• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Published By:

Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI)

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh

Jl. Syeikh Abdul Rauf, Kopelma Darussalam Banda Aceh, Telp: 0651-7557442

PETITA / Vol. 2 No. 1, 2017 P-ISSN: 2502-8006 E-ISSN: 2549-8274

PETITA

PETITA

PETITA

(2)

Contents

THE FEDERAL CONSTITUTION, NATIONAL- ETHNIC MINORITY GROUPS AND THE CREATION OF STATES: THE POST–COLONIAL NIGERIAN EXPERIENCE

(Emmanuel Obikwu | 1-12)

QUO VADIS PEKERJA ANAK PADA PERKEBUNAN TEMBAKAU DI KABUPATEN JEMBER

(Rosita Indrayati | 13-22)

MEREPOSISI CARA PANDANG HUKUM NEGARA TERHADAP HUKUM ADAT DI INDONESIA

(Sulaiman | 23-32)

PRINSIP DASAR HUKUM POLITIK ISLAMDALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

(Mutiara Fahmi | 33-43)

SEKULARISME HUKUM DALAM FRAME TIMUR DAN BARAT

(Azmi Abubakar| 44-53)

PEMENUHAN HAK NAFKAH SEBAGAI SALAH SATU POLA TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK: ANALISIS PEMIKIRAN A. HAMID SARONG

(Heti Kurnaini | 54-66)

MUHAMMAD DAN KHADIJAH: SATU KONSEP HUKUM PERNIKAHAN SEBELUM RISALAH ISLAM

(Muharrahman | 67-74)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

(3)

PETITA: Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah

Volume 2, Number 1, 2017

P-ISSN: 2502-8006 E-ISSN: 2549-8274 DOI: https://doi.org/10.22373/petita.v2i1.60

SEKULARISME HUKUM DALAM FRAME TIMUR DAN BARAT

AZMI ABUBAKAR

Tenaga Pengajar Darul Quran, Sigli, Pidie Email: [email protected]

Abstract: Until now a western philosophical school called secularism has become an inseparable part of Islamic scholars. Related article cited a variety of secularism and the note that also take as a reference by the next generation of scientific. This fact shows that the importance of the discussion concerning matters of secularism.Position secularism became a big spotlight when linked to Islamic law an sich. Harassment of Islamic law through the glass secularism has produced many Islamic intellectuals secular.In fact, the West itself slowly began to abandon secularism. Western consciousness leaving the methodology of secularism marked by the rise of Islamic hegemony slowly, even predicted the future of Islam will be the largest religion in Western Europe represent entities. The position of Islam itself is still vulnerable to the methodology of secularism. Post-figure Kemal in Turkeyproklaimed himself as a successful carrier of secularism which is then followed by other Muslim intellectuals. This makes the Islamic intellectual dilemma. As if, methodology of secularism could raise the degree of religious and linked well with the sects that emerged in the mid such Mu’tazilah.Secularism eventually become a new color in Islam, secularism began to force its philosophy in Islam. Define secularism as the separation of religion and state effort was apparently not enough. Keyword: secularism, religion, world, West

Abstrak: Hingga kini sebuah aliran filsafat Barat yang bernama sekularisme telah menjadi

bagian yang tak bisa dipisahkan dari para cendekiawan Islam. Berbagai tulisan terkait sekularisme dikutip kemudian tulisan itu diambil pula sebagai rujukan oleh para generasi ilmiyah lintas zaman. Kenyataan ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pembahasan menyangkut hal ihwal sekularisme. Posisi sekularisme menjadi sorotan besar manakala dikaitkan dengan hukum Islam an sich. Pengobok-obokan hukum Islam melalui kaca sekularisme telah melahirkan banyak intelektual Islam bermanhaj sekuler.Pada kenyataannya, Barat sendiri mulai meninggalkan sekularisme secara perlahan. Kesadaran Barat meninggalkan manhaj sekularisme ditandai dengan munculnya hegemoni Islam secara perlahan, bahkan kedepan diprediksi Islam akan menjadi agama terbesar di Eropa mewakili entitas Barat.Posisi Islam sendiri sampai saat ini masih rentan dengan manhaj sekularisme. Paska tokoh Kemal di Turki memploklamasikan dirinya sebagai pembawa sekularisme sukses yang kemudian diikuti pula oleh para intelektual Islam lainnya. Hal ini menjadikan para intelektual Islam dilematis. Seolah-olah, manhaj sekularisme bisa menaikkan derajat beragama lalu dikait-kaitkan pula dengan sekte-sekte yang muncul di era pertengahan semisal muktazilah.Sekularisme akhirnya menjadi warna baru dalam Islam, filsafat sekularisme mulai dipaksakan dalam ajaran Islam. Mendefiniskan sekularisme sebagai upaya pemisahan agama dan negara rupanya belumlah cukup.

Kata Kunci:Sekularisme, agama, dunia, Barat Pendahuluan

Beberapa harian lokal1 tercatat pernah memberikan ruang dalam membahas isu

sekularisme. Hal ini menunjukkan bahwa diskursus sekularisme telah coba didiskusikan

1 Harian lokal seperti Serambi Indonesia tercatat dalam beberapa edisi memuat opini dari intelektual Aceh tentang sekularisme. Tradisi ini sangat positif dimana opini dibalas opini. Penulis mencatat manakala tulisan Azmil Umur tentang sekularisme yang coba mendekatkan Islam dan Barat ditanggapi Muhammad Riza dengan sangat elegan.

