LAPORAN ICRA HAIs KOMITE PPIRS TAHUN 2016
RSUD KOTA PADANG PANJANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANG PANJANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
HAIs masih merupakan masalah serius di pelayanan kesehatan, terutama di Rumah sakit di Indonesia, karena mempunyai dampak terhadap pelayanan di rumah sakit, terutama dapat menyebabkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan meningkat. Selain itu juga mempunyai dampak terhadap citra rumah sakit dan mutu layanan menurun. Oleh karena itu sasuai UU RI No. 36 dan 44 rumah sakit mempunyai satu komite yaitu komite PPIRS untuk menurunkan HAIs yang salah satu program PPI tersebut adalah program ICRA (Infection Control Risk Assesment).
ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program yang berfokus pada :
- Pengurangan resiko infeksi
- Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas.
- Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi dan lingkungan perawatan, yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.
Resiko ICRA terbagi atas : 1. Resiko external :
- Bencana alam : tornado, banjir, gempa, dll - Kecelakaan massal : pesawat, bus, dll
- Kejadian KLB dikomunitas yang berhubungan dengan penyakit menular : a. Influenza, meningitis
b. Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada makanan, air, seperti hep A dan Salmonella
2. Resiko internal : a. Pasien
Karakteristik pasien - Perempuan, anak-anak
- Perawatan akut pada pasien dewasa - Populasi kebutuhan khusus
- Perawatan jangka panjang - Rehabilitasi
Usia pasien :
- Anak-anak, dewasa dan lansia a. Status imunologi
b. Penyakit yang berhubungan dengan isu-isu gaya hidup
c. Manula yang sakit cendrung akan mengalami perubahan pola piker dan kemudian
b. Resiko terkait peralatan
Pembersihan, desinfekatan dan sterilisasi untuk proses peralatan
Instrumen bedah
Protesa
Pemrosesan alat sekali pakai
Pembungkusan kembali alat
Peralatan yang dipakai
c. Resiko terhadap petugas kesehatan
Kebiasaan kesehatan perorangan
Budaya keyakinan tentang penyakit menular
Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyakit
Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (HH, pemakaian APD, penanganan peralatan pasien, teknik isolasi.
Skrening yang tidak adekuat terhadap penyakit menular d. Resiko yang terkait pelaksanaan prosedur
Prosedur invasive yang dilakukan
Peralatan yang dipakai
Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu tindakan
Persiapan pasien yang memadai
Kepatuhan terhadap teknik pencegahan yang direkomendasikan e. Lingkungan Pembangunan Kelengkapan peralatan Pembersihan B. Tujuan 1. Tujuan umum
Untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya HAIs pada pasien, petugas dan pengunjung di rumah sakit.
2. Tujuan khusus
a. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampai resiko terhadap :
Paparan kuman pathigen melalui petugas, pasien dan pengunjung.
Penularan melalui tindakan / prosedur invasive yang dilakukan baik melalui peralatan, teknik pemasangan, ataupun perawatan terhadap resiko infeksi (HAIs)
b. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindaklanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas
BAB II
ICRA (INFECTION CONTROL RISK ASSESMEN)
Resiko adalah terjadinya kerugian yang dapat ditimbulkan dari proses kegiatan saat sekarang atau kejadian di masa datang.
Manajemen resiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas resiko, dengan tujuan untuk menghilangan atau meminimalkan dampaknya.
Risk Asesment adalah suatu proses penilaian untuk menguji sebuah proses secara rinci dan berurutan, baik kejadian yang actual maupun yang potensial beresiko ataupun kegagalan.
Dan suatu yang rentan melalui proses yang logis, dengan memprioritaskan area yang akan diperbaiki berdasarkan dampak yang akan ditimbulkan baik actual maupun potensial dari suatu proses perawatan, pengobatan ataupun service yang diberikan.
“Proses untuk membantu organisasi menilai tentang luasnya resiko yang dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak resiko”.
Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat termasuk pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan.
