• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paparan Kunci. Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Paparan Kunci. Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 1 dari 18 Paparan Kunci

PERAN TOPONIMI DALAM PELESTARIAN BUDAYA BANGSA DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Dr. Asep Karsidi

Kepala Badan Informasi Geospasial

Toponim atau nama-nama geografis tidak hanya sekedar nama yang menunjukkan lokasi suatu objek di peta. Nama-nama geografis yang standar merupakan sarana yang efektif dan dibutuhkan dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat seperti transaksi penanggulangan bencana, perdagangan, jasa pengiriman barang, pendidikan, wisata, dan juga dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara. Toponim juga dapat digunakan untuk mempelajari aspek budaya dan sejarah bangsa sehingga sangat diperlukan untuk melestarikan warisan budaya yang tak ternilai (intangible cultural heritage). Nama rupabumi harus dibakukan karena merupakan suatu titik akses langsung dan intuitif terhadap sumber informasi lain, yang dapat membantu untuk pengambilan keputusan bagi para pembuat kebijakan serta membantu kerjasama di antara organisasi lokal, nasional dan internasional.

Dengan perkembangan gasetir (basis data toponim) dijital dan teknologi pencarian data, keberadaan toponim menjadi lebih dibutuhkan. Sering terdapat nama-nama tempat dengan pengejaan yang sama, tempat dengan nama lokal dan nama-nama tempat dalam bahasa asing yang memerlukan otorisasi resmi untuk dapat dijadikan rujukan dalam penggunaannya. Gasetir harus bisa menjadi spatial identifier terhadap data nama-nama geografis yang terdapat dalam berbagai konten situs internet baik itu media sosial, blog, situs berita dan

(2)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 2 dari 18 khususnya situs yang menyediakan fasilitas pengguna menambahkan nama-nama tempat secara bebas yang jumlahnya semakin banyak.

Menyadari pentingnya pembakuan nama-nama geografis ini, diterbitkan Perpres No.112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Tim Nasional ini bertugas untuk mengkoordinasikan pembakuan nama rupabumi di Indonesia dengan cara menetapkan standar dan pedoman, melakukan pembakuan nama rupabumi dalam bentuk gasetir nasional, melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dan mewakili Indonesia dalam sidang-sidang internasional.

Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengamanatkan perubahan BAKOSURTANAL menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG) dikarenakan tugasnya yang lebih luas, tidak hanya menangani kegiatan survei dan pemetaan yang berada di hulu dalam proses penyelenggaraan informasi geospasial, tetapi juga harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan akses terhadap informasi geospasial yang berkualitas serta pemanfaatannya dalam pembangunan. Dalam kaitan ini, toponim merupakan bagian dari Informasi Geospasial Dasar yang harus disediakan oleh BIG. Karena itulah, kegiatan pembangunan basis data toponim di BIG merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pemetaan rupabumi. Survei toponimi selalu dilakukan setiap tahun sehingga telah menghasilkan sebuah gasetir yang relatif sudah cukup lengkap untuk seluruh wilayah Indonesia.

BIG atau BAKOSURTANAL sebelumnya juga telah berupaya untuk menjalankan perannya sebagai Sekretaris Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti pelatihan dan seminar nasional dan penyiapan data untuk menunjang kegiatan verifikasi nama rupabumi. BIG juga aktif sebagai bagian dari Tim Nasional yang melakukan verifikasi nama rupabumi yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 sesuai dengan Roadmap yang sudah disepakati.

Mulai tahun 2012 kemarin, di BIG dibentuk sebuah unit struktural yang menangani khusus bidang toponimi. Bahkan untuk mendukung kegiatan Sekretariat Tim Nasional, juga telah dibentuk sebuah Kelompok Kerja. Ini adalah salah satu bentuk perhatian dan komitmen BIG untuk terus menggerakkan pembangunan toponimi di Indonesia. Harapan ke depan, roda operasional Tim Nasional dapat berjalan dengan lebih optimal atas dasar pemahaman dan

(3)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 3 dari 18 kesungguhan bersama untuk menjadikan toponimi sebagai satu hal yang indispensable dalam pembangunan nasional kita.

