• Tidak ada hasil yang ditemukan

bio.unsoed.ac.id PANDUAN TEKNIS PEMBENIHAN IKAN NILEM SECARA INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bio.unsoed.ac.id PANDUAN TEKNIS PEMBENIHAN IKAN NILEM SECARA INTENSIF"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN

TEKNIS PEMBENIHAN

IKAN NILEM

SECARA

INTENSIF

Oleh:

Gratiana

E.

Wijayanti

Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman

PENDAHULUAN

Salah satu

ikan air

tawar yang

sangat potensial

untuk

dikembangkan

menjadi

produk

unggulan perikanan

budidaya adalah ikan

nilem

(Osteochilus hasselti

C.V.).

Ikan

nilem

sebagai

komoditi

perikanan

memiliki

beberapa keunggulan

baik dari

aspek ekonomi, budidaya maupun kelestarian

lingkungan

(Samsudin,2009).

Nilai

ekonomis

ikan

nilem semakin

meningkat

sejak diperkenalkannya

produk olahan misalnya

baby

fish

goreng, dendeng dan

pindang

nilem, nilem

yang

diasap

dan

dikalengkan (Rahardjo dan

Marliani

2007).

Telur

ikan

nilem digemari

masyarakat

karena rasanya yang

lezat

dan mempunyai

peluang

sebagai

komoditas

ekspor

sebagai

caviar

(Soeminto,

2010). Dari

aspek

budidayanya

ikan nilem

mudah

dipelihara,

memiliki

kelangsungan hidup dan reproduksi yang

tinggi (Cholik et al.

2005)

serta

tahan

terhadap

penyakit

(Subagja

et

al.

2006a). Sedangkan

dari

aspek lingkungan

ikan nilem

berperan sebagai

biocleaning agent

karena

sifatnya

yang

suka

memakan detritus,

plankton

dan perifiton

sehingga

ikan

ini

bisa

digunakan

untuk

membersihkan kolam

ataupun

danau (Syandri,

2004).

Dengan keunggulan-keunggulan tersebut maka ikan

ini

layak untuk dikembangkan sebagai komoditas potensial bagi peningkatan ekonomi masyarakat.

Potensi budidaya

ikan

nilem

di

Pulau Jawa sangat besar. Beberapa

wilayah

seperti Eks Karesidenan Priangan

Timur

dan Eks Karesidenan Banyumas merupakan sentra produksi

ikan nilem yang memiliki

perkembangan

produksi cukup

baik

(Pusat

Riset

Perikanan Budidaya,

20ll).

Data Dinas Petemakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas, menunjukkan bahwa produksi ikan

nilem

di Kabupaten Banyumas pada tahun 2006 sebesar 399.296 kg dan tahun 2007 sebesar

44t.98I

kg

(Pusat Riset Perikanan

Budidaya,2009).

Pada tahun 2010,

produksi ikan nilem

meningkat

menjadi

529.450

kg

(Dinas

Peternakan

dan

Perikanan Kabupaten Banyumas, 20 1 0).

Meskipun produksi

ikan nilem

meningkat dari tahun

ke

tahun,

tetapi

sebagian besar budidaya

ikan nilem

di

Kabupaten Banyumas masih

tradisional;

sehingga

produksi

benih

(2)

belum optimal

baik

secara

kuantitas maupun

kualitas. Hal

ini

terlihat

dari

masih didatangkannya benih

ikan nilem dari

Jawa Barat

untuk

memenuhi kebutuhan benih untuk

pembesaran.

Sehubungan

dengan

kondisi

tersebut,

perlu

dikembangkan

teknologi perbenihan untuk meningkatkan produksi ikan nilem

(IPTEKMAS,

2010).

Keberhasilan budidaya

nilem

memerlukan ketersediaan

benih

yang berkualitas baik

dalam

jumlah

cukup

secara

berkesinambungan. Benih

nilem

dihasilkan

oleh

usaha perorangan

dan

pemerintah

melalui

Balai

Benih

ikan (BBI),

akan tetapi benih

yang dihasilkan masih belum mencukupi permintaan pasar

(IPTEKMAS,

2010). Hal

ini

antara

lain

disebabkan benih-benih

tersebut diproduksi melalui

pembenihan

tradisional

sehingga ketersediaannya masih tergantung pada

musim.

