• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Koping keluarga

Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping adalah proses pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya untuk mengelola kondisi stres. Derajat stres ditentukan oleh perbandingan antara apa yang terjadi (sumber stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar untuk mengatasi situasi tersebut (Smeltzer, 2001)

Konsep koping sangat penting dalam keperawatan karena semua pasien mengalami stres sehingga sangat memerlukan kemampuan koping untuk dapat mengatasinya. Kemampuan koping dan adaptasi terhadap stres merupakan faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia (Asih, 1999 ). Berikut ini akan disampaikan tentang konsep koping : 1. Pengertian

Menurut Keliat (1999), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Koping dapat adaptif (efektif ) dan mal adaptif (in efektif ) (Stuart dan Sudden, 1995). Perilaku koping dan upaya-upaya koping sebagai strategi yang positif, aktif, dan khusus untuk masalah yang di sesuaikan untuk pemecahan suatu masalah hal ini di batasi untuk perilaku atau pengakuan yang aktual di lakukan oleh mereka.

(2)

2. Sumber koping

a. Sumber koping terdiri atas dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal (Stuart dan Sudden, 1995), antara lain:

1. Faktor internal yang meliputi: kesehatan dan energi, system kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan, agama ), komitmen atau tujuan hidup (property motivasional ), perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol, dan kemahiran, ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan sosisal (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain ).

2. Faktor eksternal terdiri atas : dukungan sosial dan sumber material. Menurut Cobb, dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih dengan tiga kategori yaitu : dukungan emosional, di mana seseorang merasa di cintai : dukungan harga diri, berupa pengakuan dari seseorang akan kemampuan yang di miliki ; perasaan memiliki dan dimiliki dalam sebuah kelompok .

b. Mechanic mengemukakan 5 sumber koping menurut (Stuart dan Sudden, 1995), yaitu:

a. Aset ekonomi

b. Kemampuan atau ketrampilan c. Teknik-teknik pertahanan d. Dukungan sosial

e. Dukungan motivasi. 3. Faktor yang mempengaruhi koping

Faktor yang mempengaruhi koping normal dan adaptasi diantaranya: peran dan hubungannya, tidur dan istirahat, rasa aman dan kenyamanan dan pengalaman masa lalu secara sederhana perilaku koping atau upaya koping merupakan strategi yang positif, aktif dan khusus untuk masalah yang disesuaikan untuk pemecahan masalah (Friedman, 2003).

(3)

4. Jenis dan strategi koping

a. Taylor (1997), mengemukakan 8 strategi koping yang berbeda antara lain:

1. Konsentrasi

2. Mencari dukungan sosial

3. Melaksanakan pemecahan masalah dipastikan dengan problem fokus koping

4. Kontrol diri 5. Membuat jarak

6. Penilaian kembali secara positif 7. Menerima tanggung jawab 8. Lari / pengindraan.

b. Menurut (Eldeman, 2003), ada beberapa strategi diantaranya: 1. Menjauhkan

Merupakan aturan utama bagi orangtua ketika menghadapi pertengkaran anak-anak. Orangtua mudah sekali terjebak dalam perselisihan dan bertindak sebagai hakim atau penengah, akan tetapi peran seperti itu akan menghalangi tujuan mendasarnya, karena banyak pertengkaran seperti ini bertujuan menaruh perhatian orangtua, maka bertindak sebagai mediator diantara mereka. Orangtua bisa berperan aktif mengajari anak-anak mengatasi konflik mereka sendiri. Berikut ini peran orangtua untuk membantu:

a. Temukan pemicu penyebab pertengkaran. b. Membuat suasana yang menyenangkan c. Memberi pujian saat mereka berlaku manis

Orangtua harus menekankan sikap yang baik, tidak hanya menghukum kesalahan. Beri pujian ketika anak anda mau bekerjasama atau berkompromi sendiri.