(4)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 4 dari 18 KEBIJAKAN TEKNIS TOPONIMI PASCA LAHIRNYA

UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL Edwin Hendrayana*)

*) Plt. Deputi Bidang Informasu Geospasial Dasar, Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta-Bogor KM.46, Cibinong, Bogor 16911

e-mail: edwin.hendrayana@big.go.id

ABSTRAK

Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial atau dikenal dengan UU IG pada 21 April 2011, yang dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial merupakan proses transformasi Bakosurtanal menjadi Badan Informasi Geospasial. Badan Informasi Geospasial memiliki amanat untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Langkah strategis yang telah ditempuh oleh Badan Informasi Geospasial diantaranya perubahan struktur organisasi dan tata kerja. Diantaranya pembentukan Bidang Toponim yang berada di bawah Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, Kedeputian Bidang Informasi Geospasial Dasar. Selain itu dibentuk pula Kelompok Kerja Sekretariat Nama Rupabumi. Kelompok kerja ini berkoordinasi dengan Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sinergisme keduanya merupakan upaya yang dilakukan Badan Informasi Geospasial sebagai bentuk tanggungjawabnya untuk mendukung Tim Nasional Pembakuan Nama Rrupabumi (TNPNR). Hal ini sesuai amanat Peraturan Preside Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dimana Kepala Bakosurtanal/ BIG merupakan Sekretaris I TNPNR sekaligus sebagai Tim Pelaksana Pembakuan Nama Rupabumi, dan Bakosurtanal berfungsi sebagai Sekretariat TNPNR.

(5)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 5 dari 18 KEBIJAKAN NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI

Eko Subowo*)

*) Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Ditjen Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri

Jl. Kebon Sirih No. 31, Jakarta Pusat 10340 e-mail: eko_subowo@yahoo.com

ABSTRAK

Berdasarkan Perpres No. 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Timnas), maka Menteri Dalam Negeri ditetapkan sebagai Ketua, Kepala BIG sebagai Sekretaris I, Dirjen PUM Kemdagri sebagai Sekretaris II, dan Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Kelautan dan Perikanan masing-masing sebagai Anggota.

Tugas pokok Ditjen PUM Kemdagri bersama-sama dengan Badan Informasi Geospasial selaku Sekretariat Timnas berfungsi menyiapkan konsep kebijakan, program kerja dan kegiatan, serta menjadi dapur yang sehari-hari menghimpun, mengolah, menyajikan dan menyimpan informasi terkait kegiatan pembakuan nama rupabumi baik antar instansi di tingkat pusat maupun antar pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota secara nasional.

Beberapa kebijakan yang telah diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri dalam upaya mendukung efektivitas pelaksanaan tugas Timnas di antaranya adalah:

1. Permendagri No. 39 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi. Permendagri ini di dalamnya antara lain mengatur beberapa prinsip dalam pemberian dan pembakuan nama rupabumi di Indonesia, yaitu: (a)Penggunaan Abjad Romawi, (b) Satu Unsur Rupabumi Satu Nama, (c) Penggunaan Nama Lokal, (d) Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan , (e) Menghormati Keberadaan Suku, Agama, Ras, & Golongan, (f) Menghindari Penggunaan Nama Diri atau Nama Orang yang Masih Hidup, (g) Menggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Daerah, dan (h) Paling Banyak Tiga Kata.

(6)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 6 dari 18 2. Permendagri No. 35 Tahun 2009 tentang Panitia Pembakuan Nama Rupabumi . Peraturan ini memberikan arahan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk membentuk Panitia Daerah, berikut panduan tentang susunan dan komposisi kepanitiaan tersebut. Tugas Panitia Provinsi dan Kabupaten/Kota tersebut adalah membantu proses inventarisasi, verifikasi dan pembakuan nama rupabumi yang selanjutnya melaporkan kepada Timnas untuk diproses lebih lanjut sesuai kewenangan masing-masing.

3. SE Mendagri No. 125.1/1785/PUM tanggal 16 Mei 2013 tentang Pedoman Teknis Inventarisasi dan Verifikasi Nama Unsur Rupabumi Alami.