Dengan

kondisi

iklim

yang

tidak

menentu

pada

beberapa

tahun terakhir

ini

maka

ketersediaan

benih menjadi kurang

terjamin. Sehubungan dengan

hal

tersebut, langkah-langkah menuju pembenihan

nilem

secara semi

intensif

ataupun

intensif

perlu

segera

dilakukan.

Tulisan

ini

disusun dengan

tujuan menyediakan informasi untuk pelaksanaan pembenihan ikan nilem secara intensif.

II.

PEMILIHAN

INDUK

DAN

INDUKSI PEMIJAHAN

Pemilihan Induk

Induk yang baik adalah induk yang

memiliki

fekundits

tinggi

dengan kualitas sel telur yang

baik.

Hasil

penelitian

Wijayanti

dan Sulistyo (2011) menunjukkan bahwa

induk

nilem dengan kisaran berat

tubuh

50-909 pada saat

memijah

sempuma dalat menghasilkan telur sebanyak 14.T19,78+6.369,89

butir, induk

dengan kisaran berat

100-150g

menghasilkan sel

telrn

sebanyak 31.611,58+15.726,99

butir,

induk

dengan

kisaran

berat tubuh

160-2009 menghasilkan sel telur sebany ak 6 5 .87 6,66+9 .89 7,44

butir.

Induk

yang

siap

dipijahkan adalah

induk

yang

telah

menyelesaikan

tahap vitelogenesis. Evaluasi perkembangan sel

trlur

pada sat seleksi

intuk

dapat dilakukan dengan

mengambil sampel

sel

telur

menggunakan

kanula (Wijayanti

dan Sulistyo, 2011)

dan mengevaluasi posisi

inti

sel telur menggunakan larutan penjemih (Rotmann et a1.,1991) dan

diamati

di

bawah

mikroskop.

Induk

dengan sebagian sel

telur telah

memiliki

inti

dengan posisi migrasi

memiliki

peluah terinduksi lebih baik disbending

indul

dengan

inti

seluruh sel

telur masih berasa di tengah sel

(Wijayanti

dan Sulistyo, 2011).

(3)

2.2.

In&rksi

Pemijahan

Induksi

pemijahan

dapat

dilakukan

dengan pemberian sediaan

hormon

baik yang

alami maupun

sintetis.

Hormon alami yang

biasa digunakan

untuk

induaksi

pemijahan adalah

ekstrak

hipofisis

sehingga

pemijahan

induksi

menggunakan

teknik ini

dikenal

dengan

hipofisissi.

Hipofisis

yang sering digunakan adalah

hipofisis

ikan

mas.

Salam pelaksanaan

hipofisissi,

terdapat beberapa

hal

yang perlu

diperhatikan

yaitu

persyaratan

ikan

donor hipofisis, ketepatan dosis ekstrak hipofisis dan kematangan gonad induk

resipien.

Ikan donor yang digunakan haruslah ikan

yng

sehat

dan

sudah matang kelamin serta

tidak

bahis mijah.

Hal

ini

perlu

diperhatikan agar

kadar hormon

gonadotropin

yang ada

di

dalam

kelenjar

hipofisis

mencukupi

untuk

mengindukasi matutasi dan

pemijahan.

Berat tubuh

ikan

donor sekurang-kuraflgnya

sama

dengan

berat

tubuh

ikan

resipien. Cara

pengambilan

dan penyuntikan

kelenjar

hipofisis

adalah sebagai

berikut:Ikan donor ditimbang dahulu

untuk

mengetahui apakah

ikan

itu

memiliki

bobot yang hampir sama dengan

induk

lele sangkuriang.

Bila

ya, potong ikan tepat pada batas antarakepala dan badan.

Kepala ikan ditopong melintang tepai di belakang operculum. Kepala ikan diposisikan dengan

mulut

menghadap ke atas dan dipotong dengan orientasi anterior-posterior

di

ats nostril.

Ambil

bagian atasnya dan bersihkan dari darah dan lender.

Dengan hati-hati buka bagian yang menutupi kelenjar

hipofisis

dengan menggunakan

pinset (penjepit) dan

pisau

stainless

tajam. Kelenjar

hipofisis

berbentuk

bulatan-bulatan kecil berwarna putih kemerah-merahan.

Ambil

kelenjar

hipofisis

itu

kemudian hancurkan

di

dalam tabung reaksi. Jika tidak ada tabung reaksi, gunakan gelas

kecil.

