang Bodhisatwa dunia untuk ikut serta melakukan kebajikan bagi diri sendiri dan sesama. Setiap misi Tzu Chi yang dilakukan relawan terus berjalan beriringan.Salah satunya pada tangga 9 hingga 11 November 2012 lalu, relawan Tzu Chi mengadakan pameran Jing Si Books and Café untuk memperkenalkan berbagai buku dan produk dari Jing Si sambil juga mengenalkan Tzu Chi kepada masyarakat umum yang berkunjung ke Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tema acara yang diusung adalah “Feel the Jing Si Experience”, dengan sub tema “Rasakan kedamaian hati di ruang yang nyaman bersama keharuman teh.” Melalui pameran ini diharapkan dapat digalang lebih banyak lagi Bodhisatwa dunia yang akan mengemban visi dan misi Tzu Chi.
Keesokan harinya, tanggal 10 dan 11 November 2012 juga diadakan Tzu Shao Camp yang dilakukan di Aula Jing Si. Camp ini diikuti oleh 150 siswa dari berbagai sekolah yang bertujuan untuk mendidik generasi penerus sehingga dapat menjadi manusia yang mempunyai akhlak dan budi pekerti yang mampu menjadi tumpuan bangsa nantinya.
Di hari yang sama pula, tanggal 11 November 2012, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia merayakan dasawarsa hari jadinya. Selama sepuluh tahun, TIMA Indonesia bersama dengan relawan Tzu Chi giat melakukan berbagai baksos kesehatan di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Ribuan pasien telah terobati secara gratis oleh para Bodhisatwa misi kesehatan. Tidak hanya menyembuhkan penyakit, tapi para tim medis dan relawan ini juga menggenggam semangat Tzu Chi yang humanis dan tanpa pamrih.
MEMPERKENALKAN TZU CHI.
Pameran ini merupakan sebuah kesempatan baik bagi para relawan untuk merekrut lebih banyak Bodhisatwa untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi.
q Metta Wulandari
DANA KECIL BERMAKNA BESAR. Pada pameran ini juga disediakan tempat di mana para pengunjung bisa menuangkan koin-koin yang sudah disimpan dalam celengan bambu yang akan digunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan.
TURUT MENJAGA BUMI. Dalam pameran ini, Tzu Ching ikut berpartisipasi dengan membuka mini booth yang mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga bumi kita yang sedang sakit, salah satunya dengan mengajak masyarakat untuk berikrar vegetarian
C ha nd ra W ija ya ( Tz u C hi ng ) C ha nd ra W ija ya (T zu C hi ng )
III. PENGALAMAN
MENJADI MENTOR.
Ini adalah pertama kalinya saya menjadi mentor Tzu Ching Camp. Selama tiga hari camp, saya mendapat delapan “anak” secara instan, dan mereka memanggil saya mami, emak dengan logat betawi yang kental. Terkadang lucu sekali kedengarannya.
V. MENJALANKAN MISI
CINTA KASIH.
Pada tanggal 3 Oktober 2012, relawan luar kota yang akan dilantik menjadi relawan biru putih pun telah tiba di Aula Jing Si Indonesia. Di hari tersebut mereka diajak untuk berkeliling mengenal rumah insan Tzu Chi dan bermain permainan yang menjalin keakraban.
VII. BERTEKAD MENJADI
MURID YANG BAIK.
Sebanyak tujuh relawan alumni Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) berbagi tekadnya pada sesi sharing di hari pelantikan. Mereka bersama-sama ingin mengemban tanggung jawab yang lebih besar dan bersama-sama melatih diri untuk menjadi relawan komite Tzu Chi.
VI. MENGIKIS
KEMELEKATAN,
MENUMBUHKAN TEKAD
Dengan melepaskan kemelekatan yang ada pada diri, Abtar Singh dan Daud Dharsono meneguhkan diri untuk menjadi relawan biru putih dan bersedia untuk menerima tanggung jawab dalam Tzu Chi.
Daftar Isi:
Berikrar dengan Tulus
II. GENERASI MUDA
MENYATUKAN KEKUATAN
Sebanyak 186 generasi muda Tzu Chi mengikuti Tzu Ching Camp 7. Selama 3 hari 2 malam mereka diajak untuk bersatu hati, satu akar, satu jalan, dan satu tekad untuk bersama-sama “Bergandengan Tangan Merangkul Dunia dengan Welas Asih”.
