• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Non-Market Goods

Non market goods adalah sekelompok barang dan jasa yang jumlah atau kualitas barang tersebut tidak diperjualbelikan di pasar. Artinya, non-market goods merupakan barang dan jasa yang tidak memiliki nilai moneter secara eksplisit dalam satuan mata uang atau tidak memiliki harga pasar. Adapun contoh non-market goods diantaranya adalah barang lingkungan, seperti udara bersih, populasi ikan, ataupun kesehatan. Dalam beberapa literatur disebutkan non-market goods seringkali diabaikan dan diberi bobot yang tidak tepat, padahal barang tersebut tergolong memberi manfaat yang cukup besar terhadap masyarakat, sehingga perlu identifikasi akan non-market goods agar dapat menempatkan nilai moneter pada barang tersebut. Teori valuasi untuk non-market goods merupakan perkembangan dari teori harga barang pasar neoklasik (Patunru,2004).

Adapun metode valuasi ekonomi untuk non market goods adalah dengan memperkirakan nilai moneter untuk trade-off yang dialami oleh seseorang atas kesediaanya membayar barang dan jasa yang tidak disebutkan dalam harga pasar. Sehingga untuk menetapkan nilai moneter pada valuasi ekonomi pada non-market good dibagi atas dua pendekatan yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung.

(2)

Sumber: (Fauzi, 2008)

Secara umun teknik penilaian ekonomi terhadap barang atau jasa tidak memiliki pasar dapat digolongkan menjadi dua kategori menurut Fauzi (2010) Kategori yang pertama adalah teknik penilaian dengan mengandalkan harga mutlak, dimana Willingness To Pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik tersebut dinamai dengan revealed preference techniques. Dalam revealed preference techniques peninjauan dilakukan secara cermat terhadap individu dan mencari kaitannya dengan pilihan individu dan nilai ekonomi dari sumber daya tersebut. Travel Cost Method (TCM), Hedonic Pricing (HP), dan Random Utility Model (RUM) masuk kedalam kategori revealed preference techniques.

Tidak Langsung (Revealed WTP) Langsung (expressed WTP)

1. Hedonic Pricing (HP) 2. Travel Cost Method (TCM) 3. Random Utility Model (RUM)

1. Contingent Valuation Method (CVM)

2. Random Utility Model (RUM) 3. Discrete Choice Model (DCM) Valuasi Non-Market

(3)

Kategori yang kedua adalah teknik penilaian yang didasarkan pada survei (stated preference techniques) dimana willingness to pay (WTP) diperoleh secara langsung dari responden. Stated preference techniques lebih mengandalkan kecenderungan yang diungkapkan atau nilai yang diberikan oleh individu. Teknik yang termasuk kategori ini adalah Contingent Valuation Method (CVM), Random Utility Model (RUM) dan Discrete Choice Model (DCM).

2. Teori Barang Publik (Public Goods Theory)

Barang publik sering di didefinisikan sebagai barang yang memberikan manfaat secara keseluruhan terhadap semua orang Algifari (1998). Dalam ilmu ekonomi publik, barang publik adalah barang yang memiliki sifat non-rival dan non eksklusif, artinya barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Barang publik merupakan barang yang tidak dapat dibatasi penggunaanya dan dapat dinikmati penggunanya secara bersama-sama. Umumnya barang publik adalah barang yang disediakan oleh pemerintah, akan tetapi tidak sepenuhnya harus diproduksi oleh pemerintah. Suatu barang dapat dikatakan sebagai barang publik apabila barang tersebut memenuhi sifat sebagai berikut :

a. Non Rivalry

Dalam penggunaan akan barang publik oleh satu konsumen tidak akan mengurangi konsumen lain dalam mengkonsumsi barang

(4)

tersebut. Sehingga, setiap orang mendapat manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi manfaat yang diperoleh orang lain.

b. Non Exclusive

Setiap orang memiliki akses pada barang tersebut, sehingga ketika barang publik tersedia tidak menghalangi orang lain untuk memperoleh manfaat atas barang tersebut baik yang membayar maupun yang tidak membayar.

c. Joint Consumption

Suatu barang publik memiliki tingkat joint consumption yang tinggi. Artinya barang atau jasa tersebut dapat dikonsumsi secara bersama-sama secara simultan tanpa saling menghalangi maupun saling menghilangkan manfaat antara konsumen satu dengan konsumen lainnya

d. Eksternalitas

Eksternalitas merupakan efek atas penggunaan atau pemanfaatan atau produksi akan barang publik, baik eksternalitas positif maupun negatif. Disebut eksternalitas positif apabila penggunaan akan barang publik tersebut memberikan manfaat terhadap orang lain. Sedangkan eksternalitas negatif timbul ketika penggunaan barang publik mengganggu fungsi utilitas orang lain.

e. Marginal Cost = 0

Artinya tidak ada tambahan biaya untuk memproduksi tambahan satu unitoutput.

(5)

f. Indivisible

Barang publik tidak dapat dibagi-pagi dalam satu unit standar.