Road map kegiatan pembakuan nama rupabumi oleh Timnas disusun sebagai berikut

1. Tahun 2007-2008 : Pembakuan nama rupabumi Unsur Pulau;

2. Tahun 2009-2011 : Pembakuan nama rupabumi Wilayah Administrasi; 3. Tahun 2012-2014 : Pembakuan nama rupabumi Unsur Alami;

4. Tahun 2015-2017 : Pembakuan nama rupabumi Unsur Buatan. Kata kunci: -

(7)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 7 dari 18 PERKEMBANGAN TOPONIMI DI INDONESIA

Rudolf. W. Matindas*) *) Pakar Toponimi e-mail: secr@indo.net.id

ABSTRAK

Perkembangan toponim, atau disebut juga nama-nama rupabumi atau nama-nama geografis, di kepulauan nusantara telah melalui sejarah yang panjang. Diantaranya telah melalui tiga tahapan utama, yaitu zaman prasejarah, zaman penjajahan kolonial dan zaman kemerdekaan. Sedangkan pembangunan toponimi di tingkat nasional saat ini telah memperoleh dua buah payung hukum, yakni Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.

Pada tatanan nasional, regional dan internasional, kesadaran akan nama-nama geografi sebagai kunci utama untuk mengakses berbagai informasi, baik nasional maupun mancanegara terus meningkat. Upaya pembinaan nasional untuk kemampuan menata nama-nama geografis pada cara pengumpulan, penulisan, pembakuan, publikasi, protokol, akses data, yang selama ini dilaksanakan atas kerja sama Badan Informasi Geospasial dan Kementerian Dalam Negeri membutuhkan dukungan berbagai instansi pemerintah lainnya dari tingkat pusat hingga daerah. Selain itu, keterlibatan Indonesia secara aktif pada beberapa organinasi terkait di lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai organisasi profesi internasional maupun regional terus dilanjutkan.

(8)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 8 dari 18 PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SDM

DI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL Budhy Andono Soenhadi*)

*) Sekretaris Utama Badan Informasi Geospasial e-mail: -

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU-IG) mengamanatkan tugas pembinaan dan pengembangan SDM pada pemerintahan, SDM pada industri IG kepada BIG, dan juga pembinaan melalui penyelenggaraan pelatihan bidang IG. Pasal 56 UU-IG menjadi norma tentang wajibnya sertifikasi tenaga profesional IG pada dunia usaha IG. Melalui sertifikasi ini produk-produk IG yang dilakukan badan-badan usaha IG terjamin kualitasnya, sebab dikerjakan oleh SDM yang bersertifikasi. Sementara itu, Pasal 57 menyebutkan tugas pembinaan terhadap SDM pada pemerintahan melalui jabatan fungsional secara nasional di bidang IG. Pasal ini juga menyebutkan tugas pembinaan dari BIG melalui bimbingan, supervisi, serta pendidikan dan pelatihan. Rakornas IG tahun 2013 telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan penting terkait pembinaan dan pengembangan SDM ini. Untuk sertifikasi SDM IG, penyelesaikan masalah kelembagaan, pedoman, dan perangkat aturan untuk akreditasi dan sertifikasi akan diselesaikan tahun 2013. Pada tahun ini juga direncanakan akan dilakukan revisi peraturan Menteri PAN-RB tentang Jabatan Fungsional Surveyor Pemetaan, untuk mengantisipasi kebutuhan dan peran Surveyor Pemetaan yang penting dalam pembangunan. Adapun untuk pendidikan dan pelatihan geospasial, BIG mendukung dan bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi menyiapkan penyempurnaan kurikulum pendidikan IG serta unit-unit pelatihan IG terakreditasi di berbagai daerah.

(9)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 9 dari 18 PERAN TOPONIMI DALAM PELESTARIAN BUDAYA

DAN PEMBENTUKAN JATI DIRI BANGSA Multamia RMT Lauder*)

*) Guru Besar Geografi Linguistik, Universitas Indonesia e-mail: mia.lauder@gmail.com

ABSTRAK

Toponimi berakar pada Kajian Onomastik, yaitu ilmu yang mendalami masalah penamaan dan makna dari nama tersebut. Secara garis besar Kajian Onomastik terdiri dari Antroponimi (kajian terhadap nama manusia) dan Toponimi (kajian terhadap nama tempat).

PBB dalam hal ini UNGEGN (United Nation Geographical Experts on Geographical Names) menganggap bahwa toponimi sangat penting untuk komunikasi antarbangsa. Semua negara wajib menyerahkan semua nama tempat baik nama alami, buatan manusia, maupun administratif. Para pakar Toponimi Indonesia sepakat untuk menyebutnya sebagai nama rupabumi. Penamaan tempat diwajibkan oleh UNGEGN menggunakan bahasa lokal.

