• Tidak ada hasil yang ditemukan

) HIBRIDA ANTARA KERAPU BATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ") HIBRIDA ANTARA KERAPU BATIK"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) HIBRIDA ANTARA

KERAPU BATIK Epinephelus microdon BETINA DENGAN KERAPU KERTANG

E. lanceolatus JANTAN DAN RESPON TERHADAP PERBEDAAN SALINITAS

AHMAD FAHRUL SYARIF

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Hibrida antara Kerapu Batik Epinephelus microdon Betina dengan Kerapu Kertang E. lanceolatus Jantan dan Respon terhadap Perbedaan Salinitas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013 Ahmad Fahrul Syarif NIM C14090025

(4)

ABSTRAK

AHMAD FAHRUL SYARIF. Analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Hibrida antara Kerapu Batik Epinephelus microdon Betina dengan Kerapu Kertang E. lanceolatus Jantan dan Respon terhadap Perbedaan Salinitas. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan HARTON ARFAH.

Hibridisasi antara spesies ikan kerapu batik (Epinephelus microdon) betina dan ikan kerapu kertang (E. lanceolatus) jantan terus dikembangkan untuk memperoleh strain baru dengan performa unggul. Evaluasi genotipe dan fenotipe ikan kerapu hibrid dilakukan dengan analisis profil RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA) menggunakan primer UBC 158 dan UBC 456 dan uji performa berdasarkan toleransi terhadap perbedaan salinitas 10, 20 dan 30 ppt pada beberapa karakter fenotipe. Analisis profil RAPD kerapu hibrid “Tiktang” menunjukan kekerabatan yang lebih dekat dengan ikan kerapu kertang jantan dengan indeks kemiripan 0,9760. Respon salinitas terhadap fenotipe pertumbuhan menunjukan bahwa perlakuan 10 ppt lebih rendah dibandingkan 20 dan 30 ppt (p<0,05).

Kata kunci: Epinephelus microdon, E. lanceolatus, RAPD, salinitas, hibrida

ABSTRACT

AHMAD FAHRUL SYARIF. RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Analysis of Hybrid Between Female Camouflage Grouper Epinephelus microdon with Male Giant Grouper E. lanceolatus and Response of Difference Salinity. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and HARTON ARFAH.

Hybridization between female camouflage grouper Epinephelus microdon and male giant grouper Epinphelus lanceolatus has been developed to obtain new strain with superior performance. Evaluation of phenotype and genotype of hybrid grouper through analysis profile of RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA) with primer UBC 158 and UBC 456 and performance based on tolerance to diferent salinity treatment 10, 20 and 30 ppt. RAPD analysis showed the genetic similarity of profile “Tiktang” grouper was closer relationship to the male giant grouper with similarity index 0,9760. The response to salinity showed that treatment of the 10 ppt had lower growth than 20 ppt and 30 ppt (p< 0,05).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

AHMAD FAHRUL SYARIF

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

ANALISIS RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) HIBRIDA ANTARA

KERAPU BATIK Epinephelus microdon BETINA DENGAN KERAPU KERTANG

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Hibrida antara Kerapu Batik Epinephelus microdon Betina dengan Kerapu Kertang E. lanceolatus Jantan dan Respon terhadap Perbedaan Salinitas

Nama : Ahmad Fahrul Syarif NIM : C14090025

Disetujui oleh

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA Pembimbing I

Ir Harton Arfah, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Hibrida antara Kerapu Batik Epinephelus microdon Betina dengan Kerapu Kertang E. lanceolatus Jantan dan Respon terhadap Perbedaan Salinitas".

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyawati, DEA, Bapak Ir Harton Arfah, MSi

selaku dosen pembimbing skripsi dan Ibu Gemi Triastutik, SPi, MP selaku pembimbing lapang di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini.

2. Bapak Ir Irzal Effendi, MSi dan Bapak Ir Dadang Shafruddin, MS selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan S1 departemen budidaya perairan yang telah banyak memberikan kritik dan saran-sarannya.

3. Bapak Dr Ir Sukenda, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan ketua departemen budidaya perairan yang telah banyak memberikan masukan, semangat dan motivasi.

4. Bapak Ir Dwi Soehermanto, MM selaku kepala Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di instansi ini.

5. Mas Jasmadi, SPi, Mbak Zeny Widiastuti, SPi, Mas Arif Zaenudin, SSi, Mbak Dietrich. SSi dan Ibu Komsatun, SPi yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur.

6. Seluruh dosen dan staf karyawan/karyawati departemen budidaya perairan. 7. Keluargaku tercinta terutama ayah, ibu dan kedua adik tersayang (Astuti Dwi Cahya dan Intan Furaida Shafira), om Wayan dan bule Wulan serta keluarga besar yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

8. Teman-teman terbaikku di BDP 46 (Atul, Seto, Reza, Devi, Chacha, Fierco, Wahyu, Orin, Ita, Peni, Tia, Yumi, Aya, Soya, Nendi, Arli, Doni dan semuanya yang tidak bisa kusebut satu persatu) yang telah banyak memberikan kisah-kisah dan pengalaman yang tidak pernah aku dapat selama hidup ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dituangkan dalam sebuah skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat sesuai dengan yang diharapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2013 Ahmad Fahrul Syarif

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 3

Mater Uji 3

Rancangan Percobaan 3

Analisis Randomly Amplified Polymorphyc DNA (RAPD) 3

Uji Toleransi Terhadap Salinitas 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pembahasan 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Standar Prosedur Operasional Pakan Larva Ikan Kerapu 3 2 Alat dan Metode Pengukuran Parameter Kualitas Air 10 3 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi 11 4 Nilai hetersigositas pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik

betina dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” 11

5 Jarak genetik pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik betina

dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” 11

6 Nilai kualitas air selama pemeliharaan (21 hari) 15

DAFTAR GAMBAR

1 Amplifikasi UBC 158 pada ikan kerapu Kertang, Batik dan “Tiktang” 7 2 Amplifikasi UBC 456 pada ikan kerapu Kertang, Batik dan “Tiktang” 8 3 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi ikan kerapu 9 4 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan

salinitas 10, 20, 30 ppt 10

5 Pertumbuhan bobot harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan

salinitas 10, 20, 30 ppt 10

6 Pertambahan bobot minggu ke 0-3 ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada masa pemeliharaan 21 hari perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt 11 7 Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada

perlakuan salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt 11

8 Panjang rata-rata minggu ke 0-3 ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada masa pemeliharaan 21 hari perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt 12 9 Koefisien keragaman 3 fenotipe ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada

perlakuan salinitas10, 20, 30 ppt 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisa Statistik (ANOVA & MANOVA) 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Kerapu Epinephelus sp. umumnya dikenal dengan istilah "groupers" merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik di pasar domestik maupun pasar internasional karena nilai jualnya yang cukup tinggi. Beberapa jenis ikan Kerapu Epinephelus sp. telah mulai diujicoba pembesarannya di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Hongkong sejak tahun 1979 (Sugama et al. 1986). Menurut data statistik kelautan dan perikanan tahun 2009, produksi ikan kerapu di Indonesia meningkat sebesar 9,52% pertahun selama 5 tahun terakhir. Sehingga usaha budidaya ikan kerapu merupakan andalan dalam peningkatan produksi komoditas marikultur Indonesia.