1) Teori Pigou

Dalam teori yang di kemukakan oleh Pigou menyebutkan bahwa barang publik harus disediakan sampai suatu tingkat dimana kepuasan marginal barang publik sama dengan tingkat ketidakpuasan marginal akan penyediaan pajak yang dipungut dalam rangka menyediakan barang publik.

Gambar 2.1

Kurva Penyediaan dan Pembiayaan Barang Publik yang Optimal

Pada kurva kepuasan akan barang publik UU mempunyai bentuk menurun, hal ini menunjukkan semakin banyak barang publik yang dihasilkan maka tingkat kepuasan marginal akan barang tersebut juga semakin menurun. Ketidakpuasan marginal

F E D U A B C P G H I

Kepuasan akan Barang Publik

Budget Pemerintah

(6)

ditunjukkan oleh kurva PP, dimana pada titik F ketidakpuasan marginal CF > FI (ketidakpuasan masyarakat dalam membayar pajak). Semakin banyak pajak yang dipungut dari masyarakat maka semakin rendah kepuasan marginal yang diperoleh masyarakat, sehingga pemerintah harus memperkecil pengeluaran pemerintah untuk barang publik. Titik E adalah titik optimum, dimana tingkat kepuasan marginal akan barang publik sama dengan ketidakpuasan marginal masyarakat dalam pembayaran pajak. Adapun kelemahan dari analisis Pigou adalah didasarkan pada ketidakpuasan marginal masyarakat dalam membayar pajak serta rasa kepuasan marginal akan barang publik, sedangkan kepuasan dan ketidakpuasan merupakan sesuatu yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.

2) Teori Bowen

Dalam teori Bowen mendefinisikan barang publik adalah barang dimana pengecualian tidak dapat ditetapkan, artinya ketika suatu barang publik sudah tersedia maka tidak ada individu yang mendapat pengecualian atas manfaat barang tersebut. Teori Bowen didasarkan pada teori harga seperti penentuan pada barang swasta.

(7)

Sumber : (Mangkoesoebroto, 2001)

Gambar 2.2

Kurva Harga dan Jumlah Barang Publik

Kurva Da dan Db merupakan kurva permintaan individu a dan b, sedangkan D (a+b) adalah penjumlahan antar keduanya. Barang yang disediakan pemerintah ditunjukkan oleh OY, yaitu perpotongan antara kuva penawaran dan permintaan D (a+b). Kurva OY adalah barang publik yang dapat dinikmati oleh individu a dan b. Jumlah yang harus dibayar oleh konsumen a adalah sebesar OPa dan OPb adalah jumlah yang harus dibayar oleh konsumen b, sedangkan O (Pa+Pb) adalah jumlah yang harus dibayar oleh konsumen a dan b pada tingkat harga Pa dan Pb dalam jumlah yang sama. OY adalah jumlah barang yang harus disediakan oleh pemerintah atas barang publik yakni titik potong

Pa Pb Pa+Pb S Da Db Da+Db

Jumlah barang Publik

O Y

(8)

antara kurva penawaran S dan kurva permintaan Da+b. Dari analisa kurva tersebut, maka perbedaan antara barang swasta dan barang publik adalah sebagai berikut:

Barang Swasta Barang Publik

Harga P = Pa =Pb P = Pa + Pb

Jumlah Barang X = Xa + Xb G = Ga + Gb

Dimana:

P = harga barang

X = jumlah barang swasta yang dihasilkan G = jumlah barang publik yang dihasilkan A dan B = individu a dan b

Adapun kelemahan teori Bowen terkait analisis permintaan dan penawaran yang digunakan bowen. Hal ini dikarenakan pada barang publik tidak ada prinsip pengecualian sehingga masyarakat tidak mau mengemukakan prefrensi mereka tehadap barang publik, sehingga kurva permintaanya menjadi tidak ada.

3) Teori Erick Lindahl

Teori yang dikemukakan oleh Lindahl secara analisis mirip dengan teori yang dikemukaan oleh Bowen, yang membedakan antar keduanya adalah dalam teori Lindahl pembayaran masing-masing konsumen tidak dalam bentuk harga absolut, akan tetapi berupa persentase dari total biaya penyediaan barang publik. Kurva indifferen dengan anggaran tetap yang terabatas (fixed budget

(9)

costrains) merupakan analisa yang digunakan lindahl dalam mengemukaan teori tersebut. Adapun kelemahan utama dari analisis Lindahl adalah penggunaan kurva indifferen. Sifat barang publik tidak dapat dikecualikan, sehingga tidak ada seorang individu yang bersedia menunjukan prefrensinya terhadap barang publik. kritikan lainya ialah teori Lindahl hanya membahas mengenai barang publik tanpa membahas mengenai penyediaan barang swasta yang dihasilkan oleh sektor swasta sehingga tidak memperhitungkan jumlah barang swasta yang seharusnya diproduksi agar masyarakat mencapai kesejahteraan optimal.