Tambahkan akuades atau akuabides (dapat

dibeli

di

apotik)

sebanyak 1-2

ml

(kira-kira %

sendok

teh),

aduk-aduk

hingga

rata. Agar larutan lebih merata, sebaiknya diaduk menggunakan sentrifugal

(bila

ada)

Ambil

larutan hipofisis

menggunakan

alat suntik

berukuran

kecil

(5

ml)

lalu

suntikkan pada bagian punggung ikan indukan.

Dosis pemberian larutan

hipofisis

yang

terbaik

adalah

I

bagian

untuk

induk

betina dan Yz bagian

untuk

induk

jantan.

Satu bagian

berarti

seluruh

hipofisis

yang berasal

dari ikan donor dengan bobot sama dengan induk. Namun,

bila tidak

memungkinkan, dosis dapat

diturunkan menjadi

Y" bagian

unutk

induk

betina

dan

%

bagian untuk induk jantan.

Ikan yang sudah disuntik kemudian dilepaskan kembali pada kolam induk.

l.

2. 3. 4. 5.

bio.unsoed.ac.id

(4)

GnRH analog

GnRH yang paling sering digunakan pada saat

ini

adalah

salmon analog GnRH yang dikombinasikan dengan antidopamin, domperidon, Produk

ini

dikeban dengan bama dagang Ovaprim (Syndel. Laboratory, Vancouver, Canada). Dosis yang dianjurkan oleh perusahaan penghasilnya adalah

0,5ml.lkg

BB.

Pada

ikan nilem,

dosis

Ovaprim

untuk induk

betina sebesar

0,5mK/kg

BB

sedangkan pada ikan

jantan

dapat diturunkan hingga

0,3ml/kg

BB. Dengan dosis tersebut, induk yang telah matang gonad dapat

memijah

antara 8-12

jm

setelah pemberian induksi (Simanjuntak dan

Wijayanti,

2005).

III.

INKUBASI

DAN

PERAWATAN

EMBRIO

Ikan

nilem

termasuk

ikan

ovipar,

oleh

karenanya

selain

kualitas

sel telur

dan spermatozoa, perkembangan

embrio

sangat diperngaruhi

oleh

faktor

lingkungan

baik fisik

maupun

kimiawi.

Beberapa parameter media inkubasi yang menentukan perkembangan dan kelangsungan

hidup embrio

dan

larva

ikan

meliputi

temperatur,

02

terlarut,

pH

dan CO2

bebas

(Wijayanti

et

a|.,2010).

Pada temperatur rendah (23-25"C), metabolisme dan proses

enzimatik

yang

memediasi diferensiasi

embrio berjalan

dengan

lambat

sehingga perkembangan embrio

juga

lambat. Perkembangan embrio semakin lambat setelah memasuki stadium

gastrula.

Pada temperature

tinggi (30-31'C)

cleavage berjalan dengan

cepat

namun segera

setelah memasuki

tahap

gastrula

hampir seluruh embrio

mengalami

kematian. Temperatur yang mendukung perkembangan embrio

nilem

dengan

baik berkisar

antara

26-29"C.

Pada kisaran

temperatur

ini

embrio menetas sekitar

24

jam setelah pencampuran sel

telur dan

milt

(Wijayarfii

et a1.,2010).

Kisaran

pH

yang tidak mengakibatkan kematian ikan secara langsung adalah 5-9 (Lagler

et

al.,

1979).

Perubahan

pH

dapat mempengaruhi senyawa

di

perairan sehingga merubah karakter senyawa

tersebut.

pH

asam dapat membebaskan COz

dari

bikarbonat

di

dalam air sehingga dapat bersifat

toksik

(Alabaster dan

Lloyd, 1980).

Pada

ikan

mas, penurunan

pH

mengakibatkan menurunnya

persentase

swelling

sedangkan

peningkatan

pH

berakibat

sebaliknya.

pH

yang

terlalu

rendah

atau

terlalu

tinggi

dapat

mengakibatkan terjadinya deformasi padatahat cleavage dan pembentukan blastula serta memperlambat perkembangan embrio (Jezierska dan Bartnicka,

1995).

Embrio ikan

nilem

dapat berkembang pada kisaran

pH

4-9 namun

pH

optimum

untuk

mendukung perkembangan

embrional

nilem

berkisar

antara 6-9

(Wijayanti

dan Habibah, 20IT).

