• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aksesibilitas Penyuluhan dan Kredit terhadap Efisiensi Usahatani Padi di Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Aksesibilitas Penyuluhan dan Kredit terhadap Efisiensi Usahatani Padi di Jawa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Aksesibilitas Penyuluhan dan Kredit terhadap Efisiensi

Usahatani Padi di Jawa

ABSTRACT

Production inefficiency usually is analyzed by using two efficiency approaches, technical and allocative efficiency. This study performs direct calculations of the technical efficiency of rice farming in Java by using the stochastic frontier and inefficiency that influence on a model. The data consisted of the 2007 Patanas Data released by the Center for Socio Economic and Agricultural Policy, Agricultural Research and Development Agency, Ministry of Agriculture, conducted in three provinces of West Java, Central Java and East Java that are implemented in several major rice producing districts. The result of this study indicated that the production of paddy rice field in West Java, Central Java and East Java where positively influenced by the extensive paddy fields, the number of seeds used, urea fertilizer and ZA, TSP, KCL and NPK fertilizers as well as the number of labors family and non family. Accessibility factors on education, credit and extension service where significantly affected upon the inefficiency of in the province of West Java, Central Java and East Java. Keywords: stochastic frontier, technical efficiency.

Muchransyah Achmad

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

Gedung R, UNJ, Jl. Rawamangun Muka I, Jakarta

E-Mail: muchransyah@yahoo.co.id

Sri Hartoyo, Tb. Sjafri Mangkuprawira, dan Nunung Kusnadi

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Jalan Raya Pajajaran, Kampus IPB Gunung Gede, Bogor

Trikonomika

Volume 11, No. 1, Juni 2012, Hal. 69–80 ISSN 1411-514X

ABSTRAK

Ketidakefisienan suatu produk dapat dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu melalui efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Untuk menghitung efisiensi teknis dan pengaruh ketidakefisienannya dalam studi ini menggunakan model stochastic frontier. Data yang digunakan adalah Data Patanas tahun 2006 dan 2007 yang dikeluarkan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian yang dilakukan di tiga provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang dilaksanakan di beberapa kabupaten penghasil beras utama. Studi ini menemukan bahwa produksi padi sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur secara positif dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah bibit yang digunakan, jumlah pupuk yang digunakan (Urea dan ZA, TSP, KCL dan NPK), dan juga jumlah tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang digunakan. Faktor aksesibilitas kredit, aksesibilitas penyuluhan dan tingkat pendidikan berpengaruh secara nyata terhadap ketidakefisienan usaha tani padi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

(2)

PENDAHULUAN

S

ektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini terlihat dari data BPS (2011), pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 13.7%, tahun 2008 meningkat menjadi 14.5% dan tahun 2009 meningkat lagi menjadi 15.3%. Dalam penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008 sektor pertanian menyerap tenaga kerja 41.33%, tahun 2009 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian meningkat menjadi 41.61% dan tahun 2010 menurun sedikit menjadi 41.49% dari total tenaga kerja. Gambaran keragaan kinerja neraca perdagangan (balance of trade) komoditas pertanian juga mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005–2008, dengan rata-rata pertumbuhan 29.49% per tahun. Oleh karena itu sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional.

Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai peranan penting dalam ketahanan pangan adalah beras. Sampai saat ini beras masih merupakan makanan pokok di Indonesia, walaupun di beberapa daerah ada yang menggunakan selain beras sebagai makanan pokok. Konsumsi beras per kapita per tahun penduduk Indonesia menurut BPS (2011), sebesar 139.5 kg/kapita/tahun. Konsumsi ini masih tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam sebesar 65 kg/kapita/tahun dan Malaysia 75 kg/kapita/tahun.

Usaha peningkatan produksi beras nasional merupakan suatu usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dan diperlukan kerja sama semua pihak untuk mensukseskannya. Usaha peningkatan produksi beras nasional tidak terlepas dari program penyuluhan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pada masa era otonomi daerah mulai tahun 1998 urusan penyuluhan ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah otonom yaitu kabupaten/kota, tetapi apa yang terjadi setelah otonomi berjalan sekitar 5 tahun penyuluhan di kabupaten/kota menjadi kacau balau, karena banyak pemerintah daerah kabupaten/kota menganggap penyuluhan sebagai beban dan tidak menghasilkan uang sehingga banyak lembaga-lembaga penyuluhan dibubarkan dan para penyuluhnya dipindahkan ke tempat lain.

Pada tahun 2005 pemerintah melakukanada tahun 2005 pemerintah melakukan revitalisasi penyuluhan untuk membangkitkan kembali kegiatan penyuluhan, langkah awal yang ditempuh presiden adalah bersama-sama dengan DPR RI mengeluarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Departemen Koordinator Perekonomian, 2006).

Beragam penelitian yang membahas efisien menggunakan fungsi produksi frontier telah dilakukan di berbagai negara berkembang. Battese (1992) melakukan studi menyeluruh tentang penggunaan fungsi produksi frontier yang diterapkan dalam ekonomi pertanian. Demikian juga Bravo – Ureta dan Pinheiro (1993) melakukan penelitian, sekitar 30 penelitian dari 14 negara telah dilakukannnya. Hasil penelitian mereka memperlihatkan bahwa penelitian tentang padi merupakan penelitian terbanyak di-lakukan pada penelitian produk pertanian. Coelli (1995) juga sependapat dengan kesimpulan tersebut, di mana dalam penelitiannya dia melaporkan 11 penggunaan fungsi produksi frontier untuk membahas produksi padi yang dia terbitkan dalam 38 makalah.