(4)

dengan hangat dalam ranah lokal; keacehan. Dimana nilai-nilai keacehan sebelumnya sangatlah asing dengan filsafat sekularisme dimaksud.2

Apa yang dipahami para intelektual tentang defenisi sekularisme seolah kaum intelektual telah begitu sepakat dengan defenisi adanya pemisahan agama dan negara sebagaimana yang telah dilakukan otoritas gereja3 pada fase-fase awal.

Bahwa ada perbedaan mendasar dalam memahami defenisi sekularisme seperti apa yang dicetus tokoh-tokoh besar Islam semisal Syakrawi4, Yusuf Qardhawi5 juga Ramadhan

Albuthi6.

Para tokoh Islam ini melihat sekularisme dari sudut pandang Islam dan terpengaruh dengan institusi besar Islam Al-Azhar. Berbeda halnya dengan tokoh besar Barat. Kaum Barat melihat sekularisme dalam sudut pandang yang berbeda, seolah bagi mereka sekularisme bukanlah dosa besar yang menakutkan.

Muhammad Imarah sebagai tokoh Universitas Azhar-Mesir bahkan menilai sekularisme dengan momok yang sangat menakutkan. Sebuah langkah yang hebat sebagai upaya mengutuk habis habisan pengistilahan yang diberikan Barat7. Dan ini penting sekali untuk

dilihat lebih lanjut bahwa ada bahaya besar yang ditimbulkan dari manhaj sekularisme. Selanjutnya ada beberapa contoh tulisan ilmiyah yang menjadi bukti bahwa orang-orang lokal mulai melihat sekularisme dengan serius dengan lahirnya karya semisal merajam

dalil syariat8, banyak sekali intelektual terpengaruh lalu coba untuk mengutuk penulisnya

bahkan di tempat yang tak layak.

Satu lagi yang menarik dari sebuah hasil ilmiyah berangkat dari analisis tentang sekularisme adalah tulisan yang berjudul Islam Protestan9. Tulisan ini telah membuat para

intelektual lokal seperti kabakaran janggut, walaupun kemudian banyak yang membela tulisan tersebut. Apapun, tulisan Islam Protestan seolah ingin memancing selera orang lokal tentang istilah-istilah yang diberikan Barat, dan ini membawa pengaruh besar dalam kenyamanan beragama kaum lokal.

Alkaf salah satu cendekiawan Aceh juga telah menulis isu sekularisme dengan cukup lantang, artikelnya Negara Islam No Sekularisme No coba mempertemukan sekularisme vis a vis Indonesia. Alkaf melihat bahwa semenjak berdirinya, Indonesia tak memiliki konsep tegas dalam memandang Negara. Sehingga Alkaf memberikan kesimpulan bahwa Indonesia berada di jalan tengah antara sekularisme dan Negara Islam. Adanya pancasila lalu adanya mahkamah syari’ah dan kementerian agama adalah bukti nilai-nilai Islam ada di Indonesia walaupun Indonesia tak menjadi negara Islam secara resmi.10

2 Lihat dalam Kasmuri Kasmuri, ‘Fenomena Sekularisme’ (2014) 11 Al-A’raf : Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat.

3 Gereja pada fase awal memegang kebijakan di tanah Eropa.

4 Ulama dari Al Azhar Mesir, beliau konsisten dengan ketasaufannnya.

5 Ketua Persatuan Ulama dunia, saat ini bermukim di Qatar, seorang yang sangat tegas membela prinsip agama yang dianutnya.

6 Ulama Azhar dari Syiria lebih mengutamakan Ishlah. Beliau sama sekali tak setuju dengan apa yang terjadi di Syiria hari ini. Peperangan harus dihentikan.

7 Kitab Imarah berjudul perang terminologi Islam versus Barat, Imarah konsisten menulis tentang pemikiran-pemikiran Islam modern. Salah seorang yang sangat produktif di Universitas Al Azhar. 8 Termasuk buku yang penuh kontroversi karya Affan Ramli, apapun karya ini berhasil memancing

daya kritis intelektual Aceh.

9 Opini yang pernah populer di website Aceh Institute karya Fuad Mardatillah. Islam protestan pada dasarnya melihat kegagalan dan ketidaktahuan penganut Islam itu sendiri akan agama sempurna ini. Judul opini ini luar biasa menyedot para intelaktual Aceh saat itu.

10 Lihat dalam ‘Kajian Filosofis-Historis Hubungan Negara Dan Agama’ (2013) 23 Paramita: Historical Studies Journal.

(5)

Azmi Abubakar

Artikel ini ingin melihat dua sudut pandang dalam melihat produk filsafat Barat yakni sekularisme, antara Timur dan Barat dengan menggunakan metodelogi pengumpulan data yakni dengan mengkaji atau menganalisis dokumen-dokumen yang relevan dari segi primer dan sekunder.