Sehubungan dengan hal itu, maka peran toponimi perlu diberi prioritas secara langsung membantu preservasi bahasa dan budaya setempat. Selain itu kewajiban pemakaian bahasa lokal yaitu bahasa daerah sebagai nama tempat turut membantu pembentukan jati diri bangsa.

(10)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 10 dari 18 OPTIMALISASI PENAMAAN PULAU GUNA PENGUATAN

IDENTITAS BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA KETAHANAN NASIONAL

Sukendra Martha*)

*) Peneliti Utama BIG / Tenaga Ahli Pengajar bidang Geografi Lemhannas RI Jl. Medan Merdeka Selatan 10, Jakart Pusat 10110

e-mail: sukendramartha@yahoo.co.id

ABSTRAK

Permasalahan penamaan pulau-pulau di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kewajiban Pemerintah untuk segera menyelesaikannya. Makin cepatnya penamaan pulau yang dimiliki otomatis akan makin segera terselesaikannya persoalan pengadministrasian /pendataan pulau, yang menjadi bagian kesatuan wilayah NKRI. Aktivitas penamaan pulau yang disertai dengan sistem inventarisasi yang teratur dan administrasi yang rapih serta pengecekan langsung di lapangan pada hakekatnya merupakan pendataan wilayah yang secara otomatis menghitung jumlah seluruh pulau yang ada. Artinya, kepastian data/angka jumlah pulau di Indonesia yang seringkali dipertanyakan warga masyarakat itu akan diyakinkan oleh hasil kegiatan penamaan ini. Sebagai bahan kajian, data jumlah pulau dari berbagai sumber dipresentasikan dalam makalah ini; terutama pulau-pulau yang belum bernama merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan penamaannya, sementara yang sudah bernamapun perlu terus dievaluasi apakah sudah mendasarkan pada standarisasi nama yang ditetapkan. Penamaan pulau mempunyai manfaat yang besar sebagai identitas budaya bangsa kita, terutama sebagai upaya penguatan terhadap identitas budaya bangsa, yang pada gilirannya akan berpengaruh bagi mantapnya ketahanan nasional. Untuk itu diperlukan optimalisasi penamaan pulau tsb dengan mengacu pada Pedoman Penamaan, dengan mengutamakan pada penggunaan bahasa lokal sebagai bentuk pelestarian budaya dan identitas bangsa.

(11)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 11 dari 18 GASETIR SEBAGAI BAGIAN KEKAYAAN BUDAYA BANGSA

Ida Herliningsih*)

*) Kepala Bidang Toponim, Pusat Pemetaab Rupabumi dan Toponim, BIG Jl. Raya Jakarta-Bogor KM.46, Cibinong, Bogor 16911

e-mail: ida_basri@yahoo.com

ABSTRAK

Nama rupabumi, disebut juga dengan istilah nama geografis atau toponim, adalah data geospasial yang merupakan salah satu unsur yang terdapat pada Peta Rupabumi Indonesia (RBI). Peta RBI merupakan salah satu peta dasar sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Kegiatan pengumpulan nama rupabumi dilakukan dalam pekerjaan pembuatan Peta RBI dan Gasetir Rupabumi Indonesia di Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, Badan Informasi Geospasial (BIG). Dengan adanya Gasetir Rupabumi Indonesia yang berisi daftar nama geografis dengan cakupan hampir seluruh wilayah Indonesia, menjadi referensi bagi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dalam melaksanakan tugasnya, diantaranya melakukan pembakuan secara nasional nama, ejaan, dan ucapan unsur rupabumi di Indonesia dalam bentuk gasetir nasional.

Gasetir rupabumi Indonesia ini digunakan dalam kegiatan inventarisasi, pengolahan data dan informasi yang dilaksanakan oleh Panitia Pembakuan Nama Rupabumi (PPNR) Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia untuk kemudian diusulkan kepada Tim Nasional melalu PPNR Provinsi. Selanjutnya, PPNR Provinsi mengusulkan pembakuan nama rupabumi kepada Tim Nasional sebagai bahan penyusunan gasetir nasional. Pembakuan nama rupabumi dilakukan berdasarkan prinsip dan prosedur penamaan rupabumi dengan tujuan untuk mewujudkan data dan informasi yang akurat, baik untuk kepentingan pembangunan nasional maupun internasional. Prinsip penamaan rupabumi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi, diantaranya penggunaan nama lokal dan menggunakan bahasa Indonesia dan/ atau bahasa daerah.