Peningkatan produksi ikan kerapu perlu di dukung dengan ketersediaan benih yang berkualitas secara kontinyu. Mutu benih ditentukan dari kualitas induk melalui seleksi dan perkawinan (selective breeding) yang terkontrol (Moav & Wohlfarth 1976). Strategi breeding dapat dilakukan untuk populasi induk pada spesies yang sejenis, maupun berbeda spesies atau strain melalui crossbreeding (hibridisasi). Dalam selective breeding metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuannya yaitu mengeksploitasi keunggulan sifat tetua serta upaya dalam menggabungkan sifat tetua dalam populasi keturunanya sehingga diperoleh performa yang lebih unggul.

Menurut Tave (1993) dan Dunham (1995), seleksi individu dan seleksi famili efektif dilakukan untuk mengarahkan dominasi sifat-sifat unggul yang diinginkan jika heritabilitasnya sedang sampai tinggi. Sebaliknya, apabila kemiripan individu dalam populasi tinggi atau keragaman fenotipnya rendah maka target sifat yang dikehendaki dapat diperoleh dengan seleksi famili dan introduksi ragam genetik melalui hibridisasi. Beberapa penelitian tentang keberhasilan program hibridisasi telah dilakukan di Indonesia antara lain; hibridisasi empat strain ikan mas Rajadanu, Majalaya, Kuningan dan Subang (Ath-Thar et al. 2011). Hibridisasi antara ikan mas (Cyprinus carpio) dengan ikan nilem (Osteochilus hasselti) (Syamsiah 2001) dan hibridisasi antara Oreochromis aureus dan Oreochromis niloticus (Sing dan Ting 1977 dalam Moreau dan Pauly 1999). Manfaat hibridisasi adalah memperbaiki kualitas benih seperti perbaikan laju pertumbuhan, penundaan kematangan gonad pada produksi monoseks (hibridisasi interspesifik dalam menghasilkan individu steril) agar tercapai pertumbuhan yang maksimal seperti pada ikan nila, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan lingkungan yang kurang baik, menghasilkan strain hibrid dengan keunggulan heterosis (hybrid vigour) pada individu hetrosigot (Gustiano 1991). Hibridisasi pada ikan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu; hibridisasi intraspesifik (spesies sama), hibridisasi interspesifik (antar spesies yang berbeda) dan hibridisasi intergenerik (antar genus yang berbeda) (Hickling 1968).

Menurut Direktorat Perbenihan-KKP (2011), jenis ikan kerapu yang dihasilkan melaui program hibridisasi telah mulai dikembangkan oleh Balai Budidaya Air Payau Situbondo tahun 2009 yaitu ikan kerapu hibrid cantang. Ikan kerapu ini merupakan hasil hibridisasi antara ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) betina dengan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus)

(12)

2

jantan dengan keunggulan hibrid yaitu pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan ikan kerapu macan dan resisten terhadap penyakit seperti VNN. Sifat pertumbuhan yang relatif cepat diduga diturunkan oleh ikan kerapu kertang. Program hibridisasi ikan kerapu pada awalnya dimulai pada tahun 1983 oleh peneliti asal Cina dan Hongkong (Tseng dan Poon) yang berhasil melakukan hibridisasi antara Epinephelus akaara dengan E.amplychephalus. Hasil hibrida tersebut memiliki keunggulan yaitu pertumbuhan larva yang jauh lebih tinggi dibandingkan kedua tetuanya. Beberapa peneliti lain juga berhasil melakukan hibridisasi antara Epinephelus costae dengan E. marginatus (Glamuzina et al. 2001), hibridisasi antara Plectropomus leopardus dengan Plectropomus maculatus (Frisch dan Hobbs 2007) dan hibridisasi antara Epinephelus coioides dengan Epinephelus lanceolatus (Kiriyakit et al. 2011).

Beberapa jenis ikan kerapu yang potensial untuk dikembangkan melalui hibridisasi, misalnya ikan kerapu batik Epinephelus microdon dan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus. Ikan kerapu batik memiliki keunggulan toleransi terhadap perubahan salinitas dan kekeruhan yang tinggi, namun kelemahan ikan ini adalah tingkat pertumbuhan yang rendah dan rentan terhadap penyakit. Ikan kerapu kertang memiliki keunggulan yaitu, tingkat pertumbuhan yang tinggi dan resisten terhadap penyakit. Benih ikan kerapu dari hasil persilangan tersebut diharapkan memiliki sifat unggul dari kedua tetuanya yaitu toleran terhadap perubahan salinitas dan laju pertumbuhan yang tinggi. Benih hasil hibrid ini diharapkan dapat dijadikan kandidat ikan yang bisa dipelihara pada tambak-tambak bersalinitas rendah. Performa hibrid hasil persilangan atara ikan kerapu kertang jantan dan ikan kerapu kertang betina perlu dikaji secara fenotipik dan genotipik untuk mengevaluasi pola pewarisan sifat target yang diinginkan tersebut dari kedua tetua kepada keturunannya. Potensi pewarisan fenotipe unggul dan ragam genotipe hibrida merupakan dasar pengembangan spesies baru yang memiliki toleransi terhadap salinitas rendah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi fenotipe dan genotipe hibrida ikan kerapu “Tiktang” hasil persilangan antara ikan kerapu batik (Epinephelus microdon) betina dengan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) jantan melalui analisis profil RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA) dan uji performa terhadap perlakuan perbedaan salinitas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pewarisan fenotipe dan genotipe unggul pada benih hibrida “Tiktang” serta pemanfaatannya untuk pengelolaan populasi dalam kegiatan budidaya kerapu yang berkelanjutan.

(13)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2012 di Unit Pembenihan dan Laboratorium Bioteknologi, Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur.