Hasil penelitian Theingi dan Thanda (2003) dengan menggunakan fungsi produksi frontier di Myanmar menemukan keberadaan tenaga kerja keluarga dan penggunaan pupuk secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas pada usahatani kecil. Selain itu ditemukan bahwa tingkat pendidikan petani yang skala usahanya menengah berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Penelitian tentang dampak krisis moneter terhadap efisiensi padi dilakukan oleh Fabiosa, Jensen, dan Yan (2004). Studi ini membandingkan kondisi petani padi di Indonesia sebelum, selama dan setelah krisis moneter. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selama masa krisis efisiensi produksi menurun 7.22%. Selain krisis moneter efisiensi juga dipengaruhi oleh skala usahatani dan pendidikan. Sementara itu Kalirajan (1981) di Tamil Nadu menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani padi adalah pengalaman, pengetahuan, dan kontak dengan penyuluh.

Sebelum otonomi daerah penyuluh bertugas hanya untuk melakukan penyuluhan dan dilengkapi dengan segala fasilitas seperti kantor, sepeda motor dan insentif tersedia dengan baik, sehingga para

(3)

penyuluh bisa berkonsentrasi menjalankan tugas dengan baik. Pada era otonomi daerah tugas penyuluh sangat banyak, tugas utamanya melaksanakan penyuluhan, tetapi penyuluh juga dibebani dengan tugas-tugas administrasi, seperti menagih tunggakan KUT, mencatat luas tanam, luas panen, dan lain-lain. Pada era otonomi sekarang fasilitas yang dimiliki oleh penyuluh juga tidak memadai. Dengan kondisi tersebut akan berakibat aktivitas penyuluhan berkurang.

Lahirnya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), memberi harapan pada para petani dan penyuluh untuk memperbaiki sistem penyuluhan. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2011), dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 revitalisasi penyuluhan berjalan lambat. Pembentukan lembaga penyuluhan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 ditingkat provinsi baru terbentuk 18 dari 33 Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) yang diamanatkan, sedangkan di tingkat kabupaten/kota baru terbentuk 106 Badan Pelaksana Penyuluhan (Bappeluh) dari yang diamanatkan sebanyak 497 kabupaten/kota.

Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2009–2014, Setiap desa harus dilayani oleh satu orang penyuluh. Jumlah Desa yang ada di Indonesia sebanyak 70.000 desa. Sementara jumlah penyuluh yang ada berjumlah sekitar 54.000 orang, berarti masih ada kekurangan penyuluh sekitar 16000 orang penyuluh. Oleh sebab itu, pengadaan penyuluh dari luar harus terus dilakukan, sehingga akses petani terhadap penyuluhan makin meningkat. Berdasarkan pembahasan tersebut muncul pertanyaan sampai sejauh mana akses penyuluhan berpengaruh terhadap efisiensi usahatani padi.

Selain penyuluhan yang diduga mempengaruhi efisiensi adalah akses terhadap kredit pertanian. Sumber kredit untuk pertanian cukup banyak seperti KUT, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Penggemukan Sapi (KUPS), dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN) (Kementerian Pertanian, 2011). Pagu kredit yang tersedia juga cukup besar, tetapi yang terserap masih kecil. Pada tahun 2010 kredit terserap rata-rata sekitar 10%. Rendahnya penyerapan kredit program ini karena bank pelaksana masih menerapkan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh petani, seperti harus ada jaminan sertifikat tanah atau barang berharga lainnya. Bertolak dari pembahasan

mengenai akses kredit tersebut muncul pertanyaan sampai sejauh mana akses kredit berpengaruh terhadap inefisiensi usahatani padi.

Tujuan penelitian antara lain melakukan analisis pengaruh aksesibilitas penyuluhan dan kredit terhadap peningkatan efisiensi teknis usahatani padi di Jawa.efisiensi teknis usahatani padi di Jawa. di Jawa. Manfaat penelitian dapat digunakan sebagai acuan dalam penggunaan input yang seharusnya digunakan, juga dapat digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan untuk meningkatkan akses penyuluhan dan perkreditan pada usahatani padi di Jawa.

METODE

Rancangan Penelitian

Dilihat dari hubungan antara masukan dengan keluaran efisiensi dapat dibedakan atas efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi. Ketiga jenisetiga jenis efisiensi diatas dapat dijelaskan dengan menggunakan bantuan kurva isoquant seperti pada Gambar 1.

0 X1/Y0 P1 X1/Y0 P’ Isoquant C D B A Y S X2/Y0 X2/Y1

Gambar 1. Efisiensi Teknis, Alokasi dan Ekonomi Menggunakan Kurva Isoquant

Sumber: Coelli et al. (1997)

Barang Y yang dihasilkan menggunakan dua jenis input X1 dan X2 sumbu horizontal dan vertikal menunjukkan rasio masukan terhadap keluaran. Misalkan keluaran yang dihasilkan adalah Y0.Titik A menunjukkan kombinasi penggunaan kedua jenis masukan (X1/Y0, X2/Y0) yang aktual untuk menghasilkan Y0. Kombinasi penggunaan masukan tidak mungkin terletak dibawah kurva isoquant, tetapi paling tidak terletak pada kurva isoquant SS’. Tingkat efisiensi teknis ditunjukkan oleh rasio masukan yang

(4)

dibutuhkan dengan input aktual yang digunakan untuk menghasikan Y0. Penggunaan masukan yang dibutuhkan ditunjukkan oleh titik B pada kurva

isoquant, sedangkan penggunaan masukan aktual

ditunjukkan oleh titik A, sehingga tingkat efisiensi teknis adalah OB/OA.