Terminologi Sekularisme

Sekularisme merupakan bagian dari kata Sekuler yang kemudian ditambah isme sehingga menjadi sebuah aliran. Kata secular sendiri berasal dari bahasa Inggris yang bermakna keduniawian dan kehidupan di luar biara.11

Merujuk lebih dalam lagi, akan ditemui bahwa makna sekuler oleh para pakar coba dihubung-hubungkan dengan istilah yang dihibahkan Yunani. Al-Attas misalnya menjelaskan bahwa istilah sekular berasal dari kata latin saeculum yang mempunyai arti ganda, ruang dan waktu.12 Sehingga Al Attas dengan lugas memberikan sebuah defenisi

bahwa makna sekuler lebih ditekankan pada waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah.

Secara historis konotasi ruang dan waktu dimaksud dikaitkan dengan sejarah Kristen Barat, dimana pada abad pertengahan telah terjadi langkah-langkah pemisahan antara hal yang menyangkut masalah agama dan non agama.13

Beberapa ahli senada dalam mengungkapkan makna dari sekuler ini seperti Cornelis van Peusen, teolog dari Belanda, begitu juga dengan ahli dari Indonesia semisal Surjanto Poepowardojo yang intinya ingin menjelaskan bahwa sekuler itu adalah pemisahan antara langit dan bumi, atau antara dunia dan akhirat; agama.

Dalam bahasa Arab, ada kata ‘alamani dari ‘alam (dunia) yang bermakna duniawi diversuskan dengan yang selain dunia. Istilah tersebut rupanya digunakan dan diadopsi dari orang-orang Kristen Arab untuk mengekspresikan gagasan ini sebelum ia menarik perhatian kaum muslimin.

Pada masa modern istilah tersebut dibaca kembali menjadi ilmani yang dipahami dalam arti ilmiah dari ilm pengetahuan atau sains yang dilawankan dengan religius yang oleh sarjana muslim dianggap sebagai penafsiran keliru sebab dalam Islam dua kata tersebut tidak pernah dipertentangkan.Tegasnya, dalam sejarah Islam tidak terdapat kontradiksi

(tanaqqud) antara agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan atau sains di pihak lain.

Dengan mengacu pada Ensiklopedi Britania, Yusuf Qaradhawi mendefinisikan sekularisme sebagai gerakan kemasyarakatan yang bertujuan untuk memalingkan manusia dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorientasi pada kehidupan dunia. Defenisi yang dberikan Qardawi dengan menggunakan gerakan sangatlah wajar jika dilihat dari perjalanan kehidupan Qardahwi yang tak bisa dipisahkan dengan Ikhwanul Muslimin. Gerakan sekularisme sendiri muncul pada abad kebangkitan yang merupakan bagian dari upaya untuk mendorong Barat meraih kemajuan serta mewujudkan ambisi Barat pada kehidupan dunia. Kala itu Agama Kristen yang bersifat dogmatik dan cenderung bertentangan dengan berbagai penemuan sains dianggap sebagai penghambat bagi kemajuan. Karena itu, sekularisme merupakan gerakan perlawanan terhadap ajaran dan keyakinan gereja, demi untuk meraih kebangkitan yang terus berlanjut dalam perkembangan sejarah modern.

Ramadhan Buthi dalam magnum opusnya juga menyinggung sekularisme, intinya

11 M Solihin, Perkembangan Filsafat Dari Klasik Hingga Modern (Pustaka Setia 2007), hlm. 244-245. 12 Syed Muhammad Naquib Al Attas, Islam Dan Sekularisme, Bandung (Pustaka), hlm. 1-2.

13 Lihat dalam Rd Datoek A Pachoer, ‘Sekularisasi Dan Sekularisme Agama’ (2016) 1 Jurnal Agama dan Lintas Budaya.

(6)

sekularisme ingin memisahkan antara tuhan dan manusia. Penghambaan tak lagi pada tuhan, manusia dalam pengertian sekularisme harus bebas tunduk kepada pikiran dan akalnya.Dari sekian pendapat para ahli baik dari Islam mapun Barat, penulis lebih memilih terminologi Imarah bahwa sekularisme merupakan pengaturan urusan hidup di dunia dengan aturan bersifat keduniawian tapi sayangnya Imarah tak menyebut negative value sisi bahasa dari Ilmaniyah.14

Sejarah Sekularisme

George Jacob Holyoake agaknya tak pernah menduga jika para cendekiawan setelahnya menempatkan dia sebagai bapak pendiri sekularisme.15 Dimana pada tahun 1846 ia

berani menyatakan bahwaschularism is an ethical system pounded on the principle of

natural morality and in independent of reveald religion or supernaturalism. (sekularisme

adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supernaturalisme).Jacob sendiri dalam sejarah kehidupannya tercatat pernah belajar agama, tetapi perubahan sosial politik saat itu telah merubah prinsip- prinsip kehidupan yang dianut Jacob. Dimana sekularisme hanyalah sebagai gerakan protes sosial dan politik kala itu.