Materi Uji

Produksi Benih Ikan Kerapu Hibrid “Tiktang”

Ikan kerapu hibrid “Tiktang” merupakan, ikan hasil hibridisasi antara ikan kerapu batik betina dengan ikan kerapu kertang jantan melalui pemijahan secara buatan. Perangsangan pematangan gonad induk dilakukan secara hormonal yaitu menggunakan hormon HCG dengan dosis 1000 IU/kg dan Ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg. Setelah kedua induk matang gonad maka dilakukan proses stripping untuk mengeluarkan sperma dan telur. Ketika telur dan sperma telah dikeluarkan maka keduanya dicampurkan pada sebuah wadah berupa plastik misalnya baskom agar terjadi pembuahan (fertilisasi). Telur yang telah dibuahi kemudian ditetaskan pada bak penetasan dan pemeliharaan dengan dimensi 2x5x1,25m. Pemeliharaan larva ikan kerapu hibrid “Tiktang” hingga berumur ±60 hari sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) yang diterapkan BBAP Situbondo, Jawa Timur. Tabel 1. Standar Prosedur Operasional Pakan Larva Ikan Kerapu

Umur

Larva D0 D1 D2 D3-7 D16-20 D21-30 D31-45 D46-D50 D51-D60

Jenis

Pakan YE - C C, Ro C,Ro,PB,A C,Ro,PB,A PB,A,Re Re,PB Re,PB,TN

Keterangan :

YE = Yolk Egg PB = Pakan Buatan TN = Teri Nasi

C = Chlorella sp.(50-100rb sel/ml) A = Artemia

Ro = Rotifer (3-5 ind/ml) Re = Rebon (Jambret)

Rancangan Percobaan

Identifikasi genotipe dilakukan dengan metode RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA) menggunakan primer UBC 158 dan UBC 456 dengan leader marker yang digunakan berukuran 0,5-10 kb. Analisa dilakukan pada sampel berupa potongan sirip ikan kerapu yang terdiri dari kedua tetua yaitu ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu kertang jantan serta ikan kerapu hibrid “Tiktang” sebanyak 5 ekor ikan. Identifikasi fenotipe yang dilakukan pada ikan kerapu hibrid “Tiktang” yaitu dengan pengujian toleransi terhadap perlakuan perbedaan salinitas (10, 20 dan 30 ppt) dengan masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan yang terdiri dari 25 ekor ikan uji.

(14)

4

Analisis Randomly Amplified Polymorphyc DNA (RAPD)

Sampel sirip ikan (5-10 mg) berasal dari kedua tetuanya yaitu ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu kertang jantan serta anakannya yaitu kerapu hibrid “Tiktang”. Sampel disimpan dalam larutan alkohol 90% menggunakan tabung eppendorf 1,5 ml sebelum dilakukan ekstraksi. Profil genotipe ikan dianalisa menggunakan metode RAPD yang diawali dengan proses ekstraksi DNA genom, amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR dan elektroforesis. DNA diekstraksi dari sampel sirip sebanyak 5-10 mg dengan tahapan sebagai berikut; sampel dilisis dengan menambahkan TNES urea sebanyak 500 µl dan protein kinase 10 µl, di homogenkan menggunakan vortex dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam atau sampai sirip hancur. Phenolchloroform isoamilalkohol ditambahkan dengan perbandingan 25:24:1 sebanyak 1000 µl dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol sebanyak 1000 µl dan 10 µl kemudian disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pellet dikering anginkan sampai etanol menguap. DNA dilarutkan dengan rehidration solution sebanyak 100 µl. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode PCR dengan menggunakan primer UBC 158 dan UBC 456 dengan leader marker yang digunakan berukuran 0,5-10 kb, kemudian dilakukan elektroforesis dengan gel agarose dan didokumentasikan dengan kamera polaroid khusus yang diamati pada lampu ultraviolet.

Uji Toleransi Terhadap Salinitas

Uji toleransi terhadap salinitas dilakukan untuk mengetahui fenotipe ikan hasil hibrid “Tiktang” terhadap perbedaan salinitas (10, 20 dan 30 ppt) karena ikan kerapu pada umumnya hidup pada lingungan air laut dengan kisaran 30-34 ppt. Ikan kerapu “Tiktang” yang digunakan berumur ±60 hari dengan bobot rata-rata 2,68±0,09 gram dan panjang rata-rata-rata-rata 5,46±0,15 cm berjumlah 300 ekor.

Aklimasi Benih

Benih ikan kerapu hibrid “Tiktang” di aklimasi dengan penurunan 2 ppt perhari secara bertahap hingga mencapai salinitas yang diujikan. Penurunan pada benih perlakuan 30 ppt dilakukan selama 1 hari, benih perlakuan 20 ppt dilakukan selama 6 hari dan benih perlakuan 10 ppt dilakukan selama 11 hari.

Setting Wadah Perlakuan

Wadah perlakuan yang digunakan berupa bak plastik berdimensi 60x40x40 cm berjumlah 15 buah dengan volume air yang diisi sebanyak 60 liter. Wadah perlakuan dilengkapi dengan instalasi aerasi berupa selang dan batu aerasi yang dihubungkan dengan pipa PVC berdiameter 1 inchi pada blower utama. Pembuatan media dengan perbedaan salinitas dilakukan dengan metode pengenceran media bersalinitas berkisar antara 33-35 ppt dengan air tawar 0 ppt melalui rumus persamaan (V1 X M1=V2 X M2), sehingga diperoleh ketiga salinitas

perlakuan yang diharapkan. Selanjutnya, masing-masing wadah diisi dengan air sesuai perlakuan salinitas yang telah ditentukan yaitu 10, 20, 30 ppt dan ikan ditebar.

(15)

5

Pemberian Pakan

Pakan ikan kerapu hibrid “Tiktang” selama pemeliharaan 21 hari berupa pelet komersial benih ikan kerapu yang diberikan setiap 2 jam sekali mulai pukul 07.00 s/d 17.00 WIB dengan metode pemberian pakan secara at satiation atau sekenyangnya.

Suplai Air dan Pengelolaan Kualitas Air

Kebutuhan air laut di BBAP Situbondo diambil dari laut sejauh 250-300 m dari garis pantai yang dialirkan melalui pipa PVC dengan diameter pipa 8 inchi menggunakan pompa berkekuatan 21 PK. Sebelum digunakan, air laut disaring dengan menggunakan filter fisik di dalam bak filter dengan konstruksi beton. Air laut yang sudah masuk pada tandon perlakuan berkapasitas 1000 liter kemudian di teratment menggunakan chlorin dengan dosis 5-10 ppm kemudian diaerasi kencang selama 24 jam kemudian dinetralkan dengan Na-Tiosulfat ½ dari dosis pemberian chlorin. Setelah minimal 3 jam, maka air siap digunakan. Pengelolaan kualitas air dilakukan setiap hari dengan metode pergantian air sebanyak 70% dari volume awal. Frekuensi pergantian air adalah 2 kali sehari pada jam 07.00 dan 15.00 bersamaan dengan itu dilakukan pula penyifonan dasar bak.