Garis PP’ menunjukkan rasio harga masukan atau garis anggaran, rasio masukan pada titik D sama dengan dititik C. Artinya, jumlah anggaran yang diperlukan untuk mengkombinasikan masukan X1 dan X2 pada titik D dan C sama besarnya. Pada titik C MRTSx1x2 sama dengan rasio harga kedua masukan tersebut. Kedua titik ini (D dan C) lebih kecil dari keadaan efisiensi secara teknis. Efisiensi alokasi ditunjukkan oleh rasio keluaran aktual, yaitu keluaran yang dapat dicapai pada tingkat biaya yang sama (ditunjukkan oleh garis anggaran PP’) yang dapat menyamakan MRTS dengan rasio harga. Jadi, titik B menunjukkan ketidak efisienan secara alokasi, tetapi titik C efisien secara alokatif. Titik B dan C sama-sama menunjukkan keluaran aktual dengan kombinasi input X1 dan X2 yang berbeda. Titik D dan C menunjukkan output yang dapat dihasilkan dengan biaya yang sama. Dengan demikian, tingkat efisiensi alokatif ditunjukkan oleh rasio antara OD dengan OB atau OD/OB. Tingkat efisiensi ekonomi atau efisiensi secara keseluruhan ditunjukkan oleh OD/OA, sementara DA/OA menunjukkan tingkat ketidakefisienan secara ekonomi.

Populasi dan Sampel

Data yang digunakan bersumber dari survei PATANAS (Panel Petani Nasional) yang di-selenggarakan oleh Pusat Studi Kebijakan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Data Patanas yang digunakan tahun 2006 dan 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah para petani padi sawah di Jawa yang berada di tiga provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sampel ditarik di beberapa kabupaten, kecamatan dan desa penghasil utama beras di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 507 kepala keluarga petani.

Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mem-pengaruhi produksi padi dan mencari nilai efisiensi

teknis diggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi stochastic frontier

Cobb-Douglas.

K

Y = A Π Xiβie( ui +vi) ... (1) i = 1

di mana:

Y : output (hasil produksi) Xi : input (faktor produksi) Βi : elastisitas produks i A : intersep (konstanta)

Analisis Efisiensi Teknis

Analisis efisiensi teknis diukur dengan meng-gunakan rumus sebagai berikut:

TEi = exp(–E[ui i])

i = 1,…, N

di mana:

TE adalah efisiensi teknis petani ke-i

exp(–E[ui i]) adalah nilai harapan (mean) dari ui dengan syarat εj, jadi 0 < TEj < 1.

Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data).

Metode efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995) dalam Coelli (1996).Variabel ui yang diguna-kan mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsidiguna-kan bebas dan distribusinya normal dengan N(ui.2). Untuk menentukan nilai parameter distribusi (ui) efek inefisiensi teknis pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut:

µi = δ0 + δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + Wit. ... (2)

di mana:

µi = efek inefesiensi teknis

Z1 = akes terhadap penyuluhan

Z2 = akses terhadap kredit

Z3 = tingkat pendidikan petani

Nilai koefisien yang diharapkan: δ0> 0, δ1 < 0, δ2 < 0, δ3 < 0

(5)

Agar konsisten maka pendugaan parameter fungsi produksi dan inefficiency function (Persamaan (1) dan Persamaan (2) dilakukan secara simultan (Coelli, 1996)). Pengujian parameter

stochastic frontier dan efek inefisiensi dilakukan

dengan dua tahap. Tahap pertama dilakukan untuk menduga parameter ßj, dengan metode OLS dan tahap kedua melakukan seluruh pendugaan seluruh parameter ß0, ßj, varian ui dan vi dengan menggunakan metode maximum likelihood (MLE) pada tingkat kepercayaan 1–5%.

Hasil pengolahan menurut Aigner et at. (1977), Jondrow et al. (1982) ataupun Green (1983) dalam Coelli (1996) akan memberikan nilai perkiraan varians dalam bentuk parameter sebagai berikut:

σ2 = σ

v2+σ2u ... (2.3)

dan

y = σu2/ σ

v2 ... (2.4)2.4)

Parameter dari varians untuk mencari nilai y, di mana 0 < y <1 nilai parameter y merupakan kontribusi dari efisiensi teknis didalam efek residual total.

Variabel yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cukup banyak, menurut Bakhsh dan Ahmed (2006) adalah umur dan pendidikan, semakin tua umur petani di Punjab Pakistan akan mengurangi efisiensi teknis usahataninya, demikian juga tingkat pendidikan formal, semakin lama pendidikan formal petani akan mengurangi inefisiensi teknis petani kentang di Punjab.

HASIL

Aksesibilitas Penyuluhan di Daerah Penelitian

Aksesibiltas penyuluhan di daaerah penelitian dapat diketahui dari pertanyaan terhadap responden dan pengamatan yang dilakukan dilapangan dengan menginventarisir sarana dan prasarana penyuluhan yang ada. Tabel 1. memperlihatkan akses petani ter-hadap penyuluhan yang diambil dari hasil wawancara dengan petani yaitu dalam satu musim tanam padi sawah berapa kali petani mendapat penyuluhan dari para penyuluh. Aksesibilitas penyuluhan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 1.

No. Akses Penyuluhan Frekuensi %

1 0 12 2.37 2 1 53 10.45 3 2 105 20.71 4 3 134 26.43 5 4 116 22.88 6 5 68 13.41 7 6 19 3.75 Total 507 100.00

Tabel 1. Akses Petani terhadap Penyuluhan Usahatani Padi di Jawa Tahun 2007

Sumber: Analisis Data Primer, 2011

Aksesibilitas Kredit di Daerah Penelitian

Aksesibilitas kredit di daerah penelitian dapat diketahui dari pertanyaan terhadap responden dan pengamatan yang dilakukan di lapangan dengan menginventarisir sarana dan prasarana perkreditan yang ada. Tabel 2. memperlihatkan akses petani terhadap kredit yang diambil dari hasil wawancara dengan petani, yaitu dalam satu musim tanam padi sawah berapa lembaga perkreditan yang dapat melayani petani. Aksesibilitas kredit di daerah penelitian disajikan pada Tabel 2.

