• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TATANAN TEKTONIK, ASAL BATUAN DAN IKLIM PURBA PADA BATUPASIR FORMASI NANGGULAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TATANAN TEKTONIK, ASAL BATUAN DAN IKLIM PURBA PADA BATUPASIR FORMASI NANGGULAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

1

KAJIAN TATANAN TEKTONIK, ASAL BATUAN DAN IKLIM PURBA PADA

BATUPASIR FORMASI NANGGULAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI

Wahyu Sasongko*, Fathan Hanifi Mada Mahendra, Febri Buha D, M Rizki Legi H

Departemen Teknik Geologi,Universitas Gadjah Mada

*wahyu_sas@ugm.ac.id

SARI

Formasi Nanggulan merupakan formasi batuan sedimen tertua berumur Eosen yang tersingkap di Pegunungan Kulon Progo. Perubahan komposisi batupasir secara stratigrafi Formasi Nanggulan, tentunya memiliki implikasi tatanan tektonik dan asal batuan yang dinamik. Kegunaan pengamatan petrografi batuan sedimen silisiklastik antara lain adalah untuk memahami origin (tatanan tektonik dan asal batuan), berdasarkan komposisi modal/ komposisi rombakan batupasir tersebut.

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode point counting Gazzi-Dickinson (1979) pada sebelas sampel batupasir Formasi Nanggulan. Analisis data petrografi (bivariat-multivariat plot) mengacu pada beberpa peneliti sebelumnya, terdiri dari beberapa tujuan: (1) klasifikasi batupasir; (2) penentuan tatanan tektonik dan asal batuan (provenance);(3) penentuan batuan asal (parent rock); (4) penentuan iklim dan relief.

Batupasir Formasi Nanggulan berukuran pasir sedang-pasir halus, kontak didominasi kontak tangensial, dan tekstur grain supported. Litologi batupasir penyusun Formasi Nanggulan, berubah dari sikuen LST & TST pada bagian bawah, berupa quartz arenite, sublitharenite-arkose, dan paling atas sikuen HST, berupa lithic arenite/ litharenite. Berdasarkan hasil plot asal batuan sumber berubah dari continetal block (LST) & recycled orogen (LST & TST) dan pada bagian atas (HST) berubah menjadi tatanan tektonik zona magmatic arc dengan subzona undissected arc. Batuan asal Formasi Nanggulan bagian bawah (sikuen LST & TST), berasal dari batuan granitik dan berubah batuan granitik yang mulai mengalami metamorf tingkat rendah (low grade metamorphism). Batupasir Formasi Nanggulan Bagian atas asal batuan sumbernya dari aktivitas busur magmatik.

Cekungan Formasi Nanggulan berada ditepi belakang mikrokontinen Jawa Bagian Timur, di depan penunjaman fase pertama tektonik KapurAkhir-Paleosen. Batupasir Formasi Nanggulan bagian bawah dihasilkan dari produk craton interior dari mikrokontinen Jawa Bagian Timur dan kemudian asal batupasir berubah menjadi recycled orogen yang berasosiasi dengan foreland fold thrust belts (subzone quartzose), karena adanya kompresi dari penunjaman baru yang aktif disebelah selatan-tenggara mikrokontinen, yang menyebabkan mikrokontinen Jawa Bagian Timur terlipat dan mengalami metamorfosa, terangkat dan tererosi. Penunjaman aktif dibawah mikrokontinen Jawa Bagian Timur tersebut mulai menghasilkan aktivitas volkanik dalam bentuk material tuf yang mulai hadir pada akhir pada sikuen TST dan bercampur dengan materal dari recycled orogen. Setelah MFS, aktivitas volkanik mulai dominan dan mengubur mikrokontinen tersebut, dan asal batuan berubah berasal dari aktivitas magmatik muda tersebut (magmatic arc subzona undissected arc ). Iklim saat terbentuknya Formasi Nanggulan adalah humid-subhumid. Relief asal batuan ketika awal terbentuknya endapan Formasi Nanggulan bagian bawah adalah low plain –moderate hills dan relief pegunungan kasar untuk Formasi Nanggulan bagian atas.

Kata kunci : Formasi Nanggulan, mikrokontinen, posisi tektonik, asal batuan, ilkim purba

I. PENDAHULUAN

Formasi Nanggulan dan Formasi Wungkal-Gamping merupakan endapan sedimen Eosen yang dijumpai di Pulau Jawa bagian Timur bagian selatan. Formasi Nanggulan tersingkap di Nanggulan, Kulon Progo dan Formasi Wungkal-Gamping tersingkap di Pegunungan

Jiwo, Bayat. Formasi Wungkal-Gamping pada bagian bawah tersingkap batupasir kuarsa dan batulanau, serta pada bagian atas tersingkap batugamping mengandung fosi foraminifera besar.

(2)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

2 Formasi Nanggulan bagian bawah tersusun atas

litologi batupasir kuarsa, batulanau dengan perselingan napal dan lignit, sedangkan pada bagian tengah tersusun atas batulempung-batulanau gampingan, napal sisipan batupasir kuarsa tufan-arkose, dan pada bagian atas Formasi Nanggulan tersusun atas batulanau gampingan dan napal, sisipan batupasir tufan dan tuf andesitik, yang berumur Eosen Tengah – Eosen Akhir (Marks ,1957; Sujanto & Roskamil, 1975; Saputra & Akmaluddin, 2015) dan berumur Eosen Tengah – Oligosen (Rahardjo et al., 1977; Lunt & Sugianto, 2003).