Metode dasar manajemen resiko :
Observasi
Laporan kejadian
Dokumen review
Pengukuran masalah :
- Tingkat kesalahan >> kemungkinan bahaya dan tingkat bahaya - Resiko sampingan
Risk Assesment tool :
Risk matrix grading
Root cause analysis
Failure mode and effect analysis (FMEA)
RISK MATRIX
Sering digunakan untuk memetakan resiko probalitas dan dampak
Risk matrix efektif
Mudah digunakan dan dimengerti
Mempunyai deskripsi detail da definitive
Menerangkan bagaimana resiko dapat dimitigasi pada tingkat yang bisa ditolerir 1. Rangking masalah
2. Prioritas masalah
3. Analisa manfaat biaya yang dikeluarkan (setelah dirangking, biaya untuk mengurangi resiko dibandingkan dengan biaya kalau terjadi resiko)
4. Pastikan resiko yang ditimbulkan bisa diterima atau tidak
Keputusan untuk menerima resiko dan pengelolaannya berdasarkan pertimbangan :
- Kriteria klinisi, operasional, teknik, kemanusian - Kebijakan tujuan
- Sasaran dan kepentingan stakeholder - Keuangan, hukum, sosial
EVALUASI RESIKO 1. Rengking masalah 2. Prioritas masalah
3. Analisas manfaat biaya yang dikeluarkan (setelah dirangking, biaya untuk mengurangi resiko dibandingkan dengan biaya kalau terjadi resiko)
4. Pastikan resiko yang ditimbulkan bisa diterima atau tidak.
Keputusan untuk menerima resiko dan pengelolaannya berdasarkan pertimbangan : - Kriteria klinis, operasional, teknik, kemanusian
- Kebijakan tujuan
- Sasaran dan kepentingan stakeholder - Keuangan, hukum, sosial
BAB III
ASSESMENT RESIKO
A. Risk Register
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenal resiko, kemudian dibuat daftar resiko. Daftar resiko dilengkapi dengan deskripsi resiko termasuk menjelaskan kejadian-kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan dampak yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada : sumber resiko, area resiko, peristiwa dan penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi resiko dilakukan dengan proaktif melalui self assesment, incident reporting system dan clinical audit dilakukan menyeluruh terhadap medis dan non medis.
Tabel No Area Pelayanan Pasien Proses / Prosedur Modus Kegagalan Satuan Kerja Terkait Potensial Risiko Pat Petuga Pengunjung
1 Area rawat jalan (one day care)
1.1 Penerimaan pat : proses skrining / triase batuk / etika batuk Kegagalan proses skrining / triase batuk IRJ Instalasi rehabilitasi medik Instalasi radiologi Instalasi laboratorium Mengakibatkan pat, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang TB, MDR TB dan airbone dan/atau droplet disease liannya 1.2 Kebersihan tangan Kegagalan penerapan kebersihan tangan Seluruh pegawai RS Mengakibatkan pat, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang mll kontak dan fecal oral Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mengalami
kolonisasi MRSA 1.3 Proses
sterilisasi peralatan dekontaminasi / sterilisasi peralatan silang mll kontak / bloodbornee 1.4 Prosedur aseptik Kegagalan mempertahanka n sterilisasi pada prosedur aseptik Mengakibatkan pat mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 1.5 Penyuntikan terapi cairan intravaskuler Kegagalan praktek penyuntikan yang aman Mengakibatkan pat mendapat infeksi silang bloodborne pat cedera terpapat obat-obatan kadaluarsa Kegagalan tekanan udara negatif dan tehnik aseptik lamiary air folw peracikan sitostatika Kegagalan tekanan udara negatif dan tehnik aseptik saat peracikan pbat intra vaskuler Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung cedera terpapar bahan sitotoksik Mengakibatkan pat mendapat infeksi bloodborne 1.6 Penanganan benda tajam Petugas terluka benda tajam (bukan jarum suntik) terkontaminasi Petugas tertusuk jarum suntik terkontaminasi Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborna Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne 1.7 Barier pengaman / alat pelindung diri 1.7.1 Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang mll silang kontak bloodborne 1.8 Penanganan sampah 1.8.1 Kegagalan penanganan Mengakibatkan petugas mendapat
infeksius sampah infeksi infeksi silang 1.9
Kesiap-siagaan 1.9.1 Kegagalan kesiapan menghadapi emerging dan outbreak mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian 2 Area rawat inap
dan terapi intensif 2.1 Kebersihan tangan 2.1.1 Kegagalan penerapan kebersihan tangan