Prosedur Analisis Data

Heterosigositas

Heterosigot merupakan perpaduan dari alel-alel yang berbeda pada lokus yang sama dan dihitung menggunakan rumus persamaan sebagai berikut (Soewardi 2007) :

Keterangan : h = heterosigot n = jumlah sampel

Xi = frekuensi alel sample ke-i

Jarak Genetik

Tingkat kekerabatan hibrid terhadap tetua dihitung dengan menggunakan program UPGMA berdasarkan keragaman primer UBC 158 dan UBC 456 melalui persamaan berikut (Soewardi 2007) :

Keterangan : D = Jarak Genetik

Jab = frekuensi haplotipe pada lokus populasi sama Ja & Jb= frekuensi haplotipe pada populasi A dan B

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu :

(16)

6

Keterangan : Nt = Jumlah ikan akhir (ekor)

No = Jumlah ikan awal (ekor)

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus Huisman (1987), yaitu :

[ √ ̅ ̅ ]

Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

Wo = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) t = Lama percobaan (hari)

Pertumbuhan Bobot Harian

Pertumbuhan bobot harian dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu :

̅ ̅

Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)

W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) t = Lama percobaan (hari)

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu :

̅ ̅

Keterangan : Lt = Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm)

L0 = Panjang rata-rata ikan pada awal percobaan (cm)

Koefisien Keragaman (KK)

Koefisien keragaman (KK) digunakan untuk membandingkan tingkat keragaman dua populasi atau lebih. Koefisien keragaman diperoleh dengan cara membagi nilai simpangan baku dengan rataan populasi, dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Steel dan Torrie 1980) :

̅

Keterangan : KK = Koefisien Keragaman SD = Standar Deviasi x = Rerata populasi

(17)

7

Parameter Kualitas Air

Alat dan metode pengukuran beberapa parameter kualitas air yang dilakukan tertera pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Alat dan Metode Pengukuran Parameter Kualitas Air

No Parameter Alat Metode

1 2 3 4 pH Ammoniak Suhu DO pH Meter Phenat Termometer DO Meter Insitu Spektrofotometri Insitu Insitu Analisa Data

Data fenotipe dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 17.0 (ANOVA dan MANOVA) pada selang kepercayaan 95%. Heterozigositas dianalisa dengan descriptive statistics, exact test for population differentiation (Raymond & Rousset 1995 dalam Miller 1997) dengan menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analysis). Kekerabatan antar populasi berdasarkan jarak genetik dan dendrogram dianalisis menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) Wright (1978) modifikasi Rogers (1972) dalam Miller (1997) dari software TFGPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Profil RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA)

Analisis keragaman profil penanda DNA RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) yaitu berupa jumlah band-band amplifikasi meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA teramplifikasi disajikan pada tabel 2. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan primer UBC 158 (Gambar 1) dan UBC 456 (Gambar 2) menunjukan pola keragaman genotipe ikan kerapu kertang jantan (1), ikan kerapu batik betina (2), dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” (3-7) dengan marker leader (M) yang memiliki ukuran panjang DNA 0,5-10,0 kb.

Gambar 1 Amplifikasi UBC 158 pada ikan kerapu Kertang, Batik dan “Tiktang”

Keterangan :

M = Marker DNA

1 = Kerapu Kertang Jantan

2 = Kerapu Batik Betina

3 = “Tiktang” 1

4 = “Tiktang” 2

5 = “Tiktang” 3

6 = “Tiktang” 4

(18)

8

Gambar 2 Amplifikasi UBC 456 pada ikan kerapu Kertang, Batik dan “Tiktang” Tabel 3 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi

Jenis Kerapu Jumlah Fragmen Kisaran Ukuran Fragmen (bp)

Kertang Jantan Batik Betina “Tiktang” 1 (Hibrid) “Tiktang” 2 (Hibrid) “Tiktang” 3 (Hibrid) “Tiktang” 4 (Hibrid) “Tiktang” 5 (Hibrid) 2-7 3-8 6 5-7 5-9 6-9 5 350-2200 350-1800 350-2200 350-1800 350-1800 350-2200 350-1800

Jumlah fragmen teramplifikasi pada ikan kerapu kertang jantan adalah 2-7 fragmen dengan kisaran ukuran fragmen adalah 350-2200 bp, pada ikan kerapu batik betina adalah 3-8 fragmen dengan kisaran ukuran fragmen adalah 350-1800 bp dan pada ikan kerapu hibrid “Tiktang” adalah 5-9 fragmen dengan kisaran ukuran fragmen adalah 350-2200 bp.

Heterosigositas

Tingkat heterozigositas pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” berkisar antara 0,45-0,67 (Tabel 3). Tabel 4 Nilai hetersigositas pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik

betina dan ikan kerapu hibrid “Tiktang”

Jenis Kerapu Heterosigositas

Kertang Jantan Batik Betina “Tiktang” (Hibrid) 0,4502 0,5333 0,6667

Nilai rata rata heterozigositas ikan kerapu kertang jantan adalah 0,4502 dan ikan kerapu batik betina adalah 0,5333 sedangkan heterozigositas ikan kerapu hibrid “Tiktang” yaitu sebesar 0,6667.

Jarak Genetik

Tabel 5 berikut menyajikan jarak genetik masing masing populasi ikan kerapu kertang jantan, batik betina dan hibrid “Tiktang” berdasarkan keragaman RAPD menggunakan primer UBC 158 dan UBC 456.

Keterangan :

M = Marker DNA

1 = Kerapu Kertang Jantan

2 = Kerapu Batik Betina

3 = “Tiktang” 1

4 = “Tiktang” 2

5 = “Tiktang” 3

6 = “Tiktang” 4

(19)

9 Tabel 5 Jarak genetik pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik betina

dan ikan kerapu hibrid “Tiktang”

Jenis Kerapu Kertang Jantan Batik Betina “Tiktang” (Hibrid)

Kertang Jantan Batik Betina “Tiktang” (Hibrid) ****** 0,2625 ****** 0,9760 0,3575 ******

Kemiripan genetik ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” berdasarkan analisa 2 lokus berkisar antara 0,2625 sampai dengan 0,9760. Ikan kerapu hibrid “Tiktang” lebih dekat dengan ikan kerapu kertang jantan dibandingkan dengan ikan kerapu batik betina. Hubungan kekerabatan pada ikan kerapu kertang jantan, ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu hibrid “Tiktang” dapat digambarkan dalam bentuk dendrogram. Dendrogram yang ditampilkan merupakan hasil analisis UPGMA dengan menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analysis) berdasarkan lokus UBC 158 dan UBC 456 (Gambar 3).

Gambar 3 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi ikan kerapu Hubungan kekerabatan genetik antara ikan kerapu kertang jantan dengan populasi ikan kerapu hibrid “Tiktang”, yaitu sebesar 0,1014 dan ikan kerapu batik betina menunjukan kluster yang berbeda dari ikan kerapu hibrid “Tiktang” serta kertang jantan.

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup ikan kerapu hibrid “Tiktang” selama

pemeliharaan 21 hari pada perlakuan dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt mencapai 100%.

Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Laju pertumbuhan harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” yang dipelihara pada salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt berkisar antara 7,64±0,050% sampai dengan 8,34±0,030% (Gambar 4), dimana rata-rata laju pertumbuhan harian pada perlakuan 10 ppt adalah paling rendah yaitu sebesar 7,64±0,050%. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan 10 ppt menunjukan perbedaan laju pertumbuhan harian dibandingkan perlakuan 20 ppt dan 30 ppt (P<0,05). Sedangkan pada perlakuan 20 ppt dan 30 ppt tidak ada perbedaan laju pertumbuhan harian (P>0,05).

(20)

10

Gambar 4 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt.

Pertumbuhan Bobot Harian

Pertumbuhan bobot harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” yang dipelihara pada salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt adalah berkisar antara 0,224±0,020 gram/hari sampai dengan 0,256±0,010 gram/hari (Gambar 5) dengan nilai rata-rata pertumbuhan bobot harian terendah adalah 0,224±0,020 gram/hari yaitu pada perlakuan 10 ppt. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan 10 ppt menunjukan perbedaan pertumbuhan bobot harian dibandingkan perlakuan 20 ppt dan 30 ppt (P<0,05). Sedangkan pada perlakuan 20 ppt dan 30 ppt tidak ada perbedaan pertumbuhan bobot harian (P>0,05).

Gambar 5 Pertumbuhan bobot harian kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt.

Peningkatan bobot dari minggu ke-0 sampai akhir pemeliharaan minggu ke-3, perlakuan 20 ppt cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan 10 dan 30 ppt (Gambar 6), perlakuan 10 ppt mengalami peningkatan bobot lebih lambat dibandingkan perlakuan 20 dan 30 ppt. Dalam hal ini, perlakuan 20 ppt menunjukan laju peningkatan pertumbuhan bobot yang cenderung lebih konstan.

7.64 8.28 8.34 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 20 30 L aj u P er tu mb u h an H ar ia n ( %/ h ar i) Perlakuan Salinitas (ppt) 0.224 0.253 0.256 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 10 20 30 P er tu mb u h an B o b o t H ar ia n ( g ra m/ h ar i) Perlakuan Salinitas (ppt)

a

b

b

a

b

b

(21)

11

Gambar 6 Pertambahan bobot minggu ke 0-3 ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada masa pemeliharaan 21 hari perlakuan salinitas

10, 20, 30 ppt.

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu hibrid “Tiktang” yang dipelihara pada salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt adalah berkisar antara 1,823±0,258 cm sampai dengan 2,247±0,206 cm (Gambar 7) dengan nilai rata-rata pertumbuhan panjang mutlak terendah adalah 1,823±0,258 cm yaitu perlakuan 10 ppt. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan 10 ppt menunjukan perbedaan pertumbuhan panjang mutlak dibandingkan perlakuan 20 ppt dan 30 ppt (P<0,05). Sedangkan pada perlakuan 20 ppt dan 30 ppt tidak ada perbedaan pertumbuhan panjang mutlak (P>0,05).

Gambar 7 Pertumbuhan Panjang mutlak ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt.

Peningkatan panjang dari minggu ke-0 sampai akhir pemeliharaan minggu ke-3, panjang awal pada perlakuan 10 ppt cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan 20 dan 30 ppt (Gambar 8). Namun, pada minggu ke-1 sampai minggu

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 B o b o t R ata -R ata (g ram /ek o r)

Sampling Minggu ke-

Perlakuan 10 ppt Perlakuan 20 ppt Perlakuan 30 ppt

1.823 2.240 2.247 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 10 20 30 P ertu m b u h an P an jan g M u tl ak (c m ) Perlakuan Salinitas (ppt)

b

a

b

(22)

12

ke-3 perlakuan 10 ppt mengalami peningkatan panjang lebih lambat dibandingkan perlakuan 20 dan 30 ppt. Sedangkan pada perlakuan 20 ppt dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang cenderung lebih konstan.

Gambar 8 Panjang rata-rata minggu ke 0-3 ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada masa pemeliharaan 21 hari perlakuan salinitas

10, 20, 30 ppt.

Koefisien Keragaman (KK)

Koefisien keragaman karakter ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada uji respon terhadap salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt meliputi 3 karakter yaitu pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, dan laju pertumbuhan harian disajikan pada (Gambar 9). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa koefisien keragaman 3 fenotipe pada setiap perlakuan salinitas berbeda nyata (P<0,05). Koefisien keragaman fenotipe pada perlakuan 10 ppt adalah yang paling tinggi (P<0,05) sedangkan perlakuan 20 ppt adalah paling rendah dan pada perlakuan 30 ppt menunjukan koefisien keragaman intermediete antara perlakuan 10 dan 20 ppt.

Gambar 9 Koefisien keragaman 3 fenotipe ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada perlakuan salinitas10, 20, 30 ppt.

4 5 6 7 8 0 1 2 3 P an jan g R ata -R ata (cm /ek o r)

Sampling Minggu ke-

Perlakuan 10 ppt Perlakuan 20 ppt Perlakuan 30 ppt

0.072 0.141 0.050 0.030 0.019 0.019 0.050 0.091 0.031 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan Panjang Mutlak Laju Pertumbuhan Harian

Ko ef is ien Ker ag am an ( KK) Karakter Fenotipe 10 ppt 20 ppt 30 ppt

a b c

a b c

a b c

0

(23)

13

Kualitas Air

Data hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan (21 hari) pada perlakuan salinitas 10, 20 dan 30 ppt disajikan pada tabel 6.

Tabel 6 Nilai kualitas air selama pemeliharaan (21 hari)

Perlakuan pH Amoniak (mg/l) Suhu (oC) DO (ppm)

10 ppt 8.35±0.13 0.14±0.1 26.01±1.23 7.58±0.20 20 ppt 8.12±0.17 0.09±0.01 25.76±0.96 7.52±0.16 30 ppt 7.99±0.16 0.05±0.02 26.06±1.12 7.44±0.26 Pustaka Rujukan 6.5-9 (KKP, 2011) <0.01 (KKP, 2011) 24-31(Chua dan Teng, 1978) >3,5 (Chua dan Teng, 1978)

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air (Tabel 6) menunjukan bahwa tingkat stress pada ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada saat pemeliharaan sangat tinggi khususnya pada perlakuan 10 ppt yang terlihat dari parameter amoniak yang tinggi melampaui batas minimum yang seharusnya. Sedangkan parameter kualitas air yang lain menunjukan kisaran normal yang sesuai dengan Standart Biological Requirment (SBR) pemeliharaan ikan kerapu.