Sribudiyani et al., (2003) menyebutkan bahwa

deformasi Jawa Tengah bagian Selatan

dipengaruhi oleh subduksi yang berlangsung dari Zaman Kapur hingga Eosen, menyebabkan adanya fragmen benua atau mikrokontinen yang masuk kebawah sebagai alas Pulau Jawa. Hipotesis tersebut juga didukung oleh Smyth et al., 2005 yang mengemukakan adanya fragmen Benua Gondwana di bawah Pulau Jawa berdasar analisis zirkon yang memanjang dari Pegunungan Selatan hingga Yogyakarta.

Kesamaan umur geologi Formasi Nanggulan dan karakterisitik perubahan secara stratigrafi Formasi

Nanggulan, terutama kehadiran batupasir,

menarik untuk penelitian geologi kaitannya dengan pembahasan mengenai perkembangan tatanan tektonik, asal batuan (provenance), dan iklim purba untuk menjelaskan dinamika tektonik pada kala Eosen dan ulasan yang terkait dengan perubahan sikuen stratigrafi dari Formasi Nanggulan.

Diagenesis batuan sedimen silisiklastik merupakan interaksi antara 3 (tiga) faktor utama, yaitu tatanan tektonik dan asal batuan, iklim purba dan relief, dan fasies sedimentologi yang merupakan manifestasi konsep sikuen stratigrafi. Tatanan tektonik memiliki peranan utama yang dapat mempengaruhi variasi komposisi batuan sedimen. Perkembangan perubahan komposisi batupasir Formasi Nanggulan secara stratigrafi dari bawah ke atas adalah sebagai berikut: pada stratigrafi bagian bawah berkembang batupasir kuarsa, sedangkan pada bagain tengah berkembang batupasir arkosik, dan pada bagian atas berkembang batupasir andesitik sisipan tuf (Lunt & Sugianto, 2003).

Menurut Ansori & Amijaya (2015) berdasarkan sikuen stratigrafi (Gambar 1), membagi Formasi Nanggulan bawah menuju Nanggulan atas, dari fase awal lowstand system tract (LST), berkembang fase sikuen transgressive system track (TST), dan paling akhir berubah menjadi fase sikuen highstand sytem tract (HST).

Hasil analisis mineralogi pada batupasir Formasi Nanggulan oleh Prasetyadi (2008) menunjukkan adanya kuarsa monomineral (Qm) dengan kelimpahan berkisar 30 % -78 %, sedangkan kuarsa polikristalin (Qp) sebagian besar tersusun oleh 2-3 kristal kuarsa. Komponen feldspar dari sampel batupasir Formasi Nanggulan sebagian besar terdiri atas plagioklas dengan kandungan kalium feldspar. Sementara itu, butir fragmen batuan yang menyusun batupasir Formasi Nanggulan terdiri batuan metamorf berupa filit kuarsa-mika, basalt, dan rijang.

Publikasi penelitian ini akan membahas

perkembangan secara sikuen stratigrafis

mengenai tatanan tektonik, asal batuan dan batuan asal, dan kondisi iklim purba dan relief berdasarkan analisis data petrografi batupasir dari Formasi Nanggulan.

II. TATANAN GEOLOGI

Geologi Kulon Progo merupakan suatu kompleks pegunungan yang berbentuk kubah lonjong (oblong dome) dengan dimeter orientasi NNE-SSW panjang 32 kilometer dan WNW-ESE 15-20 kilometer. Menurut pembagian zona fisiografi Jawa Tengah, Pegunungan Kulon Progo termasuk dalam Zona Depresi Tengah (Van Bemmelen, 1949).

Tatanan Tektonik

Menurut Prasetyadi (2008), dinamika tektonik Jawa Bagian Timur sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama berlangsung pada Kapur akhir sampai Paleosen ketika subduksi Lempeng Samudera Indo-Australia pada jalur zona subduksi Ciletuh-Karangsambung-Meratus. Pada fase ini subduksi berhenti karena menumbuk mikrokontinen

pasternoster, yang membentuk palung

menghasilkan endapan sedimen Karangsambung dan terjadi pengangkatan pada Paleosen yang

(3)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

3 membentuk ketidakselarasan regional antara

batuan Pra-Tersier dengan batuan Tersier. Fase kedua, berlangsung pada Kala Eosen merupakan fase regangan ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Fase regangan ini menghasilkan komplek akresi

dan palung yang menghasilkan endapan

olistostrom Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan. Tepian mikrokontinen didepan palung, berkembang cekungan yang diendapkan Formasi Nanggulan, Kulon Progo dan Formasi Wungkal-Gamping, Pegunungan Jiwo, Bayat.

Fase ketiga terjadi pada Kala Oligosen, deformasi tumbukan antara endapan palung Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan dengan Mikrokontinen Jawa Timur yang menghasilkan subduksi dan terbentuk busur volkanik Oligosen.

Stratigrafi

Urutan pembagian stratigrafi Pegunungan Kulon Progo dari tua ke muda meliputi Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Endapan Kuarter (Van Bemmelen, 1949; Marks, 1957; Rahardjo, 1977).

Formasi Nanggulan merupakan formasi tertua yang tersingkap dalam stratigrafi Pegunungan Kulon Progo. Formasi Nanggulan dicirikan dengan lithologi penyusun berupa batupasir, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, batupasir dengan sisipan lignit, batugamping dan juga tuf. Formasi ini melimpah mengandung fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan lapisan sedimen kurang lebih 300 meter.