4) Teori Samuelson

Dalam teorinya Samuelson mengemukakan teori berdasarkan pendekatan keseimbangan umum, bahwa barang yang mempunyai karakteristik non-exclusionary dan non-rivarly tidak akan menghambat perekonomian untuk mencapai kondisi pareto optimal, yaitu kondisi dimana masyarakat mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal.

5) Teori Anggaran

Teori anggaran adalah teori yang menyatakan bahwa setiap individu akan membayar penggunaan barang publik dengan jumlah yang sama, yaitu sesuai dengan sistem harga yang berlaku pada barang swasta. Analisa penyediaan barang publik menurut teori ini lebih sesuai dengan kenyataan, hal ini dikarenakan dalam teori

(10)

anggaran bertitik tolak pada distribusi pendapatan awal setiap individu serta dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar beban pajak diantara para konsumen untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Kelemahan dari teori anggaran adalah penggunaan kurva indiferen sebagai alat analisis dari segi teori, akan tetapi kurang sesuai untuk diaplikasikan pada kenyataan sehari-hari. 3. Konsep Willingness To Pay (WTP)

Kesediaan membayar (Willingness To Pay) adalah kesediaan membayar oleh seseorang atas barang atau jasa yang diperolehnya. Menurut Hanley (1993) Willingness To Pay (WTP) merupakan kesediaan individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa dalam rangka memperbaiki jasa alami. Menurut Menkiw (2006) willingness to pay adalah harga tertinggi yang bersedia dibayarkan oleh konsumen (individu) untuk memperoleh manfaat dari suatu barang atau jasa yang kemudian juga menjadi tolak ukur seberapa besar konsumen menghargai barang dan jasa tersebut.

Sedangkan dalam penelitian ini willingness to pay adalah variabel yang mengukur tingkat kesediaan petani tembakau untuk membayar asuransi kesehatan dikarenakan para petani tembakau memiliki risiko terpapar penyakit tembakau hijau atau Green Tobacco Sickness (GTS). Menurut Bala, Maukopf and Wood (1996), unuk menggambarkan Willingness To Pay (WTP) individu atas peningkatan kesehatan,

(11)

diasumsikan ada treatment yang dapat mengubah satus kesehatan dari state penyakit tertentu pada kesehatan yang sempurna, maka Willingness To Pay (WTP) individu adalah jumlah uang maksimum yang bersedia di bayarkan untuk treatment yang dapat memperbaiki kesehatan dari level utilitas yang sama.

Secara umum individu akan membeli barang atau jasa apabila barang atau jasa tersebut sama dengan Willingness To Pay (WTP) individu tersebut. Hal ini dikarenakan nilai Willingness To Pay (WTP) mencerminkan benefit suatu barang atau jasa yang diterima oleh individu. Sehingga, semakin besar benefit yang diperoleh oleh individu atas konsumsi suatu barang atau jasa, tentunya akan menambah preferensi individu untuk membeli barang tersebut. Konsep Willingness To Pay (WTP) dalam kesehatan didefinisikan dengan seberapa besar kesediaan seseorang untuk menjaga kesehatannya sebelum terkena penyakit. Sementara untuk menggambarkan WTP individu atas peningkatan kesehatan diasumsikan terdapat treatment yang dapat mengubah status kesehatan dari state tertentu pada kesehatan yang sempurna. Sehingga WTP individu merupakan jumlah uang maksimum yang bersedia dibayarkan untuk treatment yang dapat memperbaiki kesehatan dari level utilitas yang sama.

Terdapat tiga cara untuk mengestimasi besarnya Willingness To Pay (WTP). Pertama, dengan memperhatikan perilaku membayar individu untuk membeli suatu barang atau jasa. Kedua, yaitu dengan

(12)

memperhatikan perilaku individu atas uang, waktu, tenaga dan lain-lain, untuk mendapatkan suatu barang atau jasa guna menghindari kerugian. Ketiga, dan bertanya secara langsung kepada setiap individu apakah mereka bersedia membayar atas barang atau jasa tertentu guna untuk menghindari kerusakan atau kepunahan dimasa yang akan datang. Haab dan Mc Connell (2002) menjelaskan bahwa dalam melakukan pengukuran Willingness To Pay (WTP) terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti:

a. Willingness to pay tidak memiliki batas bawah yang negative

b. Batas atas willingness to pay tidak boleh melebihi tingkat pendapatan; c. Adanya konsistensi antara nilai estimasi yang diacak dan

perhitungannya.

Jika digambarkan dalam analisis grafis, Willingness To Pay (WTP) adalah daerah dibawah kurva permintaan, sehingga WTP juga dapat mencerminkan surplus konsumen. Surplus konsumen adalah jumlah yang ingin dibayarkan oleh konsumen dikurangi dengan jumlah yang konsumen bayarkan. Surplus konsumen terjadi ketika konsumen menerima kelebihan dari yang dibayarkan, secara hukum ultilitas marginal kelebihan tersebut akan semakin menurun.