No. Akses Penyuluhan Frekuensi %

1 0 69 13.61 2 1 154 30.18 3 2 194 38.26 4 3 90 17.75 5 4 1 0.19 Total 507 100.00

Tabel 2. Akses Petani terhadap Kredit pada Usahatani Padi di Jawa Tahun 2007

(6)

Variabel Coefficient Standard-Error t-ratio

Intersep 6.671 0.128 51.843

Luas Padi (Ha) 0.552** 0.035 15.676

Benih (Kg) 0.155** 0.034 4.481

Pupuk Urea + Za (Kg) 0.234** 0.018 12.932

Pupuk TSP+ NPK+ KCl (Kg) 0.019** 0.002 7.942

TK dalam + luar Kel (HOK) 0.039** 0.014 2.767

Jawa Barat_Kab_Subang 0.175** 0.026 6.564 Jawa Tengah_Kab_Klaten –0.158** 0.028 –5.519 Jawa Tengah_Kab_Pati 0.152** 0.023 6.475 Jawa Timur_Jember –0.043* 0.024 –1.778 Sigma square 0.322** 0.077 4.172 Gamma 0.954** 0.012 77.901 R20.960 Adj R20.959 Log-likelihood OLS110.926 Log-likelihood MLE170.769 LR 119.685

Tabel 3. Pendugaan Fungsi Produksi Metode MLE Usahatani Padi di Jawa Tahun 2007

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Keterangan : * Nyata pada alpha 5 % * * Nyata pada alpha 1 %

Klasifikasi Efisiensi

Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Total Jawa

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 0.4 3 2.01 0 0 0 0 3 0.58 0.41 – 0.50 1 0.67 1 0.52 0 0 2 0.39 0.51 – 0.60 3 2.01 2 1.03 1 0.61 6 1.18 0.61 – 0.70 2 1.34 1 0.52 5 3.05 8 1.58 0.71 – 0.80 8 5.38 23 11.85 5 3.05 35 6.91 0.81 – 0.90 51 34.23 76 39.17 50 30.50 188 37.15 0.91 - 1.00 81 54.36 91 46.91 103 62.79 265 52.37 Total 149 100.0 194 100.0 164 100.0 507 100.00

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Tabel 4. Distribusi Efisiensi Teknik Petani Padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur 2007

(7)

Pendugaan Fungsi Produksi Metode MLE

Pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE disajikan pada Tabel 3.

Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa

Hasil perhitungan efisiensi teknis usahatani padi di Jawa dibuat dalam bentuk tabulasi yang disajikan pada Tabel 4.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Inefisiensi Teknis Usahatani Padi

Dari hasil perhitungan diperoleh faktor-faktor yang menyebabknan inefisiensi teknis usahatani padi yang disajikan pada Tabel 5.

Variabel Koefisien Standard Error t- ratio

Akses Penyuluhan –0.390 **) 0.124 –3.154 Akses kredit –0.473 **) 0.142 –3.328 Tingkat Pendidikan –0.073 *) 0.033 –2.184 Sigma square 0.322 **) 0.077 4.172 Gamma 0.954 **) 0.012 77.901

Tabel 5. Pengaruh Akses Penyuluhan, Kredit, dan Pendidikan terhadap Inefisiensi Teknis Usahatani Padi

di Jawa Tahun 2007

Sumber: Analisis Data Sekunder, 2011

Keterangan : * Nyata pada alpha 2.5 % * * Nyata pada alpha 1 %

PEMBAHASAN

Aksesibilitas Penyuluhan di Daerah Penelitian

Sebagian besar pelaksanaan utama pembangunan, terutama pembangunan pertanian sasarannya adalah warga masyarakat tani yang pada umumnya tergolong lemah, yang dimaksud lemah disini adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam berusaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil. Serta lemah dalam pemilikan modal baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dan kadang kala lemah dalam hal semangat untuk maju. Tabel 1. memperlihatkan1. memperlihatkan

akses petani terhadap penyuluhan yang diolah dari data sekunder dalam satu musim tanam padi sawah berapa kali petani mendapat penyuluhan dari para penyuluh.

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dari 507 responden ada sebanyak 2.37% yang tidak bisa mengakses penyuluhan. Yang bisa akses 1 kali sebanyak 10.45%, yang bisa akses 2 kali ada sebanyak 20.71% dan yang bisa akses 3 kali ada sebanyak 26.43% responden. Sedangkan yang bisa akses 4 kali hanya 22.88%, yang bisa akses 5 kali sebanyak 13.41% dan yang bisa akses 6 kali hanya 3.75%.

Dari gambaran akses responden terhadap penyuluhan memberikan indikasi bahwa masih banyak petani yang akses terhadap penyuluhan antara 0–3 kali sekitar 60%. Sekitar 203 atau 40% responden mempunyai akses 4–6 kali selama musim tanam, hal yang demikian bisa diartikan masih ada peluang sekitar 60% responden bisa ditingkatkan aksesnya dari 0–3 menjadi 4–6 kali akses dalam sekali musim tanam.

Rendahnya akses petani terhadap penyuluhan padi juga disebabkan penyuluhan padi yang dilakukan saat ini kurang intensif, karena media penyuluhan seperti demfarm dan demarea sudah tidak dilakukan lagi demikian juga sistem LaKu (Latihan dan Kunjungan) juga sudah mulai ditinggalkan sementara kantor BPP yang dulu menjadi kantor penyuluh saat ini sudah mulai menghilang. Jadi salah satu cara untuk meningkatkan akses petani kepada penyuluhan adalah membenahi kembali sistem kerja, metode, dan menambah jumlah penyuluh.

Aksesibilitas Kredit di Daerah Penelitian

Definisi kredit berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (BI, 2005).

Dana kredit dimaksudkan untuk membantu per-modalan golongan ekonomi lemah dan masyarakat tani secara luas dalam usaha taninya. Pemberian kredit untuk menunjang usaha peningkatan peng-hasilan petani, peningkatan produksi menuju pemantapan swasembada pangan dan peningkatan

(8)

produksi komoditi ekspor pertanian termasuk subsidi impor serta usaha pengolahan hasil-hasil pertanian (Departemen Pertanian, 1985:117).