Berdasarkan proses sedimentasi, Lunt dan Sugiatno (2003) membagi Formasi Nanggulan menjadi 6 sub-satuan batuan (Gambar 2), dari tua ke muda yaitu sebagai berikut:

a) Songo Beds: memiliki karakteristik yang identik dengan Axinaea Beds dan Djokdjakartae Beds (Marks, 1957) dan Satuan 1e dari Oppernoorth, tersusun atas batupasir kuarsa dengan sisipan batupasir lempungan, lapisan batubara, dan konglomerat.

b) Watu Puru Beds, identik dengan Satuan 2e Oppernoorth tersusun atas lithologi berupa napal, batulanau dengan kandungan tuf.

c) Jetis Beds, secara umum mewakili Satuan 3e

Oppernoorth, tersusun atas batupasir

andesitik, batulempung tufan dengan sisipan batupasir.

d) Pellatispira transgression beds, tersusun oleh batugamping yang banyak mengandung foram besar Pellatispira.

e) Cunialensis clay, penunjuk umur Eosen Akhir (zona P15-P17), tersusun atas lapisan tipis batulempung yang banyak mengandung foram

plankton Turborotalia cerroazulensis

cocoaensis..

f) Tegalsari Marls, tersingkap pada bagian paling atas, tersusun oleh napal dengan kandungan fosil penciri Pseudohastigerina micra (P18, Oligosen Awal).

III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN Sampel Batuan

Sampel batuan diambil dari data pemboran inti dan data singkapan. Pengambilan sampel pemboran dilakukan pada 2 titik, di Dusun Ngroto, Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo dan Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Nanggulan. Masing-masing titik berada di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara umum, data batuan inti dan singkapan lapangan dapat mewakili Formasi Nanggulan secara menyeluruh dari batuan yang tertua sampai dengan yang paling muda. Batuan inti pemboran Nanggulan-2 yang memiliki kedalaman 100 meter, singkapan permukaan dengan ketebalan 18,6 meter, dan batuan inti Nanggulan-1 dengan ketebalan 75 meter (Gambar 3).

Pengambilan sampel untuk dianalisis petrografi terdiri dari 11 sampel batupasir yang mewakili data batuan inti dan data singkapan permukaan. Sampel pengamatan petrogafi dikelompokkan mengacu kepada analisis sikuen stratigrafi (Ansori & Amijaya, 2014). Sampel yang diambil pada Formasi Nanggulan bawah fase sikuen LST sampel N2-87 dan pada fase sikuen TST terdiri dari sampel N2-76, N2-72, N2-67, N2-64, N2-63, dan N2-37. Sampel yang diambil pada Formasi Nanggulan atas fase sikuen HST meliputi sampel N1-16, N1-3, dan N1-2 (Gambar 1).

(4)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

4

Rerangka Pengamatan Petrografi

Metode pengamatan petrografi dengan

menggunakan metode Gazzi – Dickinson, (Ingersoll, et al., 1984), sebanyak sekitar 300 hitungan titik pengamatan pada masing-masing sampel. Metode ini merupakan metode aplikatif dalam mengamati mineral rombakan secara petrografi tanpa melakukan pengayakan terhadap sampel batuan yang ada, dalam rangka memaksimalkan informasi mengenai asal usul batuan secara tektonik. Parameter butir yang digunakan dalam metode point counting (Dickinson 1970, dan Ingersoll & Suzcek, 1979) seperti dijelaskan pada Tabel 1.

Analisis data petrografi

Analisis data petrografi (bivariat-multivariat plot) terdiri dari beberapa tujuan dan acuan yang digunakan , sebagai berikut:

a) klasifkasi batupasir mengacu pada plot diagram Pettijohn (1987) dan Folk (1974), b) penentuan tatanan tektonik dan asal batuan

(provenance) mengacu pada plot diagram Dickinson & Suczek (1979),

c) penentuan batuan asal (parent rock)

berdasarkan variasi komposisi kuarsa,

mengacau pada plot diagram Basu et. al., (1975) dan Tortosa (1991),

d) penentuan iklim purba pada diagram plot Q-F-L mengacu Suttner, et al., (1981), diagram log plot bivariat mengacu Suttner & Dutta (1986), dan relief & ilkim purba mengacu pada diagram plot log-ratio semi-quantitative weathering index mengacu Weltje et al., (1998).

IV. PETROGRAFI BATUPASIR FORMASI NANGGULAN

Deskripsi Petrografi: Tekstur dan komposisi

Tekstur batupasir penyusun Formasi Nanggulan bagian bawah berukuran pasir sedang-pasir halus, sortasi buruk – sortasi sedang, derajat kebundaran pada umumnya subangular – subrounded dan grain supported serta hubungan antara butir didominasi kontak tangensial dan beberapa

kontak konkaf-konfek. Tekstur batupasir

penyusun Formasi Nanggulan bagian atas berukuran pasir sedang, sortasi buruk-sortasi sedang, derajat kebundaraan pada umumnya

subrounded dan grain supported, serta hubungan antar butir didominasi oleh kontak tangensial. Data detail tekstur batupasir Formasi Nanggulan dapat dilihat pada Tabel 2.

Komposisi atau komponen butir batupasir Formasi Nanggulan bagian bawah (sikuen LST & TST), didominasi oleh butiran kuarsa yaitu kuarsa

monokristalin dengan pemadaman

bergelombang (Qm un) berkisar 51 % – 77 % dan kuarsa monokristalin dengan pemadaman tidak bergelombang (Qm non) berkisar 9 – 38 %. Sementara itu, kuarsa polikristalin secara umum lebih banyak didominasi kuarsa polikristalin dengan butir lebih dari 3 (Qp>3) dengan perbedaan kuantitas yang tidak terlalu signifikan

dibandingkan dengan kuantitas kuarsa

polikristalin dengan butir 2-3 (Qp 2-3).