(13)

Gambar 2.3

Kurva Surplus Konsumen

Keterangan:

OQEEP adalah Wiillingness To Pay

OEP adalah manfaat sosial bersih POEP adalah surplus konsumen

Kesediaan membayar atau willingness to pay juga memiliki pengertian berbeda yakni kesediaan masyarakat untuk menerima beban pembayaran, sesuai dengan besarnya jumlah yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Dalam struktur pasar monopoli Willingness to pay penting guna melindungi konsumen dari penyalahgunaan kekuasaan monopoli yang dimiliki perusahaan dalam penyediaan produk berkualitas dan harga. Seperti yang diketahui dalam struktur pasar monopoli keseluruhan permintaan konsumen hanya dilayani oleh satu

O Surplus Konsumen P Q S D E PE QE Sumber: (Mangkoesoebroto,2001)

(14)

perusahaan monopolis. Kondisi tersebut mengakibatkan perusahaan bukan hanya memiliki kekuatan mengendalikan sepenuhnya terhadap jumlah dan kualitas produk yang ditawarkan, tapi juga memiliki kendali penuh terhadap penetapan harga., sehingga harga yang terbentuk dalam mekanisme pasar bukan pencerminan dari ukuran persepsi kepuasan konsumen, tetapi nilai produk yang bersangkutan (Grece L. dan Njo N., 2014).

4. Contingent Valuation Method (CVM)

a. Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) adalah metodologi berbasis survei yang digunakan untuk mengetahui tingkat maksimum kesediaan membayar atau willingness to pay seseorang terhadap suatu barang atau jasa. Pada hakikatnya metode Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk mengestimasi suatu nilai yang tidak diperjual belikan dipasar (non-market value). Saptutyningsih (2007) menyebutkan bahwa Contingent valuation method (CVM) merupakan teknik untuk mengukur nilai barang. Apabila digunakan secara tepat, metode ini merupakan teknik paling tepat untuk mengestimasi nilai ekonomis suatu barang publik. Secara teknis pendekatan contingent valuation method dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan teknik eksperimental melalui simulasi atau permainan, kedua yaitu dengan teknik survei. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh

(15)

pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bersifat fleksibel, tidak terbatas oleh benda atau kekayaan alam yang terukur di pasar

2) Memiliki kemampuan dalam mengestimasi nilai non pengguna 3) Dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang non-market

goods, bahkan jika digunakan secara langsung

4) Non- use Value dapat diduga menggunakan kapasitas CVM Responden dapat dikelompokkan

Adapun keterbatasan penggunaan metode CVM adalah berpeluang timbulnya bias, ketika dalam penggunaan CVM muncul nilai willingness to pay yang lebih tinggi ataupun lebih rendah dari nilai sebenarnya. Hanley dan Splash (1993) menyebutkan bahwa timbulnya bias dapat disebabkan oleh:

1) Bias strategi, yaitu bias yang disebabkan karena barang/jasa memiliki sifat non excudability dalam pemanfaatannya, sehingga terdapat responden yang bertindak sebagai free rider dan salah dalam menyampaikan informasi.

2) Bias rancangan, yaitu meliputi cara informasi yang disajikan, jumlah, serta informasi yang disajikan kepada respoden.

3) Kesalahan pasar hipotesis, adalah ketika tanggapan responden berbeda dengan konsep yang diinginkan peneliti, sehingga

(16)

willingness to pay yang dihasilkan berbeda dengan nilai sesungguhnya.

4) Bias yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan responden dalam pengambilan keputusan

b. Tahap-tahap Metode Contingent Valuation Method (CVM)

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam penerapan metode CVM adalah sebagai berikut:

1) Pembangunan Hipotesis Pasar

Langkah awal yang diperlukan dalam metode CVM adalah pasar hipotesis, dimana bertujuan untuk memberi gambaran kepada responden tentang masalah yang dihadapi. Dalam hal ini pasar hipotesis membangun sebuah alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar barang atau jasa yang tidak terdapat dalam nilai mata uang.

2) Menentukan besarnya penawaran

Penentuan besarnya penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Hal ini bertujuan untuk memperoleh nilai maksimum kesediaan membayar dari responden terhadap asuransi kesehatan dengan mengorbankan sebagian dari pendapatan. Dalam menentukan besarnya penawaran dapat dilakukan melalui metode berikut:

a) Bidding Game, yaitu dengan membebankan pertanyaan secara langsung kepada responden mengenai jumlah pembayaran

(17)

tertentu, dimulai dari nilai terkecil hingga nilai WTP maksimal yang bersedia dibayarkan

b) Open-Ended Question, metode ini dapat dilakukan dengan memberi pertanyaan terbuka kepada setiap responden mengenai jumlah maksimum yang bersedia mereka bayarkan untuk asuransi kesehatan, dan masing-masing responden bebas menyatakan nilai yang ingin dibayarkan.

c) Close-Ended Question, setiap responden diberi pertanyaan dengan memberi jawaban tunggal ( jawaban Ya atau Tidak ) baik untuk responden yang setuju atau tidak setuju.