Irna rawat inap Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mendapat infeksi silang mll kontak dan fecal oral 2.1.2 Kegagalan penerapan kebersihan tangan Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mengalami kolonisasi MRSA 2.2 Baries pengaman / alat pelindung diri 2.2.1 Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang mll silang kontak bloodborne 2.3 Isolasi protektif 2.3.1 Kegagalan mempertahanka n tekanan udara positif ruangan isolasi protektif Mengakibatkan pat imunosuppresif mendapat infeksi silang 2.4 Isolasi airbone 2.4.1 Kegagalan mempertahanka n tekanan udara isolasi airbone Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mendapat infeksi TB, MDR TB dan airbone 2.5 Penyunyi kan / terapi cairan prosedur diagnostik intravaskuler invasif 2.5.1 Kegagalan praktek penyuntikan yang aman Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne
Pat cedera terpapar obat-obatan
kadaluarsa Kegagalan
mempertahanka n tekanan udara positif dan tehnk aseptik saat
Mengakibatkan pat mendapat infeksi silang bloodborna
peracikan obat intra vaskuler Kegagalan tekanan udara negatif dan tehnik aseptik laminari air flow peracikan sitostatika Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung cedera terpapar bahan sitotoksik Pat terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia dalam waktu > 48 jam pemakaian kateter vena sentral
Pat terjangkit infeksi luka infus dalam waktu > 48 jam pemasangan infus / injection port Neonatus terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia dalam waktu > 48 jam pemasangan infus / injection potr Neonatus terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia akibat plebotomi / fungsi arteri 2.6 Penanganan benda tajam 2.6.1 Petugas terluka benda tajam (bukan jarum suntik) terkontaminasi) Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne 2.6.2 Petugas cedera tertusuk jarum suntik bersih 2.6.3 Petugas tertusuk jarum suntik Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang
terkontaminasi bloodborne 2.6.4 Kegagalan
tekanan udara negatif dan teknik aseptik lamiary air folw peracikan sitostatika Mengakibatkan pat, petugas, pengunjung cedera terpapar bahan sitotoksik 2.7 Proses dekontaminasi sterilisasi peralatan 2.7.1 Kegagalan proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Mengakibatkan pat mendapat infeksi silang mll kontak/bloodborne 2.8 Prosedur
aseptik 2.8.1 Kegagalan mempetahankan sterilisasi pada prosedur aseptik Mengakibatkan pat mendapat infeksi silang mll kontak / bloodbornee 2.9 Prosedur diagnostik dan terapi saluran pernapasan invasif Pat terjangkit pneumonia terkait ventilator dalam waktu > 48 jam pemasangan ventilator 2.10 Prosedur diagnostik dan terapi saluran kemih invasif Psien terjangkit infeksi saluran kemih dalam waktu > 48 jam pemakaian kateter urin
2.11 Bedrest / mobilisasi
Pasien infeksi luka decubitus dalam waktu > 48 jam prosedur bedrest / mobilisasi 2.12 Perawatan luka dan prosedur invasive lain Neonatus terjangkit infeksi tali pusat dalam waktu > 48 jam 2.13 Pengendali an kebersihan lingkungan / vector
Pasien, petugas dan pengunjung terjangkit penyakit infeksi vectoborne di RS 2.14 Penyiapan makanan Mengakibatkan pasien terjangkit
peny infeksi / keracunan sal cerna dalam waktu > 48 jam mengkonsumsi makanan / air minum rumah sakit 2.15 Penangan an limbah infeksius darah, cairan tubuh dan potongan jaringan tubuh Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang 2.16 Kesiap-siagaan Mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian Petugas terjangkit rabies dalam waktu > 48 jam setelah merawat penderita 2.17 Pengguna an antimikroba / mikro organisme multi resisten obat Pasien mendapat infeksi MRSA Pasien mendapat Pasien mendapat infeksi MDR-TB Pasien mendapat infeksi pseudomonas auregenosa 3 Area pelayanan operatif diagnistik invasive 3.1 Prosedur diagnostic dan terapi pembedahan Instalasi bedah sentral laboratorium hemodialisa Pasien mendapat infeksi daerah operasi Pasien terjangkit infeksi aliran Darah primer dalam waktu > 48 jam 3.2 Kebersihan
tangan Kegagalan penerapan kebersihan tangan
Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang melalui kontak atau fecal