Pasca revolusi Perancis ide-ide sekularisme semakin menjalar dan menegaskan diri sebagai sebuah sebuah aliran filsafat kokoh di Barat. Aliran ini pada akhirnya sampai ke dunia timur dengan membawa nama kolonialisme.Misi kolonialisme yang dibungkus dengan gold, glory dan gospel ini sukses dijalankan Barat terhadap Islam dan menjipratkan filsafat sekularisme dengan sangat lihai. Terbukti kemudian dengan lahirnya karya-karya besar dari para intelektual Barat16.

Cendikiawan semisal Muhammad Al-Bahy menjelaskan bahwa yang menimbulkan munculnya sekularisme pada abad ke-17 dan ke-18 adalah perebutan kekuasaan antara negara dan Gereja. Karena itu, pemisahan antara kedua kekuasaan itu adalah penanggulangan perselisihan baik secara legal atau filosofis.Sedangkan yang mendorong sekularisme abad ke-19 adalah pembentukan kekuasaan. Karena itu, pengertian sekularisme tidak sama dengan paham pemisahan antara Gereja dan negara, akan tetapi semacam penghapusan paham dualisme dengan penghancuran agama sebagai awal mula untuk mencapai kekuasaan tersendiri, yaitu “kelompok Buruh” atau “sosial” atau “negara” atau “partai”. Penelitian terhadap alam dan kemajuan ilmu pengetahuan telah memberanikan kaum intelek sekuler untuk keluar dari wasiat atau dogma Gereja.

Sedangkan Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, bahwa sebab-sebab kemunculan sekularisme di dunia Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor agama, pemikiran, psikologi, sejarah dan realitas kehidupan empiris.

Bagaimanapun, sekularisme tetap saja tak bisa dipisahkan dari sejarah kelam Eropa berikut hubungan Gereja vis a vis manusia Barat. Bahkan Imarah coba menautkan sekularisme ini dengan akar-akar helenisme Yunani.17 Di bidang filsafat, tradisi Romawi

dalam bidang hukum serta tradisi Kristen yang masuk ke dalamnya.Sebenarnya filsafat sekularisme Barat tak ada hubungannnya dengan revolusi industri di Barat. Tetapi keduanya dipengaruhi langsung oleh peradaban Umayah yang ada di Andalusia. Penemuan mesin uap, konsep pesawat terbang dan penemuan lannya bermula dari para pakar Islam Andalusia yang lalu dikembangkan Barat.Bahkan ide sekularisme sendiri terinpirasi dari filsafat logisnya Ibnu Rusydi. Sakit hati kaum Barat terhadap gereja membuat alumni

14 Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat (Rabbani Press 1998), hlm. 34. 15 Juhaya S Praja, Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika (Kencana 2010), hlm. 188.

16 Karya Snouc Hurgronje berjudul Aceh menjadi sekian contoh bagaimana hegemoni Barat kepada Islam.

(7)

Azmi Abubakar

Barat yang mengambil ilmu dari Andalusia turut menyumbangkan ide-ide Ibnu Rusydi yang membuat filsafat sekularisme sedemikan berkembang.

Imarah menyebutkan ada dua teori yang cukup terkenal dalam sekularisme Barat yakni teori dua pedang yaitu pedang rohani temporal atau kekuasaan sipil milik Negara. Ketika Gereja keluar dari batas-batas misi rohani lalu merebut kekuasaan temporal maka urusan duniapun diintervensi oleh kekuatan agama. Sebagai akibatnya masyarakat Eropa mengalami stagnasi dan kemunduran. Yang berkembang masa itu selanjutnya adalah teori satu pedang, yakni kekuasaan yang digabungkan antara otoritas agama dan sipil. Silaturrahmi antara gereja dan Negara ini kemudian waktu dikenal dengan istilah hak ketuhanan bagi raja-raja.Dalam perjalanannya hubungan ini tak berjalan harmonis, gereja dirasa sebagai suatu lembaga yang mengekang kebebasan, sehingga kesempatan

renaissance yang bermakna kelahiran kembali18 dimanfaatkan para sipil untuk memisahkan

diri dari pengaruh gereja. Lahirlah filsafat-filsafat sekularisme, aliran ini kemudian terus berkembang melahirkan aliran semisal materialisme dan liberalism.

Sekularisme dalam Pandangan Barat

Sudah makruf bahwa sekularisme lahir dari rahim Barat, tentu saja ruang sekularisme dipoles sedemikian elegan jika melihat dari sudut pandang Barat. Ada yang menarik manakala ada tokoh-tokoh Barat yang menolak sekularisme semisal Roberson dari Brighton, ia mengemukakan keberatannya manakala agama di buang begitu saja bahkan dianggap kabur dan tidak ril.19Seperti menegaskan kembali ulasan Imarah, Muhammad

Albahi membagi filsafat sekularisme ke dua tahap yakni periode sekularisme moderat antara abad 17 dan 18, kedua periode sekularisme ekstrim antara abad ke 19.20