d) Payment Card, metode ini menggunakan kartu sebagai penyaji nilai sehingga dapat mengestimasikan tipe pengeluaran responden terhadap barang / jasa

e) Referendom, adalah metode yang menggunakan suatu alat pembayaran yang disarankan kepada para responden.

f) Dichotomous question, pada metode ini peneliti dapat menanyakan kepada responden seberapa besar yang bersedia dibayarkan untuk asuransi kesehatan dengan memberikan nilai tawaran yang jelas.

c. Menghitung Nilai Rata-rata WTP

Nilai rata-rata digunakan untuk mengetahui seberapa besar nilai willingness to pay dari tiap individu terhadap asuranasi kesehatan. Untuk menghitung rata-rata WTP, dapat menggunakan rumus berikut:

(18)

EWTP = ∑ 𝑾𝒊

𝒏 𝒊=𝟏

𝒏

Dimana :

EWTP = Dugaan nilai rata-rata WTP Wi = Nilai WTP ke-i

N = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia membayar

d. Memperkirakan Kurva Penawaran

Untuk memperolah kurva penawaran, dapat dilakukan dengan meregresikan WTP sebagai variabel dependen sedangkan pendapatan, pendidikan, usia, jumlah tanggunagan, dan lama bekerja, dan

gejalapenyakit green tobacco sickness sebagai variabel independen

e. Penjumlahan Data

Mengkonversikan nilai rata-rata WTP terhadap jumlah populasi yang dimaksud. Nilai total WTP dapat ditentukan dengan rumus berikut: TWTP= EWTP.Ni Dimana: TWTP = Total WTP EWTP = Rata-rata WTP 5. Valuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa, baik itu nilai pasar (market value) ataupun non pasar (non market value). Penilaian ekonomi

(19)

atau economic valuation merupakan sebuah upaya yang bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu barang atau jasa terlepas apakah barang dan jasa tersebut tersedia nilai pasarnya (Pearce dan Turner, 1990). Adapun tujuan dari studi valuasi ekonomi sendiri adalah untuk menentukan besarnya Total Economic Value (TEV) atas pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. Nilai atas Total Economic Value (TEV) terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Nilai Guna (Use Value), adalah nilai yang diperoleh atas pemakaian langsung, artinya berkaitan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang sedang diteliti.

b. Nilai Guna Tak Langsung (In Direct Use Value), yaitu nilai yang berkaitan dengan perlindungan atau dukungan terhadap kegiatan ekonomi dan harta benda yang diberikan oleh suatu sumber daya alam. In Direct Value terdiri dari :

1) Existence Value, adalah nilai yang diberikan atas keberadaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan.

2) Bequest Value, yaitu nilai yang diberikan kepada generasi berikutnya agar dapat diwariskan suatu sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.

c. Nilai Pilihan (Option Use Value) , adalah nilai guna dari sumberdaya alam dan lingkungan di masa mendatang. Dalam hal ini Manfaat dari kesedian membayar harus memiliki kegunaan untuk meningkatkan

(20)

kualitas lingkungan. Pada dasarnya valuasi ekonomi terdiri dari dua konsep berikut ;

Sumber: (Panturu,2004)

Sumber : (Pearce dan Turner, 1990)

a. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan manfaat (Benefit-Based Valuation)

1) Effect on Production (EOP) / Pendekatan Produktivitas

Metode ini menggunakan perubahan produktivitas atas nilai pasar dari suatu komoditi. Dengan mengetahui seberapa besar kuantitas dan harga komoditi yang diperoleh dari sumberdaya alam, maka dapat diketahui nilai dari sumberdaya alam tersebut.

Economic Valuation Benefit-Based Valuation Cost-Based Valuation

Actual Market Price Surrogate Market

(Pasar Pengganti) - Effect on Production/ Pendekatan Produktivitas - Loss of Earning (Human Capital Approach) - Travel Cost - Ince Differential - Property Value - Contingent Valuation Method - Replacement Cost - Preventive Expenditure - Relocation Cost - Contingent

(21)

2) Loss of Earning (LOE) / Human Capital Approach (HCA)

Adalah pendekatan yang didasarkan atas pemikiran dimana perubahan kualitas lingkungan mampu menyebabkan perubahan pada kesehatan manusia. Penurunan kesehatan ini akan menimbulkan kerugian moneter, misalnya: (1) kehilangan penghasilan karena mati lebih awal atau sakit; (2) meningkatnya biaya perawatan dokter rumah sakit.

3) Travel Cost (Biaya Perjalanan)

Travel Cost biasanya digunakan untuk menilai suatu kawasan konservasi atau tempat wisata dengan melihat kesediaan membayar (willingness to pay) para pengunjung. Dalam pendekatan ini nilai suatu kawasan konservasi tidak hanya dilihat berdasarkan tiket masuk, namun juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan wisatawan menuju lokasi kawasan konservasi serta hilangnya pendapatan potensial mereka dikarenakan waktu yang digunakan atas kunjungan tersebut.

