• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI BODY-MIND-SPIRIT DAN YOGA: PEMAHAMAN IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTEGRASI BODY-MIND-SPIRIT DAN YOGA: PEMAHAMAN IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI

BODY-MIND-SPIRIT

DAN YOGA: PEMAHAMAN

IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA

OLEH

DEVINA PRABOWO 802014002

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertandatangan ini:

Nama : Devina Prabowo NIM : 802014002 Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir berjudul:

INTEGRASI BODY-MIND-SPIRIT DAN YOGA: PEMAHAMAN IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA Yang dibimbing oleh:

Dr. Aloysius L. S. Soesilo, MA. Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkai kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 21 Maret 2019 Yang memberi pernyataan

(6)
(7)

INTEGRASI

BODY-MIND-SPIRIT

DAN YOGA: PEMAHAMAN

IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA

DEVINA PRABOWO ALOYSIUS L. S. SOESILO

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

INTEGRASI BODY-MIND-SPIRIT DAN YOGA: PEMAHAMAN IMPLISIT TENTANG INTEGRASI PADA PRAKTISI YOGA

ABSTRAK

Dewasa ini, tidak hanya ranah medis saja yang memiliki kaitan integrasi antara body, mind, dan spirit. Tetapi di bidang olahraga pun dapat kita temui. Penelitian ini berfokus pada pemahaman integrasi body-mind-spirit serta cara pengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Topik yang jarang diteliti ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pemahaman intergrasi body-mind-spirit dari sudut pandang praktisi yoga. Studi kualitatif ini adalah studi kasus dari dua partisipan yang dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk penelitian. Pengumpulan data terutama dilakukan melalui observasi dan wawancara. Temuan menunjukkan bahwa perubahan yang dialami oleh kedua partisipan tidak dapat dipatok dari berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk berlatih yoga. Dalam satu gerakan yoga para partisipan dapat mengintegrasikan body, mind, dan spiritnya. Yaitu ketika partisipan menarik dan membuang nafas, partisipan memvisualisasikan energi positif dan negatif sehingga partisipan bisa menjadi tenang dan dapat memaafkan atau meminta maaf terlebih dahulu kepada orang lain. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan menambahkan jumlah peserta dengan memperluas rentang usia, melakukan penelitian pada gender yang berbeda, dan juga mengumpulkan data dari berbagai tempat tidak terbatas hanya dari satu kota saja untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang integrasi

body-mind-spirit dalam kelompok populasi ini. Kata kunci: Integrasi body-mind-spirit, Yoga

(9)

INTEGRATION BODY-MIND-SPIRIT AND YOGA: IMPLICIT UNDERSTANDING OF THE INETGRATION OF YOGA PRACTITIONERS

ABSTRACT

These days, not only in medical realm that having the connection with integration of body, mind, and spirit. We could find that too on physical excercise. This research has attempted to focus on comprehension of integration body-mind-spirit and the applicance in everyday life. This less frequently investigated topic is expected to provide a better understanding about comprehension of yoga practitioners regarding integration body-mind-spirit. This qualitative study is a case study of two participant chosen in accordance with the criteria set up for the research. Collection of data was primarily done through observations and interviews. The findings have shown that the changes experienced by both of the participants can’t be pegged by how long the time they needed to practice yoga. In one yoga movement, participants can integrate their body, mind, and spirit by the time they inhale and exhale their breath, participants visualized postive and negative energy so they can be calm and they could forgive or apologize first towards others. Further research needs to be done by adding the number of participants by expanding the age range, do the research on different gender, and also collecting data from various places not only from one city to obtain a more comprehensive understanding about integration body-mind-spirit in these groups of populations.

(10)

PENDAHULUAN

Kesehatan seseorang dapat dibagi menjadi tiga: fisik, mental, dan spiritual. Untuk sebagian besar, kategori kesehatan diperlakukan sebagai bagian yang terpisah dan berbeda. Dokter medis hanya mencari penyebab secara fisik dari kondisi pasien mereka, mereka mungkin mengabaikan atau tidak mengidentifikasi penyebab penyakit secara psikologis atau spiritual. Psikolog memeriksa klien mereka berdasarkan kesehatan mental klien, mungkin mengabaikan potensi penyebab penyakit secara fisik maupun spiritual. Para imam mencari penyebab spiritual yang membuat kondisi kerohanian memburuk, dan mungkin gagal mengenali penyebab secara fisik ataupun psikologis (Blanchflower & Oswald, 2004).

Selama berabad-abad, posisi yang dikuti adalah dualisme, yakni bahwa mind (soul atau spirit) dan body mempunyai kodrat yang berbeda. Sebelum Descartes, teori yang diterima adalah bahwa interaksi antara body dan mind pada hakekatnya mengalir dalam satu arah. Mind berpengaruh atas body, tetapi body hanya berdampak kecil atas mind. Dalam pandangan Descartes, mind dan body memiliki esensi yang berbeda, mind berpengaruh atas body tetapi body memiliki pengaruh yang lebih besar pada mind daripada yang dipikirkan sebelumnya. Relasi antar keduanya bukan hanya satu arah, melainkan interaksi mutual. Mind mempunyai fungsi berpikir, sedangkan proses-proses lainnya adalah fungsi dari body.

Dewasa ini, tidak hanya ranah medis saja yang memiliki kaitan integrasi antara body, mind, dan spirit. Tetapi di bidang olahraga pun dapat kita temui. Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indranya dan tubuhnya

(11)

secara keseluruhan. Secara etimologi, kata yoga diturunkan dari kata yuj (sansekerta), yoke (Inggris), yang berarti “penyatuan”. Yoga berarti penyatuan kesadaran manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, transenden, lebih kekal dan ilahi. Menurut Panini, Yoga diturunkan dari akar sansekerta yuj yang memiliki tiga arti yang berbeda, yakni: Penyerapan (samadhi (yujyate), menghubungkan (yunakti), dan pengendalian (yojyanti). Namun makna kunci yang biasa dipakai adalah “meditasi” (dhyana) dan penyatuan (yukti). (Ali, 2010)

Giri (2006) menuliskan yoga terbagi menjadi beberapa jenis, ada hatha yoga, bhakti yoga, jnana yoga, dan lain sebagainya. Di sini peneliti akan membahas mengenai hatha yoga. Hatha dalam bahasa Sansekerta adalah Ha artinya matahari, Tha artinya bulan. Matahari dan bulan merupakan dua sumber kekuatan alam yang berbeda. Hatha Yoga adalah suatu sistem pelatihan yang menggunakan berbagai teknik membentuk sikap tubuh (asana) disertai dengan teknik pernapasan (pranayama) guna mencapai suatu keseimbangan antara dua kekuatan yang berbeda di dalam tubuh, seperti tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah, tubuh bagian kiri dan tubuh bagian kanan, tarikan napas dan hembusan napas, energi positif dan energi negatif, dan sebagainya.