(5)

Selain

temperatur

dan

pH,

embrio

yang

sedang berkembang membutuhkan oksigen secara terus

menerus.

Konsumsi

oksigen pada tahap

awal

rendah

tetapi

terus meningkat sejalan dengan perkembangan

embrio.

Kebutuhan

oksigen

ini

berkaitan

dengan proses

respirasi dan

metabolisme

yang

berlangsung selama

perkembangan

embrional

hingga penetasan

(Wijayanti

et

a1.,2010).

Telur ikan

nilem

dapat berkembang dan menetas dengan baik pada media dengan kandungan oksigen terlarut sebesar 4,0-4,2 ppm hingga 6,0-7,7

ppm

(Wrjayanti et

al.,

1995).

Pada pembenihan intensif, inkubasi embrio dilakukan dalam wdah atau tempat yang

terkontrol.

Dalam skala

kecil,

inkubasi embrio dapat dilakukan dengan menggunakan baskom, bak plastic atau pun akuarium yang dilengkapi dengan sistem aerasi. Dalam skala yang lebih besar, inkubasi embri dapat dilakukan dalam bak terpal, bak fiber ataupun corong

penetasan.

IV.

PEMELIHARAAN BENIH

Pada saat menetas, larva ikan

nilem

masih

memiliki

cadangan makanan berupa

Yolk.

Yolk

dapat mendukung kehidupan larva

hingga

5-6 hari pertama setelah penetasan. Setelah

yolk

habis larva

perlu diberi

pakan

baik

pakan

alami

maupun pakan

buatan.

Pakan alami berupa

plankton.

Pada

minggu-minggu

pertarna setelah penetasan

larva

nilem

menyukai

zooplankton dan

larva

cristacea sedangakan pada

minggu

selanjutnya

lawa nilem

mulai menyukai

fitoplankton

(Frandy,

2009).

Padan buatan dpat berupa emulsi kuning

telur

ayam rebus

ataupun pellet

komersial dalam bentuk serbuk

(Wijayanti

et

al.,

1998;

20lI).

Masa transisi

dari pola

pemanfaatan pakan

intemal

ke

pakan eksternal merupakan periode

kritis

dalam perkemnangan

larva

ikan

nilem.

Apabila

larva telah berhasil melewati periode

kritis

tersebut pada umumnya akan bertahan hingga periode selanjutnya

(Wijayanti

et

al.,

1995). Pada saat menetas, larva berukuran panjang 4,258+0,09cm dan meningkat menjadi 9 cm pada

satu bulan pertama

(Wijayanti

dan Simanjuntak, 2005).

Perkembangan

larva nilem

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor

antara

lain

kualitas

induk,

kedalaman

air

pemeliharaan

(Winarlin et

a1.,2008),

temperatur

(Wijayanti et

al., 2010)

dan

kecukupan pakan

(Wijayanti

et

al.,20TT).

Benih ikan nilem dapat tumbuh dengan

baik

dalam

jaring

apung pada kepadatan

4-I2llA0L

(Wicaksono,

2005).

Pada kondisi

laboratorium, panjang

tubuh benih

umur dua bulan yang

dipelihara

dengan kepadatan seragam

(100

ekor/6l)

mencapa

21,9L1,38

mm

sedangkan

benih yang dipelihara

dengan kepadatan tak seragam hanya mencapai 16,7+5,89 mm

(Wijayanti

et a1.,2012).

l

(6)

V.

PENUTUP

Pengetahuan

dan teknologi yang

tersedia

pada saat

ini

sangat

,

memungkinkan

untuk pelaksanaan pembenihan ikan

nilem

secara

intensif.

Pembenihan intensif

memiliki

beberapa kelebihan disbanding pembenihan tradisional arfiara

lain,

rasio induk jantan dan betina lebih efisien, pelaksanaannya dapat.

terjadwal, relative terhindar

dari

predator sehingga sintasan larva

tinggi

dan kondisi pemeliharaanhingga benih siap dapat

diatur.

Kendala yang mungkin

timbul

adalah kemampuan stripping secara tetap waktu dengan cara yang tepat

pula.

Kendala tersebut dapat diatasi dengan mengkondinasikan pemijahan induksi

diikuti

oviposisi spontan.

Teknik

ini

menghasilkan lebih namual

jumlah

sel

telur

yang dioviposisikan dengan FR yang

lemih tinggi

pula.