4) Ince differential

Secara prinsip pendekatan ini serupa dengan pendekatan property value, akan tetapi dalam pendekatan Ince differential menggunakan tingkat upah yang dijadikan tolak ukur untuk mengukur kualitas lingkungan. Sehingga perbedaan upah antara pekerja yang bekerja di daerah terpapar polusi dan yang tidak dapat dianggap sebagai indikasi kerusakan lingkungan.

(22)

5) Contingent Valuation Method (CVM)

Pendekatan Contingent Valuation Method merupakan suatu metodologi berbasis survei yang digunakan untuk mengestimasi seberapa besar penilaian masyarakat terhadap barang, jasa, serta kenyamanan. Metode ini juga banyak digunakan untuk mengestimasi suatu nilai yang tidak diperjualbelikan di pasar, sementara metode preferensi (revealed preference) tersirat tidak dapat digunakan (Patunru, 2004).

b. Valuasi Ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan berdasarkan biaya (Cost Based Valuation)

1) Replacement Cost (Biaya Pengganti)

Pendekatan ini didasarkan atas pemikiran bahwa biaya yang digunakan untuk mengganti aset produktif yang rusak akibat adanya dampak lingkungan yang kurang baik. Pengeluaran dalam bentuk finansial untuk mengganti fungsi lingkungan diukur berdasarkan kerelaan membayar terkecil agar manfaat yang diterima tetap dapat dipertahankan.

2) Preventive Expenditure (Biaya Pencegahan)

Preventive expenditure sering digunakan untuk mengukur nilai guna tidak langsung dimana teknologi pencegahan kerusakan lingkungan telah tersedia. Metode ini menggunakan pengukuran biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

(23)

3) Relocation Cost (Biaya Relokasi)

Pendekatan ini dibangun berdasarkan prinsip bahwa individu yang merasa terancam dengan kondisi lingkungan yang memburuk akan melakukan relokasi ke tempat lain. Relocation cost dapat dijadikan acuan untuk mengukur hilangnya manfaat akibat penurunan kualitas lingkungan.

6. Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan adalah jenis produk yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi ketika mereka jatuh sakit. Seperti yang telah disebutkan probabilitas terjadinya resiko jatuh sakit antar individu berbeda dengan individu lainnya. Pada umumnya terdapat dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan asuransi kesehatan, yakni rawat inap (patient treatment), dan rawat jalan (out-patient treatment). Asuransi keseahtan juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pembayaran atas pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep risiko. Adapun konsep risiko pada asuransi kesehatan adalah dengan menstransfer resiko dari satu individu kepada sekelompok individu lain dengan membagi bersama jumlah kerugian berdasarkan proporsi yang adil kepada seluruh anggota kelompok. Adapun tujuan dari asuransi kesehatan bagi individu adalah untuk meringankan beban biaya yang disebabkan oleh gangguan kesehatan akibat sakit.

Menurut Ilyas (2003) asuransi kesehatan mencakup berbagai pengeluaran biaya, seperti biaya obat pendukung atau penunjang

(24)

diagnostik, perawatan rumah sakit, maupun tindakan bedah. Tujuan dari asuransi kesehatan bagi individu adalah untuk meringankan beban biaya yang disebabkan oleh gangguan kesehatan akibat sakit. Barigozzi, menjelaskan bahwa prinsip asuransi dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk membiayai perawatan kesehatan. Pengeluaran konsumsi perawatan sendiri sangat dipengaruhi oleh mekanisme pembayaran kembali oleh asuransi kesehatan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam kepemilikan asuransi kesehtan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Jenis kelamin

Umumnya angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan jumlah hari sakit pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. hal tersebut kemudian akan berpengaruh terhadap permintaan akan asuransi kesehtan.

b. Usia

Individu yang berusia tua lebih sering sakit dibandingkan individu yang masih muda. Resiko sakit tersebut kemudian akan mempengaruhi kepemilikan seseorang terhadap asuransi kesehatan. c. Pendidikan

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal lebih tinggi akan cenderung memilih pelayanan kesehatan yang lebih baik, begitu pula kepemilikan asuransi kesehtan.

(25)

Pekerjaan seseorang akan memiliki pengaruh terhadap resiko kesehatan yang dialami. Setiap pekerjaan tentunya mamiliki resiko yang berbeda, sehingga akan mempengaruhi premi asuransi kesehtan yang dibebankan.

e. Penghasilan

Seseorang yang memiliki penghasilan lebih, cederung memilih pelayanan kesehatan yang lebih baik, begitupula dengan kepemilikan terhadap asuransi kesehatan.

f. Kemungkinan jatuh sakit

Setiap individu memiliki risiko sakit yang berbeda. Individu yang memiliki risiko jatuh sakit lebih tinggi akan mengalami kerugian finansial akibat sakit yang lebih tinggi pula, sehingga akan mempengaruhi permintaan seseorang akan asuransi kesehatan

(26)