Pembahasan

Hibridisasi interspesifik antara ikan kerapu batik betina dengan ikan kerapu kertang jantan menghasilkan individu hibrid baru yang disebut dengan ikan kerapu hibrid “Tiktang”. Evaluasi fenotipe ikan kerapu hibrid “Tiktang” dilakukan berdasarkan uji toleransi terhadap perbedaan salinitas (10, 20 dan 30 ppt). Selama pemeliharaan 21 hari menunjukan peningkatan pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup 100% (Gambar 6). Derajat kelangsungan hidup yang tinggi dipengaruhi oleh kemampuan beradaptasi pada lingkungan pemeliharaan. Menurut Soewardi (2007), strategi adaptasi suatu populasi terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu keragaman genetik selain keunggulan masing-masing tetua yang diwariskan pada hibrida yang salah satunya adalah kemampuan adaptasi terhadap salinitas rendah.

Toleransi terhadap salinitas berdasarkan pertambahan bobot dan panjang (Gambar 4, 5, 7, dan 8) pada perlakuan salinitas 20 ppt dan 30 ppt tidak berbeda nyata sedangkan pada perlakuan 10 ppt paling rendah (P<0,05). Koefisien keragaman fenotipe pada perlakuan 10 ppt menunjukan respon ikan terhadap salinitas 10 ppt lebih tinggi dibandingkan perlakuan salinitas 20 ppt dan 30 ppt. Kemampuan beradaptasi terhadap salinitas pada ikan kerapu hibrid “Tiktang” menunjukkan peranan genetis hibrid dan pembiasaan (adapted). Menurut Soewardi (2007) kondisi ini pada umumnya terjadi akibat proses adaptasi yang terus menerus terhadap kondisi lokal dan memungkinkan populasi mengaktifkan gen-gen yang diperlukan. Salinitas mempengaruhi strategi beradaptasi terutama osmoregulasi dan respon fisiologis lainnya yaitu metabolisme yang berdampak pada pertumbuhan bobot dan panjang ikan kerapu hibrid “Tiktang”. Di alam ikan kerapu umumnya hidup pada kisaran salintas 30-33 ppt dan kemampuan ikan untuk bertahan perbedaan salinitas tergantung aktifitas pengaturan cairan tubuh untuk mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal. Peningkatan atau penurunan salinitas dapat mempengaruhi laju metabolisme yaitu

(24)

14

memicu pergerakan pernapasan, tingkat konsumsi oksigen yang tinggi dan ekskresi yang tinggi pada ikan (Taqwa, 2008). Pemborosan energi yang terjadi pada ikan kerapu hibrid “Tiktang” terkait metabolisme dan ekskresi yang tinggi diduga mempengaruhi rendahnya pertumbuhan pada perlakuan salinitas 10 ppt. Nilai ammonia yang cukup tinggi pada perlakuan 10 ppt pada masa pemeliharaan yaitu sebesar 0.14±0.1 mg/l juga merupakan stressor selain penurunan salinitas yang cukup tinggi pada kasus ini.

Koefisien keragaman fenotipe pada perlakuan 10, 20 dan 30 ppt berbeda nyata (P<0,05) (Gambar 7), dan pada media 10 ppt paling rendah. Perlakuan 20 ppt cenderung lebih seragam dibandingkan dengan perlakuan 30 ppt. Keragaman yang tinggi pada fenotipe pertumbuhan dipengaruhi oleh ekspresi genetik dan interaksi genetik dengan lingkungan. Secara umum, ikan memiliki variabilitas yang tinggi baik di dalam (intrapopulasi) maupun antar populasi. Koefisien keragaman yang tinggi dari beberapa katrakter fenotipe menunjukan variasi antar individu dalam populasi ikan sangat beragam (Soewardi, 2007). Menurut Tave (1994), variasi fenotipe (VP) merupakan penjumlahan dari 3 komponen yaitu

variasi genetik (VG), variasi lingkungan (VE) dan interaksi antara variasi genetik

dan lingkungan (VG-E). Variasi genetik dipengaruhi oleh materi genetik individual

diantaranya status genotipe heterosigot lebih menguntungkan terkait dengan potential fitness dan tingkat heritabilitas yang berasal dari kontribusi gen aditif. Komponen VP tanpa dasar genetik adalah keragaman VE, dalam hubungannya

dengan variabel yang nyata dan berkaitan dengan pertumbuhan, sedangkan keterkaitan genetik dan fenotipe dapat diketahui dengan melihat hubungan DNA dan RNA. Kemampuan ikan kerapu hibrid “Tiktang” dalam merespon salinitas dengan pertumbuhan yang optimal hanya mencapai 20 ppt, seharusnya ikan hibrida ini dapat merespon hingga salinitas 10 ppt dengan pertumbuhan yang stabil dengan pembiasaan. Varians interaksi tersebut timbul karena beberapa alel bertanggung jawab terhadap suatu fenotipe yang diekspersikan secara berkala dalam lingkungan yang berbeda (Fujaya, 1999), sehingga diduga aktivasi gen yang diturunkan dari kedua induk (ikan kerapu batik dan ikan kerapu kertang) pada lingkungan mempengaruhi ekspresi fenotipe ikan kerapu hibrid “Tiktang” dan mengarah pada stabilitas performa hibrid pada salinitas rendah.

Keragaman genetik hibrida lebih tinggi daripada kedua tetuanya dimana ikan kerapu kertang jantan heterozigositasnya lebih rendah dibandingkan ikan kerapu batik betina. Berdasarkan kemiripan lokus UBC 158 dan UBC 456 (Tabel 3), hibrida menunjukan jarak genetik yang lebih pendek dengan ikan kerapu kertang jantan (I=0,9760) dan dengan ikan kerapu batik betina (I=0,3575). Hibridisasi dimaksudkan untuk menghasilkan kombinasi beberapa strain yang berbeda atau menggabungkan sifat dari kedua tetuanya sehingga lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya dengan nilai heterozigositasnya yang tinggi (Moav & Wohlfarth, 1976). Hasil hibridisasi ikan kerapu kertang jantan dan ikan kerapu batik betina menunjukan peningkatan heterozigositas hibrid dibandingkan kedua tetuanya (Tabel 4) dan mampu beradaptasi hingga salinitas 20 ppt dan dimungkinkan bertahan sampai salinitas 10 ppt dengan pembiasaan.

