PANDUAN UJI KESESUAIAN
PESAWAT SINAR-X RADIOGRAFI UMUM
Ferdinan M. Siahaan
DP2FRZR-BAPETEN
PELATIHAN UJI KESESUAIAN
PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK
BAGI INSPEKTUR BAPETEN
I. PENDAHULUAN
Dokumen program proteksi radiasi merupakan bentuk komitmen fasilitas untuk memenuhi persyaratan proteksi radiasi sebagai bagian dari persyaratan keselamatan radiasi (PP.33/2007). Di sisi lain program QA/QC merupakan bentuk komitmen fasilitas untuk memenuhi standar pelayanan kesehatan internasional (ISO). Fasilitas kesehatan harus menyusun dan melaksanakan ke-2 program tersebut berdasarkan estimasi bisnis dan kemampuan sosial-ekonomi yang dimiliki. Walaupun dari sudut pandang badan pengawas (BAPETEN) program QA/QC fasilitas hanya merupakan pendukung program proteksi radiasi, namun bagi fasilitas program QA/QC merupakan prioritas utama dimana program proteksi hanya merupakan bagian dari program QA/QC unit radiologi.
Secara ideal seluruh aspek terkait persyaratan proteksi radiasi ikut dimasukkan dalam program QA/QC fasilitas (misal: uji rutin homogenitas tebal Pb dalam apron, audit dan verifikasi rutin pencatatan teknik penyinaran dalam logbook pasien, uji kesesuaian pesawat sinar-X, serta yang sangat penting adalah evaluasi rutin dosis radiasi yang diterima oleh pasien). Hal ini masih sulit terlaksana di Indonesia karena sumber daya yang dimiliki oleh sebagian besar fasilitas kesehatan masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam rangka verifikasi keselamatan pasien secara maksimal dan mendukung program uji kesesuaian yang akan mulai diberlakukan mulai bulan Juni 2012, dimana rentang waktu antar uji masih terlalu lama (rata-rata 4 tahun), maka uji kesesuaian (QC) pesawat sinar-X, terutama untuk jenis pesawat radiografi umum/mobile, perlu dimasukkan dalam prosedur inspeksi rutin di fasilitas radiologi diagnostik. Panduan uji kesesuaian ini disusun bagi inspektur BAPETEN agar dapat memahami dan melaksanakan pengujian kinerja dari sebuah pesawat sinar-X radiografi, yang akan membuka jalan bagi inspektur untuk mendapatkan informasi mengenai dosis pasien.
Ketika uji kesesuaian pesawat sinar-X standar dan aspek proteksi radiasi penting lainnya telah menjadi menjadi bagian penting dari program QA/QC fasilitas (terutama rumah sakit besar), maka diharapkan fasilitas tersebut kemudian dapat menjadi acuan bagi fasilitas-fasilitas kecil di sekitarnya sehingga akan membantu tugas pengawasan fasilitas radiologi diagnostik. Pada saat itu lingkup inspeksi rutin di fasilitas radiologi diagnostik dapat dikurangi dan pengawasan kemudian dapat lebih diprioritaskan kepada fasilitas-fasilitas di daerah terpencil, serta kepada fasilitas kesehatan lain (radiologi intervensional, kedokteran nuklir dan radioterapi) yang memiliki tingkat resiko cukup tinggi baik bagi pasien maupun personil.
II. PARAMETER UJI
Sesuai daftar periksa uji pada lampiran perka BAPETEN No.9/2011 tentang Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X radiogi Diagnostik, maka parameter uji kesesuaian adalah sebagai berikut:
2.
DATA UJI TEKNIS
Catatan:
1. Pengisian data komponen signifikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan inspeksi, sebagian data administrasi sudah terisi dalam form isian hasil inspeksi (FIHI). Dapat ditambahkan sendiri catatan tambahan, bila ada catatan kondisi mekanik yang dapat berbahaya bagi keselamatan pasien (misal dudukan tabung tidak stabil, kolimator sulit digerakkan, penunjukkan panel kendali tidak jelas, alarm penyinaran tidak ada, dll). 2. Dalam perka BAPETEN tentang Uji Kesesuaian Pes. Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional terdapat uji AEC untuk radiografi umum, tetapi hanya dilakukan bila seting penyinaran otomatis rutin digunakan. Untuk lingkup inspeksi, uji AEC tidak dimasukkan dalam panduan ini karena membutuhkan fantom abdomen (solid water 4x5 cm) disertai pemrosesan citra.