(12)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 12 dari 18 Gasetir Nasional dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi, salah satunya adalah aplikasi untuk perlindungan sosial. Gasetir nasional, sebagai data geospasial, merupakan bentuk khusus dari suatu spatial identifier, yang di dalamnya merepresentasikan nama, jenis unsur, koordinat lokasi, serta informasi terkait lainnya. Dalam aplikasi ini gasetir nasional digunakan sebagai referensi dari berbagai data geospasial lainnya yang juga menggunakan spatial identifier. Kata kunci: Toponim, Gasetir Rupabumi Indonesia, Gasetir Nasional, Spatial Identifier.

(13)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 13 dari 18 SEJARAH SEBAGAI PENGINGAT DAN PEMAKNA

Susanto Zuhdi*)

*) Guru Besar Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia e-mail: susanto_zuhdi@yahoo.com

ABSTRAK

Pemberian nama rupabumi pada obyek geografi mungkin setua usia manusia yang melakukannya. Toponim dapat dilihat sebagai eksrepsi linguistik yang mempertautkan gagasan manusia dengan obyek, seperti pada gunung, sungai, laut, selat, pulau dsb. Selain memperlihatkan aspek bahasa, toponim juga tidak lepas dari sejarah, yang berfungsi sebagai “pengingat”. Di dalam konteks pelestarian warisan budaya, melalui pendekatan tradisi (pendekatan antropologi), nilai-nilai budaya dapat diturunkan dari generasi ke genarasi.

Bertolak dari segitiga (triangel) “bahasa sebagai pencerah” (language as enlightenment); “sejarah sebagai pengingat” history as remembrance) dan “tradisi sebagai kesinambungan” (tradition as continuity), makalah ini terutama hendak membentang toponim dengan aspek sejarah.

Fokus sejarah adalah pada fakta dan interpretasi. Melalui fakta sejarah manusia mampu mengingat mengenai peristiwa, baik sebagai proses maupun strukturnya. berdasar pada fakta itu manusia memberi makna bagi kehidupannya. Apakah di sana terdapat makna yang berasal dari nilai-nilai perjuangan, nilai-nilai kesetiakawananan (solidaritas), nilai persatuan dsb.

Oleh karena setiap periode sejarah memperlihatkan semangat atau jiwa zaman (zeitgeist) masing-masing, maka sejarah mempengaruhi pemberian nama rupa bumi. Apalagi diketahui bahwa pemberian nama dapat dilakukan oleh pihak luar (eksonim), selain pemberian orang dalam sendiri (endonim).

Nama tempat “Baubau” (Sulawesi Tenggara) dalam masa pelaksanaan Otonomi Daerah kini telah menjadi sebuah kota, dengan memiliki perangkat legislatifnya (DPRD-Kota). Orang Buton menolak pemberian nama dari luar yang mengartikan “Baubau” yang berasa kata dari “bau” (berkaitan dengan arti “busuk”)). Kata itu berasal dari kata “bhau” yang berarti “baru”.

Dalam konteks lain, nyaris nama tempat “Kota Kotamobagu” hapus dari peta bumi Indonesia, hanya karena tidak dicantumkan “kota” di depan “Kotamobagu”. Tidak diketahui bahwa “Kotamobago” adalah nama spesifik.

(14)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 14 dari 18 Kata kunci: -

(15)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 15 dari 18 SOCIAL MEDIA DAN CROWDSOURCED DATA: PERSPEKTIF BARU

PEMANFAATAN TOPONIM Ade Komara Mulyana *)

*) Kepala Bidang Pemetaan Rupabumi Skala Besar

Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim - Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong 16911 Tlp./Fax: 021-87901254

e-mail: mulyana@gmail.com

RINGKASAN

Globalisasi dan perkembangan teknologi yang mengubah pola hidup masyarakat ternyata juga telah membuka cakrawala baru dalam pemanfaatan data nama-nama geografis (toponim). Data toponim tidak lagi digunakan untuk kepentingan-kepentingan pemetaan, tetapi bermunculan banyak hal-hal baru yang ternyata sangat membutuhkan data toponim yang standar dan authorized (dikeluarkan resmi oleh lembaga berwenang).

Salah satu bidang pemanfaatan toponim yang semakin sering dijumpai adalah penanggulangan bencana, seiring dengan banyaknya terjadi bencana di negara kita yang mendapatkan perhatian dunia internasional. Manajemen penyaluran bantuan dalam tahapan tanggap darurat misalnya, sangat memerlukan basis data toponim yang authorized untuk meyakinkan bahwa bantuan sampai ke lokasi yang tepat. Karena itulah, basis data toponim merupakan salah satu hal pertama yang dicari oleh lembaga-lembaga penyalur bantuan internasional seperti UN-OCHA ketika datang ke suatu daerah bencana.

Sementara itu masyarakat sekarang semakin banyak yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter atau blog personal di internet, yang juga membuka pemanfaatan baru dari toponim. Tanpa betul-betul disadari, banyak yang menyebutkan nama lokasi dalam statusnya atau dalam komunikasinya dalam media sosial tersebut. Ini kemudian dapat digunakan untuk menjadi sinyal atau indikator cepat apa yang terjadi di lokasi tersebut yang kemudian bersama informasi lainnya dapat digunakan untuk menjadi landasan kebijakan yang dapat diambil.

Banyak informasi yang dapat dideteksi dari komunikasi yang terjadi di internet. Salah satu program yang kemudian mencoba memanfaatkan hal ini

(16)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 16 dari 18 adalah Global Pulse yang merupakan sebuah program inovatif dari PBB untuk melacak dan memonitor informasi terkait krisis sosio-ekonomi baik di tingkat lokal maupun global. Program ini bertujuan mendapatkan data yang melengkapi data yang didapatkan dari survey dan sensus atau cara-cara pengumpulan data statistik lainnya yang tradisional. Global Pulse berusaha melacak informasi dari sumber-sumber online seperti blog, media sosial (Twitter dan Facebook), situs berita, situs lowongan kerja, situs jual beli online.

Informasi yang dilacak oleh program seperti Global Pulse ini tentu akan lebih bermakna apabila mengandung informasi lokasi tempat kejadian atau fenomena yang diinformasikan tersebut. Di sinilah pentingnya program ini memiliki hubungan langsung dengan data base toponim atau gasetir yang resmi untuk dapat menjalankan fungsi geocoding atau menunjukkan lokasi yang tepat dari nama tempat yang disebut dalam informasi tersebut.

Volume informasi yang terdapat di internet memang luar biasa dan dapat digunakan sebagai sebuah sumber informasi. Tetapi konten tersebut biasanya cenderung mengandung informasi yang informal dan tidak lengkap serta mengandung ungkapan-ungkapan yang subjektif, tidak jelas dan samar atau ambigu. Oleh karena itu, konten informasi tersebut harus dikelompokkan dengan informasi yang relevan atau memiliki kesamaan waktu, lokasi atau pembuat untuk menghasilkan informasi yang lebih utuh. Cara lain adalah dengan melengkapi informasi tersebut dengan informasi lain yang dapat mengkofirmasi atau me negasinya. Di sinilah peranan gasetir yang dapat berfungsi sebagai spatial identifier yaitu pengkonfirmasi sebuah nama geografis, atau juga sebagai penentu apabila sebuah nama geografis ternyata ada di dua lokasi atau lebih.

Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi perkembangan pesat dalam teknologi internet yang memungkinkan masyarakat secara mandiri untuk membuat, menggabungkan dan mendiseminasikan informasi geospasial secara sukarela di dunia maya. Situs seperti Wikimapia dan OpenStreetMap berhasil memberdayakan masyarakat pengguna untuk menciptakan karya informasi geospasial secara global, sedangkan Google Earth dan Bing Map juga menyediakan berbagai fasilitas bagi para penggunanya untuk mengembangkan berbagai aplikasi menarik menggunakan datanya. Banyak data nama-nama tempat yang dengan bebasnya ditambahkan oleh pengguna dalam situs-situs tersebut yang tentu saja menimbulkan pertanyaan tentang validitas dan otorisasinya.

(17)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 17 dari 18 Lembaga pemetaan resmi seperti Badan Informasi Geospasial (BIG) di Indonesia, secara terus menerus mengembangkan standar dan spesifikasi untuk mengatur produk informasi geospasial dan menggunakan tenaga kerja profesional di bidangnya. Karena itu, maka produk-produk lembaga seperti BIG sudah mendapatkan otoritas secara de facto dan diakui sebagai produk resmi dikarenaka reputasi kelembagaan yang dimilikinya. Sementara itu perusahaan seperti Google, tentu saja tidak memiliki reputasi seperti itu dalam bidang informasi geospasial. Tetapi tidak bisa dipungkiri, para pengguna tetap bersedia “mengakui” produk-produknya yang mungkin disebabkan oleh 2 hal: pertama karena itu didistribusikan dengan teknologi yang relatif baru, dan yang kedua karena reputasi Google di bidang lain khususnya di bidang teknologi mesin pencarian data (search engine).

Menghadapi perkembangan seperti tersebut di atas, harus segera diresmikan Gasetir Nasional yang authorized dan resmi dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi acuan tidak hanya untuk kepentingan terkait pemetaan, tetapi juga sebagai spatial identifier terhadap informasi nama-nama tempat yang ada di web. Dalam era dijital seperti sekarang ini, gasetir nasional dapat terdiri dari berbagai gasetir yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk itu perlu diperhatikan 3 hal yaitu komponen dari setiap gasetir, proses penamaan tempat dan perkembangannya, dan aspek interoperabilitas di antara gasetir yang ada.

Kata kunci: -

(18)

Seminar Nasional Toponim, Hotel Aston Primera, Bandung 25 Juni 2013 18 dari 18 PROSES PERIJINAN SEBAGAI UPAYA UNTUK PENGENDALIAN

PEMANFAATAN RUANG Setiyoso Subarkah *)

*) Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Bidang Fisik dan Prasarana, Bappeda Kota Bogor

ABSTRAK

Pengendalian pemanfaatan ruang sangat penting dilakukan dalam proses pembangunan, sebagai upaya untuk mewujudkantertib tata ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Proses perizinan dilakukan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, untuk mencegah dampak negative pemanfaatan ruang serta melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.

Untuk ketentuan proses perizinan bidang property, Kota Bogor dimulai dengan penerbitan izin prinsip (IP) diberikan kepada suatu kegiatan yang diperkenankan untuk beroperasi dengan luasan di atas 10.000 m2 (sepuluh ribu

meter persegi) dengan tujuan untuk menjamin bahwa pemanfaatan tanah tersebut sesuai peruntukan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang., kemudian Izin Lokasi (IL) merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan dalam rangka pemanfaatan ruang, Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT), serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kebijakan penamaan property diupayakan untuk tetap memperhatikan kearifan budaya lokal Kota Bogor dan mempertahankan bangunan heritage yang ada..

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan titik panas atas hotspot pada hari ini pukul 17.00 WIB berdasarkan pantauan citra satelit Terra/Aqua (BMKG) total Sumatera NIhil, Riau : Nihil dan

Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang

Melalui program persilangan antar stain ikan nila yang memiliki laju pertumbuhan terbaik (Red NIFI, NIRWANA, dan BEST) dengan ikan mujair diharapkan dapat membentuk ikan nila

Oleh sebab itu komposer ingin menuangkan ide musikal yang terinspirasi dari alam mengenai fenomena pelangi dimana memiliki tujuh warna spektrum yang sama dengan

Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir dirumuskan dalam rapat konsensus di Jakarta tanggal 16 Januari 2008 yang dihadiri oleh wakil-wakil produsen,

Mengingat kejadian stunting dapat merugikan masa depan anak bangsa khususnya anak Papua, maka penelitian ini perlu untuk dilakukan untuk mengetahui perbedaan proporsi stunting

Sedangkan untuk kompetensi teknis dapat diidentifikasi 16 Kompetensi teknis untuk Jabatan Pengadministrasian Akademik Program Pascasarjana, 16 Kompetensi teknis untuk

Dalam proses belajar mengajar di sebuah tempat tentunya ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai guna terciptanya suasana belajar mengajar yang aman, nyaman dan kondusif,