Komponen feldspar yang menyusun Formasi Nanggulan bagian bawah didominasi oleh plagioklas dibandingkan dengan kalium feldspar. Plagioklas yang ditemukan pada saat pengamatan sayatan tipis memiliki karakteristik kembaran di mana terdapat sisi gelap-terang dalam satu tubuh mineral, sementara itu kalium feldspar memiliki kenampakan yang tidak begitu jelas dikarenakan telah mengalami alterasi.

Komposisi litik dan fragmen batuan yang menyusun batupasir Formasi Nanggulan bagian bawah didominasi oleh litik metamorf dan litik batuan beku. Selain itu, sampel juga terdiri atas litik baturijang yang cukup banyak, akan tetapi dimasukkan ke dalam kuarsa polikristalin.

Pada sampel Formasi Nanggulan bagian atas, fase sikuen HST (sampel N1-16, N1-3, N1-2), sedikit dijumpai kuarsa dan hampir tidak ditemukan adanya kuarsa. Sebaliknya kandungan litik, feldspar, dan gelas volkanik sangatlah berlimpah. Deskripsi rinci dan data komposisi batupasir Formasi Nanggulan dapat dilihat pada Tabel 2, 3, & Tabel 4.

Klasifikasi batupasir

Penamaan batupasir pada penelitian ini

didasarkan pada acuan klasifikasi batupasir Pettijohn (1987) dan Folk (1974).

Klasifikasi batupasir Pettijohn (1987)

mendasarkan pada kandungan kuarsa, feldspar, litik dan matriks. Pengeplotan pada diagram,

(5)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

5 klasifikasi ini dilakuan normalisasi antara mineral

kuarsa, feldspar, dan litik dengan memperhatikan kandungan matriks yang terdapat pada batupasir.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

kandungan matriks pada sampel batupasir berkisar antara 6-15% dari total volume batuan yang ada sehingga kemudian diagram yang dipakai untuk klasifikasi adalah kelompok batupasir arenit (Tabel 3 dan Tabel 4).

Hasil pengeplotan komposisi batupasir (Gambar 4)

menunjukkan bahwa batupasir Formasi

Nanggulan bagian bawah sikuen LST berupa batupasir quartz arenite (Pettijohn, 1987; Folks, 1974). Sedangkan pada Formasi Nanggulan bagian bawah sikuen TST berkembang dari sublitharenite-quartz arenite menjadi subarkose. Batupasir Formasi Nanggulan atas sikuen HST berubah menjadi lithic arenite (Pettijohn, 1987; Folks, 1974). Lihat Gambar 9. Rincian nama batupasir menurut Pettijohn (1987) & Folks (1974), dapat dilihat pada Tabel 3.

Tatanan tektonik dan asal batuan

Dickinson (1985) mengemukakan konsep bahwa komposisi batupasir merefleksikan tatanan tektonik dan asal/ sumber batuan. Untuk menentukan tatanan tektonik dan asal batuan, data komposisi butir dan mineralogi batupasir dilakukan plot dalam diagram Dickinson & Suczek (1979) dengan parameter Q-F-L dan Qm-F-Lt. Dari hasil plot parameter Q-F-L dan Qm-F-Lt mengacu Dickinson & Suczek (1979), secara sikuen stratigrafi Formasi Nanggulan didapatkan hasil tatanan tektonik dan asal batuan sebagai berkut: a) Material sedimen Formasi Nanggulan bawah

sikuen LST: tatanan tektonik pada intraplate dan asal batuan (main provenance) berupa continental block sub-zona craton interior (sampel N2-87)

b) Material sedimen Formasi Nanggulan bawah sikuen TST: berkembang dari tatanan tektonik intraplate, asal batuan (main provenance) berupa continental block subzona craton interior (N2-75), pada bagian tengah berubah menjadi tatanan tektonik convergent plate margin dan asal batuan recycled orogen (main provenance) subzone quartzose recycled (sampel N2-72, N2-76, N2-67, N2-63).

c) Material sedimen Formasi Nanggulan atas sikuen HST: tatanan tektonik convergent plate margin-oceanic subduction dan asal batuan magmatic arc (main provenance) subzona undissected arc (sampel N1-2, N1-3, N1-16).

Analisis variasi kuarsa

Analisis variasi kuarsa dimaksudkan untuk mengetahui batuan asal (parent rock) mengacu pada Basu et al., (1975) & Tortosa., (1991),

berdasarkan variasi kuarsa monokristalin

bergelombang, kuarsa monokristalin tidak

bergelombang, kuarsa polikristalin 2-3 kristal, dan kuarsa polikristalin >3 kristal (Qmu, Qmnu, Qp2-3, Qp>3). Basu et al., (1975, dalam Tucker, 1991) yang menyebutkan bahwa kuarsa monokristalin berasal dari batuan beku plutonik atau batuan metamorf berderajat rendah yang memiliki karakteristik undulatory extinction.

Variasi kuarsa yang ditemukan pada sampel batupasir Formasi Nanggulan didominasi oleh

kuarsa monokristalin bergelombang yang

melimpah dan kuarsa monokristalin tidak bergelombang, serta kuarsa polikristalin memiliki kelimpahan yang lebih sedikit (Tabel 3 ).

Berdasarkan plot batupasir Formasi Nanggulan bagian bawah (lihat Gambar 6), pada diagram Basu et al., (1975) & Tortosa (1991), kuarsa berasal dari batuan granitik (plutonik) yang mengalami metamorfosa derajat rendah-sedang.