3. Pengukuran dosis pasien (ESD) thoraks PA dengan seting penyinaran otomatis (AEC) hanya dilakukan bila rutin digunakan, harus dilakukan dengan menggunakan fantom
III. PROSEDUR UJI
1. UJI KOLIMASI
1.1. ILUMINANSI BERKAS CAHAYA KOLIMASI (LBC)
HASIL UJI:
ILUMINANSI LATAR (LUX)
ILUMINANSI LBC + LATAR (LUX)
ILUMINANSI LBC (LUX)
ANALISA:
Iluminansi LBC = Iluminansi (latar+LBC) – Iluminansi (latar) ...(lux)
Nilai Lolos Uji:
1.2. KESESUAIAN LAPANGAN KOLIMASI LBC DENGAN BERKAS SINAR-X
Seting: SID =100 cm, penyinaran cukup dengan kVp rendah untuk OD: 0,6-1, alat uji di atas kaset berisi film, dengan posisi permukaan sejajar sumbu anoda-katoda. Lakukan identifikasi sb.X (arah anoda-katoda) dan sb.Y (arah atas-bawah).
Cara 1: dengan alat uji khusus (collimator test tool dan beam allignment test tool), seting lapangan kolimasi sesuai lapangan persegi bagian dalam di permukaan alat uji.
Dengan alat ini, sekaligus dapat diukur ketegaklurusan berkas berdasarkan pergeseran titik tengah tabung dari titik tengah lapangan.
Cara 2: dengan marker logam penanda tepi lapangan kolimasi 25 x 25 cm2 di permukaan kaset atau permukaan bucky wall (khusus penyinaran horisontal).
HASIL UJI:
POSISI
DEVIASI LAP.SINAR-X FOKUS KECIL FOKUS BESAR
(tidak perlu dilakukan)
ANODA (cm)
KATODA (cm)
ATAS (cm)
BAWAH (cm)
ANALISA:
Total Deviasi Fokus Kecil Fokus Besar
Sb. X (cm)
Sb. Y (cm)
TOTAL DEVIASI (cm)
Total Deviasi Sumbu X = Nilai mutlak (Deviasi Arah Anoda + Deviasi Arah Katoda) Total Deviasi Sumbu Y = Nilai mutlak (Deviasi Tepi Atas + Deviasi Tepi Bawah) Nilai Lolos Uji:
• Total deviasi per-sumbu ≤ 2 cm (2% SID) • Total deviasi ke-2 sumbu ≤ 3 cm (3% SID)
2. UJI GENERATOR-PANEL KENDALI DAN TABUNG INSERSI (INSERT TUBE)
Posisi Uji Umum:
1. Seting penyinaran manual (kVp/mA/s) dengan filter bawaan (1,5 mmAl), tanpa kaset;
2. Seting posisi detektor di atas meja/lantai pada:
jarak focal spot ke detektor (SDD) 100 cm dan jarak detektor ke permukaan image receptor: 20 - 30 cm, sehingga diperoleh SID: 120 – 130 cm;
permukaan detektor sejajar sumbu anoda-katoda atau lantai, tetapi dengan arah detektor tegak lurus sumbu anoda katoda (untuk homogenitas spektrum berkas).
3. Seting lapangan kolimasi sedikit lebih besar dari daerah aktif detektor.
Catatan:
Bila tidak ada stand khusus untuk meninggikan detektor, dengan SDD tetap 100 cm, posisi detektor dapat diletakkan pada meja/lantai, dengan diberi alas lembar Pb-karet untuk konsistensi besar hamburan balik. Khusus detektor solid state tertentu (misal: Unfors) telah dilengkapi dengan plat Pb khusus di bagian belakang detektor sehingga berkas hamburan balik tidak ikut terukur.
2.1. AKURASI TEGANGAN (kVp)
a. SETING FAKTOR TEKNIS PENYINARAN:
i. Seting mAs fix pada sekitar 20 mAs (misal: 200 mA, 0,1 s) agar intensitas berkas cukup tinggi, untuk pesawat lama sekitar 10 mAs (100 mA/0,1 s) ii. Untuk pesawat baru: seting kVp bervariasi mulai dari 50 s/d 120 kVp
(kenaikan ± 10 kVp, sesuai panel kendali), masing-masing dilakukan 1x penyinaran, tetapi khusus pada 70 atau 80 kVp dilakukan 3x penyinaran untuk sekaligus uji reproduksibilitas (kedapat-ulangan) kVp dan s dan uji kualitas berkas sinar-X (HVL).