(4)

d. Jangan membuat asumsi

Orangtua sering mengasumsikan bahwa anak sulung adalah pemicu sebagian besar pertengkaran bahwa kakak yang berteriak atau memukul, tetapi jangan asumsikan bahwa adiknya tidak bersalah.

e. Memahami kemarahan mereka

Anak-anak punya alasan yang sangat kuat untuk marah pada saudaranya. Memahami perasaan mereka, dan biarkan mereka merasakan seluruh emosi karena ikatan persaudaraan yang erat. Menjelaskan tindakan yang perlu mereka lakukan untuk mengatasi rasa marah.

f. Menekankan ketulusan diantara anak-anak

Mengatakan pada anak-anak bahwa anak anda yakin mereka sendiri bisa mengatasi perbedaan, sampaikan juga anda percaya pada keputusan mereka dan beri pujian atas usaha mereka.

g. Mencontohkan sikap yang baik

Mencontohkan sikap yang baik anatara kakak dan adik, misalnya jika antara saudara kandung ada permasalahan selesaikan dengan cara baik-baik dan berdamai bukan dengan bertengkar.

h. Menghindari kekerasan

Menekankan bahwa anda melarang segala bentuk kekerasan fisik. Garis bawahi bahwa memukul, menendang, menggigit tidak pernah bisa diterima, apapun pemicunya. Adu argumen yang berubah menjadi kekerasan fisik harus dihentikan segera dan pelaku dipisahkan. Menghindari kekerasan harus merupakan peraturan yang tegas. Waspadai adanya intimidasi emosi atau psikologis, ini juga merupakan larangan keras. Bantu anak mencari

(5)

kata-kata yang dapat mengekspresikan kemarahan sehingga tidak mendaratkan pukulan.

i. Mengingatkan yang mereka tidak tahu

Perdebatan yang terjadi antara kakak beradik, sebaliknya diingatkan dengan cara menegosiasikan penyelesaian yang sudah mereka ketahui. Anda bisa memulainya, lalu biarkan mereka mengatasi persoalan mereka sendiri.

2. Mengatasi perselisihan dengan adil

Ada tiga cara dasar untuk menyelesaikan konflik, yaitu : a. Persetujuan mutlak

Satu pihak secara total tunduk pada permintaan pihak lain. b. Kompromi

Kedua pihak menghasilkan sesuatu melalui negosiasi c. Berdamai

3. Pertemuan keluarga bisa membantu

Saat anak bertambah dewasa, menjadwalkan pertemuan keluarga bisa membantu mengurangi frekuensi pertengkaran. Latihan ini sebagai sarana belajar untuk mencegah konflik. Tujuannya adalah mendiskusikan masalah keluarga, mengeluarkan ide mencari solusi, dan menegosiasikan kompromi kalau perlu. Orang dewasa dan anak-anak belajar bekerjasama, sebagai satu tim, untuk mencari solusi masalah keluarga sehari-hari.

Aturan dasarnya sedehana, sebagai berikut : a. Pendapat setiap anggota keluarga harus dihargai.

b. Setiap orang punya kesempatan mengemukakan pendapat dan perasaan sesuai topik tetapi boleh memilih tidak mengatakannya kalau lebih suka demikian.

c. Semua orang harus mendengarkan d. Dilarang menghina atau meledek.

(6)

c. Menurut Haydar (2009), ada beberapa strategi yang dilaksanakan diantaranya :

a. Menerapkan peran barunya sebagai saudara tertua dengan mengajak kakak memanggil “ adik kecil atau adik perempuan “ ketimbang bayi baru atau bayi ibu.

b. Melibatkan kakak dalam persiapan kelahiran bayi dengan mengijinkan ia terlibat dalam pemilihan nama panggilan adik (meskipun nama sepenuhnya dari orangtua) atau pakaian dan pernak-pernik untuk mendekorasi tempat tidur dan kamar bayi. c. Mengajak anak anda dan biarkan ia saat pemeriksaan

kehamilan sehingga ia dapat mendengar denyut jantung adik selama di USG

d. Baca buku-buku dan sodorkan buku terkait menjadi seorang kakak tertua, saat kedatangan saudara kandungnya, misalnya dengan mengatakan “ besok adik dibantu ya ”

e. Memastikan bahwa Anda selalu berkomunikasi dengan anak anda sesering mungkin.

f. Dorong kakak untuk membantu adik bayi, jika tidak mau menolong sebaiknya jangan dipaksakan.

g. Menghabiskan waktu bersama kakak, baik saat adik bangun ataupun tidur.

h. Sabar, perhatian, suportif, dan orangtua sebaiknya memberitahukan dan menunjukan kalau mereka tetap menyayangi kakak.