oral, kolonisasi MRSA 3.3 Barier pengaman / alat pelindung diri Kegagalan mempertahanka n tekanan udara positif ruangan isolasi protektik Pasien terpapar cairan tubuh lewat mukosa mengakibatkan mendapat infeksi silang melalui kontak / bloodborne 3.4 Kontrol engineering Kegagalan pembatasan jumlah personil kamar operasi Mengakibatkan pasien immunosupresif mendapat infeksi silang 3.5 Proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Kegagalan proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Mengakibatkan pasien mendapat infeksi melalui kontaminasi lingkungan 3.6 Prosedur Kegagalan mempertahanka n sterilisasi pada prosedur aseptic Mengakibatkan pasien mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 3.7 Penyuntikan / terapi cairan intravaskuler Kegagalan praktek menyuntik aman Mengakibatkan pasien mendapat infeksi silang bloodborne Kegagalan mempertahanka n tekanan udara positif dan teknik aseptic saat peracikan obat intravaskuler Pasien cidera terpapar obat-obatan kadaluarsa Mengakibatkan pasien mendapat infeksi bloodborne 3.8 Prosedur diagnostic dan terapi saluran pernafasan invasive Pasien terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia > 48 jam pemakaian kateter vena sentral 3.9 Prosedur
diagnostic dan terapi sal kemih invasive
Pasien terjangkit pnomonia dalam waktu > 48 jam terkait pemasangan
ETT / pipa trakeostomi 3.10 Penangan
an benda tajam
Pasien terjangkit infeksi sal kemih dalam waktu > 48 jam pemakaian kateter urin Mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne 3.11 Barier / pengaman / alat pelindung diri Petugas cedera tertusuk jarum suntik 3.12 Penangan an sampah infeksius, darah, cairan tubuh dan potongan cairan tubuh Kegagalan penanganan sampah infeksius Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa mengakibatkan petugas petugas mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 4 Area pelayanan gawat darurat 4.1 Penerimaan pasien : proses skrining / triase batuk / etika batuk Kegagalan proses skrining / triase batuk / etika batuk Instalasi pelayanan gawat darurat Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang
4.2 Kebersihan
tangan Kegagalan penerapan kebersihan tangan
Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendpat infeksi silang TB, MDR-TB dan airbone dan droplet disease
Kegagalan penerapan kebersihan tangan
Pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang mll kontak dan fecal oral 4.3 Proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Kegagalan proses dekontaminasi / sterilisasi Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
peralatan kolonisasi MRSA 4.4 Prosedur
aseptic Kegagalan mempertahanka n sterilisasi pada prosedur aseptic Mengakibatkan pasien mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 4.5 Penyuntikan / terapi cairan intravaskuler Kegagalan praktek menyuntik aman Pasien mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne Pasien cidera terpapar obat-obatan kadaluarsa Mendapatkan infeksi bloodborne 4.6 Prosedur diagnostic dan terapi sal pernafasan invasif Pasien terjangkit infeksi aliran darah primer > 48 jam pemakaian kateter vena sentral 4.7 Prosedur diagnostic terapi sal kemih Pasien terjangkit infeksi luka infus dalam waktu > 48 jam pemasangan infus 4.8 Penanganan benda tajam Pasien terjangkit pneumonia terkait ventilator dalam waktu > 48 jam pemasangan ventilator Pasien terjangkit infeksi saluran kemih dalam waktu > 48 jam pemakaian kateter urin
Petugas terluka benda tajam (bukan jarum suntik) terkontaminasi mengakibatkan petugas mendapat
infeksi silang bloodborne Petugas cidera tertusuk jarum suntik bersih 4.9 Barier pengaman / alat pelindung diri Petugas tertusuk jarum suntik terkontaminasi mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne 4.10 Teknik isolasi dan dekontaminasi pasien Kegagalan mempertahanka n tekanan udara negative ruangan isolasi airbone Kegagalan proses dekontaminasi pasien Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 4.11 Penangan an limbah infeksius : darah, cairan tubuh dan potongan jar tubuh Kegagalan penanganan sampah infeksius
Pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang TB, MDR-TB dan airbone disease
4.12 Kesiap siagaan Kegagalan kesiapan menghadapi emerging dan outbreak Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung terpapar hazard material Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi Mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian
Petugas terjangkit rabies 5 Area penunjang / pemeliharaan sarana 5.1 Kebersihan tangan Kegagalan penerapan kebersihan tangan - Instalasi farmasi - CSSD - IPSRS - Jenazah - Insenerator - IPAL
Pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang mll kontak dan atau fecal oral Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mengalami kolonisasi MRSA 5.2 Proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Kegagalan proses dekontaminasi / sterilisasi peralatan Pasien mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne Pasien cidera terpapar obat-obatan kadaluarsa 5.3 Penyuntikan / terapi cairan intravaskuler Kegagalan mempertahanka n tekanan udara positif dan teknik aseptic saat peracikan obat intravaskuler Mengakibatkan pasien mendapat infeksi bloodborne 5.4 Barier pengaman / alat pelindung diri Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang mll kontak / bloodborne 5.5 Penanganan benda tajam Petugas terluka benda tajam (bukan jarum suntik) terkontaminasi mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne
Petugas cidera tertusuk jarum bersih Petugas tertusuk jarum suntik terkontaminasi mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne 5.6 Proses pembangunan / renovasi Kegagalan pengontrolan infeksi proses pembangunan Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang mll air dan udara terkontaminasi 5.7 Penyiapan
makanan Kegagalan higienisasi makanan
Mengakibatkan pasien terjangkit peny infeksi / keracunan sal cerna dalam waktu > 48 jam mengkonsumsi makanan / air minum rumah sakit
5.8 Pengendali an lingkungan / vector
Pasien, petugas dan pengunjung terjangkit peny infeksi vectoborne 5.9 Penanganan sampah infeksius Kegagalan penanganan sampah infeksius Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung / masyarakat mendapat infeksi silang 5.10 Kesiap siagaan Kegagalan kesiapan menghadapi emerging dan outbreak Mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian 6 Area manajemen, admnistrasi dan perkantoran 6.1 Sumber
daya Kegagalan penyediaan sumber daya bagi program - Direktur dan administrasi komite PPIRS Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
PPI - Komite lain - Instalasi SIMRS silang / HAIs 6.2 Komitmen Kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan program PPI Menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian akibat HAIs
6.3 Program PPI Kegagalan penurunan resiko infeksi terkait pelayanan kes Menyebabkan penurunan reputasi RS 7 Area public /
lingkungan RS 7.1 Kebersihan tangan Kegagalan penerapan kebersihan tangan
Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung
mendapat infeksi silang mll kontak dan/atau fecal oral 7.2 Penyiapan makanan Kegagalan higienisasi makanan Mengakibatkan pasien terjangkit peny infeksi / keracunan sal cerna dalam waktu > 48 jam mengkonsumsi makanan / air minum RS 7.3 Penanganan sampah infeksius Kegagalan penanganan sampah infeksius Mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung dan masyarakat
mendapat infeksi RS / HAIs
BAB IV
RISK PRIORITAS NUMBER
No Potensi Risiko Rsk Frek Sist
Skor (RXFXS ) Kriteri a Risiko Rank 1 Kegagalan higienisasi makanan mengakibatkan pat terjangkit penyakit infeksi / keracunan saluran cerna dalam > 48 jam mengkonsumsi makanan / air minum rumah sakit 2 Kegagalan kesiapan
emerging dan outbreak mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan dan kematian 3 Kegagalan
mempertahankan sterilisasi pada prosedur aseptik mengakibatkan pat mendapat infeksi silang melalui kontak /
bloodborne 4 Kegagalan
mempertahankan tekanan udara negatif ruangan isolasi airbone
mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang TB, MDR-TB dan airborne disease 5 Kegagalan
mempertahankan tekanan udara positif dan tehnik aseptik saat peracikan obat intra vaskuler
mengakibatkan pasien mendapat infeksi bloodborne 6 Kegagalan
mempertahankan tekanan udara positif ruangan isolasi protektif mengakibatkan pat imunosuppresif mendapat infeksi silang
7 Kegagalan pembatasan jumlah personil kamar operasi mengakibatkan pasien mendapat infeksi melalui kontaminasi lingkungan
8 Kegagalan penanganan sampah infeksius mengakibatkan pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat mendapat infeksi RS/HAIs 9 Kegagalan penerapan kebersihan tangan mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mendapat infeksi silang mll kontak dan fecal oral 10 Kegagalan penerapan kebersihan tangan mengakibatkan pat, petugas, pengunjung mengalami kolonisasi MRSA 11 Kegagalan pengontrolan infeksi proses pembangunan mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang melalui air dan udara terkontaminasi 12 Kegagalan penurunan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan menyebabkan penurunan rumah reputasi rumah sakit
13 Kegagalan penyediaan sumber daya bagi program PPI mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapatkan infeksi silang / HAIs
14 Kegagalan praktek penyuntikan yang aman mengakibatkan pasien mendapat infeksi silang bloodborne
15 Kegagalan proses dekontaminasi pasien mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung terpapar hazard material 16 Kegagalan proses
dekontaminasi /sterilisasi peralatan mengakibatkan pat mendapat infeksi silang mll kontak / bloodbornee.