Tabel 2. memperlihatkan akses petani terhadap kredit yang diambil dari hasil pengolahan data sekunder, yaitu dalam satu musim tanam padi sawah berapa lembaga perkreditan yang dapat melayani petani. Dari Tabel 2. terlihat bahwa sebanyak 417 atau sekitar 82.25% responden akses terhadap kredit antara 0–2 kelembagaan kredit di desanya selama musim tanam. Dan sekitar 91 atau 17.75% responden mempunyai akses 3–4 kelembagaan kredit di desanya selama musim tanam, hal yang demikian bisa diartikan masih ada peluang sekitar 17.75% responden bisa ditingkatkan aksesnya dari 0–2 kelembagaan menjadi 3–4 kelembagaan kredit dalam sekali musim tanam di desanya.

Usaha membangun akses kredit di pedesaan akan lebih mudah misalnya melalui Koperasi atau Bank Perkreditan Rakyat yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Bank Pembangunan Daerah. Dengan banyaknya lembaga perkreditan di pedesaan maka akan terjadi persaingan untuk mendapatkan nasabah dan pada gilirannya juga akan menekan suku bunga, sehingga petani diuntungkan, tentunya persyaratan kreditnya juga harus disesuaikan dengan kebutuhan petani.

Pendugaan Fungsi Produksi Metode Maximum Likelihood Estimate (MLE)

Pada Tabel 3. dapat ditunjukkan koefisien determinasi (R2) dari fungsi produksi frontier sebesar 0.9605 yang berarti bahwa variasi variasi input yang digunakan dalam model dapat menjelaskan variasi produksi padi sebesar 96.05 %. Sigma square sekitar 0.322 yang berbeda nyata pada satu % menunjukkan derajat kesalahan (error term) terdistribusi dan terkoreksi dengan baik. Gamma (Y) bernilai 0.954 yang berbeda nyata pada taraf 1% menunjukkan bahwa komponen acak dari efek inefisiensi teknis memberikan kontribusi yang nyata terhadap variasi produksi padi di Jawa.

Hasil pendugaan stochastic frontier dengan menggunakan 5 variabel, yaitu luas lahan padi, benih, pupuk urea dan ZA, pupuk TSP, NPK dan KCl, dan tenaga kerja luar dan dalam keluarga dapat dilihat pada Tabel 3. Semua tanda parameter pada fungsi produksi terhadap inputnya mempunyai nilai positif

sesuai dengan teori. Di samping itu, semua variabel input mempunyai nilai yang berbeda nyata dengan nol pada taraf 1% atau kurang. Hal ini berarti bahwa semua variabel input tersebut mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi padi. Koefisien fungsi produksi Cobb Douglas juga sekaligus menunjukkan elastisitas produksi. Elastisitas produksi untuk luas lahan, benih, pupuk urea dan ZA, pupuk TSP, NPK dan KCL, serta tenaga kerja (dalam dan luar keluarga) berturut-turut 0.552, 0.155, 0.234, 0.019, dan 0.039. Jika luas lahan, benih, pupuk (urea dan ZA), pupuk lainnya (TSP, NPK, dan KCL), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga) berturut-turut meningkat sebesar 10% maka produksinya berturut-turut akan meningkat turut 5.52%, 1.55%, 2.34%, 0.19% dan 0.39% ceteris

paribus. Hasil penelitian Shehu dan Mshelia (2007)

di Nigeria menunjukkan luas lahan di Nigeria masih mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi.

Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa

Dari Tabel 4. dapat ditunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis usahatani padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berturut-turut yaitu 0.88, 0.87, dan 0.89. Hal ini berarti ada 12, 13, dan 11% inefisiensi usahatani padi jika dilihat per wilayah. Hal ini memberi indikasi bahwa ada potensi untuk meningkatkan efisiensi usahatani padi di tiga provinsi tersebut dengan jalan menerapkan teknologi usahatani yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Dari nilai efisiensi ini tidak terdapat perbedaan yang mencolok tingkat efisiensi dari ke tiga daerah tersebut. Hal ini menunjukkan kemampuan manjemen usahatani padi di tiga daerah tersebut relatif sama.

Selain dipengaruhi tingkat efisiensi teknis tingkat produktivitas padi juga dipengaruhi oleh teknologi. Penelitian Sukana dan Tejoyuwono (2006) dalam Sutrisna et al. (2009) menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul baru dan benih yang bermutu dapat meningkatkan produktivitas padi sebesar 23%. Teknologi budidaya padi yang sekarang sedang giat dianjurkan adalah teknologi tanam jajar legowo merupakan rekayasa pengaturan jarak tanam yang lebih baik daripada cara tanam tegal.

Dengan cara tanam Jajar Legowo populasi tanaman padi bisa mencapai 160.000 rumpun per hektar. Prinsip dasar cara tanam Jajar Legowo adalah menjadikan semua barisan rumpun padi berada pada bagian pinggir, mengakibatkan seolah-olah semua

(9)

tanaman berada pada pinggir galangan sehingga semua tanaman mendapat pengaruh baris pinggir (border

effect) yang sama, yaitu fotosintesa yang optimal.

Hasil penelitian Suriapermana et al. (1999) dalam Sutrisna et al. (2009) yang dilakukan di Kabupaten Bandung bahwa Jajar Legowo dapat meningkatkan hasil padi 10–20% dibandingkan dengan tanam tegal. Selanjutnya, Diratmaja et al. (2002) juga dalam Sutrisna et al. (2009) menghasilkan lebih tinggi 1.01 ton GKP per hektar daripada cara tanam tegal.

Tingkat efisiensi teknis di tiga provinsi di Jawa tersebut tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana produksi padi yang relatif lengkap dan masih berfungsi dengan baik, khususnya sarana irigasi, pupuk, dan pestisida yang selalu tersedia dan juga sarana transportasi yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hasil sebaran efisiensi teknis usahatani padi di Jawa hampir sama dengan yang telah dilakukan oleh Idiong di Nigeria tahun 2007 di mana hasilnya tingkat efisiensi lebih besar dari 0.70 lebih dari 70%.