Strategi koping yang paling efektif adalah strategi koping sesuai jenis dan situasi adalah menurut (Haydar, 2009).

(7)

5. Mekanisme koping

a. Menurut Keliat (1999) , yaitu : 1. Fokus pada masalah

Koping yang di gunakan untuk mengurangi stresor individu atau mengatasi dengan mempelajari cara-cara baru dan ketrampilan-ketrampilan baru individu akan menggunakan strategi ini bila dirinya dapat mengubah situasinya (Smeltzer, 2001).

2. Fokus pada kognitif

Fokus kognitif yang dilakukan, misalnya: substitusi penghargaan, dan devaluasi tujuan.

3. Fokus pada emosi

Koping ini digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan melalui perilaku individu, bagaimana menghilangkan fakta-fakta yang tidak menyenangkan dengan strategi kognitif. Metode ini di pakai jika individu merasa tidak mampu mengubah kondisi yang membuat stres.

b. Mekanisme koping menurut (Stuart & Sudden, 1995), adalah sebagai berikut :

1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi intregrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktifitas konstruktif.

2. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

(8)

Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan dan menghindar.

6. Karakteristik koping

a. Koping yang efektif (Friedman, 1998), antara lain : 1. Menceritakan secara verbal tentang perasaannya 2. Mengembangkan tujuan yang realistis

3. Mengidentifikasi sumber-sumber koping

4. Mengembangkan mekanisme koping yang efektif 5. Identifikasi alternative strategi

6. Memilih strategi yang tepat 7. Menerima dukungan.

b. Koping yang tidak efektif (Taylor, 1997), antara lain : 1. Menyatakan tidak mampu

2. Tidak mampu menyelesaikan masalah secara efektif

3. Perasaan cemas, takut, marah, irritable, tegang, gangguan fisiologis adanya stres kehidupan.

B. Sibling rivalry 1. Pengertian

Menurut Boyle, sibling rivalry adalah suatu sikap antagonis dari perilaku ramah antara kakak beradik yang tampak dalam suatu kondisi seperti pertengkaran atau perkelahian anak-anak dalam keluarga. Pertengkaran biasanya di mulai dari menarik rambut saudaranya atau ketidakinginan untuk berbagi mainan (Boyle, 2002 ).

Sibling rivalry adalah permusuhan dan kecemburuan antara saudara kandung yang menimbulkan ketegangan di antara mereka. (Boyse, 2009).

Sibling rivalry adalah konflik atau perselisihan yang terjadi pada anak atau perselisihan antara kakak adik. Sibling rivalry akan muncul pada anak yang melihat atau merasakan perbedaan perhatian dan kasih sayang ibu terhadap adik atau kakak sehingga akan mengalami kesepian, ketakutan, kekhawatiran, reaksi yang paling utama kemarahan, penolakan,

(9)

kecemburuan dan rasa bersalah yang sangat berlebihan pada anak ( Kozier, 1995 ).

Kehadiran adik baru dalam keluarga dapat memunculkan krisis bahkan pada anak yang telah di persiapkan atas kehadiran anak baru dalam keluarga. Anak tidak membenci kehadiran dari anak baru tetapi akibat dari perubahan yang di timbulkan oleh kehadiran anggota baru, terutama perhatian dan cinta dari orangtua yang terbagi dengan anak lain ( Pilletri, 1999 ).

Sibling rivalry adalah kecemburuan terhadap kakak atau adiknya dan dapat menyebabkan rasa iri hati dan kekhawatiran diantara mereka yang dapat menyebabkan perselisihan antar saudara kandung dan frustasi atau stres pada orangtua.