17 Kegagalan proses skrining / triase batuk
mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang TB, MDR-TB dan airbone dan dropet disease
lainnya.
18 Kegagalan tekanan udara ngatif dan teknik aseptik limiary air flow peracikan sitostatika mengakibatkan pat, petugas, pengunjung cedera terpapar bahan n sitotoksik.
19 Kegagalan teknik aseptik hemodialisis
mengakibatkan pasien terpapar bloodborne . 20 Kurangnya koordinasi
dalam pelaksanaan
peningkatan angka kesakitan dan angka kematian akibat HAIs 21 Neonatus terjangkit infeksi
tali pusat dalam waktu ? 48 jam admisi
22 Neonatus terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia akibat plebotomi akibat
plebotomi pungsi arteri 23 Neonatus terjangkit infeksi
aliran darah primer / bakterimia dalam waktu > 48 jam pemasangan infus / injection port 24 Pasien cedera terpapar
obat-obatan kadaluarsa 25 Pasien infeksi luka
dekubitus dalam waktu > 48 jam prosedur berdrest / imobilisasi
26 Pasien mendapat infeksi daerah operasi
27 Pasien mendapat infeksi MDR TB
28 Pasien mendapat infeksi MRSA
29 Pasien mendapat infeksi pseudomonas aeroginosa 30 Pasien terjangkit infeksi
aliran darah primer / bakterimia dalam waktu ? 48 jam pemakaian kateter venda sentral
31 Pasien terjangkit infeksi aliran darah primer / bakterimia dalam waktu ? 48 jam post tindakan kateterisasi intravaskuler invasif .
32 Pasien terjangkit infeksi luka infus dalam waktu > 48 jam pemasangan infus /
injection port
33 Pasien terjangkit infeksi saluran kemih dalam waktu > 48 jam pemakaian kateter urine.
34 Pasien terjangkit
pneumonia dalam waktu > 48 jam terkait
pemasangan ETT / pipa trakeostomi
35 Pasien terjangkit pneumonia terkait ventilator dalam waktu > 48 jam pemasangan ventilator
36 Pasien terjangkit pneuminia tirah baring dalam waktu ? 48 jam prosedur
bedrest/imobilisasi 37 Pasien, petugas dan
pengunjung terjangkit penyakit infeksi vectorborne di RS 38 Petugas cedera tertusuk
jarum suntik bersih 39 Petugas terjangkit rabies
dalam waktu > 48 jam setelah merawat penderita 40 Petugas terluka benda
tajam (bukan jarum suntik) terkontaminasi
mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang bloodborne
41 Petugas terpapar cairan tubuh lewat mukosa mengakibatkan petugas mendapat infeksi silang melalui kontak /
bloodborne
42 Petugas tertusuk jarum suntik terkontaminasi mengakibatkan petugas
mendapat infeksi silang bloodborne
Resiko dikatakan memiliki tingkat yang dapat diterima bila :
1. Level resiko rendah sehingga tidak perlu penanganan khusus 2. Tidak tersedia penanganan untuk resiko
3. Biaya penanganan termasuk biaya asuransi lebih tinggi dari manfaat yang
diperoleh bila resiko tersebut diterima.