Iklim purba dan relief

Penentuan iklim purba mengacu pada diagram bivariat (bivariate diagram) paleoclimate oleh Suttner et al. (1981) dan Suttner & Dutta (1986). Suttner et al. (1981) menggunakan komposisi Q-F-L untuk menentukan iklim purba. Plot data petrografi Formasi Nanggulan bawah, didapatkan hasil iklim basah (humid) pada batuan plutonik dan metamorf. Berdasarkan diagram Suttner & Dutta (1986), berisi perbandingan logaritmik antara Qt/(F + R) pada sumbu axis dan Qp/ (F +R) pada sumbu ordinat, didapatkan hasil plot Formasi Naggulan bagian bawah adalah beriklim humid dan berkembang menjadi iklim semi-humid. Sementara mengacu pada indeks relief Weltje et

(6)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

6 al., (1998) iklim purba pada saat terbentuknya

Formasi Nanggulan bagian bawah adalah adalah humid-subhumid dengan relief low plain sampai moderate hill. Diagram plot tersebut diatas dapat dilihat pada gambar 7.

Formasi Nanggulan bagian atas mengandung kuarsa yang rendah dan melimpah litik dan feldspar, dapat interpretasikan sumber batuan beriklim kering (arid) dan morfologi pegunungan kasar.

V. Diskusi

Analisis petrografi batupasir dan sikuen stratigrafi

Sikuen stratigrafi Formasi Nanggulan dari bawah ke atas berkembang dari fase sikuen LST, TST, dan

sikuen HST (Ansori & Amijaya, 2015).

Perkembangan Nanggulan bagian bawah dari LST ke HST, terjadi perubahan litologi batupasir dari quartz arenite-sublitharenite-subarkose dengan didominasi komposisi kuarsa monokristalin

bergelombang dan tidak bergelombang.

Sedangkan litologi batupasir pada Formasi Nanggulan bagian atas sikuen HST, berkembang menjadi lithic arenite (Pettijohn, 1987) atau litharenite (Folk, 1974).

Perubahan litologi Fomasi Nanggulan bagian bawah tersebut, jika dilihat secara tatanan tektonik dan asal batuan (provenan), sikuen LST ke TST, dari continental block (sub-zona craton interior) berubah menjadi subzona craton interior-recycled orogen. Hal ini menunjukkan, bahwa pada awal sedimentasi Formasi Nanggulan asal batuan sumber berasal dari craton interior sampai awal sikuen TST, dan pertengahan sikuen TST sampai MFS asal batuan sumber berasal dari recycled orogen (subzone quartzose). Batuan asal (litologi) batupasir pada fase sikuen LST dan TST Formasi Nanggulan bagian bawah berupa batuan granitik yang sudah mengalami metamorfosa pada bagian bawah dari continetal block. Perubahan asal batuan sumber ini juga disertai perubahan iklim purba dari iklim basah (humid) menjadi iklim semi-basah (semi humid) dengan relief relief low plain sampai moderate hill. Berdasarkan plot diagram Dickinson & Suczek (1979) dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

hasil analisis komposisi mineralogi batupasir Formasi Nanggulan menunjukkan bahwa pada awalnya tipe batuan sumber Formasi Nanggulan berasal dari tatanan continental block berubah menjadi recycled orogen yang berasosiasi dengan foreland fold thrust belts (Gambar 8)

Sikuen stratigrafi Formasi Nanggulan bagian atas yag lebih muda berubah menjadi sikuen HST, asal batuan magmatic arc (main provenance) subzona undissected arc. batupasir pada fase sikuen HST, dicirikan kandungan litik volkanik yang sangat melimpah (84 % - 97 %).

Secara tatanan tektonik sedimen Formasi Nanggulan yang awalnya merupakan craton interior-recycled orogen, berubah menjadi sistem magmatic arc (undissected arc -busur magmatik aktif).

Analisis petrografi batupasir Formasi Nanggulan (Prasetyadi, 2008) mengacu Dickinson & Suczek (1979) provenan berasal dari recycled orogen (sub-zona foreland uplift) dan continental block (sub-zona craton interior), dengan tidak menyebutkan penjelasan secara stratigrafi.

Implikasi dinamika tektonik

Menurut Prasetyadi (2008), dinamika tektonik Jawa Bagian Timur sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama berlangsung pada Kapur akhir sampai

Paleosen jalur zona subduksi

Ciletuh-Karangsambung-Meratus , fase kedua Kala Eosen merupakan fase regangan ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen, dan fase ketiga terjadi pada Kala Oligosen, deformasi tumbukan antara endapan palung Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan dengan mikrokontinen Jawa Timur.

Pembahasan mengenai cekungan pengendapan Formasi Nanggulan akan dibahas mengenai fase kedua Kala Eosen fase regangan. Cekungan Formasi Nanggulan berada ditepi belakang mikrokontinen Jawa Bagian Timur, didepan penunjaman fase pertama. Batupasir Formasi Nanggulan bagian bawah dihasilkan dari produk craton interior dari mikrokontinen Jawa Bagian Timur (Smyth dkk, 2005; Prasetyadi, 2008), dan

(7)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

7 kemudian asal batupasir berubah menjadi

recycled orogen yang berasosiasi dengan foreland fold thrust belts (subzone quartzose), karena adanya kompresi dari penunjaman baru yang aktif

disebelah selatan-tenggara mikrokontinen,

menyebabkan mikrokontinen Jawa Bagian Timur terlipat dan mengalami metamorfosa, terangkat dan tererosi lanjut.