EDISI KHUSUS TZU CHING CAMP & PELANTIKAN BIRU PUTIH
T
zu Chi adalah jalan melatih diri dan membina setiap insan untuk saling mencintai, menghormati, dan bersyukur. Semangat inilah yang berusaha ditanamkan kepada para peserta Tzu Ching Camp ke-VII yang diadakan sejak tanggal 26-28 Oktober 2012. Kegiatan ini diikuti oleh 186 peserta yang berasal dari berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Batam, Bandung, Biak, Medan, Makassar, Pekanbaru, Surabaya, Singkawang dan Tangerang. Generasi muda Tzu Chi ini selama 3 hari 2 malam mendapatkan berbagai pelajaran yang berharga dalam kehidupan mereka sekaligus mendalami filosofi Tzu Chi.Tzu Ching senantiasa mengingat bahwa mereka adalah Shigong De Xiwang (harapan kakek guru untuk meneruskan ajaran Tzu Chi). Berharap melalui semangat, tekad, dan kesatuan hati para Tzu Ching dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi, dapat membuat Shigong Shangren
(Master Cheng Yen) tidak merasa khawatir dengan Tzu Ching. Di hari ketiga Tzu Ching bersama-sama melakukan Chao Shan (ritual namaskara dengan tiga langkah satu sujud) untuk mengingatkan bahwa tekad itu harus
dijalankan selangkah demi selangkah. Usai itu, mereka pun bersama-sama bertekad untuk menyayangi diri sendiri, bumi, dan semua makhluk hidup melalui vegetarian.
Tekad kuat ditunjukkan oleh 7 muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) yang berikrar untuk menjadi murid Master Cheng Yen sejati dalam Pelantikan Relawan Biru Putih pada tanggal 3-4 November 2012. “Saya mau jadi Komite karena saya tidak mau Shigong Shangren (Master Cheng Yen-red) sendirian,” tegas Juliana Santy. Dina juga berikrar untuk menjadi anggota komite karena tidak mau Master Cheng Yen merasa khawatir, sekaligus mau menjadi murid Master untuk selama-lamanya. Begitu juga Mei Bin, Marissa dan Fitri serta Chandra yang bertekad untuk bisa mengemban tanggung jawab yang lebih besar untuk kemajuan Tzu Chi.
Ada sebanyak 332 relawan yang dilantik menjadi relawan biru putih, dan ada 321 relawan biru putih lainnya yang hadir, sehingga total peserta ada 653 relawan biru putih yang memenuhi ruangan Guo
Yi Ting (Auditorium Internasional) Lantai 3
PIK, Jakarta Utara. Para peserta ini bukan
hanya dari Jakarta, tapi juga dari kantor-kantor perwakilan Tzu Chi dan penghubung di Indonesia, seperti: Tangerang, Bandung, Surabaya, Bali, Palembang, Padang, Medan, Tebing Tinggi, Batam, Tanjung Balai Karimun, Pekanbaru, Singkawang, Jayapura, dan Biak.
Menjadi relawan biru putih bukan berarti telah lulus dari ujian dan kemudian berhenti melatih dan membina diri, tetapi justru harus mulai bisa mendampingi relawan baru dan berani memikul tanggung jawab untuk meringankan beban Master Cheng Yen dalam menyucikan hati manusia, menciptakan masyarakat aman dan damai, serta dunia terhindar dari bencana.