B. Kerangka Teoritis Non Market Goods Barang Publik Valuasi Ekonomi Market Goods Willingness To Pay Revealed Preference Stated Preference 1. Hedonic Price 2. Travel Cost Method 3. Random Utility

Model 1. Contingent

ValuationMethod 2. Random Utility

3. Discrete Choice Model

Asuransi Kesehatan Ar ea p ene li ti an

(27)

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya oleh Restiatun (2014), dengan judul “Analisis Willingness to Pay Premi Asuransi Kesehatan berdasarkan Prior Belief dan Posterior Belief setelah Adanya Informasi Status Kesehatan Terkini” adapun metode yang digunakan yakni experiment lab menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan medis, yakni pemeriksaan tekanan darah dan gula darah berpengaruh signifikan terhadap status kesehatan subjektif yang selanjutnya mempengaruhi besarnya nilai WTP dan keputusan individu dalam kepemilikan asuransi kesehatan. Variabel lain yang signifikan berpengaruh pada status kesehatan subjektif yaitu jumlah hari sakit dalam sebulan dan informasi ambang kadar gula darah sehat. Sedangkan variabel lain yang signifikan mempengaruhi besarnya nilai WTP adalah pendapatan. Sedangkan kepemilikan asuransi kesehatan hanya signifikan dipengaruhi oleh status kesehatan subjektif.

Adapun penelitian oleh Aryani dan Muqorrobin (2013), untuk mengetahui determinan willingness to pay iuran peserta BPJS kesehatan dilakukan dengan metode CVM, hasil analisis penelitian menunjukan variabel usia berpengaruh negatif terhadap Willingness To Pay (WTP), variabel jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap Willingness To Pay (WTP), variabel pendidikan terakhir berpengaruh positif terhadap WTP, variabel tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap Willingness To Pay (WTP), dan variabel syariah berpengaruh negatif terhadap Willingness To Pay (WTP). Sementara penelitian yang dilakuan oleh Maharani dan Wardhani (2011)

(28)

dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kepemilikan Asuransi Kesehatan Terhadap Kemauan Membayar Produk Pelayanan Laboratorium)”. variable Independent yang digunakan yakni Jenis kelamin, usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan sosio-ekonomi. Penelitian dilakukan dengan metode CVM. Adapun hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemauan responden dalam semua jenis pemeriksaan laboratorium yang rendah. Di antara 76 persen responden yang tidak memiliki asuransi kesehatan, sekitar 50 persen responden bersedia membayar pemeriksaan laboratorium. Jumlah 15 dari 24 (lebih dari 50 persen) responden yang memiliki asuransi kesehatan bersedia membayar pelayanan laboratorium. Kemauan respoden untuk membayar produk pemeriksaan laboratorium tidak secara signifikan dipengaruhi oleh status kepemilikan asuransi kesehatan. Alasannya adalah karena masyarakat Banyuwangi belum mengenal dengan baik dan masih sedikit yang memiliki asuransi kesehatan, sehingga sebagian besar pembayaran dari out of pocket.

Ahmed S, et al., (2016) dengan penelitian yang berjudul “Willingness to Pay for Community-Based Health Insurance among Informal Workers in Urban Bangladesh” dengan menggunakan metode CVM menunjukkan bahwa penghasilan bulanan, pekerjaan, lokasi geografis dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap WTP. WTP meningkat 0,196% dengan setiap kenaikan 1% pada pendapatan bulanan. Selanjutnya Handayani, dkk., (2013) dalam penelitiannya untuk mengetahui Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemauan Masyarkat Membayar Iuran Jaminan Kesehatan di Kabupaten Hulu

(29)

Sungai Selatan menunjukkan bahwa Sebanyak 76,8% responden menyatakan kesediaan mereka untuk membayar iuran jaminan kesehatan. Nilai WTP terkecil adalah Rp.2000,- dan terbesar Rp.25.000,-, WTP rata-rata Rp.7402,-. Rata-rata nilai ATP Rp.108.270,- , nilai terkecil Rp.10.000,- dan terbesar Rp.800.000,- Berdasarkan analisis multivariabel, variabel yang secara simultan memiliki pengaruh sifnifikan dengan WTP adalah kemampuan membayar, dan adanya tabungan untuk biaya pelayanan kesehatan. Responden dengan kemampuan membayar ≥Rp.88.500,- memiliki kecenderungan WTP lebih besar dibanding responden dengan kemampuan membayar.

Pada tahun 2008 penellitian dengan judul “People's willingness to pay for health insurance in rural Vietnam” dilakukan oleh Curt Lofgren, et al., dimana variabel independen dalam penelitian tersebut yakni Pendapatan, kesehatan, kebutuhan perawatan kesehatan, usia, dan tingkat pendidikan. Adapun dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata willingness to pay (WTP) lebih besar daripada biaya mereka untuk public health. variabel pendapatan, kebutuhan perawatan kesehatan, tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap willingness to pay asuransi kesehatan. Sedangkan usia memiliki hubungan negatif terhadap tingkat willingness to pay asuransi kesehatan.