Variasi genetik populasi calon induk harus dikelola karena penting sebagai modalitas terhadap seleksi alam untuk bertahan hidup (survival of fittest) dan menghasilkan keturunan yang berkualitas (fitness potential). Kecenderungan dalam perkembangan budidaya kerapu dewasa ini adalah melakukan hibridisasi

(25)

15 sebagai upaya meningkatkan mutu dan produksi benih kerapu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan hibridisasi antara lain; phylogenetic, karena persilangan antara dua spesies dengan jumlah kromosom yang tidak sama dapat menghasilkan keturunan yang abnormal atau bahkan letal. Kemudian, petunjuk lain yang diperlukan adalah biologi dan tingkah laku tetua yang akan digunakan dalam hibridisasi diantaranya performa terkait masa pemijahan, tingkah laku reproduksi. Selain itu, kualitas induk dan kemungkinan kombinasi serta perkawinan resiprok diperlukan untuk menunjang keberhasilannya (Fujaya, 1999). Hal lain yang perlu dilakukan adalah pengukuran tingkat heritabilitas antara tetua dengan anakannya, dalam hal ini hasil hibridanya. Heritabilitas merupakan parameter yang menggambarkan proporsi variabilitas fenotipe dalam suatu populasi yang diakibatkan oleh komponen genetik yang diwariskan dari kedua tetuanya. Menurut Soewardi (2007), karakter fenotipe seperti panjang tubuh, bobot dan kecepatan tumbuh lebih peka terhadap faktor lingkungan. Perbedaan spesifik yang muncul antara individu hibrid dengan tetua dapat diukur berdasarkan responnya terhadap lingkungan dan heritabilitasnya. Sedangkan heritabilitas dari karakter meristik pada ikan umumnya lebih tinggi karena meristik umumnya tumbuh lebih awal dalam proses perkembangannya sehingga tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hibridisasi antara ikan kerapu batik betina dan ikan kerapu kertang jantan menghasilkan peningkatan heterozigositas ikan kerapu hibrid “Tiktang” dan kemampuan merespon salinitas hingga 20 ppt dengan kelangsungan hidup mencapai 100% dan pertumbuhan bobot harian rata-rata 0,25 gram/hari. Kemiripan genetik ikan kerapu hibrid “Tiktang” menunjukan kekerabatan yang lebih dekat dengan ikan kerapu kertang jantan dengan indeks kemiripan mencapai 0,9760.

Saran

Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat pola pewarisan genetik terkait pertumbuhan yang diwariskan oleh ikan kerapu kertang jantan. Selain itu, pengukuran tingkat heritabilitas kedua tetua (ikan kerapu batik dan ikan kerapu kertang) dibandingkan hibridnya (“Tiktang”) perlu dilakukan. Sehingga program hibridisasi pada ikan kerapu dapat menghasilkan individu-individu atau strain baru ikan kerapu yang unggul dengan tingkat pertumbuhan yang cepat dan keunggulan-keunggulan lain yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ath-Thar MHF, Prakoso VA, Gustiano R. 2011. Keragaan Pertumbuhan hibridisasi empat strain ikan mas. Berita Biologi 10(05):2011

(26)

16

Dunham RA. 1995. The contribution of genetically improved aquatic organism to global food security international conference on suistenable contribution of fisheries to food security. Japan: KC/f1/Tech/6 FAO 1 1 1 pp.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.

Frisch AJ, Hobbs JPA. 2007. In vitro hybridization of coral trouts, Plectropomus leopardus (Lacepede, 1802) and Plectropomus maculatus (Bloch, 1790): a preliminary investigation. Aquaculture Research 38:251–218.

Fujaya 1999. Dasar-dasar Genetika dan Pengembangbiakan Ikan. Makassar (ID) Glamuzina B, Glavic N, Skaramuca B, Kozul V, Tutman P. 2001 .Early

development of the hyprid Epinephelus costae female x E. marginatus male. Aquaculture 198(2001):55-61.

Gustiano R. 1991. Hibridisasi antar genus:sebagai terobosan dalam penyediaan bibit unggul. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13:7-8

Hartono DP. 2003. Karakteristik kromosom ikan kerapu [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hickling C. 1986. Fish hybridization proc of world symposium on warm water pond fish culture. FAO Fish Rep 44:1-10.

Huisman EA. 1987. The principles of fish culture production. Netherland: Departement of Aquaculture, Wageningen University.

Kiriyakit A, Gallardo WG, Bart AN. 2011. Succesful hybridization of grouper (Ephinephelus coidodes x Epinephelus lanceolatus) using cryopreserved sperm. Aquaculture 320:106-112

Moav R, Wohlfarth GW. 1976. Two way selection for growth rate in the common carp (Cyprinus carpio L.). Genetics 82:83-101.

Soewardi K.2007.Pengelolaan Keragaman Genetik Sumberdaya Perikanan Dan Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Steel, GD, Torrie JH. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill, Inc.

Sugama K, Waspada, Tanaka H. 1986. Perbandingan laju pertumbuhan beberapa jenis kerapu, Epinephelus spp. dalam kurung-kurung apung. Scientific Report of Mariculture Research and Development Project (ATA-192) in Indonesia: 211-219.

Syamsiah H. 2001. Karakteristik morfometrik dan meristik benih ikan hibrida antara ikan mas (Cyprinus carpio L.) betina dan ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) jantan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Taqwa, FU. 2008. Pengaruh penambahan kalium pada masa adaptasi penurunan salinitas dan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap performa pascalarva udang vaname (Litopenaeus vannamei ). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tave, D. 1993. Genetics For fish managers. USA: AVI Publ.Comp.Inc

_______.1994. Selective Breeding Programes For Medium-Sized Fish Farm. Rome : FAO Fisheries Technical Paper 122p

Tseng WY, Poon CT. 1983. Hybridization of epinephelus species. Aquaculture 34:177-182

Wuwungan H. 2009. Keragaan benih udang galah Macrobrachium rosenbergii hasil perkawinan secara inbreeding, outbreeding dan crossbreeding [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisa Statistik (ANOVA dan MANOVA)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

LPH Between Groups .001 2 .001 298.196 .000 Within Groups .000 6 .000 Total .001 8 PBH Between Groups .003 2 .001 115.628 .000 Within Groups .000 6 .000 Total .003 8 PPM Between Groups .023 2 .012 75.757 .000 Within Groups .001 6 .000 Total .024 8

Laju Pertumbuhan Harian

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

20 ppt 3 .01880

30 ppt 3 .03087

10 ppt 3 .04982

Sig. 1.000 1.000 1.000

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

20 ppt 3 .01946

30 ppt 3 .09198

10 ppt 3 .14321

Sig. 1.000 1.000 1.000

Pertumbuhan Bobot Harian

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

20 ppt 3 .02972

30 ppt 3 .05001

10 ppt 3 .07272

(28)

18

LPH

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 20 ppt 3 .01880 30 ppt 3 .03087 10 ppt 3 .04982 Sig. 1.000 1.000 1.000 PBH Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 20 ppt 3 .02972 30 ppt 3 .05001 10 ppt 3 .07272 Sig. 1.000 1.000 1.000 PPM Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

20 ppt 3 .01946

30 ppt 3 .09198

10 ppt 3 .14321

Sig. 1.000 1.000 1.000

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

F df1 df2 Sig.