“Mengucapkan tekad (ikrar) itu mudah, namun yang sulit adalah mempertahankannya”. Membangun tekad bisa dimulai dengan satu niat kecil. Seperti kata Master Cheng Yen: “Yang tak terhingga lahir dari satu buah benih, dari satu buah benih bisa melahirkan benih tiada terhingga”, oleh karena itu setiap relawan yang dilantik menjadi biru putih maupun semua relawan Tzu Chi seharusnya bertekad dan berikrar, supaya bisa menggengam detik-detik yang berharga seperti saat ini. q
II
EDISI KHUSUS TZU CHING CAMP & PELANTIKAN BIRU PUTIH
Buletin Tzu Chi No. 88 -- November 2012
Tzu Ching Camp VII
T
ahun ini generasi muda Tzu Ching kembali mengadakan kegiatan Tzu Ching Camp VII pada tanggal 26-28 Oktober dengan tema “Bergandengan Tangan Merangkul Dunia dengan Welas Asih”. Tema tersebut diambil berdasarkan perkataan Master Cheng Yen bahwa masalah di dunia ini tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan banyak orang untuk menyelesaikannya. Sebanyak 186 orang peserta yang berasal dari berbagai kota seperti Pekanbaru, Batam, Singkawang, Tangerang, Surabaya, Bandung, Makassar, Biak, Medan dan Jakarta datang mengikuti acara ini.Pada saat Tzu Ching Camp, para peserta dibagi menjadi 24 kelompok yang dibimbing oleh relawan yang berpengalaman dari Tzu Chi. Hari pertama di Tzu Ching Camp, Ketua Yayasan Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, datang dan memberikan beberapa patah kata yang mengharapkan para peserta dapat menenangkan batin dan menghargai waktu di Camp ini dengan sebaik-baiknya.
Sesi pertama dimulai dengan budaya humanis, ada tiga prinsip dasar budaya humanis yang dikembangkan oleh Tzu Chi, yaitu bersyukur, menghormati, dan cinta kasih. Dari sini para peserta dapat belajar bahwa mereka harus selalu merasa puas akan hidup mereka karena diluar sana masih ada banyak individu yang nasibnya tidak seberuntung apa yang kita miliki sekarang.
Selain itu, ahli gizi ketua Vegan di Indonesia, Drs. Susianto, MKM, datang dan memberikan penyuluhan tentang vegetarian. Dari sini, jelas terbukti bahwa pemikiran masyarakat mengenai vegetarian tidak akan mendapatkan asupan gizi yang cukup itu salah. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, sayuran mempunyai lebih banyak serat dan substansi-substansi yang penting, yang di perlukan oleh tubuh kita.
Hari kedua dimulai dengan perkenalan Master Cheng Yen, mungkin banyak orang yang sudah mengetahui sosok Master tetapi di Camp ini para peserta diajak untuk lebih mendalami sosok Master Cheng Yen. Saat itu untuk memperjelas gambaran akan Master Cheng Yen, para peserta diajak untuk menonton “Jalinan Jodoh Antara Guru dan Murid”. Master Cheng Yen yang sudah berumur 75 tahun masih belum
“pensiun” dari dunia kerjanya, walaupun beliau terlihat hampir sempurna tetapi beliau juga seorang manusia yang pernah merasa lelah, namun beliau memendam keluh kesahnya dan melakukan hal-hal yang lebih penting untuk umat manusia dan lingkungannya. Sesi selanjutnya dilanjutkan dengan “Bakti kepada Orang tua”, pada zaman ini banyak generasi muda yang tidak tahu cara menghormati orang tua. Maka dari itu, salah satu sesi di Camp ini bertujuan agar kita berbakti kepada orang tua.
Pada hari ketiga, pagi hari Aula Jing Si sudah digetarkan dengan kegiatan “semut kecil” yang mendaki Gunung Sumeru dengan melakukan Chao Shan (Namaskara). Kegiatan tersebut bertujuan menyatukan cinta kasih yang besar. Dengan cinta kasih yang besar maka berkah akan datang.
Pengalaman yang paling berkesan selama Camp ini adalah pada hari ketiga. Makanan yang disediakan pada hari ketiga itu tiba-tiba terasa lebih enak dari sebelumnya. Selain itu, rasanya kami semua sudah seperti satu keluarga. Satu keluarga tanpa hubungan darah yang terlihat akrab dan kompak. Kami semua merasa tidak rela untuk pulang, kami juga merasa waktu 3 hari 2 malam itu sangat singkat. Sepulang kami dari Camp, kami tahu kami masih belum menyelesaikan tugas kami, yaitu misi untuk membantu melestarikan dunia dan berbakti kepada orang tua. Terima kasih semua yang sudah mengajarkan kami. q
D
i Tzu Ching Camp ini semua peserta belajar berbagai hal, mulai dari belajar kedisiplinan, tata krama dan budaya humanis Tzu Chi, Pendalaman tentang Tzu Chi dan Tzu Ching, sampai dengan belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta Camp lain yang baru dikenal. Salahsatu peserta Tzu Ching Camp tahun ini adalah Tzu Ching dari Medan. Ini adalah tahun ketiga Tzu Ching yang berasal dari Medan mengikuti Tzu Ching Camp di Jakarta. Peserta dari Medan untuk tahun ini berjumlah 7 orang. Mereka adalah David, Gilbert, Heriyanto Jefri, Diana, Vina, dan Elisabeth. Banyak hal yang
di dapat dari Tzu Ching Camp, “Mendapat banyak teman baru dari berbagai daerah, mendapat banyak pengetahuan tentang Tzu Chi lebih mendalam dan kita diajarkan tata krama, baik cara berdiri, berjalan, duduk, makan sampai cara tidur, melipat selimut dan kasur tempat tidur pun ada diajarkan,” ucap David, salah satu peserta Camp dari Medan yang menyampaikan sharingnya.