4. Peluang dari adanya resiko tersebut lebih besar dari ancamannya.
Langkah evaluasi memastikan bahwa tidak semua resiko yang terindentifikasi memerlukan rencana pengendalian lebih lanjut. Hasil dari analisis resiko akan disampaikan kepada penanggung jawab tertinggi pengelola resiko di satuan kerja untuk dilakukan validasi. Hasil validasi akan digunakan untuk menetapkan rencana langkah-langkah sistem pengendalian untuk menurunkan kemungkinan terjadinya resiko maupun untuk menurunkan dampak terjadinya resiko.
PRIORITAS ICRA HAIs
DI RSUD PADANG PANJANG TAHUN 2016
No Jenis KelompokResiko Skor Prioritas TujuanUmum KhususTujuan Strategi Evaluasi Analisa
1 HAIs ( Plebitis ) 24 4 Menurunkan insiden phlebitis di RSUD Padang Panjang Insiden phlebitis menurun 1. Edukasi staf 2. Monitoring dan audit pelaksanaan pemasangan iv cateter 3. Monitoring dan audit pelaksanaan HH
4. Kaji fas alkes yang tersedia 5. Monitoring terapi cairan yang diberikan apakah jenis pekat atau tidak Laporan triwulan 1. Data triwulan insiden phlebitis berkurang, masih di atas target yang ditetapkan 2. Pergantian alkes untuk pemasangan infus baru di area tertentu saja. 3. Edukasi HH 75% kehadiran 4. SPO sudah selesai direvisi 2 Infeksi Saluran Kemih 12 3 Menurunkan insiden ISK di RSUD Padang Panjang Insiden ISK menurun 1. Edukasi staf 2. Monitoring dan audit pelaksanaan pemasangan 1. Data triwulan insidenm ISK berkurang
kateter urin menetap. 3. Kaji fas alkes
yang tersedia 4. Monitoring dan audit pelaksanaan HH masih di atas target yang ditetapkan 2. Edukasi HH 75% kehadiran . 3. SPO sudah selesai direvisi 4. Perawatan dan penggantian kateter dilaksanakan sesuai SPO 3 Pnoemonia akibat
tirah baring lama
12 2 Menurunkan insiden pneumonia di RSUD Padang Panjang Insiden pneuminia menurun 1. Edukasi staf 2. Monitoring dan audit perawatan pasien tirah baring lama 3. Kaji fas alkes
yang tersedia 4. Monitoring dan audit pelaksanaan HH 1. Data triwulan insiden pneumoni berkurang, masih di atas target yang ditetapkan. 2. Monitoring dan audit penerapan bundles HAP 3. Edukasi HH
75% kehadiran. 4. SPO sudah selesai direvisi 4 Penerapan kebersihan tangan 12 5 Meningkatka n angka kepatuhan cuci tangan di RSUD Padang Panjang Insiden HIs menurun 1. Edukasi staf 2. Monitoring dan audit kepatuhan cuci tangan 3. Kaji fas alkes
yang tersedia 1. Tingkat kepatuhan cuci tangan petugas meningkat. 2. Edukasi HH 75% kehadiran 3. Fasilitas cuci tangan tersedia lengkap. 5 Petugas tertusuk jarum suntik bekas 12 1 Meningkatka n cara penyuntikan yang aman Insiden tertusuk jarum berkurang 1. Edukasi staf 2. Monitoring dan audit kepatuhan penyuntikan yang aman 3. Kaji fas alkes
yang tersedia 4. Monitoring kepatuhan HH 1. Edukasi penyuntikan aman 75% kehadiran 2. Tingkat kepatuhan penyuntikan aman meningkat. 3. SPO sudah direvisi 6 Pengontrolan 12 6 Proses ICRA 1. Tingkatkan 1. Pelaksanaan
infeksi proses pembangunan, yang mengakibatkan pasien, petugas dan pengunjung mendapat infeksi silang melalui air dan udara terkontaminasi pembangunan RS dapat dikontrol dengan baik oleh manajemen dan PPI dengan menerapkan ICRA pembanguna n dapat terlaksana dengan lancar pelaksanaan dan pengawasan 2. Kaji fasilitas yang berhubungan dengan pelaksanaan ICRA 3. Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan ICRA ICRA RS terlaksana 2. SPO sudah direvisi