SGR 5.025 2 6 .052

PBH 4.388 2 6 .067

(29)

19

Lampiran 2 Analisa Profil RAPD menggunakan program TFPGA

13-Feb-2013 12:56:17 AM

Analysis of E:\PROGRA~1\HIBRID

Data set contains genotypes of individuals sampled from populations. Organism Type: Diploid

Marker Type: Codominant DESCRIPTIVE STATISTICS

******************************************************** RESULTS FOR ENTIRE DATA SET.

Locus 1 # obs. at locus= 16

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 18 0.5625 0.0000 0.0000 2 12 0.3750 0.0000 0.0000 3 2 0.0625 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.5391

Heterozygosity (unbiased): 0.5565 Heterozygosity (direct count): 0.0000 Locus 2 # obs. at locus= 16

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 20 0.6250 0.0000 0.0000 2 8 0.2500 0.0000 0.0000 3 4 0.1250 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.5313

Heterozygosity (unbiased): 0.5484 Heterozygosity (direct count): 0.0000

--- Results over all loci

Ave. sample size: 16.0000 Ave. heterozygosity: 0.5352

Ave. heterozygosity (unbiased): 0.5524 Ave. heterozygosity (direct count): 0.0000 % polymorphic loci (no criterion): 100.0000 % polymorphic loci (99% criterion): 100.0000 % polymorphic loci (95% criterion): 100.0000 ---

******************************************************** RESULTS FOR EACH POPULATION.

POPULATION 1

Locus 1 # obs. at locus= 11

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 16 0.7273 0.0000 0.0000 2 4 0.1818 0.0000 0.0000 3 2 0.0909 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.4298

Heterozygosity (unbiased): 0.4502 Heterozygosity (direct count): 0.0000

(30)

20

Locus 2 # obs. at locus= 11

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 16 0.7273 0.0000 0.0000 2 4 0.1818 0.0000 0.0000 3 2 0.0909 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.4298

Heterozygosity (unbiased): 0.4502 Heterozygosity (direct count): 0.0000

--- Results over all loci

Ave. sample size: 11.0000 Ave. heterozygosity: 0.4298

Ave. heterozygosity (unbiased): 0.4502 Ave. heterozygosity (direct count): 0.0000 % polymorphic loci (no criterion): 100.0000 % polymorphic loci (99% criterion): 100.0000 % polymorphic loci (95% criterion): 100.0000 --- POPULATION 2

Locus 1 # obs. at locus= 3

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 0 0.0000 0.0000 0.0000 2 6 1.0000 0.0000 0.0000 3 0 0.0000 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.0000

Heterozygosity (unbiased): 0.0000 Heterozygosity (direct count): 0.0000 Locus 2 # obs. at locus= 3

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 0 0.0000 0.0000 0.0000 2 4 0.6667 0.0000 0.0000 3 2 0.3333 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.4444

Heterozygosity (unbiased): 0.5333 Heterozygosity (direct count): 0.0000

--- Results over all loci

Ave. sample size: 3.0000 Ave. heterozygosity: 0.2222

Ave. heterozygosity (unbiased): 0.2667 Ave. heterozygosity (direct count): 0.0000 % polymorphic loci (no criterion): 50.0000 % polymorphic loci (99% criterion): 50.0000 % polymorphic loci (95% criterion): 50.0000 ---

(31)

21 POPULATION 3

Locus 1 # obs. at locus= 2

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 2 0.5000 0.0000 0.0000 2 2 0.5000 0.0000 0.0000 3 0 0.0000 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.5000

Heterozygosity (unbiased): 0.6667 Heterozygosity (direct count): 0.0000 Locus 2 # obs. at locus= 2

allele: # obs: allele freq: # hets: het freq: 1 4 1.0000 0.0000 0.0000 2 0 0.0000 0.0000 0.0000 3 0 0.0000 0.0000 0.0000 Heterozygosity: 0.0000

Heterozygosity (unbiased): 0.0000 Heterozygosity (direct count): 0.0000

--- Results over all loci

Ave. sample size: 2.0000 Ave. heterozygosity: 0.2500

Ave. heterozygosity (unbiased): 0.3333 Ave. heterozygosity (direct count): 0.0000 % polymorphic loci (no criterion): 50.0000 % polymorphic loci (99% criterion): 50.0000 % polymorphic loci (95% criterion): 50.0000 ---

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 27 Juni 1991 dari Ayah Sawal dan Ibu Lilik Sundari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 3 Magetan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur pada tahun 2011 dengan memilih komoditas ikan kerapu. Tahun 2012 penulis melakukan praktek lapangan akuakultur di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur komoditas ikan kerapu hibrid cantang. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, Fiska Kimia Perairan tahun ajaran 2011/2012.

Penulis pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Intitut Pertanian Bogor periode 2009-2010 sebagai staf Badan Pekerja PEMIRA dan periode 2010-2011 sebagai Koordinator Badan Pekerja Hubungan Kelembagaan, anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Intitut Pertanian Bogor periode 2009-2010 pada staf komisi 2, anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Intitut Pertanian Bogor periode 2010-2011 pada staf komisi 2, ketua organisasi mahasiswa daerah kabupaten magetan (IMPATA) periode 2010-2011 dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Intitut Pertanian Bogor periode 2011-2012.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi pada jenjang S1 ini diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphyc DNA) Hibrida antara Kerapu Batik Epinephelus microdon Betina dengan Kerapu Kertang E. lanceolatus Jantan dan Respon terhadap Perbedaan Salinitas”.

Gambar

Gambar 2 Amplifikasi UBC 456 pada ikan kerapu Kertang, Batik dan “Tiktang”
Gambar 3 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi ikan kerapu  Hubungan  kekerabatan    genetik  antara  ikan  kerapu  kertang  jantan  dengan  populasi ikan kerapu hibrid “Tiktang”, yaitu sebesar 0,1014 dan ikan kerapu batik  betina  menunjukan  kluster  ya
Gambar 4 Laju pertumbuhan harian ikan kerapu hibrid “Tiktang” pada    perlakuan salinitas 10, 20, 30 ppt
Gambar 6  Pertambahan bobot minggu ke 0-3 ikan kerapu hibrid “Tiktang”
+3

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang digunakan adalah uji regresi Linier berganda, yaitu analisis tentang variable tergantung (Y) Dependent variable adalah brand choice, dengan variable bebas

Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat penelitian deskriftif kualitatif yang menafsirkan serta menggambarkan keadaan sesuai dengan kenyataan yang

Pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan berinteraksi dari para sasaran, sehingga diharapkan terjadi perubahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian keterampilan siswa pada kelas eksperimen dengan penerapan pendekatan saintifik menggunakan strategi pembelajaran

Hal tersebut terbukti dengan lebih baiknya pen- capaian hasil postes kemampuan ber- pikir orisinil siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan ke- las kontrol,

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofit diikuti dengan 75% dan 100% aplikasi pupuk urea memiliki berat kering total bibit yang lebih tinggi dibandingkan

Adapun alasan peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu karena dalam mengungkapkan kejadian atau peristiwa interaksi sosial

Analisis untuk menentukan elemen-elemen penting pembentuk lanskap permukiman tradisional Lampung di Tiyuh Gedung Batin dilakukan dengan membandingkan hasil studi