Adapun perbedaan mendasar antara dua periode ini terletak pada sisi hubungan harmonis-disharmonis antar gereja vis a vis Negara. Sekularisme moderat masih memberikan kesempatan antar gereja merangkul Negara atau sebaliknya. Sekularisme ekstrim benar-benar membenci lalu membuang agama.Sangat menarik tentunya melihat para tokoh yang melibatkan diri pada fase moderat yakni tokoh semisal Francois Voiltare (1694-1778), filsuf Perancis yang digolongkan sebagai penganut agama alami. Lessing (1729-1781) , filsuf Jerman yang berpendapat bahwa agama bukanlah terminal terakhir, melainkan sebagai periode batu loncatan menuju kehidupan manusia. Agama berstatus sebagai medan perkembangan. Tuhan bermaksud memberikan petunjuk manusia kepada kebenara, sedang kebenaran abadi tidak ada, yang ada hanyalah usaha menuju kepada kebenaran. Albahi menjelaskan secara umum beberapa filsuf sekularisme moderat antara lain:

John Locke (1632-1704), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara yang modern telah menghapuskan semua wasiat Gereja. Karena memandang kepercayaan agama sebagai hasil pemikiran perorangan, dan persaudaraan dalam agama sebagai hubungan bebas yang harus dipikul dan dipertahankan selama tidak mengancam kebinasaan dan kehancuran undang-undang negara.

G.W. Leibniz (1646-1716), filsuf Jerman. Ia sependapat dengan Locke, bahwa agama menjadi masalah perorangan yang hanya berurusan dengan individu saja tanpa ada suatu hubungan dengan negara. Bahkan dialah yang menganjurkan penghapusan sebagian ajaran agama Masehi yang tak sesuai dengan akal.

Thomas Hobbes (1588-1679), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara itu merupakan

18 Ibid.

19 M Solihin (n 9), hlm. 246.

(8)

“akad” atau kesepakatan dimana negara berkewajiban menggiring manusia secara paksa ke dalam akad tersebut. Karena itulah Hobbes menekankan pentingnya kewajiban negara. Ia menjadikan negara sebagai sebagai sumber undang-undang, moral dan agama. Bahkan untuk pemeliharaan kekuatan dan kewibawaan negara, dianjurkan agar negara berbuat sesuai dengan apa yang disenangai atau dikehendakinya.

David Hume (171-1776), filsuf Inggris yang ateis. Ia mengingkari adanya roh yang kekal, tetapi tetap menganggap agama sebagai kepercayaan, agama menurut pandangannya bukanlah suatu ilmu tetapi hanya institusi belaka.

J.J. Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis dan seorang humanis non materialis. Dalam buku Emil, Rousseau memfokuskan alam sebagai faktor pemisah sebagaimana ia menjadikan agama dalam pendidikan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan alam. Menurut pendapatnya, sebaiknya anak tidak boleh mengikuti golongan agamis, tetapi anak memilihi sendiri berdasarkan atas akal murninya. Rousseau tidak menerima paham ateisme, tetapi ia juga menolak bukti-bukti metafisis tentang adanya Tuhan yang diajarkan ilmu ketuhanan Gereja.

Sedangkan para filsuf yang melibatkan diri pada peride ekstrim yakni seperti Ludwig Feurbach (1804-1872), filsuf Jerman dan termasuk pencetus revolusi sekuler terpenting pada abad ke-19. Menurut pendapatnya, manusia dapat mengkaji periode perpindahan dari agama alamiah yang bersih dan jauh dari pengaruh agama langit menuju materialisme ekstrem. Manusia itu merupakan wujud Tuhan tetapi bukan Allah, dan agama yang baru adalah politik, bukan agama Masehi. Karena itu politik harus dijadikan agama. Allah dan agama keduanya bukanlah dasar negara, tetapi dasarnya adalah manusia dan kebutuhan. Dengan demikian negara adalah kandungan semua kenyataan, yakni alam keseluruhan atau kemanusiaan yang memelihara kenyataan manusia. Dengan begitu agama menjadi musuh negara, dan “ateis praktis ada berkaitan dengan negara”.

Karl Marx (1818-1883), juga seorang filsuf Jerman yang amat dekat dengan kawannya, Engels, sehingga beberapa pandangannya pun merupakan buah pikiran bersama. Marx seorang Revolusioner. Ada tiga prinsip pandangan Marx tentang materi; Prinsip yang menghidupkan perkembangan secara terus menerus, prinsip menghilangkan kontradiksi, prinsip kemajuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, walaupun tidak lebih baik. Marx dianggap revolusioner, dan bukan filsuf, karena filsafatnya sebagai alat untuk menuju politik.

Lenin (1870-1924), orang yang mempraktekan marxisme. Ia mengubah marxisme menjadi akidah bagi partai (golongan) yang kemudian marxisme disebut Bolsjewisme di dunia politik, atau dikenal sebagai materialisme produktif dalam dunia filsafat. Dengan demikian, Bolsjewisme nampak sebagai “agama baru” sebagai pengganti dari “agama masehi”. Menurut Lenin, agama itu candu rakyat, yang menutup kemajuan berfikir.