2. Faktor-faktof yang dapat menimbulkan sibling rivalry

a. Menurut Boyle, pencetus timbulnya sibling rivalry ada dua yaitu (Boyle, 2002), :

1. Usia

Jarak antara kakak beradik yang dekat cenderung menimbulkan adanya sibling rivalry. Perbedaan usia antara 2 sampai 4 tahun merupakan usia yang paling mengancam terutama bila kakak masih sangat muda dan belum memahami situasi (Whaley dan Wong, 1991 ). Sibling rivalry muncul umumnya pada anak usia prasekolah yaitu pada usia 1 tahun sampai 6 tahun ( Soetjiningsih, 1995 ).

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin yang berbeda antara kakak adik cenderung jarang menimbulkan persaingan dibanding anak yang memiliki jenis kelamin yang sama.), jenis kelamin yang berbeda antara kakak adik lebih menunjukan hubungan yang positif dibanding kakak adik yang memiliki jenis kelamin sama ( Whaley dan Wong, 1991 ).

(10)

b. Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap munculnya Sibling rivalry diantaranya ( Whaley dan Wong, 1991 ), :

1. Peran orangtua 2. Besarnya keluarga

Besarnya keluarga mempengaruhi sering dan kuatnya rasa cemburu dan iri hati. Cemburu lebih umum pada keluarga kecil dengan 2-3 anak dari pada dalam keluarga besar dimana tidak ada anak yang menerima perhatian lebih besar dari orangtua ( Morse, 1991 ). 3. Umur

Jarak kelahiran anak dan usia anak berpengaruh terhadap munculnya sibling rivalry.

4. Jenis kelamin

Jenis kelamin yang berbeda dari anak dapat meningkatkan timbulnya sibling rivalry dibanding yang berjenis kelamin sama 5. Posisi anak

Sibling rivalry cenderung terjadi antara anak pertama dengan anak kedua dibanding dengan anak terakhir.

3. Tanda-tanda sibling rivalry

Anda dapat mengeksploitasikan perasaan cemburu dengan berbagai cara yang kreatif ( Whaley dan Wong, 1991 ), yaitu :

a. Melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikis seperti memukul adik atau kakaknya, mendorong anak lain dari pangkuan ibunya, memahami secara verbal atau melakukan penghinaan.

b. Regresi pada anak yang lebih tua seperti menunjukan perilaku perkembangan sebelumnya misal, kembali mengompol atau meminta botol susu

c. Displacement, anak mengalami perubahan penampilan disekolah misalnya menunjukan perilaku yang buruk disekolah.

(11)

d. Anak mengalami gangguan dalam tidur dan terjadi perubahan dalam pola tidurnya

e. Anak mengalami depresi atau menderita kegelisahan akan perpisahan.

4. Dampak sibling rivalry

Pengaruh dari sibling rivalry dapat berdampak pada anak, orangtua dan masyarakat secara tidak langsung. Efek dari perilaku ini merupakan dampak jangka lama pada anak maupun masyarakat saat anak menjadi bagian dalam masyarakat ( Boyle, 2002 ), antara lain :

a. Anak

Dampak pada anak ada dua hal yang utama. Pertama, anak dapat tumbuh sangat agresif, karena perilaku persaingan yang agresif yang berlangsung lama pada awal masa kanak-kanak dimana pada tahap ini konsep diri mulai terbentuk. Dampak kedua adanya sibling rivalry yaitu anak menjadi rendah diri, karena anak yang merasa gagal dalam merebut cinta kasih dari orangtua dan bila hal ini terjadi secara berulang-ulang anak dapat merasa kecewa dan hilang kepercayaan diri. Anak tumbuh menjadi individu yang sulit beradaptasi terhadap krisis yang ditemui pada tahap perkembangan selanjutnya, terutama pada masa penuh krisis seperti pada masa adolence

b. Orangtua

Orangtua dapat menjadi stres dengan tingkah laku yang ditunjukan anak-anak dengan sibling rivalry

c. Masyarakat

Anak yang tumbuh menjadi dewasa dengan kepribadian yang terbentuk dari dampak negatif sibling rivalry yaitu, perilaku psikologis yang merusak yang dapat berupa perilaku agresif atau perilaku kriminal tertentu yang mengganggu masyarakat.