Penunjaman aktif dibawah mikrokontinen Jawa Bagian Timur tersebut mulai menghasilkan aktivitas volkanik dalam bentuk material tuf yang mulai hadir pada akhir pada sikuen TST dan bercampur dengan materal dari recycled orogen. Setelah MFS, aktivitas volkanik yang dominan dan mengubur mikrokontinen tersebut, dan asal batuan berasal dari aktivitas magmatik muda tersebut (magmatic arc subzona undissected arc ).

Selanjutnya, diatas Formasi Nanggulan

diendapkan Formasi Andesit Tua, hasil fase ketiga deformasi tumbukan antara endapan palung Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan

dengan Mikrokontinen Jawa Timur yang

menghasilkan subduksi dan terbentuk busur volkanik Oligosen yang menutupi/ menindih mikrokontinen dan Formasi Nanggulan.

VI. KESIMPULAN

1. Ukuran butir batupasir Formasi Nanggulan berukuran pasir sedang-pasir halus, dengan kontak didominasi kontak tangensial, dan grain supported.

2. Litologi batupasir penyusun Formasi

Nanggulan, berubah dari sikuen LST & TST pada bagian bawah, berupa quartz arenite, sublitharenite-arkose, dan paling atas sikuen HST, berupa lithic arenite/ litharenite.

3. Berdasarkan hasil plotting pada diagram Dickinson & Suczek (1979), asal batuan

sumber berubah dari continetal block (LST) & recycled orogen (LST & TST) dan pada bagian atas berubah menjadi tatanan tektonik zona magmatic arc dengan subzona undissected arc.

4. Berdasarkan Basu et al., (1975) & Tortosa (1991), batuan asal Formasi Nanggulan bagian bawah (sikuen LST & TST), berasal dari batuan plutonik dan berubah batuan granitik yang mulai mengalami metamorf tingkat rendah (low grade metamorphism). Batupasir Formasi Nanggulan Bagian atas asal batuan sumbernya dari aktivitas busur magmatik.

5. Iklim saat terbentuknya Formasi Nanggulan adalah humid-subhumid yang dihasilkan dari hasil plotting menggunakan diagram Q-F-L (Suttner et al., 1981) dan bivariate diagram (Suttner & Dutta, 1986). Relief ketika terbentuknya Formasi Nanggulan bagian bawah adalah low plain –moderate hills dan relief pegunungan kasar untuk Formasi Nanggulan bagian atas, mengacu pada diagram Weltje (1998).

ACKNOWLEDGEMENT

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak. Dr. Sugeng Sapto Surjono, selaku Ketua Departemen Teknik Geologi UGM yang telah memberikan hibah dana penelitian ini, dan Bapak Dr. Donatus Hendra Amijaya yang telah memperkanankan data batuan pemboran inti untuk digunakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ansori, AZ., & Amijaya, DH., 2015. Proses Pengendapan dan Lingkungan Pengendapan Serpih Formasi Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Data Batuan Inti, PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7, Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, pp. 708 – 720.

Basu, A., 1985. Influence of climate and relief on compositions of sandstone released at source areas. In: Zuffa, G.G. (ed.), 1990. Provenance of Arenites, NATO ASI Series, Series C: Mathematical and Physical Sciences Vol. 148, 1-18.

(8)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

8 Basu, A., Steven, W., Young, L.I., Suttner, W., Calvin, J., dan Mack, G.H..1975. Re-evaluation of the use of undulatory extinction and polycrystallinity in detrital quartz for provenance interpretation, Journal of Sedimentary Research, Vol. 45, pp. 873-882.

Dickinson WR., 1970. Interpreting Detrital Modes of Greywacke and Arkose, Journal of Sedimentary Petrography, Vol. 40, pp. 695-707.

Dickinson WR., 1985. Interpreting Detrital Modes of Sandstones, in G G Zuffa (Ed.), Provenance of arenites, pp. 333-361, Riedel, Domdrecht.

Dickinson, W.R., &, Suczek, C.,. 1979. Plate Tectonic and Sandstone Compositions. America : The American Association of Petroleum Geologists, V. 63., No. 12, pp. 2164-2182.

Folk, R.L., 1974. Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill Publication Co., Austin,Texas.

Ingersoll RV,, & Bullard., 1984. The Effects of Grain Size on Dedrital Modes : A Test of Gazzi-Dickinson Point Counting Method. New Mexico : Department of Geology New Mexico University

Ingersoll, RV., & Suzcek. C., 1979. Petrology and provenance of Neogene sand from Nicobar and Bengal fans, DSDP sites 211 and 218, Journal of Sedimentary Research 49 (4), 1217-1228,Society for Sedimentary Geology

Lunt, P. dan Sugiatno, H., 2003, A Review of The Eocene and Oligocene in the Nanggulan Area, Ikatan Ahli Geologi Indonesia

Marks,P., 1957, Stratigraphic Lexicon of Indonesia, Publikasi Keilmuan v.31

Pettijohn, F.J., Potter, P.E., & Siever, R., 1987. Sand and Sandstone : Second Edition. New York : Springer Verlag

Prasetyadi, C., 2008. Provenan Batupasir Eosen Jawa Bagian Timur, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI ke-37, pp. 80 – 97.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D., 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

Saputra R. & Akmaluddin., 2015. Biostratigrafi Nannofosil Gampingan Formasi nanggulan Bagian Bawah berdasarkan Batuan Inti dari Kec. Girimulyo dan Kec. Nanggulan, Kab. Kulon Progo, DI Yogyakarta, PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage, Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, pp. 400 – 412.

Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., dan Kinny, P., 2005. East Java: Cenozoic basins, volcanoes, and ancient basement, Proceedings 30th Indonesian Petroleum Association Annual Convention and Exhibition, Jakarta.