Yoga terus berkembang dan tumbuh menjadi berbagai macam aliran seiring dengan perkembangan jaman. Di jaman sekarang banyak terdapat aliran-aliran dalam cabang Hatha Yoga, tetapi aliran-aliran tersebut tetap mengacu pada satu tujuan utama yaitu penyatuan antara tubuh, pikiran dan jiwa, hanya ada sedikit perbedaan pada cara penekanan pengajaran dan latihan.

Santrock (2011) menuliskan bahwa individu yang masuk pada fase dewasa madya adalah individu dengan rentang usia antara 45 tahun sampai dengan memasuki usia 60 tahun. Masa

(12)

dewasa madya merupakan masa perubahan dari masa dewasa ke masa dewasa madya yang meliputi perubahan penampilan fisik yang dikarenakan penuaan, kesepian yang disebabkan oleh kehilangan pasangan hidup dan anak-anak yang sudah berkeluarga. Selain itu pekerjaan yang sudah purna jabatan yang sangat dimungkinkan pendapatan sudah tidak lagi diperoleh seperti saat masa muda.

Berbagai kemunduran dalam daya ingat terjadi selama masa dewasa madya, meskipun hal tersebut dapat diantisipasi. Mengikuti kegiatan seperti arisan atau olahraga bersama dapat mengurangi kemunduran daya ingat. Buruknya kesehatan dan sikap-sikap yang negatif dapat berdampak pada kemunduran daya ingat. Pada masa ini, kematangan spiritual dan moral mendorong individu untuk mengasihi dan melayani orang dengan lebih baik. Seseorang yang telah berkembang pertumbuhan moral dan spiritualnya akan lebih pandai dan tenang dalam menghadapi berbagai masalah dan kesulitan hidup yang menimpa dirinya (Jahja, 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap lebih lanjut mengenai pemahaman integrasi body-mind-spirit pada praktisi yoga wanita berusia 45 hingga 50 tahun yang masih berada dalam rentang usia dewasa madya, yang mengikuti kegiatan yoga, khususnya di kota Surakarta.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa yang dipahami oleh partisipan mengenai integrasi body-mind-spirit saat mengikuti kegiatan yoga maupun ketika melakukan aktivitas sehari-hari di luar kegiatan yoga?

(13)

Untuk memahami partisipan dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan pemahamannya mengenai integrasi body-mind-spirit serta cara partisipan mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu Psikologi, sehingga dapat menumbuhkan minat untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pemahaman integrasi body-mind-spirit.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi partisipan mengenai pemahaman integrasi body-mind-spirit yang dapat diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitian ini akan dicapai melalui metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Menurut Moleong (2010) fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Penelitian kualitatif menekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas

(14)

dan kondisi nyata kehidupan sehari-hari (Poerwandari, 2013). Menurut Herdiansyah (2013) bentuk data penelitian kualitatif adalah pernyataan kalimat, atau narasi yang diperoleh dengan menggunakan instrumen pengumpulan data khas kualitatif. Sedangkan menurut Poerwandari (2013) dengan fokusnya penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Poerwandari (2013) selanjutnya menjelaskan penelitian kualitatif memiliki pedoman tentang bagaimana memilih subyek atau sasaran penelitian yang tepat sesuai masalah penelitian, meski bukan dalam bentuk prosedur baku.

Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi reduksi data (data reduction) yaitu ringkasan data, pengodean, pembuatan catatan obyektif, catatan reflektif, catatan marginal, analisis data selama pengumpulan data dan pembuatan memo, analisis antar lokasi, kemudian pembuatan ringkasan sementara antar lokasi. Yang kedua yaitu penyajian data (data display), kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya. Aktivitas ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification), aktivitas ini adalah tahap di mana peneliti menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara secara mendalam berdasarkan pedoman wawancara, observasi (pengamatan secara langsung), dan dokumentasi yang meliputi foto atau dokumen. Wawancara partisipan pertama dilakukan selama lima kali di tempat kediaman partisipan dalam periode Maret- Juli. Sedangkan wawancara partisipan kedua dilaksanakan

(15)

selama dua kali di Taman Balekambang, Solo dan The Park Mall, Solo. Setiap wawancara berlangsung selama kurang lebih 30 menit yang direkam dengan seijin partisipan.

Partisipan

Kriteria inklusi untuk pemilihan partisipan adalah yang bersangkutan merupakan seorang praktisi yoga yang berjenis kelamin wanita, berada dalam rentang usia 45-50 tahun, telah mengikuti kegiatan yoga selama minimal satu tahun, dan bersedia sebagai partisipan dalam penelitian ini.

HASIL PENELITIAN

Rekaman wawancara disalin menjadi transkrip dan kemudian dilakukan analisis verbatim atas transkip ini. Dari analisis verbatim dibuat makna psikologis, dan selanjutnya dari berbagai makna ini dihasilkan sejumlah kategori. Dari beberapa kategori ini, sejumlah tema sentral dihasilkan dan menjadi bahasan di bawah ini.

Deskripsi Partisipan 1

Partisipan pertama dalam penelitian ini berinisial CA (yang selanjutnya akan disebut sebagai P1), merupakan seorang ibu rumah tangga yang berusia 49 tahun. P1 memiliki tiga orang anak dan bertempat tinggal di kota Solo. Pendidikan terakhirnyaadalah SMA.

P1 telah mengikuti yoga selama kurang lebih 2 tahun. Awal mula dia mengikuti yoga adalah karena dirinyamerasakan sakit pada persendian kakinya dan ingin mencoba yoga untuk menyembuhkannya. Melalui saudaranya yang telah terlebih dahulu mengikuti yoga, P1 mulai mengenal yoga. Sebelumnya, olahraga yang dia lakukan adalah senam. Namun karena partisipan

(16)

merasakan sakit pada persendiannya, ia ingin mencoba olahraga lain yang tidak memerlukan banyak bergerak. Untuk mengurangi rasa sakitnya, P1 juga mengkonsumsi vitamin untuk persendian. Saat ini meskipun P1 telah sembuh, ia tetap rutin mengikuti latihan yoga untuk menjaga kesehatannya.

Deskripsi Partisipan 2

Partisipan kedua dalam penelitian ini berinisial AA (yang selanjutnya akan disebut sebagai P2), berusia 49 tahun. Pendidikan terakhir P2 adalah D3, dalam bidang perbankan. P2 saat ini merupakan seorang ibu rumah tangga yangbertempat tinggal di kota Solo.

P2 telah mengikuti yoga selama kurang lebih 15 tahun. Di awal pertemuan kami, P2 sempat membicarakan mengenai alasan partisipan mengikuti yoga, yaitu banyaknya masalah yang tengah merundungnya pada saat itu. Dan salah satunya adalah kematian almarhum ayah P2. Di saat bercerita mengenai almarhum ayahnya, partisipan merasa sedih dan matanya berkaca-kaca. Di luar wawancara kami, P2 mengakui apabila ia bercerita mengenai almarhum ayahnya, ia masih merasa sedih dan selalu menangis. Di luar topik tersebut, P2 cukup ekspresif saat bercerita dan fokus saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti.

Awal mula ketertarikan dengan yoga

Di usia P1 yang sudah menginjak 49 tahun, ia menyadari bahwa dirinya sudah tidak memiliki stamina dan kekuatan yang sama seperti dahulu. Meskipun begitu, dia tetap ingin menjaga kesehatannya dengan cara berolahraga. Sebelumnya, P1 rutin mengikuti senam kebugaran jasmani. Namun semakin lama, tubuhnya lebih cepat capai dan ia merasakan sakit pada persendian kaki-kakinya.

(17)

“Tapi setelah bertambah umur saya pikir gerakan-gerakan senam yang atraktif itu kok menurut saya jadi lebih capek gitu ya. Otot dan tulang itu setelah bertambah umur pasti kan tetap beda.”

Kemudian, P1 mencari alternatif olahraga lain yang menurutnya tidak memerlukan banyak gerak, yaitu yoga. Melalui saudaranya yang sudah terlebih dahulu berlatih yoga, P1 mulai mengenal yoga. Awal mula mengikuti yoga, P1 merasa bahwa yoga tidak akan membuatnya berkeringat seperti olahraga lain, terlalu santai dan tenang.

“Awalnya saya kurang tertarik buat ikut yoga, karena saya berpikir gerakannya kan pelan gitu apa bisa mengeluarkan keringat.”

Namun yang dia rasakan adalah sebaliknya. Meskipun yoga gerakannya terlihat santai, namun P1 malah mengeluarkan banyak keringat.

P2 sudah jauh lebih lama menekuni latihan yoga dibandingkan dengan P1. Pada saat ia memulai latihan yoga, P2 sudah mengetahui sedikit manfaat mengenai yoga melalui berbagai literatur yang ia baca atau lihat, salah satunya adalah untuk menenangkan pikiran.

Saya awal mau yoga awalnya saya sudah dengar dan sedikit tahu tentang yoga. Yoga itu untuk merilekskan, kemudian untuk orang yang baru bermasalah secara psikis ya, baru banyak masalah, banyak pikiran. Nah saya ingat manfaat dari yoga tersebut makannya saya mencari yoga karena pada saat itu saya memang baru bermasalah” Pada saat itu, P2 yang sedang dirundung berbagai macam masalah secara bertubi-tubi mencoba untuk mencari kegiatan yang dapat menenangkan diri dan pikirannya.

“Pertama saya sudah mau menikah gak jadi nikah, kemudian usaha saya jatuh, saya ditimpa oleh hutang yang banyak, dan yang paling bagi saya gak kuat adalah waktu bapak saya gak ada. Yang membikin saya langsung kayak hidup ini kok kayak gak ada artinya. Maka keadaan saya seperti itu saya mencari yoga.”

Perubahan secara fisik setelah mengikuti yoga

Sebelum mengikuti yoga, P1 sering merasakan sakit pada persendiannya setiap ia bangun tidur. P1 memang tidak pernah memeriksakan dirinya ke dokter terkait dengan sakit pada

(18)

persendian yang dirasakannya. Ia hanya mengkonsumsi vitamin yang disarankan oleh temannya untuk mengurangi rasa sakit pada persendian.

Sebelum saya ikut kelas yoga itu kalau bangun pagi itu di bagian lutut dan tangan di persendian kalau biasanya bangun pagi terasa sakit. Ya gak sampai gak bisa jalan itu enggak, masih bisa jalan saya. Cuma kalau digerakkan itu sakit, jadi buat bergerak sakit.”

“Saya memang tidak check ke dokter, tapi saya ceritakan tentang kondisi saya ke teman saya yang dokter dan dia hanya menyuruh saya meminum glucosamine. Sebenarnya itu bukan obat ya, itu vitamin yang memang membantu untuk pergerakan engsel-engsel supaya tidak sakit.”

Kemudian saat P1 mulai berlatih yoga, ia ingin mengetahui manakah yang memberi dampak baik pada kesehatannya, apakah vitamin yang ia konsumsi ataukah yoga. P1 kemudian mencoba berhenti mengkonsumsi vitamin tersebut dan memilih untuk rutin berlatih yoga. Lama kelamaan, ia merasakan hasil yang didapat dari rutin mengikuti yoga. Persendian kakinya yang setiap pagi terasa sakit, sudah tidak dirasakan lagi. Ia mengatakan:

“Sejak awal yoga saya gak minum vitamin lagi. Jadi pertama-tama saya ikut itu saya masih minum, tapi setelah itu saya coba gak minum vitamin lagi. Kaki saya memang masih sakit tapi saya mau mencoba gitu lho, bener gak to yoga bisa untuk terapi juga. Makannya saya coba berhentiin minum vitaminnya terus rutin latihan yoga. Saya mau tahu yang bikin sembuh itu obatnya atau yoganya.”

“Setelah itu sampai sekarang memang saya sudah gak pernah minum lagi, karena kaki saya juga sudah sembuh. Jadi memang rutin latihan yoga membantu saya sembuh” Berdasarkan pengalaman P2 sebelum ia mengikuti yoga, apabila ia merasakan tidak enak badan, P2 akan langsung membeli obat untuk meredakan gejala-gejala yang dialami olehnya.

Saya waktu sebelum ikut yoga, saya itu kalau badan saya mau flu, terus tenggorokannya agak sedikit gatel mau batuk, saya langsung beli obat pasaran.”

“Jadi saya kalau terasa badan mau sakit saya pasti langsung beli dan minum obat itu.” Setelah P2 rutin berlatih yoga, ia menyadari sekarang dirinya sudah jarang bahkan hampir tidak pernah meminum obat-obatan yang biasa dulu ia konsumsi ketika ia merasa sakit.