Meskipun Lenin setuju dengan pendapat bahwa “agama itu urusan perorangan”, akan tetapi untuk partai (golongan), anggotanya harus anti-Tuhan, karena anggotanya yang masih beragama menjadi musuh bebuyutan bangsa. Negara harus netral, dalam arti negara tidak memperhatikan agama, tidak ada hubungannya dengan agama. Agama tidak ada nilainya bagi penduduk, maka tidak perlu menanyakan aliran agama, dan kenetralan terhadap agama itulah pemisah sempurna antara negara dan Gereja.21

Sekularisme Dalam Pandangan Islam

Sebaliknya Islam benar-benar membabat habis istilah sekularisme. Para intelektual Islam berkali-kali menegaskan jika sekularisme adalah filsafat menyesatkan umat manusia,

(9)

Azmi Abubakar

bahkan tokoh semisal Imarah menyebut bodoh (jahil murakkab) kepada penganggum dan pengusung sekularisme.

Menarik dari sisi ini adalah manakala ada intelektual Islam yang benar-benar memberikan ruang kepada sekularisme untuk masuk dengan dalam dalam Islam. Tokoh Syiah semisal Abdul Karim Sorous bahkan menyeru untuk berdamai dengan pemikiran Barat dimaksud.22

Begitu juga dengan sosok Dr. Thaha Husein (1889-1973) dengan kata-katanya: “Kita

sepatutnya di hadapan Eropa, mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka di bidang hukum, menempuh perjalanan mereka di bidang managemen dan mengikuti mereka dalam bidang perundang-undangan. Kita mempunyai komitmen pada ini semua di hadapan Eropa. Penandatanganan Perjanjian Kemerdekaan (1936) dan Perjanjian Pembatalan Hak-Hak Istimewa (1938) tidak lain menunjukkan komitmen yang jelas di mata dunia bahwa kita akan berjalan mengikuti jalan yang ditempuh bangsa-bangsa Eropa di bidang hukum, pemerintahan, dan perundang-undangan23.”

Serbuan Napoleon Bonaparte ke dunia Arab; Mesir adalah awal mula awal mula ide sekularisme coba dimasukkan. Serbuan ini jelas berbeda dengan serbuan kala perang salib. Dengan tujuannya adalah menjajah akal orang Islam.Harus diakui telah sukses dalam taktik ini walau tak sukses sepenuhnya, tetapi serbuan Barat ke dunia timur; nusantara telah membuang sedikit banyak nilai-nilai ketimuran. Apalagi kemudian orientalis-orientalis Barat seolah mengepung Islam. Snouck misalnya berusaha memisahkan agama dan budaya di ranah lokal keacehan. Magnum opusnya berjudul Aceh di Mata Kolonialis menjadi bukti betapa Snouck menjalankan misinya sebagai orientalis dengan taat dan disiplin. Ia mencerca cara orang Aceh beragama dengan tak santun24.

Jelasnya semua negeri Muslim yang dijajah Barat telah menempatkan sekularisme dalam urusan negara, sosial dan kebudayaan untuk menggeser identitas Islam. Walaupun di satu sisi tak sepenuhnya sekularisme bisa tampil gagah, ada nilai-nilai keunikan dari Islam di timur yang tak mampu ditembus filsafat sekularisme.Ciri khas Barat ketika menyerbu negeri timur misalnya tak berterus terang menentang agama, kaum sekuler lihai mengambil hati muslim di timur. Pada perjalanannya terjadi perubahan bagaimana Barat memperlakukan kaum timur dengan penghinaan yang luar biasa. Hal yang paling merugikan kaum timur selanjutnya pemasukan filsafat sekuler dalam hukum adat maupun hukum Islam lewat tangan lihai orientalis. Bahkan menghilangkan beberapa aturan-aturan yang bersumber dari syari’ah dalam konstitusi dan mengangkat para praktisi hukum yang sejalan dengan kebijakan pemerintah penjajah.25

Ketika yang demikian dapat berjalan mulus, lalu Iangkah berikutnya adalah mengubah aturan-aturan lain dan mengganti dengan yang baru dan bertentangan dengan Islam sebagai perluasan upaya menyingkirkan agama.

Imarah menulis tentang bagaimana parahnya penyusupan sistem perundang-undangan Barat ke dalam Negara berpenduduk Islam seperti Mesir, Tunisisa, Maroko, dan Aljazair. Dimana hal yang sama sebenarnya dapat ditemukan dalam setiap bekas jajahan Barat tidak terkecuali Indonesia. Menariknya tokoh Rifa’ah Ath-Tantawi dari Mesir pernah

22 Abdul Karim Sorous, Menggugat Otoritas Dan Tradisi Agama (1998), hlm. 232.

23 Thaha Husein. Min asy-Syathi’ al-Akhar; naskah dalam bahasa Prancis yang dikompilasi dan diterjemahkan setelah ia wafat, oleh Abdul Rasyid ash-Shadiq al-Mahmudi, Min Asy-Syathi’ Al-Akhar (1990),hlm. 191-192.

24 Dalam buku ini Snouck banyak mencela orang Aceh dengan tradisi adatnya yang kental tanpa sedikitpun melihat dalam kacamata positif. Snouck Hurgronje, Aceh Di Mata Kolonialis (Yayasan Soku Guru 1985), hlm 171.

25 Lihat Ahmad Khoirul Fata and Siti Mahmudah Noorhayati, ‘Sekularisme Dan Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer’ (2016) 20 Madania.