Hasil penelitian Daryanto (2000), mengenai irigasi di Jawa Barat, hampir semua petani yang menggunakan irigasi untuk usahatani padi memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.80. Hal ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan usahatani padi di Jawa Barat dengan menerapkan irigasi yang baik untuk usahataninya.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Inefisiensi Teknis Usahatani Padi

Metode MLE selain dapat mengetahui fungsi produksi frontier, tingkat efisiensi masing-masing individu petani juga dapat diketahui efek inefisiensi teknis usahatani padi. Hasil analisis dari fungsi produksi stochastic frontier menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani responden yaitu akses petani terhadap penyuluhan, akses terhadap kredit, dan tingkat pendidikan petani responden. Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa parameter gamma (y) dugaan merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (ui) terhadap varians total produksi (εi) diperoleh bernilai 0.954 dengan standar deviasi 0.012. dan berbeda nyata pada 1%.

Hal ini berarti bahwa 95.4% dari variabel galat dalam fungsi produksi menggambarkan efisiensi teknis petani atau 95.4% dari variasi hasil disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis dan sisanya

4.6% disebabkan oleh pengaruh stochastic seperti pengaruh iklim, serangan hama serta kesalahan dalam permodelan.

Pada proses produksi komoditas pertanian biasanya lebih dipengaruhi oleh pengaruh stochastic (vi) yang tidak terwakili dalam model dari pada pengaruh non stochastic seperti efek inefisiensi teknis. Fenomena ini membuktikan bahwa hampir semua variasi dalam output dari produksi frontier dianggap sebagai akibat dari tingkat pencapaian teknis efisiensi yang terkait dengan masalah manajerial dalam pengelolaan usahatani.

Terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara negatif dan nyata terhadap inefisiensi usahatani padi yaitu variabel aksesibilitas penyuluhan, aksesibilitas kredit dan pendidikan. Nilai koefisien variabel masing-masing sebesar –0.390, –0.473, dan –0.073. Artinya, peningkatan masing-masing variabel tersebut sebesar 1%, akan berdampak menurunkan inefisiensi teknis usahatani padi masing-masing sebesar –0.390%, –0.473%, dan –0.073%.

Usaha intensifikasi pertanian sangat tergantung dari adanya dukungan lingkungan fisik dan iklim yang menguntungkan usaha intensifikasi pertanian. Hal ini akan berhasil dengan baik jika terdapat iklim yang baik yang ditimbulkan oleh bekerjanya mekanisme kekuatan sosial yang mendorong timbulnya motivasi atau hasrat petani untuk melibatkan diri dalam program intensifikasi yang pada dasarnya berasal dari luar. Dalam hal ini timbulnya motivasi tersebut dapat dianggap sebagai adanya interaksi antara struktural program terutama penyuluh yang akan menjalankan tugasnya sebagai komunikator, motivator, dan edukator yang langsung berhadapan dengan petani/ kelompok tani.

Selanjutnya menurut Adjid (1980) perkembangan tingkat penerapan teknologi (adopsi teknologi) antara lain ditentukan oleh perkembangan tingkat penyuluhan. Perkembangan dari kelompok tani di samping ditentukan oleh aktivitas dari kelompok tani itu sendiri, juga dipengaruhi oleh kegiatan para penyuluh pertanian di lapangan. Penyuluhan yang dilakukan secara intensif melalui pendekatan kelompok akan membuat petani mau dan mampu menerapkan teknologi baru pada usahatani masing-masing. Sukses tidaknya penerapan teknologi pertanian adalah karena adanya kerja sama yang baik antara petani yang dibina dengan dengan penyuluh yang membina.

(10)

Dari Tabel 5. terlihat bahwa akses terhadap penyuluhan mempunyai pengaruh negatif, yaitu –0.39 terhadap inefisiensi usahatani padi di Jawa dan alpha berbeda nyata taraf 1%. Fenomena ini berarti bahwa semakin tinggi aksesibilitas petani terhadap penyuluhan yang diikuti petani, maka akan semakin rendah tingkat inefisiensinya. Semakin tinggi aksesibilitas petani responden terhadap penyuluhan, maka akan semakin tinggi juga kemampuan mereka untuk mengadopsi teknologi dan dapat menggunakan input secara proporsional, sehingga akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rasyid (2001) yang menyatakan bahwa belum optimalnya peranan penyuluh pertanian khususnya di tingkat lapangan disebabkan oleh rendahnya tingkat partisipasi petani dalam penyuluhan pertanian sebagai akibat rendahnya mutu pelayanan penyuluhan pertanian.

Di samping itu juga oleh lemah dan tidak sistematisnya pendanaan, sehingga menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja penyuluh pertanian dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga masih ada peluang peningkatan efisiensi usahatani padi dengan memperbaiki sistem penyuluhan yang ada saat ini. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian ParikhParikh

et al. (1995) dan Bakhsh dan Ahmed (2006) yang(1995) dan Bakhsh dan Ahmed (2006) yangBakhsh dan Ahmed (2006) yang menyatakan bahwa penyuluhan dapat mengurangi inefisiensi teknis.

Pada saat ini akses petani terhadap kredit masih sulit, hal ini berawal pada saat di Indonesia terjadi krisis moneter pada tahun 1996–1998. Pemerintah memberikan kemudahan terhadap pemberian kredit usahatani (KUT) kepada para petani, ternyata kemudahan persyaratan pemberian KUT ini disalah-manfaatkan oleh oknum yang mengatas namakan petani setelah mereka dapat pinjaman KUT berupa uang tersebut, namun bukan digunakan untuk pertanian dan oknum tersebut tidak mau membayar kembali pinjamannya, sehingga sampai saat ini diperkirakan masih sekitar 6 triliun uang KUT yang belum kembali. Dengan adanya kasus ini dunia perbankan tidak percaya lagi kepada petani sehingga petani sulit untuk mendapatkan kredit baik yang bersifat kredit program maupun kredit umum.