Pengetahuan dan

teknik

pembibitan intensif perlu disebarluaskan kepada para petani

ikan

terutama pembenih agar para petani tersebut dapat meningkatkan produksi benihnya.

DAFTAR PUSTKA

Alabaster, J.S. and

Lloyd, R.

1980. Water quality

criteriafor

Freshwater

Fish.

Butterworth. London

Anomin. 2013.

Cara

BudidayaLele

I Teknik Pemijahan Semi-Intensif (bagian 1).

http://perikananindonesia.com/cara-budidaya-lele-teknik-pemijahan-semi-intensif-b agian- l / #ixzz2 dHo Q qlZb, diakse s tanggal 1 Juli 2 0 1 3 .

Dinas Peternakan dan Perikanan

Kab

Banyumas.

2010. Profil

dan Potensi Peternakan dan

Perikanan Kabupaten

Banyumas.

Dinas

Peternakan

dan

Perikanan

Kabupaten Banyumas. Purwokerto

Frandy,

Y.H.E.

2009. Dinamika

Kominitas

Plankton dan Potensinya Sebagai Pakan

Alami

di

Kolam PemeliharaanLava lkan

Nilem

(Osteochilus hasselti C.

V.).

Skripsi. Fakultas Perikanan dan

Ilmu

Kelautan IPB. Bogor

Lagler,

K.F.,

Bardach J.E.,.

Miller

R.R and. Passino

R.R.M.

1979.

Iclrtyology.

John

Wiley

and Son. New

York

Pusat

fuset

Perikanan

Budidaya. 2009.

Dukungan

Hasil

Riset

Terhadap

Peningkatan Produktivitas

Nilem. Bali

Riset Perikanan Budidaya

Air

Tawar.

Showcase IPTEKMAS, Purwokerto 9 Desember 2009

Simanjuntak, S.B.I dan G.E., Wijayanti.

2005

Penggunaan Hormon untuk Induksi Pemijahan Ikan

Nilem

(Osteochilus hasselti). Prosiding Seminar Nasionol

Biologi

dsn Akuakultur

B er ke I anj ut

an.

F akultas

Biologi.

IINSOED,

Purwokerto.

(7)

Soeminto,

Wijayanti

G.E., Simanjuntak S.B.I, Sudarwoso dan

Chilmiati.

R.1995.

Pengaruh

Kombinasi PMSG dan Human

Crionic

Gonadotropin

(HCG)

terhadap Pertumbuhan Telur Ikan

Nilem.

Laporan Penelitian. Fakultas

Biologi

UNSOED, Purwokerto ( Tidak dipublikasikan ).

Subagja,

J.,

Sularto

dan

Slembrouck

J..

2003.

Rasio

Spermatozoa dengan

Telur

pada Pembuahan

Buatan

Pangasius (Pangasiidae) Setelah

di

Suntik

dengan

Salmon Gonadotropin Realising

Hormon Analog (SGNRH-A)

dan

Dopamin.

Laporan Hasil

Riset Proyek Riset Perikanan Budidaya

Air

Tawar Bogor

Sunarma

A.,

Hastuti,

D.W.B. dan

Sistina

Y.

2007.

Penggunaan ekstender

madu

yang dikombinasikan dengan

krioprotektant

berbeda pada pengawetan sperma

ikan

nilem

(Indonesian

shark

nimow,

Osteochilus hasselti Valenciennes, 1842).

Konferensi

Akuakultur

Indonesia Surabaya.

Syandri,

H.

2004. Penggunaan Ikan

Nilem

(Osteochilus haselti

CV)

dan Ikan Tawes (Puntius

javanicus

CV)

sebagai

Agen Hayati

Pembersih Perairan Danau

Maninjau,

Sumatera

Barat. Jurnal Natur Indonesia

6(2):87-90

Wicaksono,

P.

2005.

Pengaruh Padat

Tebar

Terhadap Perhrmbuhan

Dan

Kelangsungan

Hidup Ikan

Nilem

Osteochilus hasselti

C.V.

Yang

Dipelihara Dalam

Keramba Jaring Apung

Di

Waduk Cirata Dengan Pakan

Perifiton.

Skripsi. Fakultas Perikanan dan

Ilmu

Kelautan. IPB. Bogor

Wijayanti G.E.,

Simanjuntak

S.B.I.

dan

Sugiarto. 2005.