Untuk pesawat lama: seting kVp bervariasi mulai dari 40 s/d 80 kVp dan 3x penyinaran dapat dilakukan pada 60 kVp atau kVp yang paling rutin dilakukan (biasanya untuk prosedur penyinaran Thoraks PA).
b. Catat hasil ukur kVp dan output yang terbaca di elektrometer pada tiap penyinaran, khusus pada 3x penyinaran catat juga hasil ukur s dan HVL. c. Khusus uji akurasi s dapat dilakukan sekaligus pada saat uji linearitas output
(uGy/mAs) dengan variasi waktu (lihat uji linearitas).
HASIL UJI:
kVp-set kVp-ukur Error (%) uGy uGy/mAs
ms HVL 50 60 70 80 / 81 Rata-rata (kVp) = ... Error (%) = ... Rata-rata (uGy/mAs) = ... 90 100 / 102 109 / 110 117 / 120 Error maks.(%)
Catatan:
Uji di atas 100 kVp perlu memastikan keselamatan pesawat (berdasarkan usia pesawat dan informasi radiografer), hanya dilakukan untuk pesawat baru.
ANALISA:
Error (%) = 100.( Xukur- Xset)/(Xset),
dimana:
X
set: data seting, Xukur : data ukurNILAI LOLOS UJI: Errormaks. (kVp) ≤ 10%
2.2. AKURASI WAKTU (S)
Pada kVp terpilih (kVp paling rutin, misal: 80 kVp) dari uji akurasi kVp, dilakukan juga variasi ms dengan kenaikan sekitar 2x dari ms sebelumnya (standar: 25, 50, 100, 200 dan 400 ms) atau sesuaikan dengan kondisi pesawat. Arus tabung (mA) juga sama dengan uji akurasi kVp (misal: fix 100 atau 200 mA).
Catatan:
Dengan mencatat juga output (uGy) tiap ms yang diuji, maka hasil uji akurasi waktu ini juga sekaligus dapat digunakan untuk uji linearitas output (uGy/mAs) dengan variasi waktu (s), bila hanya ada 1 pilihan mA di panel kendali.
Hasil Uji:
ms
ms-ukur
Error (%)
uGy
25
50
100
200
400
Error maks.(%)NILAI LOLOS UJI: bergantung jenis generator.
PEMBUATAN GRAFIK OUTPUT (uGy/mAs) vs KVP
1. Berdasarkan data pada tabel uji akurasi di atas dapat dibuat grafik (uGy/mAs) vs KVP, secara praktis dengan ms excell.
2. Berdasarkan titik-titik pada grafik tsb dapat diperoleh garis trend (uGy/mAs) vs kVp) dengan memilih persamaan dengan nilai korelasi R2 paling mendekati 1, jangan gunakan persamaan dengan nilai R2 yang lebih kecil dari 0,9.
3. Trend interpolasi dapat dicoba dengan persamaan garis polynomial pangkat 2 dengan nilai korelasi R paling mendekati 1, yaitu: Y = ax2 + bx + c, dimana Y=(uGy/mAs) dan X=(kVp).
Contoh grafik (uGy/mAs) vs (kVp) dari hasil uji akurasi kVp, beserta garis trend (interpolasi) dengan bantuan ms excell adalah sbb:
Persamaan garis (uGy/mAs) vs kVp di atas sangat penting untuk mengetahui pengaruh kenaikan kVp terhadap kenaikan output (uGy/mAs) pada 100 cm. Dengan persamaan grafik ini kemudian dapat diestimasi dosis di permukaan kulit pasien (ESD) dengan metode tidak langsung. ESD merupakan parameter utama untuk menggambarkan dosis radiasi yang diterima pasien dalam penyinaran radiografi umum.
2.3. REPRODUKSIBILITAS (kVp, s dan Output):
1. Data kVp-ukur dan ms-ukur diambil dari data 3x penyinaran uji akurasi di atas. 2. Hitung SD dari masing-masing 3 data kVp-ukur dan ms-ukur.
HASIL UJI (diambil dari uji akurasi kVp pada 2.1): Seting: ... kVp, ... mA, ... ms
kVp-ukur ms-ukur uGy
rata-rata SD CV Analisa: CV = SD/X ukur dimana:
CV: koefisien variansi, SD: Standar Deviasi, X ukur : rata-rata
2.4. LINEARITAS OUTPUT (uGy/mAs) dan AKURASI WAKTU (s)
4.1 . Linearitas output (uGy/mAs) dengan variasi arus (mA), dengan waktu (s) fix. METODE:
a. Dilakukan sekaligus pada uji akurasi kVp pada 80 kVp (atau kVp paling rutin).
b. Pada 80 kVp/0,1 s dari uji kVp, lakukan penyinaran tambahan untuk variasi seting mA :
• Fokus kecil : 50, 100, 160, 200 mA (kenaikan ± 50 mA) atau sesuaikan dengan pilihan mA di panel kendali.