Babatunde et al., (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Willingness-To-Pay For Community Based Health Insurance By Farming Households: A Case Study Of Hygeia Community Health Plan In Kwara State, Nigeria”. Willingness to pay asuransi sebagai variabel dependen, sendangkan

(30)

variabel independen dalam penelitian tersebut adalah umur, pendapatan, luas lahan, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pengeluaran. Metode yang digunakan yaitu contingent valuation dan ordinary least square method. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata willingness to pay adalah sebesar 11 U$D /orang dalam satu bulan , variabel umur, luas lahan, dan pendapatan berpengaruh signifikan terhadap willingness to pay.

Kebede et al,. (2014) dalam penelitiannya terkait dengan willingness to pay masyarakat daerah Fogera, Etiophia terhadap asuransi kesehatan dengan metode penelitian yang digunakan adalah contingent valuation method melalui wawancara langsung berdasarkan double bounded dichotomous choice, menunjukkan hasil penelitian bahwa 80% responden bersedia untuk membayar premi asuransi kesehatan. Variabel jenis kelamin, pendidikan, dan jenis pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap willingness to pay asuransi kesehatan, sedangkan jenis kelamin, agama, umur, dan jumlah keluarga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap willingness to pay asuransi kesehatan masyarakat di Fogera, Ethiophia.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yuanli, et al., (2007) dengan judul “Wiilingness to Pay for Social Health Insurance Among Informal Sector Workers in Wuhan China” dengan menggunakan metode contigent valuation method menyebutkan bahwa pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap willingness to pay para pekerja sektor informal, sedangkan pendapatan dan pengeluaran untuk biaya pengobatan ketika sakit dalam setahun terakhir berpengaruh positif terhadap willingness to pay. Jenis

(31)

kelamin, status migran, dan status pengangguran memiliki pengaruh yang negatif terhadap willingness to pay.

Penelitian terkait willingness to pay juga dilakukan oleh Khatiwada et al., (2017) dengan judul penelitian “Willingness To Pay for Health Insurance in Magalbare Village Development Comitte of Illam District” menggunakan scross-secsional method, diperoleh hasil bahwa dari 136 responden 97 orang bersedia membayar, pendidikan dan pendapat berpengaruh secara singnifikan terhadap willingness to pay dengan tingkat signifikansi variabel pendidikan sebesar 0,002 dan variabel pendapatan sebesar 0,002 sedangkan pendapatan dan jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap willingness to pay untuk membayar asuransi kesehatan.

(32)

D. Hipotesis

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Variabel tingkat pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap willingness to pay petani tembakau untuk membayar asuransi kesehatan 2. Variabel tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh diduga berpengar uh

positif terhadap willingness to pay petani tembakau untuk membayar asuransi kesehatan

3. Variabel usia diduga berpengaruh positif terhadap petani tembakau terhadap asuransi kesehatan

4. Variabel Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh positif terhadap willingness to pay petani tembakau untuk membayar asuransi kesehatan 5. Variabel lama bekerja diduga berpengaruh positif terhadap willingness to

pay petani tembakau terhadp asuransi kesehatan.

6. Variabel gejala green tobacco sickness berpengaruh positif terhadap willingness to pay petani tembakau terhadp asuransi kesehatan.

(33)

E. Kerangka Penelitian

Model penelitian ini menggambarkan pendapatan, lama pendidikan, usia, jumlah taggungan keluarga, lama bekerja, dan gejala green tobacco sickness sebagai variabel independen. Adapun Model yang digunakan dalam penelitian disajikan sebagai berikut :

Willingness To Pay Asuransi Kesehan Pendapatan Pendidikan Usia Jumalah Tanggungan Lama Bekerja

Gejala Green Tobacco

Sickness

Variabel Independen

(34)

Gambar

Gambar 2.3  Kurva Surplus Konsumen

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat keterlaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada tahapan 1) masukan (antecedents), 2) proses (transactions), 3)

Mikroprosesor yang pertama kali digunakan untuk komputer rumah adalah Intel 8080 yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974.. Prosesor ini berukuran 8

Hasil Penelitian adalah sebagai berikut ini, (1) ada perbedaan penggunaan e-learning berbantuan edmodo pada kelas eksperimen dengan pembelajaran konvensional pada

Apa yang mempertahankan keutuhan lengkung gen dari suatu spesies, yang menyebabkan anggota-anggota spesises tersebut lebih mirip satu sama lain dibandingkan

Untuk menjaga agar selama penyimpanan viabilitas benih tetap dapat dipertahankan, maka benih yang disimpan haruslah benih yang mempunyai mutu fisik dan fisiologis yang tinggi

Perbedaan pendapatan juga terlihat ketika diinteraksikan dengan tingkat pendidikan dan tahun potensi pengalaman kerja, dimana pada tingkat pendidikan maupun tahun

Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetehui apakah penerapan etika pemasaran yang dilakukan oleh bank