(10)

menyerukan perlawanan terhadap serangan sekularisme dan sistem hukum Mesir, walaupun tak pernah berhasil. Indonesia juga tak berdaya melawan arus sekularisme dalam sistem hukum ketatanegaraan.26 Alih-alih melawan bahkan elit-elit Indonesia

pra kemerdekan justru belajar hukum di negara jajahan Belanda. Wal hasil Allah telah mengkhususkan diri dengan menciptakan dan mengatur kemudian menyerahkan kepada manusia kekhalifahan dalam memakmurkan bumi, lalu menjadikan untuk manusia syura

(asas musyawarah) dalam urusan dan mengatur peradaban, manajemen, memanfaatkan

kemampuan untuk menegakkan agama, membangun peradaban, mengatur kehidupan, dan mengarahkan perjalanan sejarah sebagai khalifah Allah.

“Karena itu manfaatkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul Nya (sunnahnya).” (an-Nisaa’: 59)

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri).” (an-Nisaa’: 83)

filsafat hukum Islam menutup jalan bagi aturan hukum sekuler untuk mencegah masuknya filsafat sekularisme. Sebab maslahat yang dikehendaki oleh hukum Islam adalah maslahat syari’ah yang diketahui batas-batasnya, bukan maslahat mutlak tanpa ikatan, atau manfaat tanpa batasan. Manfaat yang dikehendaki oleh fiqih Islam adalah mendapat manfaat syar’i bukan atas dasar kenikmatan atau hawa nafsu atau manfaat mutlak yang standarnya bersifat duniawi: kesenangan untuk kesenangan dunia itu sendiri. Sebab seorang Muslim tidak hanya mengkhususkan kepada Tuhannya shalat dan ibadahnya saja melainkan juga menyertakan shalat dan ibadah dengan hidup dan mati (al-mahya wa al-mamat)

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (al-An ‘aam: 162)

Bagaimanapun ide filsafat sekularisme Barat diakui tak bisa menghegomoni keistimewaan aturan dan filsafat Islam yang didirikan tokoh sekaliber Alfarabi dan Ibnu Sina. Pemikiran Islam tetap berdiri tegak dengan segala kehebatannya. Hal ini pula telah diakui oleh para orientalis. Muhammad Imarah menulisnya dengan rinci yakni::

David Santillana (1845-1931) mengemukan tentang filsafat hukum dan sistem

perundang-undangan Barat:”Pengertian aturan hukum dan undang-undang bagi kita (masyarakat Barat), dan para pendahulu kita adalah sekumpulan kaidah yang berlaku dan ditetapkan oleh masyarakat, baik langsung maupun melalui para walinya, dan kewenangannya diambil dari kehendak, aspirasi, pemahaman dan moralitas manusia serta adat-istiadat mereka. Aturan hukum dan undang-undang ini bersifat duniawi, atau sekular, semata-mata untuk kepentingan duniawiah. Akan tetapi pandangan Islam tentang hukum bertolak belakang dengan pandangan ini. Sebab patuh kepada hukum Islam adalah satu kewajiban sosial dan juga agama pada saat yang sama. Bagi yang melanggar aturan agama maka tidak hanya dipandang satu kesalahan sosial saja melainkan juga melakukan kesalahan agama. Sistem peradilan dan sistem agama, undang-undang dan akhlak, di sini adalah dua kerangka aturan

26 Lihat juga Azmi Aziz, ‘Isu-Isu Agama Dan Sekularisme Dalam Ruang Sosio-Politik Di Malaysia’ (2016) 12 Geografia.

(11)

Azmi Abubakar

yang tidak ada ketiganya bagi kehendak atau aspirasi yang keberadaannya dan ajaran-ajarannya diambil oleh masyarakat Islam Setiap permasalahan hukum pada dasarnya masalah hati kecil dan nuansa akhlak mendominasi hukum dan undang-undang untuk memadukan antara kaidah-kaidah hukum dan ajaran akhlak secara sempurna. Akhlak dan adab sopan santun dalam setiap masalah menggariskan batas-batas hukum, sebab syari’ah Islam adalah syari’ah agama yang pada dasarnya menggeser pemikiran kita.

Pandangan serupa juga dikemukakan oleh orientalis Swiss Marcel Pawzer yang mengingatkan akan kelebihan hukum Islam atas hukum sekuler buatan manusia dari segi sumber dan tujuan. Ia mengatakan bahwa perlu dikemukakan perbedaan pokok antara syari’ah Islam dan sistem hukum Barat modern baik ditinjau dari perbedaan sumbernya maupun dari tujuan akhirnya. Sumber hukum dalam sistem demokrasi Barat adalah kehendak rakyat dan tujuannya adalah aturan dan keadilan dalam masyarakat. Sedangkan Islam, hukum bersumber dari Tuhan, maka berdasarkan pada sumber ini, tujuan pokoknya bagi orang mukmin adalah mencari pendekatan kepada Allah dengan menghormati wahyu dan berkomitmen kepadanya. Kekuasaan dalam Islam mewajibkan sejumlah kriteria moral, sementara dalam tradisi sistem Barat diperbolehkan memilih kriteria-kriteria itu sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi yang berlaku pada masanya.27

Negara sekuler mengatur masyarakat menurut peraturan akal hanya untuk mewujudkan kemaslahatan duniawiah saja. Sedangkan negara Islam, bertolak dari aturan syari’ah untuk meraih kebaikan duniawiah dan juga akhirat. Perbedaan antara keduanya menurut ungkapan Imam Ghazali (1058-1111) bahwa yang pertama memandang dengan visi akal yang lepas dari tuntutan syara’ sedangkan yang kedua, yaitu Islam, memandang dengan akal dalam batas syari’ah. Sedangkan akal haruslah disertai dengan syara’.