Pada Tabel 5. diperoleh hasil akses petani terhadap kredit sebesar 0.473 dengan simpangan baku 0.142 dan berbeda nyata pada alpha 1%, hal ini berarti akses terhadap kredit mempunyai peran dalam

inefisiensi usaha tani padi dengan berbeda nyata dan tanda negatif berarti makin akses petani terhadap lembaga perkreditan maka akan bisa menurunkan tingkat inefiisiensi usahatani padi di Jawa. Semakin tinggi tingkat aksessibilitas petani responden terhadap kredit, maka akan semakin tinggi juga kemampuan mereka untuk membiayai adopsi teknologi dan dapat menggunakan input secara proporsional sehingga akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Hasil analisis ini juga sesuai dengan hasil penelitian BinamBinam

et al. (2004) menyatakan bahwa seorang petani

yang mempunyai akses terhadap kredit usahatani dapat mengurangi inefisiensi teknis dalam usahatani monokultur kacang tanah. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ogundari,

et al. (2006) di Nigeria di mana variabel akses kredit

berbeda nyata pada taraf 5% dan bertanda negatif. Pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap inefisiensi usahatani padi di Jawa yang berbeda nyata pada tingkat 2.5% dan bertanda negatif dengan koefisien –0.073. Fenomena ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh petani, maka akan bisa menurunkan tingkat inefisiensi usahatani padi di Jawa. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden, maka akan semakin tinggi juga kemampuan mereka untuk mengadopsi teknologi dan dapat menggunankan input secara proporsional sehingga akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Tzouvelekas et al. (2001) dan Kebede (2001) yang menyatakan bahwa pendidikan dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna untuk input produksi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Bakhsh dan AhmadBakhsh dan Ahmad (2006) di Punjab mengurangi inefisiensi teknis usahatani kentang pada taraf 5% yaitu 0.001.

Pada saat ini tingkat pendidikan petani Indonesia sebanyak 84% berpendidikan tamat dan tidak tamat SD, hal ini berarti tingkat pendidikan petani kita sangat rendah, maka untuk meningkatkan tingkat pendidikan petani di Indonesia pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian melakukan usaha pelatihan, magang dan sekolah lapangan di bidang pertanian.

Idiong (2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, keanggotaan kelompok tani dan akses terhadap kredit mempunyai pengaruh yang nyata terhadap efisiensi usahatani padi di swamparea

(11)

Nigeria. Demikian juga penelitian dari Ogundar,

et al. (2006). Di mana dalam penelitiannya di Nigeria

menunjukkan bahwa variabel pendidikan, kontak dengan penyuluh dan akses kredit juga bertanda negatif terhadap inefisiensi, tetapi variabel pendidikan tidak signifikan pada taraf 5%, sedangkan kontak dengan penyuluh dan akses kredit berbeda nyata pada taraf 5%.

KESIMPULAN

Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani padi di Jawa sangat tinggi, yaitu berkisar antara 0.87 sampai 0.89. Selain dari pada itu sebagian besar petani di Jawa Barat (88.59%), Jawa Tengah (86.08%), dan Jawa Timur (93.29%) mempunyai tingkat efisiensi teknis yang tinggi yaitu lebih dari 80% (0.80).

Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani padi adalah aksesibilitas penyuluhan, aksesibilitas kredit, dan tingkat pendidikan petani.

Sebagian besar petani responden hanya akses terhadap penyuluhan antara 0–3 kali dari minimum 6 kali yang dipersyaratkan, sehingga masih ada peluang untuk meningkatkan efisiensi usahatani padi di Jawa dengan meningkatkan akses petani terhadap penyuluhan sampai 6 kali.

Sebagian besar petani responden hanya akses terhadap kelambagaan kredit antara 0–2 kelembagaan dari minimum 4 kelembagaan yang dipersyaratkan, sehingga masih ada peluang untuk meningkatkan efisiensi usahatani padi di Jawa dengan meningkatkan akses petani terhadap kelembagaan kredit sampai 4 kelembagaan.

Kebijakan peningkatan efisiensi tehnis usahatani padi di Jawa harus dipertimbangkan kembali, karena tingkat efisiensi teknis usahatani padi di Jawa sudah cukup tinggi, lebih baik diarahkan keluar Jawa.

Untuk meningkatkan kontribusi akses penyuluhan dalam efisiensi usahatani padi di Jawa dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem penyuluhan, melengkapi Sarana dan Prasarana Penyuluhan, melengkapi kelembagaan Penyuluhan, serta memperbaiki materi penyuluhan seperti pemberian informasi harga input dan output serta usaha pengolahan hasil dan pasca panen padi.

Untuk meningkatkan akses petani terhadap ke-lembagaan kredit di samping pengembangan lembaga keuangan mikro agribisnis tentunya juga lembaga perbankan yang khusus melayani kredit untuk sektor pertanian juga sangat diperlukan. di samping itu juga diperlukan perubahan persyaratan untuk para petani yang akan mendapatkan kredit, yaitu disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Adjid, D. A. 1989. Pola Operasional Intensifikasi

dalam Pelita III. Dalam Capita selecta pengembangan dan Pembinaan Kelompok Tani Dalam Intensifikasi Tanaman Pangan. Jakarta:Jakarta: Satuan Pengendali Bimas.

Aigner, D. J., Lovell, C. A. K., and Schmidt, P. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of

Econometrics, 6 (1): 21-37.

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.Jakarta: Badan Pusat Statistik.Badan Pusat Statistik.

Bakhsh, K., Ahmad, B., and Hasan, S. 2006. Food Security Through Increasing Technical Effisiensi.

Asian Journal of Plant Sciences, 5 (6): 970-976.

Bank Indonesia. 2005. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta.

Battese, G. E. 1992. Frontier Production Function and Technical Efficiency: A Survey of Empirical Application in Agricultural Economics. Journal

of Agricultural Economics, 7 (1): 185-208.

Battese, G. E., and Coelli, T. J. 1995. A model for Technical Inefficiency Effects in a Stochastic Frontier Production Function for Panel Data.