• Fokus besar: 160 , 200, 300, mA maks.
c. Ukur dan catat (uGy) pada masing –masing seting mA tsb.
HASIL UJI : Fokus Kecil
mA
kVp-ukur
uGy
uGy/mAs
CL (uGy/mAs)
per-tahap
CL (uGy/mAs) total
4.2 . Linearitas Output (uGy/mAs) dengan variasi ms, bila mA fix (hanya satu pilihan mA). Data hasil uji dapat langsung diambil dari hasil uji akurasi waktu.
HASIL UJI :
ms
uGy
uGy/mAs
CL (uGy/mAs)
per-tahap
Analisa:
CL = (Xmaks – Xmin) / (Xmaks + Xmin), dimana X: data (uGy/mAs)
Nilai Lolos Uji: CL ≤ 0,1
2.5. KUALITAS BERKAS SINAR-X (HVL)
• HVL merupakan ukuran tebal material filter tertentu (biasanya
Aluminium) yang dibutuhkan untuk mengurangi intensitas berkas sinar-X sebesar setengah dari nilai tanpa filter.
• Dengan detektor non-invasive, dapat dilakukan pengukuran bersamaan saat pengujian akurasi dan reproduksibilitas kVp (pada 80 kVp atau kVp lain yang rutin digunakan).
• Pastikan tidak ada filter tambahan selain filter bawaan pesawat (~1,5 mmAl)
METODE:
1. PENGUKURAN LANGSUNG (dengan alat uji non-invasive):
Data hasil uji diambil langsung data HVL dari 3x penyinaran yang dilakukan ketika uji akurasi pada 70 atau 80 kVp, nilai HVL merupakan rata-rata dari 2 data HVL berurutan paling stabil.
Hasil Uji: kVp = ... ,filter bawaan = ... mmAl
No. HVL
1. 2.
3.
2. PERHITUNGAN (dengan 1 set plat filter Al min.99%, tebal 0,5 hingga 2 mm):
• Lakukan penyinaran pada kVp tertentu/~20 mAs, catat dosis tanpa plat Al dosis awal,
• Tambahkan plat filter secara bertahap mulai 1 mm , ukur dan catat dosis tiap tebal plat bertambah,
• Hentikan penambahan plat filter AL hingga dosis terukur setengah atau kurang dari dosis awal.
• Nilai HVL merupakan tebal filter Al (mm) di antara tebal sebelum dan sesudah nilai dosis menjadi setengah dari dosis awal.
FORM UJI HVL-HITUNG:
kVp - set 80 kVp - ukur mAs - set 20 Pengukuran Kerma-udara (uGy): Al -filter (mm) 0 Al -filter (mm) 2 Al -filter (mm) 3 Al -filter (mm) 4 Al -filter (mm) 5 Al -filter (mm) 6
Pengukuran ulang utk Al-filter (mm) 0
Data nilai tebal Al-filter (ta<tb) dan Kerma-udara, k0/2: (Ka>Kb) ta tb Ka Kb HVL-hitung (mm Al)
Analisa:
HVL-hitung (mmAl) = tb.ln[2Ka/Ko] – ta.ln[2Kb/Ko] ln[Ka/Kb]
Nilai Lolos Uji, pada:
80 kVp (filter bawaan:1,5 mm Al), HVL minimum= 2,3 mm Al 70 kVp (filter bawaan: 1,5 mm Al), HVL minimum = 2,1 mm Al
3. UJI WADAH TABUNG (HOUSING): KEBOCORAN TABUNG
METODE:
1. Untuk pesawat baru terpasang dapat dipilih kVp maks. di panel kendali. Kurangi 10-20 kVp untuk pesawat baru yang sudah beroperasi 1-2 tahun. Untuk pesawat tua, digunakan kVp maksimum yang pernah digunakan oleh radiografer. Arus 100-200 mA/100-500 ms, perhatikan rating pesawat.