Sribudiyani, Muchsin, Ryacudu et al., 2003, The Collision of the East Java Microplate and Its Implication for Hydrocarbon Occurence in the East Java Basin, Prosiding Indonesian Petroleum Association (IPA), 29th Annual Convention. IPA03-G-085

Sujanto, F.X. & Roskamil. 1975. The Geology and Hydrocarbon Aspect of the South Central Java. PITIV IAGI. Bandung

Suttner & Dutta., 1986. Alluvial Sandstone Composition And Paleoclimate I. Framework Mineralogy. Indiana : Department of Geology Indiana University

Suttner, L.J., 1974. Sedimentary petrographic provinces: An evaluation. In: Ross, C.A. (Ed.), Paleogeographic Provinces and Provinciality. SEPM Spec. Publ., vol. 21, pp. 75– 84.

Suttner, L.J., Basu, A.,Mack, G.H., 1981. Climate and the origin of quartz arenites. Journal of Sedimentary Petrology 51, 1235–1246.

Tortosa, A., Palomares, M., dan Arribas, J., 1991. Quartz grain types in Holocene deposits from the Spanish Central System: Some problems in provenance analysis. In: Developments in sedimentary provenance studies, Geol. Soc. London Spec. Pub., 57, 47-54.

Van Bemmelen, RW. 1949. The Geology of Indonesia, Vol 1 A, General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago. Martinus Nijjhoff : The Hague

Weltje, G.J., Meijer, X.D., De Boer, P.L., 1998. Stratigraphic inversion of siliciclastic basin fills: a note on the distinction between supply signals resulting from tectonic and climatic forcing. Basin Res. 10, 129– 153.

(9)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

9

TABEL

Tabel 1. Parameter butir/ komponen batupasir metode

point counting (Dickinson 1970, Graham et al., 1979,

dan Ingersoll & Suczek 1979). Qm non Kuarsa monokristalin non-undulasi

Qm un Kuarsa monokristalin undulasi Qpq Kuarsa polikristalin

Qpq 2-3 Qpq dengan 2-3 unit kristal per butir Qpq >3 Qpq dengan unit kristal >3 per butir

Cht Rijang/chert

Qp Fragmen-fragmen litik kuarsa polikristalin ( Qpq + chert) Qt Total butir kuarsa (total quartzose)  (Qm+Qp)

Q Total (Qm non + Qm un) dan Qpq yang digunakan untuk Klasifikasi Folk

P Plagioklas feldspar K Potasium feldspar F Total butir feldspar ( P + K )

Lv Fragmen batuan volkanik – metavolkanik Ls Fragmen batuan sedimen

Lm Fragmen batuan metasedimen

Lc Fragmen batuan karbonat (fosil reworked dan klastika karbonatan)

L Fragmen litik tidak stabil ( Lv + Ls + Lm ) Lt Total fragmen litik silisiklastik (L + Qp)

RF Total fragmen batuan yang tidak stabil dan rijang digunakan untuk Klasifikasi Folk (1974)

Lvm Lv + xLm Lsm Ls + (1-x) Lm Acc Mineral aksesori Cem Semen

Tabel 3. Hasil normalisasi kelimpahan kuarsa pada

beberapa sampel batupasir Formasi Nanggulan.

SAMPEL BATUAN Q Qm Und Qm Non-Und Qp (2-3) Qp (> 3) N2-87 57% 38% 2% 3% N2-76 77% 15% 4% 4% N2-75 59% 21% 10% 10% N2-72 73% 16% 5% 6% N2-67 55% 32% 0% 12% N2-64 53% 37% 5% 5% N2-63 70% 20% 4% 5% N2-37 68% 9% 12% 11% N1-3 0% 0% 0% 0% N1-16 0% 50% 25% 25% N1-2 0% 0% 0% 0%

Tabel 2. Hasil deskripsi petrografi batupasir Formasi Nanggulan.

Keterangan :

1.Mode (M): sf : finesand; sm: medium sand; f:fine; 2.Sort: ps:poorly sorted; ms:moderately sorted; .3.Roundness (Ro): a:angular; sa: subangular; sr:subrounded; r:rounded, 4.Texture (TEX) : GS:grainsupported; 5.Contact: T:tangential; CC:concave-convex; M: major, E:moderate, S:Scarce; 6.Clastic material (C); 7.Matrix (M); 8.Cement (CE); 9.Porosity (P).

FORMATION Sample Seq. Strat (Ansori , 2014)

M Sort Ro TEX Contact C M C E P

Pettijohn

Calssification ROCK NAME

(PETTIJOHN) ROCK NAME (Folk) T S CC Q F L NANGGULAN ATAS N1-2 HST

Sm ms sr GS M E E 79 8 13 0,1 0 3 97 lithic arenite litharenite

N1-3 Sm ms sr-r GS M E E 0 8 22,0 0,2 0 16 84 lithic arenite litharenite

N1-16 Sm ms-ps sr GS M E E 96 0 4 0 2 7 91 lithic arenite litharenite

NANGGULAN BAWAH

N2-37

TST

Sm-f ms-ps sa-sr GS M E E 89 3 8,0 0 77 22 1 subarkose subarkose

N2-63 Sm-f ms-ps sr-r GS S E M 89 2 9,5 0 72 12 16 sublitharenite

Feldspathic arenite N2-64

Sf ps sa-sr GS M E E 77 6 16,4 1,1 80 15 5 subarkose subarkose

N2-67 Sf ps a-sr GS M E S 78 1 3 8,2 0,8 81 9 10 sublitharenite sublitharenite N2-72 Sm-f ms-ps sa-sr GS M S E 67 8, 0 24,4 0,6 75 6 19 sublitharenite sublitharenite

N2-75 Sm-f ps sa-sr GS S E M 82 6 11,3 0,8 96 3 1 quartz arenite quartz arenite

N2-76 Sm-f ps sa-sr GS M E S 95 1 4,2 0,3 79 10 11 sublitharenite sublitharenite

(10)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

10

Tabel 4. Komposisi butiran batupasir Formasi Nanggulan.