Di Camp kali ini salah satu peserta dari Tzu Ching Medan, Gilbert pun tidak ketinggalan untuk sharing kepada teman-teman lainnya. Gilbert mengatakan bahwa, selain mendapat banyak teman baru, ikut
Camp ini juga membuatnya mengintrospeksi
diri. “Master Cheng Yen adalah manusia biasa yang bisa merasakan kelelahan. Tapi meskipun begitu lelah, dikarenakan demi kita dan demi orang-orang yang beliau layani, Master Cheng Yen rela untuk keluar dari kediamannya dan terus mengisi hari-hari nya dengan mengemban tanggung jawab yang sangat besar. Saya justru merasa malu, karena di Camp ini, saat saya ikut sesi pagi saja sudah langsung mengantuk dan merasa bosan,” ujar Gilbert dengan wajah polosnya yang membuat para peserta menjadi takjub sekaligus tertawa dibuatnya.
Selain itu, pada saat usai penjelasan tentang vegetarian ada 2 orang dari Tzu Ching Medan yang tersentuh hatinya
dan bermaksud mengucapkan ikrar yaitu Heriyanto dan saya, Diana di mana sebelumnya kami berdua menjelaskan akan pentingnya vegetarian dan mengapa kita harus bervegetarian karena dengan bervegetarian, selain menyelamatkan bumi kita juga menyelamatkan diri kita sendiri, terlebih lagi sebagai murid dari Shigong Shangren (Master Cheng Yen) yang baik kita sudah seharusnya belajar untuk bervegetarian karena Shigong juga pernah mengatakan “Jika ingin beliau sehat dan panjang umur, kita (Tzu Ching) harus bervegetarian.” Selesai menjelaskan kami berdua membuat 3 ikrar luhur yaitu: akan senantiasa berjalan di jalan Bodhisatwa Tzu Chi, senantiasa mengikuti jejak langkah dari Master Cheng Yen, dan selamanya bervegetarian. Mendengar 3 ikrar tersebut para peserta merasa takjub dan banyak yang termotivasi untuk belajar bervegetarian.
Harapan Tzu Ching dari Medan setelah mengikuti Tzu Ching Camp kali ini adalah semoga Tzu Ching Medan dapat merekrut lebih banyak lagi Bodhisatwa terutama anak-anak muda untuk memperpanjang barisan Tzu Ching agar dapat bersama-sama “Merangkul Dunia dengan Welas Asih”, dan berharap semakin banyak lagi lilin batin anak-anak muda yang akan menyala untuk menerangi dunia dengan kebijaksanaan dan welas asih yang tak terbatas. q
Generasi Muda Menyatukan Kekuatan
Belajar dari Semangat Shigong Shangren
Oleh: Widya (Tzu Ching Jakarta)
Oleh: Diana (Tzu Ching Medan)
KERJASAMA TIM. Para peserta Tzu Ching Camp diajak bermain sebuah games yang
memerlukan kerjasama dari setiap orang di dalam tim.
TEKAD BERSAMA. Peserta yang berasal dari Jakarta, Tangerang, Bandung, Medan, Pekanbaru,
Surabaya, Batam, Singkawang, Makassar, hingga Papua ini bersama-sama bertekad untuk menggerakkan vegetarian di daerahnya.
E dy K ur ni aw an ( Tz u C hi ng ) A pr iy an to