2. Lapangan kolimasi ditutup maksimum, nyalakan cahaya LBC untuk menguji tidak ada celah.
3. Bila cahaya masih terlihat, tutup lagi muka tabung dengan plat Pb tebal 3 mm dan luas plat sekitar 5x5 cm.
4. Seting posisi detektor di depan kolimator pada jarak maksimal 100 cm dari focal spot (jarak bisa disesuaikan dengan kondisi lapangan). 5. Lakukan penyinaran dan catat hasil bacaan detektor.
6. Ulangi pengukuran yang sama minimal pada 3 titik lain (arah anoda, katoda dan ruang kendali).
INFORMASI SPEK PESAWAT: mA kontinu, yaitu:
• Kemampuan arus tabung jika dihidupkan dalam waktu cukup lama (minimal 1 jam) pada kVp maksimum (100-140 kVp). Nilai mA kontinu menggambarkan kemampuan pendinginan tabung.
Faktor Teknis Penyinaran
kVp mA s
seting
Spek penyinaran
kontinu (pabrikan) (mA kontinu)
Posisi detektor:
A: di sisi anoda, B: di sisi katoda,
C: depan (arah radiografer), D: di depan kolimator
Form Hasil Uji: pada ... kVp, ... mA
Posisi A B C D
SDD (jarak focal spot-detektor) Laju kebocoran (uG/s) pada SDD Kebocoran maks.(Lmaks)
Analisa: faktor konversi antara kondisi pengukuran dan kondisi seharusnya (spek pengukuran kebocoran)
Parameter Uji Kondisi Ukur Spek. Ukur
Kebocoran
Faktor Konversi
Tegangan tabung kVpukur kVp maks. kVpu = kVp maks.
Arus tabung mAukur mA kontinu (mA kontinu / mAukur)
Jarak cm 100 cm (dukur/100)2
Unit kebocoran uGy/s mGy/jam 3600/1000 =3,6
Laju Kebocoran maksimum
(L
maks)
(mA kontinu /mAukur)x(du kur/100)2
• diasumsikan bahwa: kVpukur = kVp maksimum, setelah disesuaikan dengan
kondisi pesawat akibat usia dan beban kerja.
Nilai Lolos Uji :
4. INFORMASI DOSIS PASIEN: PERHITUNGAN ESD
a. Faktor Bebang Tabung (tube loading): mAs pada kVp rutin
Dari hasil uji akurasi kVp telah diperoleh grafik output (uGy/mAs) vs kVp yang dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis radiasi yang diterima udara, kerma udara (K), hasil seting beban tabung mAs pada kVp rutin.
Contoh grafik Output (uGy/mAs) vs kVp
Maka dengan persamaan garis yang diperoleh dari grafik tsb, dapat dihitung nilai kerma insiden udara (Incident Air Kerma) pada jarak 100 cm dari fokus,
Ki
100, sesuai faktor kVp dan mAs penyinaran rutin oleh radiografer.b. Faktor Jarak Penyinaran
Dengan mengetahui jarak penyinaran (jarak fokus ke image receptor, SID) dan tebal pasien (tp) yang digunakan radiografer untuk prosedur tertentu (misal Chest/Thoraks PA), nilai
Ki
100 di atas dapat dikonversi menjadi kerma insidenudara di permukaan kulit pasien (
Ki
surface) dengan menggunakan rumusinverse square law.
c. Faktor Hamburan Balik (Back Scaterring Factor, BSF)
Nilai
Ki
surface di atas kemudian digunakan untuk mengestimasi dosis ataukerma udara di permukaan kulit pasien (ESD, Entrance Surface Dose = ESAK, Entrance Surface Air Kerma*1) dengan memperhitungkan faktor hamburan balik (BSF, Back Scattered Factor). Karena tidak mungkin mengukur langsung dosis dalam tubuh pasien, nilai ESD inilah yang menjadi parameter utama dosis pasien radiografi umum. Nilai BSF terutama ditentukan oleh kualitas berkas sinar-X (HVL) dan luas lapangan penyinaran. Untuk penyinaran radiografi Thoraks/Chest PA, dapat digunakan nilai BSF rata-rata = 1,35.
Catatan:
Tingkat Panduan Dosis untuk ESD prosedur penyinaran Chest PA menurut rekomendasi BSS 115, IAEA, 1996 adalah 0,4 mGy, dengan kecepatan kombinasi screen-film konvensional 200. Untuk kecepatan kombinasi screen-film 400, nilai ESD ini direkomendasikan untuk dibagi 2 dan bila digunakan kecepatan 600, nilai ini dibagi 3 (optimisasi proteksi pasien).