Empirical Economics 20: 325-332.

Binam, J. N. et al. 2004. Factors Affecting the Technical Efficiency among Smallholder Farmers the Slash and Bum Agriculture Zone of Cameroon. Journal

Food Policy ELSEVIER, 431-545..

Bravo – Ureta, B. E., and Pinheiro, A. E. 1977. Technical Economic and Allocative Efficiency in Peasant Farming: Evidence From The Dominican Republic. The Developing Economics, XXXV (1): 48-67.

(12)

Coelli. T., Rao, D. S. P, and Battese, G. E. 1997.

An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Boston: Kluwer Academic Publishers.Boston: Kluwer Academic Publishers.Kluwer Academic Publishers. Coelli. T. 1995. Recent Developments in Frontier

Estimation and Efficiency Measurement.

Australian Journal of Agricultural Economics,

39: 219-245.

Daryanto, H. K. S. 2000. Analysis of The Technical

Efficiency of Rice Production in West Java Province, Indonesia: A Stochastic Frontier Production Function Approach. Ph.D Disertation.

School of Economics, Universitas of New England Armidale.

Departemen Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Tahun 2005. Jakarta.

Departemen Pertanian, 1985. Rencana Strategis Departemen Pertanian Tahun 1985-1999. Departemen Pertanian, Jakarta.

Fabiosa, J. F., Jensen, H. H., and Yan, D. 2004. Do Macroeconomic Shocks Impact the Economic Efficiency of Small Farmers? The Case of Wetland Rice Farmers in Indonesia. Iowa: CenterIowa: CenterCenter for Agricultural and Rural Development, Iowa State University.

Idiong, I. C. 2007. Estimation of Level Technical Estimation of Level Technical Efficiency in Smallscale Swamp Rice Production in Cross River State of Nigeria: A Stochastic Frontier Approach. World Journal of Agricultural

Sciences, 3 (5): 653-658.

Jondrow, J., Lovell, C. A. K., Materov, I. S., and Schmidt, P. 1982. On Estimation of Technical Inefficiency in The Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of Econometrics, 19 (1): 233-238.

Kalirajan, K. P. 1981. An Econometric Analysis Oh Yield Variability in Paddy Production. Canadian

Journal of Agricultural Economics, 29: 283-294.

Kebede T. A. 2001. Farm House Hold Technical Efficiency: A Stochastic Frontier Analysis. A Study of Rice Producers in Mardi Watershed In the Western Development Region of Nepal. Departemen of Economics and Social Sciences, Agricultural University of Norway.

Kementerian Pertanian, 2011. Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian Tahun 2010. Jakarta:Jakarta: Kementerian Pertanian.

Ogundari, K. and Ojo, S. O. 2006. An Examination of Technical Economics and Allocative Efficiency of Small Farm: The Case Study of Cassava Farmers in Osun State of Nigeria. Journal

Central European Agricultural, 7 (3): 423-432.

Parikh, A., Ali, F., and Shah, M. K. 1995. Measurement of Economic Efficiency in Pakistani Agriculture. Am. Journal of Agricultural Economics, 77: 675-685.

Rasyid, M. A. 2001. Sangat Diperlukan Kegiatan Penyuluhan Pertanian. Ekstensia, 13 (September): 8-14.

Shehu, J. F., and Mshelia, S. I. 2007. Productivity And Technical Efficiency of Small-Scale Rice Farmers in Adamawa State, Nigeria. Journal of

Agriculture and Social Science, 117-120.

Sutrisna, N., dan Irawan, B. 2009. Peran Teknologi

Terhadap Peningkatan Produktivitas dan Produksi Padi di Jawa Barat.

Theingi, M. and Thanda, K. 2005. Analysis of

Technical Efficiency of Irrigated Rice Production System in Myanmar. Conference on International

Agricultural Research for Development, Stuttgart

Tzouvelekes, V., Pantzios, C. J., and Fotopoulos, C. 2001. Economic Efficiency in Organic Farming: Evidence from Cotton Farms in Viotia, Greece.

Journal of Agricultural and Applied Economics,

Gambar

Gambar 1. Efisiensi Teknis, Alokasi dan Ekonomi  Menggunakan Kurva Isoquant
Tabel 1. Akses Petani terhadap Penyuluhan Usahatani   Padi di Jawa Tahun 2007
Tabel 4. Distribusi Efisiensi Teknik Petani Padi di Jawa Barat, Jawa Tengah,  dan Jawa Timur 2007
Tabel 5. Pengaruh Akses Penyuluhan, Kredit, dan  Pendidikan terhadap Inefisiensi Teknis Usahatani Padi

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari analisis regresi dengan menggunakan pendekatan Taylor Rule, maka dapat disimpulkan bahwa Variabel Bebas (Inflasi dan Output) berpengaruh secara

Di sisi lain, sekolah yang sifatnya membantu mencerdaskan anak didik, dengan sebagian biaya ditanggung oleh yayasan tertentu; hasilnya berbeda dengan sekolahan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran

Tabel 1. Kemudian sikap yang memiliki hubungan langsung secara negatif terhadap perilaku berwirausaha sebesar -0,280 atau -28%. Nilai yang dihasilkan cukup menjadi

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh persentase massa gipsum dan serat terhadap kuat tekan dan kuat lentur papan semen-gipsum berserat eceng gondok.. Alat uji Kuat

pembelajaran dan multimedia yang akan digunakan dalam pakej parisian Siri lndeks AI-Quran ini, penilaian mengenai salah satu daripada parisian yang sudah

Fungsi audit internal dapat menjadi bagian yang efektif dari proses governance oleh : - Memastikan sepenuhnya mengerti arah tata kelola dewan dan harapan,

Ansoriyah (2017) Pendapat tersebut sejalan dengan [4], bahwa salah satu faktor kemampuan dalam menulis karya ilmiah adalah motivasi dan disiplin yang tinggi, yang diperlukan