Optimalisasi Potensi Reproduksi

Ikan

Nilem

(Osteochilus

hasselti

C.V.)

melalui

Kajian

Gametogenesis. Seminar Nasional

Hasil

Penelitian Perikanan dan Kelautan,

IINDIP

Semarang.

Wijayanti

G.E., Soeminto, Simanjuntak, S.B.I., Susatyp P., dan

Pulungsari

A.E.

1995.

Studi Pendahuluan

untuk

peningkatan

mutu

benih

ikan nilem

(Osteochilus

hasselti

C.V.)

melalui

seleksi

induk

dan penetasan

dalam

akuarium.

Laporan Penelitian. Fakultas

Biologi

Unsoed.

Wijayanti,

G.E.

dan Simanjuntak,

S.B.I.

2005.

Fertilisasi Telur Ikan

Nilem

(Osteochilus hasselti) setelah Penyimpanan pada Temperatur

27oC.

Prosiding

Seminar Nasional

Biologi

dan Akuakultur

.

Fakultas

Biologi.

LINSOED, Purwokerto.

Wijayanti,

G.E. dan

A.N.Habibah.20ll.

Fertilisasi dan Perkembangan

Embrio ikan

nilem pada berbagai

pH.

Prosiding Seminar Nasional Perikanan. 19

Juli 2011.

Universitas Gajahmada Yogyakarta.

Wijayanti, G.E. dan

Sugiharto. 2006.

Perkembangan

Testis

Ikan

Nilem

(Osteochilus hasselti

CV)

Selama Satu Siklus Reproduksi. Omni

Akuatikn

I

(2):37-a3.

Wijayanti,

G.E., Soeminto,

S.B.I.

Simanjuntak, P. Susatyo dan Anastasia

E.P.

1995.

Studi Pendahuluan

untuk

Peningkatan

Mutu

Benih Ikan

Nilem

(Osteochilus hasselti C.Y

)

melalui

Seleksi

Induk

dan

Penetasan

dalam

Akuarium.

Laporan

Hasil

Penelitian. Fakultas

Biologi

UNSOED, Purwokerto ( Tidak dipublikasikan ).

Wijayanti, G.E.,

Sugiarto,

P.

Susatyo dan

A.

Nuryanto.

2010.

Perkembangan

Embrio

dan

Larva

Ikan Nilem

yang Diinkubasi pada

Media

dengan Berbagai

Temperatur. Prosiding Semnas Basic Science

VII Vol III

hal

180-187

(8)

Wiiayanti,

dan

I.

Sulistyo.

20II.

Peningkatan

Produksi

Ikan Nilem

Di

Kabupaten Banyumas

Melalui

Penerapan

Biotekbologi

Reproduksi.

Laporan

Penelitian.

LPPM Unsoed Purwokerto.

Wijayanti, G.W.

I.

Sulistyo dan E.S. Palupi.

2012. Peningkatan

Produksi

Ikan Nilem

di Kabupaten Banyumas

Melalui

Penerapan

Bioteknologi Reproduksi.

Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumberdaya Pedesaan Secara Berkelanjutan.

KPPM.

Unsoed Purwokerto.

Winarlin, H.

Djayasewaka,

R.

Samsudin dan

I.

Taufik.

Pengaruh

Tingkat

Kedalaman

Air

Terhadap Perhrmbuhan

Dan

Sintasan

Benih Ikan

Nilem

(Osteochilus hasselti, C.V.). Balai Riset Perikanan Budidaya

Air

Tawar, Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi konsultasi kesehatan masyarakat secara online pada Puskesmas Gandus Kota Palembang adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana penyampaian

Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing degan metode eksperimen memberikan pengaruh lebih baik

Ada empat hal pokok dalam wacana kebijakan Kampus Merdeka yaitu Pembukaan Program Studi Baru, Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Badan Hukum dan Hak

Kesimpulan dari penelitian adalah: Rata-rata kemampuan guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi organ pernapasan pada manusia dengan metode

UMKM Toko Batu belum memahami Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan belum membuat laporan keuangan yang terdiri dari

Dari hasil analisis diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,961 yang artinya terdapat hubungan yang sangat kuat dan koefisien determinasi diperoleh sebesar 0,923 yang

Partai Masyumi khususnya yang ada di wilayah Madiun sebagai kekuatan politik dan organisasi masyarakat yang bergerak mengakar dalam masyarakat Madiun memahami benar

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah