1
Wangi-wangian atau lebih dikenal dengan istilah parfum merupakan salah
satu kebutuhan masyarakat di dunia modern saat ini. Sebagian besar masyarakat
menggunakan parfum sebagai alat penghambat dan penghilang bau badan. Secara
etimologis, kata parfum berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata perfumus. Per
berarti through atau merebak dan fumus berarti smoke atau asap. Asal kata
parfume, yaitu dari bahan alami yang dibakar untuk menghasilkan aroma tertentu.
Akan tetapi, saat ini pengertian tersebut berkembang menjadi wangi-wangian
yang berupa cairan atau minyak wangi (Maya, 2008:13). Kata parfum dikenal di
Prancis sejak tahun 1528 Masehi dan berasal dari kata fumer. Selanjutnya, pada
abad 17 Masehi, istilah tersebut dipakai dalam proses pembuatan parfum dengan
cara dibakar yang menghasilkan inti bau-bauan (seperti penggunaan aromaterapi
pada masa kini) untuk relaksasi (Puspitasari, 2011:38).
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, molekul wewangian yang menarik
ataupun bau busuk yang bersifat mengusir (phytohormone) juga dipandang
memainkan peranan penting dalam memproduksi parfum. Salah satu faktor utama
interaksi ekologis dalam memproduksi bebauan atau wewangian adalah hewan
penyerbuk, seperti lebah dan kupu-kupu bergantung pada wewangian, keharuman
(aroma) dan kepahitan bunga serta sifat khas madu yang manis (Puspitasari,
tetapi kaum pria pun juga dapat menggunakannya. Parfum diproduksi untuk
semua kalangan usia, baik anak-anak, remaja maupun dewasa.
Dewasa ini, bahan yang digunakan untuk membuat parfum lebih beragam,
diantaranya berasal dari bunga, buah, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Oleh sebab
itu, untuk dapat membedakan satu aroma parfum dengan aroma parfum lainnya
dibutuhkan satuan ekspresi pengungkap aroma yang sesuai dengan aroma pada
parfum tersebut. Misalnya mawar, melati, anggrek, cempaka, sedap malam, lili,
dan kasturi merupakan satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yang
beraroma bunga. Sementara itu, untuk dapat menarik perhatian para pembeli,
dewasa ini, aroma-aroma tersebut lebih beragam dalam pengungkapan aroma
parfum berdasarkan asal bahasanya. Misalnya, pengungkapan aroma mawar
dalam bahasa Inggris yaitu rose, rose manggo, black rose, white rose, rose
essential, forbidden rose. Hal tersebut bukan hanya sekedar membedakan jenis
aromanya, tetapi juga terdapat konsep tertentu yang ingin disampaikan pembuat
parfum melalui satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum tersebut kepada
pembeli.
Keberagaman satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum lainnya
adalah pada satuan ekspresi pengungkap aroma Mawar Keraton, Melati Keraton
dan Kenanga Keraton. Apabila diperhatikan dengan saksama, terdapat
penambahan nama ‘Keraton’ pada satuan ekspresi pengungkap aroma bunga
tersebut. Penambahan nama ‘Keraton’ di dalam aroma parfum tersebut
pada umumnya sering digunakan untuk aktivitas di keraton seperti aktivitas
keagamaan.
Hal yang menarik di dalam penelitian ini adalah terdapat keberagaman di
dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yaitu keberagaman asal
bahasa dan satuan kebahasaan. Jenis aroma tersebut diklasifikasikan berdasarkan
asal bahasa dan satuan kebahasaan, serta penggunaan ranah semantik yang dapat
membantu untuk menjelaskan makna dari berbagai jenis aroma pada parfum. Dari
sejumlah data yang berkaitan dengan satuan ekspresi pengungkap aroma pada
parfum sebagaimana dikemukakan di atas, maka terdapat alasan yang kuat dan
menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dari aspek semantiknya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dijawab di dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana satuan kebahasaan dalam Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum ?
b. Bagaimana makna Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum ? c. Bagaimana hubungan antara Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, ada tiga tujuan
dari penelitian yang akan dicapai. Pertama, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan aspek kebahasaan dalam satuan ekspresi pengungkap aroma
pada parfum. Kedua, menjelaskan dan menafsirkan makna satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum. Ketiga, menjelaskan hubungan antara satuan
ekspresi pengungkap aroma pada parfum dengan usia dan jenis kelamin
masyarakat pengguna.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum”
mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara
teoretis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang
berhubungan dengan satuan ekspresi, khususnya satuan ekspresi pengungkap
aroma di dalam parfum, yaitu dari aspek kebahasaan, makna dan hubungan antara
satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum dengan masyakat pengguna, baik
kelompok masyarakat anak-anak, remaja maupun dewasa serta kelompok
masyarakat berjenis kelamin pria dan wanita. Selain itu, juga memberikan
kontribusi perkembangan pengetahuaan di bidang linguistik, khususnya dalam
ilmu penandaan (signification) atau semiologi. Sementara itu, manfaat praktisnya
adalah memberikan informasi dan referensi kepada pembaca mengenai satuan
ekspresi pengungkap aroma yang diaplikasikan dalam berbagai jenis aroma pada
1.5 Ruang Lingkup Masalah
Data yang diambil sebagai bahan penelitian ini dibatasi pada satuan
ekspresi pengungkap aroma pada parfum khusus badan. Penelitian satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum hanya mengkaji produk parfum yang dipasarkan
di Indonesia, khususnya wilayah Yogyakarta. Data produk parfum diambil dari
salah satu toko parfum yang ada di Yogyakarta. Peneliti juga menambahkan
produk parfum yang dipasarkan di Carefour guna mendapatkan data yang lebih
beragam dari berbagai jenis usia, yaitu usia balita, remaja dan dewasa.
Penelitian ini termasuk dalam studi semantik. Tema yang diangkat adalah
makna satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum. Oleh sebab itu, fokus
penelitian ini adalah mengklasifikasikan asal bahasa dan satuan kebahasaan serta
menjelaskan makna dari satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum.
1.6 Tinjauan Pustaka
Wibiasty (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Penanda Warna Produk
Kosmetik Wajah Lokal” mendeskripsikan penanda warna produk kosmetik wajah
pada bagian-bagian wajah, mengidentifikasi bahasa dari segi bentuk satuan
kebahasaan penanda warna produk kosmetik wajah lokal dan menganalisis istilah
ranah semantik yang digunakan untuk menandai warna produk kosmetik lokal.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa wajah memiliki sejumlah
bagian, yaitu bagian kulit wajah, bagian mata, dan bagian bibir. Sementara itu,
produk kosmetik wajah meliputi alas bedak, bedak, perona pipi, face painting,
pensil alis, perona mata, eye liner, maskara, lipstik, perona bibir cair, pensil
penanda warna yang muncul dari berbagai bahasa dan bentuk. Dari segi bahasa,
ditemukan sejumlah bahasa dalam menandai kosmetik wajah, yaitu bahasa
Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Sansekerta, bahasa Jawa, bahasa Spanyol,
bahasa Italia, dan bahasa Perancis sedangkan dari segi bentuk satuan kebahasaan
ditemukan berupa leksikon penanda warna produk kosmetik lokal, yaitu leksem
primer dan leksem sekunder. Istilah yang digunakan untuk menandai warna
produk kosmetik lokal, yaitu istilah warna, istilah nonwarna, dan istilah
campuran.
Yulianti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Penamaan Produk
Kosmetik Perawatan Badan” berfokus pada karakteristik penamaan produk.
Karakteristik tersebut terletak pada unsur-unsur penyusun dan struktur nama.
Unsur-unsur penyusun tersebut berupa merek dagang, jenis produk, spesifikasi
tertentu, dan unsur tambahan sedangkan struktur nama dimulai dari yang paling
kompleks, sedang, sampai dengan yang sederhana. Struktur yang paling kompleks
terdiri atas empat unsur, struktur sedang terdiri atas tiga atau dua unsur, dan
struktur yang paling sederhana terdiri atas satu unsur. Spesifikasi tertentu di dalam
unsur penyusun berupa aroma atau bahan asal dan efek penggunaan produk
sedangkan unsur tambahan berupa bentuk kemasan produk, status produk, dan
anggota badan yang dituju. Dari segi satuan kebahasaan nama produk kosmetik
perawatan badan ditemukan dalam bentuk frasa, yaitu frasa endosentris atributif
dan koordinatif yang terbentuk dalam beberapa tipe dan pola. Sementara itu, kode
bahasa yang digunakan dalam penamaan produk kosmetik perawatan badan secara
campuran bahasa Inggris-Indonesia, Inggris, Italia-Perancis-Inggris, Indonesia,
dan Perancis-Inggris sedangkan yang menempati kedudukan yang sama, yaitu
campuran bahasa Melayu-Inggris dan Sunda-Indonesia.
Periancy (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Penamaan Menu
Makanan dan Minuman di Yogyakarta: Kajian Bentuk Kebahasaan dan
Pembentukannya” mendeskripsikan mengenai bentuk-bentuk kebahasaan yang
digunakan dalam penamaan menu dan menjelaskan proses pembentukan
nama-nama menu. Hasil penelitian menunjukkan pola tampilan menu, bentuk
kebahasaan, dan proses pembentukannya. Pola tampilan menu terdiri atas dua
unsur, yaitu unsur utama dan unsur tambahan. Unsur utama berupa nama menu
dan harga, sedangkan unsur tambahan dapat berupa foto menu atau keterangan
yang menjelaskan menu. Bentuk kebahasaan yang muncul di dalam penelitian
tersebut adalah bentuk dasar, akronim, dan kata majemuk serta sampai pada
tataran frasa. Selain itu, penelitian mengenai penamaan menu makanan dan
minuman di Yogyakarta ini menggunakan bahasa lain selain bahasa Indonesia,
yaitu bahasa Inggris dan bahasa Jawa serta terdapat campur kode di dalamnya.
Proses pembentukan pada penelitian tersebut memanfaatkan kreativitas dalam
penggunaan bahasa yaitu memanfaatkan persamaan makna, pengakroniman,
persamaan bentuk dasar, serta pengasosiasian yang terdiri atas asosiasi bunyi,
asosiasi seksualitas, asosiasi warna, asosiasi ciri fisik, asosiasi rasa, asosiasi hasil,
dan asosiasi makna.
Purwandari (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Penamaan Pola Batik
satuan lingual nama-nama pola batik Semen Yogyakarta, dan mengetahui makna
leksikalnya. Selain itu, penelitian tersebut juga menjelaskan medan dan komponen
makna nama-nama pola batik Semen Yogyakarta sehingga dapat diketahui proses
penamaannya serta pandangan budaya khususnya masyarakat Jawa. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ditemukan bentuk unsur lingual
nama-nama pola batik Semen Yogyakarta, penggolongan baru pola batik Semen
Yogyakarta berdasarkan unsur-unsurnya, makna leksikal, simbolik, dan fungsinya
dalam upacara adat, serta beberapa faktor yang mempengaruhi proses penamaan
pola batik Semen Yogyakarta dan pandangan budaya masyarakat Jawa.
Maemunah (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Penamaan sebagai
Identitas Muslim Studi Atas Komunitas Muslim Salman Institut Teknologi
Bandung (ITB), Jawa Barat” melihat fenomena penamaan anak di komunitas
Muslim Salman. Identitas sebagai Muslim pada masyarakat Sunda yang aktif di
Salman sangat berkaitan dengan konsep Islam kaffah sehingga pola penamaan
anak pada komunitas tersebut menjadi unik. Dari hasil penelitiannya ditemukan
beberapa pola penamaan anak di komunitas Salman, yaitu pola anak yang kental
dengan aspek Arab (Arabisasi), pola nama campuran dari nama Arab, nama Barat,
nama Asia, dan nama lokal (Sunda). Secara garis besar, penamaan anak di
komunitas tersebut, walaupun menggunakan nama dari bahasa lain, nama dari
bahasa Arab akan tetap dimasukkan dalam nama anak mereka. Ciri yang unik
pada penamaan anak di komunitas Salman, tidak bisa terlihat secara literal, tetapi
terlihat dari sisi makna dan tujuan yang dimiliki orangtua saat memberi nama
Maya (2008) dalam bukunya “Rahasia Parfum Sukses Hidup Bersama
Parfum” menjelaskan parfum berdasarkan sejarah parfum, kategorisasi parfum,
dan hubungan parfum dengan zodiak, karakter, dan kesehatan. Di dalam bukunya
terdapat beberapa tips mengenai membeli pafum dan menggunakan parfum.
Selain itu, di dalam bukunya juga ada penjelasan mengenai cara membuat parfum.
Ahsan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Di Balik Keharuman
Parfum” menyatakan bahwa aroma parfum atau wewangian tubuh lainnya
ternyata dapat menganggu kesehatan bagi si pemakai. Hasil penelitiannya
memberikan informasi mengenai kandungan wewangian sintetis serta beberapa
efek samping yang akan ditimbulkan jika terhirup dalam jumlah banyak.
Misalnya, penggunaan pengharum ruangan dengan aroma buah jeruk lemon
fruity-fragrance dapat menyebabkan kanker, peradangan mata, dan kulit apabila
dihirup secara kontinue. Aroma bunga, bahan yang dikandung Bouquet Floral
3881 dapat menyebabkan kanker pankreas, peradangan mata, saluran pernafasan
dan batuk. Aroma pada kulit kayu manis, bahan yang terkandung Cinnamon Oil
950 dapat menyebabkan peradangan sistem pernafasan dan kulit. Dalam
penelitiannya juga diberikan informasi mengenai tanda-tanda keracunan.
Misalnya, Aroma pepermint, bahan yang dikandung pepermint 501 dengan tanda
keracunannya lesu, lemah, mual, sakit perut, vertigo, hilang keseimbangan
pergerakan anggota tubuh, mengantuk, dan koma (Ahsan, 2014:4).
Penelitian terkait lainnya adalah “Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap
Intensi Membeli pada Remaja” yang dilakukan oleh Deliani (2012). Penelitian
produk parfum selain karena keharuman parfum, ada hal lainnya yang dapat
mempengaruhi yaitu bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum.
Penelitiannya bertujuan untuk melihat pengaruh desain botol parfum terhadap
intensi membeli. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan
pre-eksperimental design jenis one shot case study dengan melibatkan 96
mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa desain botol parfum berpengaruh terhadap intensi membeli
pada remaja. Intensi membeli parfum berdasarkan desain botol estetik lebih kuat
dibandingkan dengan desain botol fungsional.
Dari sejumlah penelian yang telah dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan penanda, penamaan dari segi
“Satuan ekspresi pengungkap Aroma pada Parfum” belum pernah dilakukan. Oleh
sebab itu, terdapat alasan yang kuat untuk meneliti masalah tersebut lebih lanjut
serta mengungkapkannya agar dapat diketahui oleh masyarakat.
1.7 Landasan Teori
Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang dipandang menjadi
dasar (pijakan), pedoman, tuntunan suatu ilmu pengetahuan. Dengan perkataan
lain, teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu (bdk.
Moeliono, 1988:932). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penelitian
terhadap “Satuan ekspresi pengungkap Aroma Pada Parfum” ini dimanfaatkan
1.7.1 Konsep Dasar Satuan Ekspresi
Dalam istilah linguistik, satuan ekspresi merupakan satuan yang ada di
dalam bahasa (Wijana, 2010: 70). Satuan ekspresi tersebut dapat berupa kata dan
frasa. Bahasa alamiah dalam mengungkap sebuah aroma khususnya aroma di
dalam parfum tidak dapat mewakili keberagaman aroma pada parfum yang
berkembang dewasa ini sehingga tercipta suatu kesepakatan antar pemakai bahasa
di dalam mengungkap keberagaman aroma tersebut melalui satuan ekspresi.
Misalnya aroma (16) Mawar sebagai satuan ekspresi, Mawar berasal dari bahasa
Indonesia yang memiliki fungsi leksikal sebagai kata benda. Sementara itu,
Mawar sebagai sebuah satuan ekspresi memiliki referen yang sifatnya berada di
luar bahasa ‘bunga yang dihasilkan oleh suatu jenis bunga semak dari Genus
rosa’. Bunga mawar dapat menghasilkan minyak yang disebut dengan minyak
mawar. Minyak mawar tersebut merupakan hasil penyulingan dan penguapan dari
daun-daun mahkota yang akan menjadi sebuah aroma pada parfum.