Kesimpulan

Sekulerisme adalah sebuah konsep yang memisahkan antara negara dan agama (state and

religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatatanan hidup yang

bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan.Sejarah munculnya sekularisme sebenarnya merupakan bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada gereja saat itu (abad 15) karena dominasi sosio-ekonomi dan cultural dan tindakan refresi terhadap penggunaan tafsir (juga: pengetahuan) diluar gereja. Sedangkan inti ajaran dari sekulerisme mencakup Penidak-keramatan alam, Desakralisasi Politik dan Dekonsekrasi Nilai.Barat cenderung membuka ruang lebar-lebar bagi bagi tumbuhnya filsafat sekularisme, karena memang disitu rahimnya. Ada yang menarik manakala ada segelintir tokoh Barat yang tak setuju dengan filsafat ini. Sayangnya segelintir kaum ini masih tak punya kekuatan dalam mengalahkan hegemoni filsafat sekularisme Barat.Bahwa aka ada prediksi filsafat sekularise justru ke depan akan mati di rahimnya sendiri, makana populasi Islam terus bertambah di Eropa, Islam sebagai agama nantinya akan mengambil alih peran sekularisme yang telah memporak-porandakan pemikiran manusia.Islam melihat sekularisme sebagai tindakan paling bodoh dengan menghamba kepada akal.Sebagaimana Barat ada hal menarik di jantung Islam sendiri dimana ada segelintir tokoh yang menganggumi Barat dengan filsafat sekularismenya. Hegemoni Barat atas dunia Islam paska renasisaince telah menghancurkan sendi kehidupan beragama umat Islam. Nilai-nilai sekularisme perlahan masuk ke ranah ini. Akibatnya teks-teks suci coba dipermainkan. Hukum Islam yang semula diterapkan dalam negeri-negeri Islam coba diselip dengan nilai sekularisme. Akibatnya hukum-yang berpijak pada mazhab sekuler

(12)

bisa berdiri kokoh di Negara yang berpenduduk muslim.Sekularisme akhirnya menjadi alat pertarungan Barat vis a vis Islam. Sesuai siklusnya, ada yang akan mengalahkan dan dikalahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Sorous, Menggugat Otoritas Dan Tradisi Agama (1998) Abdul Rasyid ash-Shadiq al-Mahmudi, Min Asy-Syathi’ Al-Akhar (1990)

Aziz A, ‘Isu-Isu Agama Dan Sekularisme Dalam Ruang Sosio-Politik Di Malaysia’ (2016) 12 Geografia

Juhaya S Praja, Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika (Kencana 2010)

‘Kajian Filosofis-Historis Hubungan Negara Dan Agama’ (2013) 23 Paramita: Historical Studies Journal

Kasmuri K, ‘Fenomena Sekularisme’ (2014) 11 Al-A’raf : Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat

Khoirul Fata A and Mahmudah Noorhayati S, ‘Sekularisme Dan Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer’ (2016) 20 Madania

M Solihin, Perkembangan Filsafat Dari Klasik Hingga Modern (Pustaka Setia 2007) Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat (Rabbani Press 1998)

Pachoer RDA, ‘Sekularisasi Dan Sekularisme Agama’ (2016) 1 Jurnal Agama dan Lintas Budaya

Pradoyo, Sekularisasi Dalam Polemik (Pustaka Utama Grafiti 1993) Snouck Hurgronje, Aceh Di Mata Kolonialis (Yayasan Soku Guru 1985)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari salah seorang masyarakat yang berdomisili di Indrapuri, bahwa perlindungan yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Besar

Pengunaan Bitcoin pada dasarnya bernilai mubah, hal ini sesuai dengan kaidah “Asal segala sesuatu itu adalah mubah, hingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” Akan tetapi,

Hakim tidak memberikan hak perwalian berdasarkan gender laki-laki dan perempuan, dari kalangan ibu atau saudara ayah si anak, selama wali tersebut memiliki hubungan keluarga dengan

Dari permasalahan sebelumnya, dapat diberikan beberapa saran, secara khusus kepada masyarakat di Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya tetap terus melaksanakan kewajiban

Namun yang terjadi adalah mengalami penyusutan jumlah barang ketika ekspedisi berlangsung, maka konsep pertanggungjawabannya termuat dalam Pasal 1236 KUHP “ Debitur wajib

Konsep hukum demikian, menjadi salah satu hambatan dalam memosisikan hukum adat sebagai sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi sebagai living law.Kedua, negara perlu

What was allowed to exist, including the 1963 Constitution, existed by virtue of the Constitution Suspension and Modification Decree.96 Undoubtedly, the phoenix that emerged from the

A Production of Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia LKKI, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Volume 6 | Issue 2 November 2021