(19)

P2 merasakan dirinya semakin sehat, bahkan di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Ia menceritakan pengalamannya berlibur bersama temannya di suatu kota. Ketika teman-temannya merasa kedinginan hingga menggigil, ia sama sekali tidak merasakan hal tersebut. Dia merasakan memang udaranya dingin tetapi dirinya tidak sampai kedinginan hingga menggigil. P2 merasakan daya tahan tubuhnya semakin baik dan dapat menyesuaikan di berbagai macam cuaca, ia mengatakan:

“Tapi setelah saya yoga, saya gak pernah minum obat sampai sekarang. Jadi obat-obat pasaran yang dulu biasa saya konsumsi tu sekarang sudah lepas.”

“Jadi ya setelah yoga ini saya merasakan badan saya bisa menyesuaikan dengan cuaca. Kalau dingin kita gak sampai menggigil, kalau panas ya kita gak sampai yang hahh kepanasan gitu.”

Selain itu P2 juga dapat membagikan pelajaran yang didapat olehnya dari berlatih yoga kepada orang-orang di sekitarnya. Salah satunya ketika salah seorang saudara P2 sedang sakit perut, ia meminta saudaranya untuk melakukan gerakan yoga yang diajarkan oleh pelatihnya untuk mengurangi rasa sakit. Tidak lama setelah itu, sakit perut yang dialami oleh saudaranya pun berangsur menghilang.

“Itu dia juga saya suruh hanya kakinya diluruskan, dan diaktifkan kakinya dengan meluruskan tumit gitu, hanya itu sambil duduk tegak. Dia sudah langsung merasakan plong, perutnya itu kok rasanya enak ya, dia gitu.

Dia merasa senang apabila pengalamannya dalam mengikuti latihan yoga juga dapat berdampak baik pada orang-orang di sekitarnya, seperti yang diungkapkan oleh P2:

“Nah hal-hal itu yang membuat saya waktu saya melihat itu saya hanya share-kan sedikit tentang yang saya alami dan pelajari lewat yoga, tapi dia mendapatkan manfaat yang banyak sekali. Jadi makanya saya terus bertekun dalam yoga untuk diri saya sendiri, dan kadang orang lain juga, manfaatnya bisa gak hanya untuk diri saya sendiri saja tapi juga bisa untuk orang lain.”

(20)

P1 dan P2 meyakini perubahan mereka secara emosional dapat dirasakan dan dilihat oleh orang-orang di sekitar mereka. Sebelumnya, P1 menilai dirinya merupakan pribadi yang cepat marah. Terutama apabila anak-anaknya nakal, ia akan langsung memarahi mereka.

Kalau contohnya sih dulu saya sama anak kalau saya pas lagi capek terus anak-anak berulah ya kita mesti langsung tersulut emosinya, marah-marah, teriak-teriak sama mereka.”

Melalui yoga, P1 diajarkan untuk bisa menjadi lebih tenang, sabar dan lebih mampu untuk mengontrol emosinya. Ia menjelaskan bahwa tidak semudah dan secepat itu bisa langsung berubah menjadi orang yang lebih sabar. Harus melalui latihan yang rutin, mau untuk berproses dan selalu belajar merupakan kunci dari perubahan yang dialami olehnya.

“Untuk bisa tenang sendiri kan orang juga perlu proses, perlu belajar gimana caranya supaya bisa jadi lebih tenang. Di yoga diajarkan caranya untuk bisa jadi lebih tenang, otomatis kita lebih bisa mengontrol emosi kita waktu kita sedang marah. Bisa jadi lebih sabar, gak gampang marah gitu.”

Menurut P1, menjalani latihan yoga memerlukan komitmen dan kemauan untuk mau terus berlatih. Jika tidak bisa rutin berlatih, maka ia tidak akan bisa mendapatkan hasil yang ia inginkan.

“Karena memang satu, rutinitas itu perlu. Gak bisa kalau minggu ini latihan, minggu depannya enggak, terus latihan lagi, bulan depannya baru latihan lagi, gak bisa seperti itu. Nah itu kalau kayak gitu ya kita gak akan bisa memetik hasil yang bagus. Dari rutinitas latihan yang kita lakukan baru kita dapat memetik hasil yang kita inginkan, hasil yang bagus gitu. Intinya ya seperti itu.”

Hasil yang dapat dipetik oleh P1 adalah ketika ia bertengkar dengan anak-anaknya, dia dapat menegur anak-anaknya dengan tenang, tidak seperti sebelumnya yang langsung marah-marah. Menurut P1, anak-anaknya pun merasakan bahwa ibu mereka sudah menjadi lebih sabar dibandingkan waktu dahulu.

(21)

“Sekarang sih yang saya rasakan setelah rutin ikut yoga ini saya bisa jauh lebih tenang, tidak mudah terpancing emosi sama anak-anak saya. Di yoga diajarkan caranya untuk bisa jadi lebih tenang, otomatis kita lebih bisa mengontrol emosi kita waktu kita sedang marah. Bisa jadi lebih sabar, gak gampang marah gitu”

Sedangkan yang dialami oleh P2, ia juga menilai dirinya termasuk pribadi yang cepat untuk marah dan sulit untuk meminta maaf. Namun setelah ia rutin mengikuti yoga, P2 merasakan ada perubahan pada dirinya

“Dulu kan saya orangnya cepat marah, dulunya saya gengsi untuk minta maaf, ngapain minta maaf gitu, tapi dengan yoga saya merasakan bahwa saya banyak sekali mendapatkan emosi-emosi itu bisa saya kendalikan. Saya merasakan dan orang-orang di sekeliling saya juga bisa melihat peubahannya. Ya walaupun perubahannya tidak terlalu signifikan, seberapapun itu tapi mereka ngomong sekarang kok lain.”

Ia menyampaikan salah satu contoh cerita kepada peneliti, ketika mobil miliknya dipinjam oleh salah satu keponakannya, namun ketika dikembalikan mobil tersebut mengalami kerusakan. P2 mengetahui bahwa biaya untuk memperbaiki mobilnya tidak murah, namun ia juga menyadari tidak ada gunanya marah kepada keponakannya. Ketika keponakannya maupun ayah serta ibu dari keponakannya meminta maaf, merasa tidak enak kepada dirinya, bahkan bersedia untuk mengganti rugi, dia tidak menuntut atau meminta ganti kerugian. Menurut P2, salah satu manfaat yoga yang dirasakan olehnya adalah dia lebih dapat menerima keadaan, ia mengatakan:

“Saya dengan mobil saya tergores ya saya rasa kecewa ada, bahkan orang yang meminjam juga pasti merasa bersalah banget. Tapi saya bisa menghibur dia, “sudahlah ga usah dipikir, masih bisa diperbaiki”, dan sebagainya gitu. Kalau dulu itu aku pasti langsung marah banget itu, tapi sekarang ya bisa mikir udahlah masih bisa diperbaiki kok itu.”

Manfaat lain yang dirasakan oleh P2 adalah ketika ia bertengkar dengan suaminya ataupun dengan orang lain, ia dapat meminta maaf terlebih dahulu. Dia merasakan dapat lebih mengendalikan emosinya dan juga dapat lebih cepat tenang. Ketika sedang berpergian bersama teman-temannya pun, ia sudah tidak mau diajak membicarakan hal-hal buruk. Dia memilih untuk menghindari pembicaraan yang tidak baik dan teman-temannya pun sadar kalau P2 sudah

(22)

berubah. Teman-temannya pun akan membicarakan hal-hal yang baik dan positif ketika mereka sedang berpergian bersama.

Kalau diajak ngerumpi, gosip, ngomongin orang lah yang gak baik gitu saya kayak kurang tertarik gitu kan. Teman-teman saya bisa ngerasa “oh sekarang dia gak mau kalau diajak ngerumpi”, karena saya juga hanya diam atau mengalihkan pembicaraan. Atau kalau ada masalah apa-apa ya mau memaafkan, tidak langsung cepat emosi, langsung marah tidak.”

Perubahan secara spiritual setelah mengikuti yoga

P1 merasakan perubahan dalam kehidupan spiritualitasnya setelah ia mengikuti yoga. Sebelumnya, sebagai pemeluk agama Kristen, dia mengakui bahwa dia tidak rutin berdoa serta membaca Alkitab. Melalui yoga, ia belajar mengenai rasa bersyukur. Pelatihnya selalu mengingatkan untuk senantiasa berterima kasih untuk kesehatan hari ini, udara segar yang masih dapat dinikmati, dan tidak hanya mensyukuri hal-hal baik yang telah mereka terima tetapi juga berterima kasih pada hal-hal buruk yang dialami olehnya.

“Kalau secara rohani itu dengan pengajaran yang saya terima mengenai rasa syukur, itu memacu saya untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dengan cara saya jadi lebih banyak berdoa, lebih banyak membaca Firman, lebih bisa belajar dekat dengan Tuhan.”

Dari pembelajaran mengenai rasa bersyukur tersebut, P1 kemudian mengimplementasikan rasa terima kasihnya kepada Tuhan dengan lebih rajin berdoa serta membaca Alkitab, ia mengatakan:

“Tapi selama saya mengikuti yoga ini, selain saya juga belajar lebih banyak bersyukur, saya juga lebih tenang, dari ketenangan yang saya peroleh itu saya lebih bisa belajar untuk mengucap syukur pada hal-hal yang gak enak, bukan cuma ke hal-hal baik saja.” “Setelah saya yoga di dalam yoga kan diajarkan untuk kita selalu mengucap syukur dengan kesehatan yang sudah kita terima, dengan berkat yang sudah kita terima, nah dari rasa mengucap syukur ini saya hanya ingin menyatakan rasa terima kasih saya dengan cara lebih rutin di dalam berdoa dan membaca Alkitab.”

(23)

P2 juga merasakan perubahan secara spiritual setelah dirinya rutin berlatih yoga. Sebelumnya, ketika dirinya sedang berdoa atau melakukan meditasi, ia tidak dapat bertahan lama ketika harus duduk diam, memejamkan mata, dan menenangkan diri. Dia merasa bahwa doa maupun aktivitas spiritual yang dijalankan olehnya hanyalah sekedar rutinitas harian biasa saja.

Dulu saya gak bisa meditasi. Begitu saya diam, duduk, rasanya gak nyaman sekali. Yang gatel lah, yang tiba-tiba tenggorokan gatal ingin batuk lah, jadi badan saya gak bisa diam, ada saja yang badan ini harus bergerak gitu.”

“Dulu kadang konsentrasinya tidak dapat, saya itu hanya sekedar kewajiban. Kewajiban umat beragama melakukan upacara keagamaan.”

Seiring dengan berjalannya waktu setelah ia rutin berlatih yoga, P2 belajar mengenai olah nafas. Dengan mengatur nafas, ia merasa dapat lebih fokus dan konsentrasi saat sedang berdoa ataupun bermeditasi. Yang sebelumnya pikirannya akan kemana-mana, tidak dapat fokus, dengan mengolah nafas dan mengarahkan pikirannya hanya pada nafas.

“Sebelum yoga, begitu saya diam wah yaudah pikiran saya langsung kemana-mana. Tapi setelah yoga, saya belajar tentang nafas, merasakan bagaimana nafas kita pada saat ini, sedalam dan seperlahan apa, nafas kita yang alami saja.”

Setelah itu ia menjadi dapat duduk dengan tenang, lebih fokus, berdoa lebih khusyuk, serta merasa lebih nyaman saat berada dalam suasana doa.

“Kenapa dengan yoga doa saya semakin khusyuk, ketika kita diam, tubuh kita diam, pikiran kita akan kemana-mana. Pasti, diam luarnya tapi dalamnya ibaratnya seperti pasar, wah rame sekali. Ketika saya yoga yang saya lakukan adalah saya diam, saya arahkan pikiran saya ke nafas, udah. Begitu saya arahkan ke nafas, merasakan keluar masuknya nafas, saya bisa khusyuk.”

Dengan adanya rasa nyaman ketika ia melakukan aktivitas rohaninya, P2 mengungkapkan bahwa ia menjadi lebih menikmati saat teduhnya. Sehingga ketika dirinya sedang berdoa ataupun bermeditasi, hal tersebut tidak terasa seperti rutinitas yang wajib dilaksanakan olehnya, melainkan sebuah kegiatan yang menyenangkan.

(24)

“Saya bisa merasakan semakin khusyuk ketika berdoa karena saya merasakan kehadiran-Nya. Kenapa saya bisa merasakan kehadiran-Nya, karena saya merasa senang sekali, disini ada kedamaian ada kesenangan dan mau beranjak itu susah.” Pemahaman partisipan mengenai integrasi body-mind-spirit

Menurut P1, manfaat yang ia rasakan selama rutin mengikuti yoga selama ini baik secara fisik, mental maupun spiritual sangatlah berhubungan. Ketika ia rutin mengikuti yoga dan merasakan bahwa tubuhnya semakin sehat, tidak merasakan sakit pada persendiannya lagi, dirinya menjadi lebih mempunyai pemikiran yang lebih positif. P1 meyakini pemikiran yang positif dapat membuat dirinya menjadi lebih banyak mengucap syukur dalam kesehariannya. Ia sendiri memiliki cara untuk mengimplementasikan rasa ucapan syukurnya kepada Tuhan dengan lebih rutin berdoa dan membaca Alkitab.

Menurut saya, kalau tubuh kita itu sehat, pikiran kita pasti positif. Jadi kalau pikiran kita positif, itu bisa membuat kita jauh lebih bersyukur dengan apa yang kita ada sekarang ini. Kalau kita bisa jauh lebih bersyukur, bisa mensyukuri apa yang ada sekarang ini, otomatis itu membuat saya lebih dekat sama Tuhan.”

Menurutnya, dengan lebih rajin berdoa dan membaca Alkitab, ia tentu belajar mengenai hal-hal baik dan berusaha untuk melakukan hal-hal baik di kehidupannya sehari-hari. Ketika dia dapat berbuat baik kepada orang-orang di sekitarnya, ia akan merasa lebih senang. Dengan hati dan pikiran yang senang, maka hal tersebut juga akan berdampak pada kesehatan tubuhnya, yang ia kutip dalam salah satu ayat Alkitab yaitu “hati yang gembira adalah obat.”

“Apalagi kalau kita bisa mempraktekkan berbuat baik itu, jadinya hati kita pasti senang. Lha kalau hati kita senang, tubuh kita pasti sehat. Karena kan ada ya salah satu ayat, saya lupa di bagian mana, tapi yang saya ingat kata-katanya itu “hati yang gembira adalah obat”, lha itu lho.”

Sedangkan menurut P2, manfaat yang ia rasakan melalui latihan yoga secara rutin tidak hanya dari sisi fisik saja, ataupun sisi mental saja. Melainkan berhubungan antara sisi fisik, mental, dan juga spiritualnya. Ketika ia bernafas, yang merupakan aktivitas fisik, ia dapat

(25)

menghirup serta mengeluarkan energi positif dan negatif. Energi positif divisualisasikannya sebagai kemurahan hati, kebaikan, cinta kasih, dan sebagainya. Sedangkan energi negatif divisualisasikan olehnya sebagai kebencian, kemarahan, dendam, dan sebagainya. Menurutnya, dengan membuang nafas, ia akan membuang energi-energi negatif yang ada dari dalam dirinya.

“Ketika kita menarik nafas kita menarik energi-energi positif, kita membayangkan kita mencintai seseorang, damai. Kalau kita membuang nafas, aku buang rasa dendam rasa marahku, ya kita bisa lega untuk memaafkan orang yang membuat kita marah itu tadi.” “Apalagi yang punya salah sudah minta maaf, tapi kita masih mangkel, tidak mau memaafkan kan itu kita pendam di dalam diri kita, jadi energi negatif buat tubuh dan pikiran kita karena kita membiarkan hal tersebut berlarut-larut. Kalau saya dibuat nunggu terus saya marah, dah besok lagi saya gak mau ketemu lagi dan sebagainya, kayak gitu di dalam yoga gak boleh. Maka kita harus mengeluarkan energi-energi negatif itu.”

Dengan membuang energi-energi negatif tersebut, ia meyakini akan berdampak pada ketenangan dirinya. Dengan menjadi lebih tenang, ia akan lebih mudah memaafkan maupun meminta maaf terlebih dahulu kepada orang lain.

PEMBAHASAN

Manfaat yoga

Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, latihan yoga memiliki pengaruh terhadap seluruh tubuh. Kedua partisipan menyadari bahwa di usia mereka saat ini, mereka sudah tidak dapat beraktivitas seperti saat muda dahulu. Berk (2012) menuliskan bahwa efek dari gejala terhadap perubahan fisik di kehidupan rentang usia 40 hingga 60 tahun menyebabkan penurunan kualitas hidup pada aspek kesehatan fisik yakni ketidaknyamanan, kurangnya mobilitas (keadaan mudah bergerak), rasa sakit, lebih cepat mengalami kelelahan, serta kurang optimalnya tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Perubahan itu juga mempengaruhi aspek psikologis diantaranya pandangan terhadap tubuh dan penampilan, perasaan negatif, harga

(26)

diri, serta cara belajar dan konsentrasi. Namun, partisipan tetap ingin menjaga kesehatan mereka dengan cara mengikuti yoga.

Peranan nafas

Pada awalnya, para partisipan merasa kesakitan pada saat melakukan gerakan-gerakan yoga. Tetapi hal tersebut tidak membuat mereka berhenti untuk berlatih, melainkan mereka tetap rajin dan terus mengikuti latihan yoga. Ketika mereka semakin terbiasa dan rutin berlatih, para partisipan tidak lagi merasakan sakit pada tubuh mereka. Widyantoro (2004) menuliskan bahwa saat melakukan gerakan yoga dengan ditunjang pernafasan dan latihan meditasi, tubuh mengalami proses detoksifikasi atau pembuangan racun atau zat‐zat yang tidak bermanfaat bagi tubuh. Saat berlatih, yoga dianalogikan sedang “memberi nutrisi” bagi sistem tubuh, yaitu sistem syaraf, sistem kelenjar dan seluruh organ tubuh yang berada di luar maupun organ dalam (Everada, 2008). Bagian Otot, tulang di seluruh menjadi lebih kuat dan lentur (Stiles, 2002).

Hasil yang dirasakan oleh kedua partisipan bukanlah hasil yang diperoleh secara instan. Kedua partisipan meyakini perubahan dari diri mereka masing-masing disebabkan oleh kesabaran mereka dalam menjalani proses saat berlatih yoga. Melalui yoga, para partisipan belajar untuk mengolah nafas sehingga mereka lebih dapat melakukan gerakan/asana dengan baik serta menjadi lebih fokus saat sedang berlatih yoga. Menurut Feurstein (1998), dengan melatih anggota tubuhnya, para yogi segera mencapai perubahan suasana dan ketenangan dalam batin. Ketenangan ini membantu untuk mempermudah proses konsentrasi pikiran. Melalui latihan yang teratur, praktisi yoga akan dapat menemukan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari asana/gerakan tertentu.

(27)

Secara emosional, kedua partisipan merasakan mereka lebih dapat mengontrol emosi dan menjadi lebih tenang setelah mereka rutin berlatih yoga. Selain itu, berlatih yoga membuat para partisipan menjadi lebih dapat menerima keadaan dan menyikapi masalah dengan lebih bijaksana. Impett, Daunbenmier, Hirschman (2006) menyebutkan bahwa latihan yoga dapat meningkatkan kesadaran seseorang terhadap tubuhnya atau sering disebut proses embodiment. Saat berlatih yoga seseorang dilatih untuk menyadari sensasi tubuh serta mengenal tubuhnya sehingga memunculkan penghargaan terhadap fungsi tubuh. Proses embodiment memudahkan seseorang untuk mengenal sensasi tubuh saat muncul pikiran dan perasaan tertentu seperti saat merasa cemas, lelah, marah dan lain lain. Terdapat filosofi yoga tentang penguasaan pikiran yang menyebutkan istilah “aku bukanlah pikiranku, aku bukanlah perasaanku” (Sindhu, 2007). Istilah tersebut sesuai dengan konsep embodiment agar memudahkan seseorang untuk mengenal tubuhnya, pikiran dan perasaannya. Seseorang dilatih untuk hadir di saat sekarang memusatkan perhatian terhadap tubuh. Pemusatan perhatian terhadap tubuh bertujuan mengembangkan kemampuan seseorang untuk berempati dan memberi penghargaan pada apapun yang terjadi dalam tubuh (Impett, Daunbenmier, Hirschman, 2006).

Proses embodiment memudahkan seseorang untuk menghargai fungsi tubuhnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan salah satu hal penting untuk menciptakan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri juga memudahkan seseorang untuk menghargai orang lain dan lingkungan sekitar. Individu menjadi lebih mudah bersyukur dan menerima setiap kondisi (Impett, Daubainmer, Hirschman, 2006). Baik P1 maupun P2 menyatakan bahwa melalui yoga, mereka dapat lebih belajar mengenai rasa syukur karena saat sedang berlatih, pelatih mereka senantiasa mengingatkan untuk berterima kasih tidak hanya pada hal-hal baik yang mereka terima saja, tetapi juga pada hal-hal buruk yang mereka alami.

(28)

Proses penghargaan dan perasaan bersyukur sangat mempengaruhi sistem tubuh khususnya otak. Nelson dan Kalaba (2003) mengadakan uji coba mengukur aliran darah ke otak saat seseorang berpikir positif (bersyukur, penuh penghargaan) serta berpikir negatif melalui penggunaan teknik penggambaran syaraf yang disebut rekaman SPECT (single photon emission computed tomography). Penelitian tersebut menghubungkan antara pola aliran darah di otak dan perilaku. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa saat seseorang menghargai, aliran darah ke otak kecil (cerebelum) meningkat. Aliran darah tersebut meningkat di bagian lobus temporal sebelah kiri. Aliran darah juga meningkat di daerah cingulate gyrus (atas tengah) dan ganglia basal kiri (sisi kanan atas) yaitu sebuah daerah di otak yang membantu manusia melakukan perubahan dan memelihara kemampuan beradaptasi. Kondisi tersebut berbeda saat seseorang kurang menghargai. Aliran darah ke otak kecil menurun. Aliran darah di lobus temporal yang membantu keseimbangan tubuh juga berkurang. Aktivitas cingulate gyrus dan ganglia basal kiri menyebabkan seseorang yang berlatih yoga mudah untuk bekerja sama, fleksibel dan mampu mencapai tujuan. Aktivitas otak kecil juga memudahkan seseorang untuk bergerak dan energi dalam tubuh meningkat. Lobus temporal berfungsi sepenuhnya sehingga memudahkan seseorang yang berlatih yoga untuk fokus, mengurangi emosi marah dan tidak melakukan tindakan kekerasan. Hal tersebut yang memunculkan sikap penghargaan pada para partisipan. Partisipan menjadi mampu untuk menghargai perbedaan, tidak memaksakan diri terhadap keinginan pribadi serta orang lain, merasa cukup dan puas.

Vivekananda (2008) menuliskan bahwa yoga adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan melalui jalan meditasi. Meditasi diperlukan untuk pemusatan pikiran sehingga dalam yoga, pikiran hanya tertuju kepada Tuhan. Seperti yang dirasakan oleh kedua partisipan, setelah rutin menjalani latihan yoga, keduanya merasakan bahwa mereka lebih dapat menikmati

(29)

dan merasa nyaman saat melakukan aktivitas rohani yang biasa mereka lakukan seperti misalnya berdoa dan membaca Alkitab. Sehingga kualitas aktivitas rohani yang dilakukan oleh para partisipan dirasa bukan hanya rutin melakukan sebagai kewajiban, melainkan sebagai suatu kebutuhan dan kerinduan bagi para partisipan.

Spiritualitas, istilah ini berkaitan dengan kata benda bahasa Latin yaitu spiritus yang berarti roh, jiwa, dan sikap batin. Jadi, spiritualitas tidak sekedar mengenai perkataan atau beberapa kebiasaan (misalnya, rajin ke gereja), namun juga menyangkut seluruh arah hidup seperti tercermin dalam pikiran, perkataan dan tindakan (Drewes & Mojau, 2007). Seperti yang dirasakan oleh P1 mengenai hubungan antara tubuh yang sehat dengan pemikiran yang positif membuat dirinya menjadi lebih bersyukur atas kebaikan Tuhan yang telah dia peroleh, sehingga hal tersebut membuat ia menjadi lebih ingin berbuat baik kepada orang lain. P2 pun berpendapat dengan dirinya yang bisa jauh lebih tenang sehingga lebih mudah untuk memaafkan orang lain ataupun dapat meminta maaf terlebih dulu kepada orang lain akan membuat dirinya menjadi lebih baik karena dengan sikap seperti itu akan membuat dirinya tidak memiliki musuh. Driver (2005) menyatakan bahwa seorang individu yang mampu memahami dan menghormati kebutuhan dirinya dengan melakukan berbagai cara perawatan diri, dapat membawa keharmonisan koneksi antara tubuh dan pikiran. Kesehatan secara keseluruhan sangat bergantung pada bagaimana seseorang memikirkan dan peduli untuk diri sendiri; hal ini menunjukkan bahwa ada hubungannya antara body dan mind. Kedua partisipan meyakini dengan tubuh yang sehat maka pikiran dan spiritualitas mereka pun juga akan sehat.

(30)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktisi yoga berusia dewasa madya yang rutin melakukan yoga, faktor utamanya adalah faktor perubahan fisik yang dipengaruhi oleh usia dan faktor pendukungnya adalah faktor emosional seperti rasa kesepian, sedih dan ingin mencari ketenangan.

Perubahan yang dialami oleh kedua partisipan tidak dapat dipatok dari berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk berlatih. Kedua partisipan hanya mengikuti latihan secara rutin dan serius saat melakukan gerakan-gerakan yoga yang benar membuat para partisipan merasakan dampak yang positif. Partisipan mengalami perubahan secara fisik seperti mereka tidak perlu mengkonsumsi lagi obat-obatan yang sebelumnya mereka konsumsi, kesehatan mereka menjadi jauh lebih baik serta berlatih yoga juga membantu mereka dalam menjaga bentuk postur tubuh masing-masing. Secara emosional, kedua partisipan merasakan mereka lebih dapat mengontrol emosi dan menjadi lebih tenang. Mereka juga menjadi lebih dapat menerima keadaan dan mampu menyikapi masalah dengan lebih bijaksana. Melalui tubuh yang sehat dan pemikiran yang lebih positif membuat kedua partisipan menjadi lebih bersyukur, lebih mudah untuk memaafkan orang lain, ataupun meminta maaf terlebih dahulu kepada orang lain. Dampak yang partisipan rasakan tidak terbatas hanya pada diri mereka sendiri saja namun juga kepada orang-orang yang berada di lingkungan sekitar mereka. Keluarga maupun teman-teman partisipan merasakan adanya perubahan positif dari diri partisipan, terlepas dari mengetahui atau tidaknya bahwa perubahan tersebut terjadi karena para partisipan rutin mengikuti latihan yoga.

Dalam satu gerakan yoga para partisipan dapat mengintegrasikan body, mind, dan spiritnya. Ketika partisipan menarik dan membuang nafas, partisipan memvisualisasikan energi positif dan negatif sehingga partisipan bisa menjadi tenang dan dapat memaafkan atau meminta maaf terlebih dahulu kepada orang lain.

(31)

SARAN

Peneliti menyadari adanya keterbatasan penelitian dalam melakukan penelitian ini. Penelitian ini hanya mengangkat dua orang partisipan yang berasal dari kota yang sama serta dalam rentang usia yang berdekatan. Oleh karena itu hasil yang diperoleh dari penelitian ini tidak serta merta bisa digeneralisasikan pada orang lain. Untuk memperoleh gambaran yang lebih representatif, jumlah partisipan bisa diperbanyak, rentang usia dapat diperluas, melakukan penelitian pada gender yang berbeda, dan juga mengumpulkan data dari berbagai tempat tidak terbatas hanya dari satu kota saja.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2010). Filsafat India. Tangerang, Banten: Sanggar Luxor

Berk, L. E. (2012). Development through the lifespan: dari masa dewasa awal sampai menjelang ajal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Blanchflower, D. G. (2004). Well-being over time in Britain and the USA. Journal of Public Economics, 88, 1359-1386.

Drewes, B. F., Mojau, J. (2003). Apa itu teologi? Pengantar ke dalam ilmu teologi. Surabaya: BPK Gunung Mulia.

Driver, C. (2005). An under-active or over-active internal world? Journal of Analytical Psychology, 155-173.

Everada, E. (2008). Yoga for health a voice of Bali. Bali: Penerbit Yayasan Bali-India Foundation.

Feuerstein, G. (1998). The yoga tradition (3rd ed.). Arizona: Hohm Press.

Feuerstein, G. (2002). The yoga tradition: Its history, literature, philosophy and practice. India: Bhavana Books & Prints.

George, L. K., Larson, D. B., Koenig, H. G., & McCullough, M. E. (2000). Spirituality and health: What we know, what we need to know. Journal of Social and Clinical Psychology, 19, 102–116.

(32)

Hackney, C. H., & Sanders, G. S. (2003). Religiosity and mental health: A meta-analysis of recent studies. Journal for the Scientific Study of Religion, 42, 43-55.

Herdiansyah, H. (2013). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Huppert, F. A., Keverne, B. & Baylie, N. (2005). The science of well-being. New York: Oxford University Press.

Impett, E. A., Daunbenmier, J. J., & Hirschman, A. L. (2006). Minding the body: yoga,

embodiment, and well-being. Sexuality Research and Social Policy. Journal of NRSC, III, 39-48.

Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana.

Miller, W. R., & Thoresen, C.E. (2003). Spirituality, religion, and health: An emerging research field. American Psychologist, 58, 24-35.

Milles, M. B. (1984). Qualitative data analysis. London: Sage Publication.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nelson, N. C., Calaba, J. L. (2003). The power of appreciation: The key to a vibrant life. New York: Gallery Books.

Poerwandari. (2013). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: LPSP3 UI.

Santrock, W. J. (2011). Life span development. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sindhu, P. (2007). Hidup sehat dan seimbang dengan yoga. Bandung: Qanita. Somvir, D. (2006). Sehat dengan yoga dan ayurveda. Surabaya: Paramita.

Stiles, M. (2002). Structural yoga therapy: Adapting to the individual. India: Goodwill Publishing House.

Swatmarama, S. (2008). Hatha yoga pradīpika. (P. Sinh, Penerj.). London: Forgotten Books. Vivekananda, S. (2008). Bhakti yoga. Surabaya: Paramita.

Wood, E. (1973). Seven schools of yoga: an introduction (quest book). Wheaton: The Theosophical Publishing House.

Referensi

Dokumen terkait

Misi Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Target Tahun 2016 Program SKPD. yang diselesaikan 

out the world looked to East Asia as a model for leveraging integration into the global economy toward poverty-reducing growth, are there lessons to be learned by developing

India kuno dipisahkan dari bagian-bagian Asia yang lain oleh bukit-bukit yang tinggi dan terjal yaitu, dibagian barat oleh tanah Pegunungan Hindu Kush, di bagian utara

Penelitian terhadap medan makna bekebun karet dalam BMDM dilakukan di Desa Bina Karya, Kecamatan Tanah Pinoh, Kabupaten Melawi. Dalam penelitian ini melibatkan tiga orang

yang tidak di kenal keluar masuk perusahaan melewati desa Kinande dan adanya para pengambil hasil panen kelapa sawit tanpa seizin perusahaan sehingga jalan tambah hancur

Fase demonstrasi, guru melakukan demonstrasi mengenai contoh perbedaan koloid, larutan, suspensi, aerosol, emulsi, sol, buih, busa (siklus I) dan contoh sifat koloid efek

Pada indikator merumuskan masalah sebelum diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa mendapatkan nilai pretest pada kategori tidak terampil, kurang terampil,

bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya. Tidak semua cok bakal berisi lengkap