FORMASI

SAMPEL

KOMPOSISI

JUMLAH Qm Qp P K Lv Lm Ls ACC CEM MATRIX

NANGGULAN ATAS (HST) N1-3 0 0 29 0 148 0 0 0 54 19 250 0% 0% 12% 0% 59% 0% 0% 0% 22% 8% 100% N1-16 2 2 16 0 209 0 0 10 10 0 250 1% 1% 6% 0% 84% 0% 0% 4% 4% 0% 100% N1-2 0 0 6 0 187 0 0 3 33 21 250 0% 0% 2% 0% 75% 0% 0% 1% 13% 8% 100% NANGGULAN BAWAH (LST & HST) N2-87 158 9 5 0 0 5 0 19 23 33 250 63% 4% 2% 0% 0% 2% 0% 8% 9% 13% 100% N2-67 128 30 16 0 0 7 10 13 30 16 250 51% 12% 6% 0% 0% 3% 4% 5% 12% 6% 100% N2-75 110 28 4 1 0 0 1 24 63 20 250 44% 11% 2% 1% 0% 0% 1% 10% 25% 8% 100% N2-72 136 16 13 0 14 24 0 20 20 8 250 55% 7% 5% 0% 6% 10% 0% 8% 8% 3% 100% N2-37 73 21 28 0 0 1 0 70 44 14 250 29% 9% 11% 0% 0% 1% 0% 28% 18% 6% 100% N2-64 153 18 31 1 1 9 0 10 24 4 250 61% 7% 13% 1% 1% 4% 0% 4% 10% 2% 100% N2-63 128 14 23 0 0 31 0 41 11 3 250 51% 6% 9% 0% 0% 13% 0% 17% 5% 1% 100% N2-76 128 10 18 0 0 20 0 18 51 6 250 51% 4% 7% 0% 0% 8% 0% 7% 21% 3% 100% Keterangan :

Qm: Kuarsa Monokristalin; Qp: Kuarsa polikristalin; P: Plagioklas; K: K-feldspar; Lv: Litik volkanik, Lm: Litik metamorf; Ls: Litik sedimen; ACC MIN: Mineral aksesori

(11)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

11

GAMBAR

Gambar 1. Titik pengambilan sampel batupasir Formasi Nanggulan dengan memperhatikan pembagian system tract menurut Ansori & Amijaya., 2015.

(12)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

12

Gambar 2. Stratigrafi Formasi Nanggulan (Lunt dan Sugiatno, 2003)

Gambar 3. Sayatan pengambilan batupasir Formasi Nanggulan yang terdiri atas batuan inti Nanggulan 1,

singkapan permukaan, dan batuan inti Nanggulan 2. 150 Nanggulan-1 Total Kedalaman 75m Nanggulan-2 Total Kedalaman 100m Nsingkapan Lapangan NW SE 150 Nanggulan-1 Total Kedalaman 75m Nanggulan-2 Total Kedalaman 100m Nsingkapan Lapangan NW SE

(13)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

13

Gambar4. Hasil plotting komposisi batupasir Formasi Nanggulan pada diagram triangular Q-F-L Pettijohn (1987)

dan Folk (1974) untuk klasiifkasi batupasir.

(14)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

14

Gambar 6. Diagram variasi kuarsa untuk menganalisis asal usul kuarsa Formasi Nanggulan menggunakan

parameter Qmnu (Kuarsa non-undulasi), Qmu (Kuarsa undulasi), kuarsa polikristalin 2-3 unit perbutir, dan kuarsa polikristalin, dan kuarsa polikristalin dengan >3 unit kristal per butir (berdasar Basu et al., 1975 dan

Tortosa., 1991).

Gambar 7. (A) Diagram Q-F-L iklim purba (Suttner et al.,1981). (B) Plot bivariat (bivariate diagram/ plot)

(15)

6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

15

Gambar 8. Asal batuan (provenan) Formasi Nanggulan, Fold-Thrust Belt (dalam kotak merah), pada plotting

zonasi Dickinson & Suczek (1979).

Gambar 9. Kenampakan mikroskopis: (A,B) Kenampakan sampel N2-87 (Lowstand System Tract, LST)) : terlihat

butiran kuarsa dengan derajat kebundaran angular-subangular ; (C,D) Kenampakan sampel N2-64 (Transgressive System Tract, TST)) dengan butiran mineral angular-subrounded; (E,F) Kenampakan N1-2 (Highstand System Tract, HST) yang disusun oleh litik volkanik.

Gambar

Tabel  3.  Hasil  normalisasi  kelimpahan  kuarsa  pada  beberapa sampel batupasir Formasi Nanggulan
Gambar 1. Titik pengambilan sampel batupasir Formasi Nanggulan dengan memperhatikan pembagian system  tract  menurut Ansori & Amijaya., 2015
Gambar 3. Sayatan pengambilan batupasir Formasi Nanggulan yang terdiri atas batuan inti Nanggulan 1,  singkapan permukaan, dan batuan inti Nanggulan 2
Gambar 5. Hasil  Plotting Q-F-L dan Qm-F-Lt batupasir Formasi Nanggulan (Dickinson & Suczek., 1979)
+2

Referensi

Dokumen terkait