(12)

C. Keluarga dan orangtua 1. Pengertian keluarga

Keluarga membentuk arti dasar dari masyarakat kita, dan merupakan lembaga sosial masyarakat yang paling banyak memiliki pengaruh paling menonjol terhadap anggotanya. Keluarga merupakan organisasi masyarakat dengan peran yang diidentifikasikan dan kepemimpinan serta harapan sosial terhadap keluarga yang bertanggung jawab pada setiap anggotanya (Friedman, 1998). Jumlah anggota keluarga menurut Bailon dan Maglaya, terdiri atas dua atau lebih individu yang tergantung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau perangkat dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran masing-masing serta mencipkakan dan mempertahankan kebudayaan.

2. Peran orangtua

Keluarga secara sosial dikenal adanya status ayah dan ibu dengan peran-perannya dalam perilaku seksual dan tanggung jawab membesarkan anak (Whaley dan Wong, 1991). Cara dan pengalaman yang diperoleh anak dalam keluarga ketika masa tubuh kembang memiliki pengaruh terhadap kecenderungan perilaku anak dimasa datang (Berkowitz, 1995). Ibu adalah salah satu orangtua yang sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga, perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan agar mengerti, terampil dan melaksanakan pengasuhan anak dan bersikap positif dalam membimbing tumbuh kembang anak secara baik sesuai dengan tahap perkembangan anak. Orangtua diharapkan dapat melayani kebutuhan anak dalam rangka membina dan mengembangkan kemampuan anak serta kepribadian anak. Kultur di Indonesia yang menyerahkan pengasuhan anak pada ibu seharusnya bukan merupakan alasan bagi ayah untuk tidak turut serta dalam proses pengasuhan anak, karena pengasuhan anak merupakan tanggungjawab bersama kedua orangtua,

(13)

meskipun pada tahun pertama kehidupan peran ayah tidak sebesar peran ibu, karena anak masih sangat tergantung pada ibu terutama kebutuhan air susu ibu (ASI). Secara garis besar ibu perlu mengetahui kebutuhan anak secara umum seperti : kebutuhan akan kasih sayang dan rasa aman, kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan penghargaan dan pujian, kebutuhan akan tanggungjawab (Soetjiningsih, 1995).

Orangtua harus mempunyai percaya diri yang besar dalam menjalankan peran pengasuhan terutama mengenai tingkah laku anaknya, pemenuhan kebutuhan anak, pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak masing-masing akan menyebabkan ibu bersikap yang tepat dan paling baik dalam mengahadapi sikap khusus masing-masing anak (Supartini, 2004).

Faktor - faktor yang mempengaruhi peran orangtua (Whaley & Wong, 1991) :

a. Usia orangtua

Usia 18 tahun sampai 35 tahun dianggap usia yang paling baik dalam berperan menjadi orangtua, karena pada usia ini tingkat kekuatan, kesehatan, dan waktu berada pada tahap optimum untuk keluarga dan mengasuh anak.

b. Pengalaman menjadi orangtua

Pengalaman sebelumnya dalam membesarkan anak berpengaruh terhadap cara orangtua membesarkan anak dan cara selanjutnya c. Hubungan perkawinan

Kondisi perkawinan dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap pengasuhan anak. Perilaku salah satu orangtua mempengaruhi perilaku pasangannya maka anak sebagai bagian dari anggota keluarga dapat terpengaruh atas kondisi tersebut d. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan

(14)

bayi sehingga dalam proses persalinan, ibu dianjurkan ditemani suami dan begitu bayi lahir, ayah diperkenankan menggendong bayinya.

e. Dampak dari stres pada keluarga

Stres yang dialami ayah atau ibu atau keduanya akan mempengaruhi kemampuan orangtua dalam menjalankan peran pengasuhan, terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang dimiliki dalam menghadapi permasalahan anak .

f. Karaksteritik anak

Anak memiliki karakteristik yang berbeda, bahkan untuk anak kembar sekalipun. Anak yang baik lebih disukai orangtua dibanding anak yang nakal dan hal ini mempengaruhi bagaimana orangtua bersikap terhadap anak.