POSISI PENYINARAN PASIEN RADIOGRAFI:
Output (uGy/mAs): Kuantitas radiasi (Kerma) yang dihasilkan tabung per-beban tabung (mAs) pada jarak standar, SDD=100 cm. Nilai output pada kVp rutin diperoleh dari proyeksi grafik output (uGy/mAs) vs kVp.
Ki100 (uGy) : Kerma insiden udara pada jarak 100 cm dari fokus, pada kVp dan
mAs penyinaran rutin. Ki100 merupakan hasil perkalian Output
(uGy/mAs) dengan mAs rutin, Ki100 (uGy) = Output . mAsrutin.
Kisurface(uGy) : Kerma insiden udara pada permukaan kulit pasien, hasil konversi
Ki100 pada jarak fokus ke kulit pasien (SSD) dengan inverse square
law, Kisurface(uGy) = Ki100 .(100/SSD)2.
Data individu teknik penyinaran thoraks/chest PA untuk pasien dewasa standar*2:
Dimana:
• SID (cm) : jarak fokus ke image receptor
•
Tp (cm) : tebal pasien•
SSD (cm) : jarak fokus ke kulit pasien, SSD = SID – TpMaka jika nilai output (uGy/mAs) sudah diketahui dari grafik, Kerma insiden udara di permukaan kulit pasien,
Ki
surface,
dapat diperolehberdasarkan:Ki
surface(uGy) = Output . (mAs)
rutin. (100/SSD)
2Serta dosis permukaan kulit, ESD (= ESAK) pasien secara sederhana merupakan hasil perkalian kerma udara dengan faktor hamburan balik (BSF):
ESD = Ki
surface. BSF
Dimana BSFrata-rata untuk penyinaran radiografi thoraks /chest PA sebesar 1,35.
---
*1 Walaupun dokumen standar keselamatan radiasi BSS 115, IAEA, telah resmi menggunakan
besaran dosis (ESD) sebagai hasil produk kerma insiden udara dan faktor hamburan balik (BSF) di permukaan kulit pasien, dan telah digunakan secara internasional sebagai tingkat panduan dosis pasien radiografi, namun terminologi ini (ESD) kemudian ‘dikoreksi’ dalam dokumen teknis TRS 457, IAEA. Dalam dokumen teknis tersebut dinyatakan bahwa besaran tsb secara fisika masih termasuk kerma (ESAK). Tetapi dengan mempertimbangkan terminologi ESD sudah
umum dipakai dan karena metode perhitungan dan hasil akhir-nya sama (untuk spektrum energi foton sinar-x radiologi diagnostik: kerma (ESAK) ≈ dosis (ESD)), maka dapat disimpulkan bahwa terminologi ESD tetap dapat digunakan untuk tujuan proteksi radiasi pasien radiografi tanpa konsekuensi praktis (ref: dokumen STUK-A231, Nov.2008), hingga direkomendasikan sebuah terminologi resmi untuk besaran tersebut dalam dokumen standar IAEA (revisi BSS 115).
*2 Data penyinaran individu harus mewakili data penyinaran rutin. Data sebaiknya diambil dari sebuah penyinaran riil di lapangan, dengan pengambilan sampling individu yang mewakili pasien dewasa normal di Indonesia, 60-70 kg. Bila tidak ada pasien, dapat disimulasikan sebuah penyinaran individu oleh radiografer dan diambil data seting penyinaran tsb. ESD dari data individu hanya gambaran awal dosis pasien dari praktik penyinaran rutin oleh radiografer, tetapi tidak dapat dibandingkan dengan guidance level. Untuk tujuan tsb sebaiknya digunakan ESD
CONTOH FORM SURVEY FAKTOR TEKNIS PENYINARAN THORAKS PA
(
setiap pesawat: minimal 10 data penyinaran pasien dewasa)
Diisi dan dikembalikan (e-mail) ke BAPETEN setelah 3 bulan. Fasilitas : ... Alamat : ... Radiografer : ... Pesawat Sinar-X Radiografi : Stasioner/Mobile/Mobile Station
Merk/type : .../... Usia pesawat (tahun) : 1-5/6-10/11-15/15-20/ >20
Image Receptor : konvensional/CR/DR
Khusus konvensional : screen: 200/400/600/ ..., film sensitif: biru/hijau/...
No. Pria/Wanita kVp mAs SSD Tp SID
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Keterangan:
SSD (cm) = jarak fokus ke kulit pasien.
Tp (cm) = tebal pasien, dapat dikosongkan bila SSD dan SID sudah terisi. SID (cm) = jarak fokus ke image receptor.