Satuan ekspresi yang dimanfaatkan untuk mengungkap aroma pada
parfum tidak lepas dari hubungan antara penanda (simbol, lambang), acuan
(referent) dan konsep (reference) agar dapat mengetahui makna atau suatu konsep
yang disepakati oleh para pemakai bahasa di dalam menggunakan satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai
1.7.2 Hubungan Penanda (Simbol atau Lambang), Acuan (Referent), dan Konsep (Reference)
Penanda (simbol atau lambang) merupakan unsur tanda bahasa berupa
citra bunyi yang diungkapkan sebagai satuan bahasa (Kridalaksana, 2008:179).
Acuan (referent) adalah unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa
(Kridalaksana, 2008:208), sedangkan konsep (reference) merupakan bayangan,
pemahaman dan pengertian (Pateda, 2010:43). Melalui konsep, hubungan antara
kata dan acuan dapat dipahami baik pada otak pembicara maupun pada otak
pendengar.
Hubungan antara penanda (simbol atau lambang), acuan (referent), dan
konsep (reference) diperlihatkan oleh Ogden dan Richards pada segi-tiga semiotik
(semiotic triangle, basic triangle, the triangle of signification). Melalui segitiga
semiotik Ogden dan Richard tersebut, hubungan ketiganya dapat dilihat secara
jelas, dalam teori tersebut tidak ada hubungan secara langsung antara penanda
dengan referent. Artinya, tidak ada hubungan langsung antara bahasa dengan
dunia fisik. Hubungan keduanya bersifat arbitrer. Seperti yang tergambar pada
segi-tiga semiotik berikut ini.
Konsep (reference)
Penanda (simbol atau lambang) Acuan (reference)
Bagan 1. Segi-tiga Semiotik
Ullman (dalam Pateda, 2008:57) memberikan kritik bahwa segi-tiga
acuan (referent) dan konsep (reference). Oleh karena itu, Ullman menyarankan
agar hubungan timbal balik antara lambang (penanda) dan konsep inilah yang
disebut makna.
Seperti pada data penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada
Parfum”, yaitu apabila ada data aroma Mawar, terbayang pada diri kita adalah
bunga Mawar. Acuannya atau bahan dari aroma parfum tersebut berasal dari
bunga mawar dan seseorang apabila mempunyai pengalaman dan pengetahuan
tentang bunga mawar tesebut; maka dia dapat mendeskripsikannya dengan baik.
Hal tersebut disebabkan oleh realitas bunga mawar dari aroma parfum tersebut
sudah ada di dalam pikiran (mind). Semua hal tersebut dapat terjadi melalui
pengalaman dan pengetahuan dalam diri seseorang.
1.7.3 Struktur Satuan Ekspresi
Sebagai unsur linguistik yang berupa kata atau kalimat, satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum dapat dikelompokkan ke dalam satuan
kebahasaan yang berbentuk kata, frasa dan klausa. Kridalaksana (1986) membagi
14 kelas kata dalam bahasa Indonesia, yaitu verba, ajektiva, nomina, pronomina,
numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi,
kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas.
Dalam kaitannya dengan penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma
pada Parfum” ditemukan satuan kebahasaan dalam bentuk kelas kata benda
(nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva). Ditemukannya dalam bentuk
kelas kata tersebut disebabkan oleh adanya hubungan antara bentuk kelas kata
Selain ditemukan dalam bentuk kelas kata, satuan ekspresi pengungkap aroma
pada parfum juga ditemukan dalam bentuk frasa dan klausa. Menurut
Kridalaksana (2008:66), frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang
sifatnya tidak predikatif. Dalam penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma
pada Parfum” ditemukan bentuk frasa nominal dan frasa ajektival. Frasa nominal
merupakan frasa endosentris berinduk satu yang induknya nomina sedangkan
frasa ajektival merupakan frase endosentris berinduk satu yang induknya ajektiva
dan modifikatornya adverbial seperti sangat, lebih, kurang dan sebagainya
(Kridalaksana, 2008:66).
Dalam pengelompokkan frasa nominal ditemukan pembentukan unsur
N+N, N+Adj, Pronom+N, Bil+N, N+N+N, N+Adj+N, Prep+N+N, N+Prep+N,
N+Perp+Adverb+N, Adj+N+Prep+Pronom+N. Pengelompokkan jenis frasa
dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum lebih bervariasi karena
antar unsur dalam frasa saling berkaitan satu sama lain yang dapat memberikan
makna baru terhadap satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum, misalnya
pada satuan ekspresi pengungkap aroma Melati Keraton, ekspresi tersebut
merupakan satuan kebahasaan yang berbentuk frasa Nomina yang mempunyai
struktur fungsi leksikal Nomina+Nomina. Nomina pertama merupakan Unsur
Pusat yang menjadi aroma utama di dalam parfum sedangkan Keraton menjadi
Nomina kedua atau atribut dalam aroma Melati. Fungsi dari atribut tersebut
adalah penjelas terhadap aroma parfum melati tersebut berkaitan dengan aktivitas
satuan ekspresi pengungkap aromanya terdapat tambahan kata “keraton” sebagai
penjelas dan pembeda dari aroma melati yang mempunyai atribut lain.
1.7.4 Ragam dan Kemaknaan Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum
Fries (dalam Pateda, 2010:119) membagi makna menjadi dua bagian yaitu
makna linguistik dan makna sosial (kultural). Dari dua makna tersebut, Fries
membaginya kembali dalam dua bagian yaitu makna leksikal dan makna
struktural. Di dalam penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada
Parfum”, makna yang digunakan dalam menganalisis data adalah makna leksikal.
Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic meaning) atau
makna eksternal (external meaning) merupakan makna kata ketika kata tersebut
berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem maupun bentuk berimbuhan yang
maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa
tertentu. Seperti pada penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada
Parfum”, yaitu data aroma pada parfum Melati, Kantil, Lavender, Kasturi,
Cempaka, Cendana, dan Kenanga merupakan satuan ekspresi pengungkap aroma
pada parfum yang maknanya tetap. Artinya, makna kata pada data aroma parfum
tersebut sesuai dalam kamus bahasa Indonesia.
Sama halnya dengan Fries, Heartherington (dalam Pateda, 2010) membagi
makna menjadi dua, yaitu makna leksikal dan leksikostruktural. Makna leksikal
adalah makna yang bersangkutan dengan leksem, bersangkutan dengan kata, dan
bersangkutan dengan leksikon dan bukan dengan gramatika. Sementara itu,
(Kridalaksana, 2008:141). Berbeda dengan Fries, Heartherington (dalam Pateda,
2010) membagi kembali makna leksikal menjadi makna denotatif dan makna
konotatif atau dapat pula disebut makna literal dan makna figuratif. Seperti
terlihat pada bagan 2 berikut ini.
Makna denotatif (umum, tradisional, referensial, literal)
Makna Leksikal
Makna Makna Konotatif (emosional,
perorangan, figuratif, predensial)
Makna struktural
Bagan 2: Jenis-Jenis Makna Menurut Heatherington
Dalam kaitannya dengan sejumlah data dalam penelitian “Satuan Ekspresi
Pengungkap Aroma pada Parfum” yang bersifat leksikal literal, makna data
diidentifikasi melalui jenis makna denotatif, seperti pada contoh di atas yang
menunjukkan arti leksikalnya atau arti sebenarnya atau arti yang sesuai dalam
kamus.
Makna konotasi merupakan lingkaran gagasan dan perasaan yang
mengelilingi suatu kata tersebut, serta emosi yang ditimbulkan oleh suatu kata
tersebut (Pateda, 2010:51). Makna konotasi juga dapat mengandung berbagai
ragam pengalaman dalam kehidupan. Seperti pada contoh data penelitian satuan
pengungkap aroma pada parfum yaitu satuan ekspresi aroma pada parfum dengan
Hot mengandung konotasi khusus sebagai tambahan terhadap denotasinya
sehingga konotasi juga dapat diartikan sebagai pancaran impresi-impresi yang
tidak dapat dirasa dan tidak dapat dinyatakan secara jelas. Konotasi merupakan
segala sesuatu yang kita pikirkan apabila kita melihat kata tersebut, yang mungkin
dan tidak mungkin sesuai dengan makna sebenarnya seperti pada satuan
pengungkap aroma pada parfum. Selain itu, menurut Warriner (dalam Pateda,
2010:52), konotasi adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi –biasanya bersifat
emosional — yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau
definisi utamanya.
Sementara itu, Pateda (2010) mengidentifikasi ragam konotasi menjadi
dua, yaitu konotasi bersifat individual dan konotasi bersifat kolektif. Konotasi
individual adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri dan hanya untuk
perseorangan sedangkan Konotasi kolektif merupakan nilai rasa yang berlaku
untuk pada anggota suatu golongan atau masyarat. Konotasi tersebut dapat
diidentifikasi pada bagan 3 berikut ini.
Bagan 3: Ragam Konotasi
Penelitian terhadap nilai rasa individual jauh lebih sulit daripada nilai rasa
kolektif. Kesulitan tersebut disebabkan untuk mengetahui nilai rasa individual dan
Konotasi Individual (nilai rasa
perseorangan) Konotasi Kolektif (nilai rasa kelompok KONOTASI
harus meneliti setiap individu, baik lahir batin, sejarah, perkembangan maupun
aspek-aspek lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian “Satuan Ekspresi
Aroma pada Parfum” menitikberatkan pada pembicaraan nilai rasa kolektif agar
dapat memberikan makna dan nilai rasa yang universal sehingga dapat
dimanfaatkan tidak hanya pada anak-anak, remaja, ataupun dewasa, tetapi juga
masyarakat umum dari semua tingkatan dan dari berbagai kalangan.
1.8 Metode
Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan
data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto,
1993:5-7). Pada tahap penyediaan data, dalam penelitian ini diperoleh dari toko
parfum UCHI dan Carrefour di Yogyakarta.
Pemilihan toko parfum UCHI dalam penelitian ini adalah berkaitan
dengan jumlah satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yang tersedia
lebih banyak dan bervariasi daripada toko parfum lain. Jumlah data yang
diperoleh dari toko parfum UCHI tersebut sebanyak 656 satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum. Sementara itu, pengambilan data di Carrefour
dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih beragam dari segi usia dan jenis
kelamin masyarakat pengguna. Pengambilan data pada toko parfum UCHI
dilakukan dengan teknik memfotokopi daftar satuan ekspresi pengungkap aroma
pada parfum yang telah disediakan oleh toko tersebut. Adapun teknik
pengambilan data di Carrefour dilakukan dengan memfoto (memotret) satu per
satu produk parfum yang tersedia di bagian kosmetik. Setelah semua data
Metode selanjutnya adalah analisis data. Tahap analisis data dilakukan
dengan menggunakan metode padan. Metode padan merupakan metode analisis
data yang alat penentunya berada di luar bahasa, terlepas dan tidak bersangkutan
dengan bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Dalam metode tersebut dipilih
teknik dasar dengan teknik pilah unsur penentu. Sesuai dengan jenis penentunya
di dalam penelitian ini menggunakan daya pilah referensial yang menggunakan
referent atau sosok yang diacu oleh satuan kebahasaan sebagai alat penentu.
Penentu analisis didasarkan pada satuan ekspresi, yaitu pada satuan ekspresi
pengungkap aroma pada parfum.
Strategi terakhir adalah penyajian hasil analisis data. Tahap ini
dilaksanakan setelah data selesai dianalisis (Jati Kesuma, 2007:71). Penyajian
analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara
kualitatif menggunakan kata-kata biasa dalam menjelaskan datanya, sedangkan
analisis secara kuantitatif adalah data dianalisis menggunakan tabel untuk
mengetahui hasil persentase tertinggi dan terendah dari hasil klasifikasi asal
bahasa dan satuan kebahasaan di dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada
parfum.
1.9 Sistematika Penulisan
Laporan hasil penelitian terhadap analisis “Satuan Ekspresi Pengungkap
Aroma pada Parfum” ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjuan
pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II didahului dengan uraian
kebahasaan serta hasil persentase dari analisis asal bahasa dan satuan kebahasaan
tersebut. Bab III berisi uraian tentang makna satuan ekspresi pengungkap aroma
pada parfum. Bab IV menguraikan hubungan antara penanda aroma pada parfum
dengan usia dan jenis kelamin masyarakat penggunanya. Bab V merupakan