3. Pola asuh orangtua terhadap anak pada kultur jawa

Keluarga jawa biasanya berasumsi mempunyai banyak anak banyak rejeki. Istri didalam kehidupan rumah tangga adalah orang yang berkuasa dan menjadi tokoh utama bagi anak-anaknya dan penentu berbagai kegiatan penting yang terjadi dalam keluarga untuk menjamin kesejahteraan keluarganya. Budaya jawa dimana orangtua mengatakan pada anak yang lebih tua untuk menjaga anak yang lebih kecil, anak yang paling muda mendapat perhatian yang lebih besar dari pada kakak-kakaknya. Anak-anak jawa dari tingkat sosial manapun selalu diajarkan bahwa berlaku tidak baik terhadap saudara yang lebih tua yaitu balasan oleh hukum gaib, sehingga akan menjadi sakit dan celaka (Koentjaraningrat, 1990).

(15)

D. Anak usia prasekolah

1. Pengertian anak usia prasekolah a. Pengertian anak

Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antar 0-18 tahun yang sedang dalam proses tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan fisik atau biologis anak mencakup makan, minum, udara, eliminasi, tempat berteduh dan kehangatan. Anak secara psikologis membutuhkan kesempatan untuk berpikir mandiri.

Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004).

b. Definisi anak usia prasekolah

Anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-5 tahun, belum waktunya masuk sekolah tetapi dalam masa peka untuk belajar ( Whaley dan Wong, 1996 ) . Menurut Martha et all ( 1996 ), anak usia prasekolah adalah masa transisi antara usia toddler dengan usia antara 3 – 5 tahun.

2. Perkembangan anak usia presekolah a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik merupakan dasar perkembangan berikutnya, dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi maupun kekuatannya, memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan ketrampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuanya. Proporsi tubuhnya berubah secara drastis, seperti pada usia 3 tahun rata-rata tingginya 80-90 cm, berat badan 10-12 kg sedang pada usia 5 tahun tinggi badan

(16)

namun pertumbuhan tengkoraknya tidak secepat usia sebelumnya (Yusuf, 2004).

Perkembangan fisik anak ditandai dengan berkembangnya kemampuan atau ketrampilan motorik baik motorik kasar ataupun motorik halus, kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :

Table 2.1 Kemampuan motorik anak

Usia Kemampuan motorik kasar Kemampuan motorik halus 3-4

tahun

1. Naik turun tangga 2. Meloncat dengan dua

kaki

3. Melempar bola

1. Menggunakan crayon 2. Menggunakan benda

atau alat

3. Meniru bentuk atau gerakan orang lain 4-6 tahun 1. Meloncat 2. Mengendarai sepeda anak 3. Menangkap bola 4. Bermain olahraga 1. Menggunakan pensil 2. Menggambar 3. Memotong dengan gunting

4. Menulis huruf cetak Sumber : Yusuf, 2004.

b. Perkembangan intelektual Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada

pada periode preoperasional yaitu tahapan diman anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Operasi yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representational atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan atau mewakili sesuatu yang lain dengan menggunakan symbol (kata-kata, gesture atau bahasa gerak dan benda) dapat juga dikatakan sebagai semotic function yaitu kemauan untuk menggunakan symbol-simbol

(17)

(bahasa, gambar, tanda atau isyarat benda, gesture, peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan benda yang nyata atau peristiwa. Keterbatasan yang menandai atau yang menjadi karakteristik periode preoperasional ini adalah sebagai berikut : 1. Arogan dan kecenderungan untuk mempersepsikan, memahami

dan menafsirkan sesuatu berdasar sudut pandang sendiri

2. Kaku dalam berpikir ( Rigidity of though ) salah satu karakteristik berpikir preoperasional adalah kaku ( frozen ) 3. Semilogical reasoning, yaitu anak-anak mencoba untuk

menjelaskan peristiwa-peristiwa alam misterius dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Perkembangan emosional ( Hurlock, 1998 )

Anak usia 4 tahun sudah mulai menyadari bahwa anak berbeda dengan orang lain atau benda, beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu sebagai berikut :

1. Takut, yaitu perasaan tertekan atau suatu obyek yang dianggap membahayakan

2. Cemas, yaitu perasaaan yang bersifat khayalan, yang ada obyeknya.

3. Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang, diri sendiri atau obyek tertentu dan diwujudkan dalam bentuk verbal ( kata-kata kasar, makian, sumpah ). 4. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang

dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang terhadapnya.

5. Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan yaitu perasaan yang positif, nyaman karena terpenuhi keinginanya.

6. Kasih sayang, perasaan senang untuk memberikan perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan ataupun benda.

(18)

7. Phobia, yaitu perasaan takut terhadap obyek yang tidak patut ditakutinya ( takut abnormal ) seperti : ulat, kecoa, air.

8. Ingin tahu ( Curiosity ), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala seseuatu atau obyek baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

d. Perkembangan bahasa

Perkembangan bahasa anak usia prasekolah kedalam dua tahap ( sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya ), yaitu :

1. Masa ketiga ( 2,0-2,6 tahun )

a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna

b. Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan , misalnya : anjing lebih besar dari kucing

c. Anak menanyakan nama dan tempat, misalnya : apa, dimana, dan darimana.

d. Anak sudah banyak menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran

2. Masa keempat ( 2,6-6,0 tahun )

a. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk serta anak kalimatnya

b. Tingkat berpikir anak menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya soal waktu, sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan, kapan, mengapa dan bagaimana.

(19)

e. Perkembangan sosial

Pada anak usia prasekolah (terutama mulai usia 4 tahun) perkembangan sosial anak sudah tampak jelas karena mereka sudah mulai dengan berhubungan dengan teman sebayanya, tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah :

1. Anak-anak mulai mengetahui aturan baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan dalam bermain

2. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan 3. Anak mulai menyadari hak dan kepentingan orang lain

4. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, teman sebaya (Peer group).

5. Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu apabila anak dimasukkan ke Taman kanak-kanak. Taman kanak-kanak sebagai jembatan bergaul dan merupakan tempat yang memberikan peluang kepada anak untuk belajar memperluas pergaulan sosialnya dan menaati peraturan (kedisiplinan). Taman kanak-kanak dipandang mempunyai kontribusi yang baik bagi perkembangan sosial anak karena alasan berikut:

a. Suasana Taman kanak-kanak sebagian masih seperti suasana keluarga

b. Tata tertibnya masih longgar, tidak terlalu mengikat kebebasan anak.

c. Anak berkesempatan untuk bergerak, bermain dan riang gembira yang kesemuanya mempunyai nilai pendiagnosis d. Anak dapat mengenal dan bergaul dengan teman sebaya

yang beragam (multi budaya) baik etnis, agama dan budaya

(20)

E. Kerangka Teori

Gambar dibawah ini menurut Boyle (2002), Eldeman (2003), Wong & Whaley (1991)

Gambar Kerangka teori

Strategi koping orangtua tentang sibling rivalry:

- Menjauhkan

- Mengatasi perselisihan dengan adil

- Pertemuan keluarga Sibling rivalry anak usia

prasekolah:

- Suka memukul

- Mendorong

- Merebut botol susu - Displacement - Gangguan pola tidur - depresi

Faktor-faktor yang

mempengaruhi sibling rivalry: - Peran orang tua

- Besarnya jumlah keluarga - Usia yang berdekatan - Jenis kelamin

Gambar

Table 2.1 Kemampuan motorik anak
Gambar  dibawah  ini  menurut  Boyle  (2002),  Eldeman  (2003),  Wong  &

Referensi

Dokumen terkait

Kata “terdapat” pada ayat 5 tidak ada dalam teks aslinya, karena yang ingin ditekankan tata hidup yang anggota – anggota jemaat harus taat, buka contoh yang diberikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan daya tarik belajar siswa melalui model pembelajaran tipe jigsaw pada pelajaran agama kelas IV 060412 Medan

Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik beralih dari

Hasil pengujian yang dilakukan pada variabel employee engagement dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel employee engagement memediasi atas variabel

makanan yang dijajankan di lingkungan sekolah SD Inpres Bontomanai Makassar, maka ditemukan cara pengolahan yang kurang baik yaitu sebelum dilakukan pengelolahan pada

Pada penelitian ini dilakukan analisis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui komposisi litologi, fluida, dan hubungan antara flow unit dengan litologi, serta

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem