• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Praktikum Kimia Fisika & Analitika 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Praktikum Kimia Fisika & Analitika 2014"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA DAN KIMIA ANALITIK

             

LABORATORIUM DASAR PROSES KIMIA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

 

(2)

Daftar isi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI 1

TATA TERTIB PRAKTIKUM 2 SUSUNAN PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM 4 PETUNJUK PENGGUNAAN PERALATAN 6 PRAKTIKUM KIMIA FISIKA DAN KIMIA ANALITIK

Percobaan 1 : Adsorpsi Isotermis 9

Percobaan 2 : Pengaruh Konsentrasi dan Suhu padaLlaju Reaksi 13

Percobaan 3 : Sistem Zat Cair 3 Komponen 16

Percobaan 4 : Sifat Koligatif Larutan 20

Percobaan 5 : Kesetimbangan Kimia dan Prinsip Le Chatelier 22

Percobaan 6 : Penentuan Sifat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis Gas 25

Percobaan 7 : Analisis Gravimetri 28

Percobaan 8 : Metoda Potensiometri 33

Percobaan 9 : Spektofotometri Sinar Tampak 49

Percobaan 10 : Metoda Konduktometri 62

Percobaan 11 : Kromatografi Gas 66

DAFTAR PUSTAKA 75

   

(3)

Tata Tertib Praktikum

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Semua Praktikan diwajibkan mengenakan Jas Praktikum yang berwarna putih selama melaksanakan praktikum.

2. Hadir 15 menit sebelum tes awal dimulai, dan menyerahkan kartu monitoring praktikum kepada asisten.

3. Menyerahkan buku Laporan Pendahuluan dan Jurnal Praktikum (lihat bagian Contoh Penulisan Laporan Pendahuluan dan Jurnal) kepada Asisten. Buku tersebut dapat diminta lagi ke Asisten setelah mengikuti tes awal.

4. Mengikuti tes awal sebelum percobaan dilakukan sampai Asisten yang bertanggung jawab menilai bahwa Praktikan pantas dan mampu melaksanakan percobaan yang telah ditentukan. Apabila Praktikan tidak mengikuti tes awal, percobaan dinyatakan gugur. Tes awal berlangsung kira-kira 15 - 30 menit.

5. Mencatat semua hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan di dalam buku laporan Pendahuluan dan Jurnal Praktikum. Pada akhir percobaan semua hasil pengamatan harus diketahui dan ditandatangani oleh Asisten

6. Buku Laporan Praktikum (lihat bagian Contoh Penulisan Laporan praktikum) harus telah diserahkan kepada Asisten minggu sebelumnya, sedangkan buku laporan Pendahuluan dan jurnal praktikum diserahkan kepada Asisten sebelum tes awal dimulai. Keterlambatan penyerahan akan dikenai sangsi, yaitu tidak boleh mengikuti praktikum pada hari penyerahan Buku Laporan Praktikum. Buku laporan dapat diambil kembali 2 hari setelah diserahkan di ruang Laboratorium Dasar Proses Kimia, atau langsung ke Asisten yang bersangkutan.

7. Kekurang sempurnaan laporan praktikum harus diperbaiki dan diserahkan kepada asisten yang bersangkutan paling lambat seminggu setelah dinyatakan perlu perbaikan.

8. Peminjaman alat-alat praktikum harus seijin petugas laboratorium dan dikembalikan kepada petugas laboratorium dalam keadaan yang sama. Praktikan harus menandatangani lembar inventarisasi alat dan mengembalikan alat-alat praktikum.

9. Sebelum meninggalkan laboratorium, praktikan harus membersihkan meja kerja dan alat-alat praktikum serta mengatur kembali letak bahan-bahan praktikum.

10. Penggunaan alat-alat dan pemakaian bahan kimia harus hati-hati, tidak boleh sampai ada bahan kimia yang tercecer atau tumpah.

11. Kesalahan kerja atau kelalaian Praktikan sehingga terjadi kerusakan alat atau bahan yang terbuang, wajib diganti oleh Praktikan dengan bahan/alat yang sama.

(4)

Tata Tertib Praktikum

12. Bersikap sopan pada Asisten.

13. Ketidakhadiran praktikan pada waktu yang telah dijadwalkan dinyatakan gugur, kecuali ada alasan yang kuat.

14. Ketidakhadiran praktikan karena sakit, percobaannya dapat dilakukan di luar jadwal praktikum dengan persetujuan asisten, setelah mendapat ijin dari Dosen Koordinator Praktikum. Dispensasi perubahan jadwal praktikum karena sakit hanya dibolehkan satu kali selama periode praktikum.

15. lulus praktikum:

ƒ Telah mengikuti tes pendahuluan sebelum praktikum dimulai.

ƒ Telah melaksanakan semua percobaan pada semester yang sama dan dinyatakan lulus oleh asisten.

ƒ Menyerahkan laporan praktikum untuk semua percobaan yang telah dilaksanakan dan dinilai oleh asisten.

ƒ Lulus ujian akhir praktikum.  

       

(5)

Susunan Pembuatan Laporan Praktikum

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

SUSUNAN PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM

1. Kulit Luar/Cover

 

2. Penulisan Laporan Pendahuluan dan Jurnal

 

 

BUKU LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR SEMESTER GANJIL 2012/2013

Nama : ……….

NPM : ……….

Kelompok : ……….

LABORATORIUM DASAR PROSES KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012 

JUDUL Percobaan 1

I. TUJUAN

II. PRINSIP KERJA III. TEORI

IV. ALAT/BAHAN

V. PROSEDUR DAN PENGAMATAN

Prosedu Kerja Hasil Pengamatan

A. 1. 2. 3. 4.

Prosedu Kerja Hasil Pengamatan

B. 1. 2. 3. 4.

Tanda Tangan Asisten

(6)

Susunan Pembuatan Laporan Praktikum

3. Penulisan Laporan Praktikum

 

 

JUDUL Percobaan 1

I. TEORI

II. PENGOLAHAN DATA

III. HASIL PENGAMATAN IV. KESIMPULAN/SARAN

V. JAWABAN TUGAS/PERTANYAAN

VI. DAFTAR PUSTAKA

Praktikan : 1. ………, NPM ………… 2. ………, NPM ………… 3. ………, NPM …………    

Tanda Tangan Asisten

(7)

Petunjuk Penggunaan Peralatan

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

PETUNJUK PENGGUNAAN PERALATAN

Untuk memperoleh hasil percobaan yang benar maka harus diketahui lebih dulu cara-cara pokok dalam penggunaan alat-alat laboratorium.

1. Pemanasan

Kebanyakan dari proses pemanasan dalam laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat pembakar gas, meski demikian untuk beberapa hal dipakai peralatan oven. Pembakaran atau bunsen seperti tergambar di bawah ini pada umumnya memiliki sebuah katup pengatur gas dan pengatur udara.

Untuk menyalakan bunsen, dilakukan tahap sebagai berikut: ƒ Katup udara dalam keadaan tertutup dan katup gas terbuka.

ƒ Nyalakan dengan korek api, pada tahap ini akan dihasilkan nyala berwarna merah yang tak terlalu panas.

 

ƒ Untuk mendapatkan nyala yang baik dan temperatur pembakaran yang lebih tinggi, katup udara dibuka perlahan-lahan hingga didapat nyala biru.

ƒ Setelah selesai digunakan, matikan bunsen dengan cara menutup katup aliran gas.

ƒ Jika bunsen digunakan untuk memanaskan zat dalam tabung reaksi/beaker gelas, tata caranya dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

(8)

Petunjuk Penggunaan Peralatan

Perhatikan mulut tabung jangan mengarah ke wajah atau kearah orang lain!

2. Penyaringan

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat dengan cara melewatkan cairan pada bahan penyaring, misalnya kertas saring. Tata cara penyaringan adalah sebagai berikut:

ƒ Lipat kertas saring seperti gambar di bawah ini:

ƒ Pasanglah di atas corong, lalu basahi kertas saring tersebut dengan air suling dan hindari adanya rongga udara dibalik kertas saring.

(9)

Petunjuk Penggunaan Peralatan

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

ƒ Perhatikan posisi tepi kertas saring harus 1/2 sampai 1 sentimeter dari tepi atas corong

dan jumlah endapan 2/3 dari ketinggian kertas saring (maksimum).

ƒ Pasang corong pada penyangga dan taruhlah wadah penampung di bawahnya. ƒ Tuanglah cairan melalui batang pengaduk dengan hati-hati.

ƒ Bilaslah beberapa kali dengan air suling hingga benar-benar bersih.

 

3. Pembacaan Skala

Pada alat-alat pengukur volume cairan tertera tanda garis-garis melingkar yang menunjukkan batas tinggi cairan pada volume tertentu. Sebagai batas pembacaan adalah bagian permukaan lengkung cairan, kecuali untuk cairan yang berwarna pekat/gelap, dibaca pada bagian atas permukaan lengkung cairan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

4. Pencucian Alat

Alat-alat yang digunakan dalam laboratorium kimia harus dalam keadaan bersih. Alat yang bersih dapat diketahui bila permukaannya dibasahi maka akan terdapat suatu lapisan cairan yang merata. Adanya lemak atau debu akan menyebabkan lapisan tersebut tidak merata.

Pencucian/pembersihan alat dilakukan dengan cara pencucinya dengan ditergen dan bila perlu digosok dengan sikat dan akhimya dibilas dengan air suling. Untuk mencuci alat-alat yang sangat kotor digunakan larutan Kalium dikromat dalam asam sulfat. Cara membuat larutan tersebut dapat ditanyakan pada asisten.

(10)

Adsorpsi Isotermis

PERCOBAAN I ADSORPSI ISOTERMIS

I. Tujuan Percobaan

Mengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan pada suhu tetap oleh padatan.

II. Teori Dasar

Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan cairan pada permukaan zat penyerap (adsorbsi). Zat yang diserap disebut adsorbat. Zat padat terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul yang saling tarik menarik dengan daya tarik Van Der Waals. Kalau ditinjau molekul-molekul di dalam zat padat, maka gaya tarik menarik antara satu molekul-molekul dengan molekul-molekul yang lain disekelilingnya adalah seimbang. Sebab gaya tarik yang satu akan dinetralkan oleh yang lain yang letaknya simetri (atau resultantenya = 0).

Lain halnya dengan molekul-molekul yang letaknya dipermukaan, gaya tarik kedua molekul tersebut tidak seimbang karena pada salah satu arah disekeliling molekul tersebut tidak ada molekul lain yang menariknya. Akibatnya zat tersebut akan menarik molekul-molekul gas aatau solute kepermukaannya. Fenomena ini disebut adsorbsi. Adsorbsi dipengaruhi :

ƒ Macam adsorben

ƒ Macam zat yang diadsorbsi (Adsorbat) ƒ Konsentrasi masing-masing zat

ƒ Luas permukaan ƒ Temperatur ƒ Tekanan

Untuk adsorben dengan luas permukaan tertentu, makin tinggi konsentrasi adsorbat makin besar zat yang dapat diserap. Proses adsorbsi berada dalam keadaan setimbang apabila kecepatan desorbsi sama dengan kecepatan adsorbsi. Apabila salah satu zat ditambah atau dikurangi maka akan terjadi kesetimbangan baru.

Desorbsi adalah kebalikan adsorbsi, yaitu peristiwa terlepasnya kembali adsorbat dari permukaan adsorben. Adsorbsi isotermis adalah adsorbsi yang terjadi pada temperatur tetap. Untuk menerangkan fenomena adsorbsi secara kuantitatif kita mendasarkan pada teori termodinamika dari Gibbs dan Van’t Hoff.

 

(11)

Adsorpsi Isotermis

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

Persamaan empiris dari Adsorbsi isotermis Freundlich:

dimana,

X = berat zat (solut) yang teradsorbsi (gram) m = berat adsorben (gram)

C = konsentrasi larutan setelah diadsorbsi (setelah setimbang) k = konstanta Freundlich

n = konstanta lain

Persamaan teoritis dari Langmuir:

dimana,

N = mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif C = konsentrasi akhir dari asam dalam mol/liter K = konstanta Langmuir

Nm = jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif.

Baik persamaan Freundlich maupun persamaan Langmuir hanya sesuai/cocok jika zat yang diserap membentuk lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan adsorben. Kedua isoterm tersebut tidak cocok lagi pada tekanan yang lebih tinggi, karena lapisan adsorbat yang terserap tidak lagi berbentuk lapisan tunggal, tetapi menjadi lapisan multi molekuler.

Untuk kondisi ini, isoterm yang lebih sesuai dipakai adalah isoterm BET (Brunauer Emmet and Teller). Isoterm ini dibuat atas dasar anggapan bahwa kekuatan yang ada dipakai untuk kondensasi dan energi ikat adsorbsi multimolekuler. Kalor adsorbsi gas pada lapisan kedua, ketiga dst dianggap sama dengan kalor pencairan gas. Adsorbsi larutan oleh zat padat ada 3 kemungkinan:

(12)

Adsorpsi Isotermis

Apabila solute relatif lebih besar teradsorbsi daripada adsorbent.

Contoh: zat warna oleh aluminium atau Chromium.

b. Adsorbsi negatif

Apabila solvent relatif lebih besar teradsorbsi daripada solute dalam larutan. Contoh: Alkaloid dengan karbon aktif

c. Berdasarkan kondisi kita mengenal dua jenis adsorbsi

1. Adsorbsi fisika (physisorption)

Apabila adsorbsi berjalan pada temperatur rendah dan prosesnya reversibel jumlah asam yang hilang karena diadsorp = pengurangan konsentrasi asam dalam larutan. 2. Adsorbsi kimia (chemisorption, activated adsorbsion)

Apabila adsorbsi berjalan pada temperature tinggi disertai dengan reaksi kimia yang reversibel.

III. Peralatan dan Bahan A. Alat

ƒ Kertas Saring

ƒ Labu erlenmeyer 7 buah ƒ Cawan porselin 1 buah

ƒ Corong 1 buah

ƒ Pipet ukur 1 buah

ƒ Buret 1 buah

ƒ Statif/klem 1 buah ƒ Bunsen/kaki tiga/kasa 1 buah ƒ 9elas arloji 1 buah

ƒ 1bu takar/gelas ukur 50 ml, 100 ml.

B. Bahan

ƒ NaOH 0,1 N ƒ Asam Asetat

ƒ Carbon aktif 6 gram ƒ HCL

ƒ Indikator PP/MO

(13)

Adsorpsi Isotermis

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

Sebagai adsorben dipakai karbon aktif dan sebagai adsorbat dipakai suatu asam (ditentukan oleh asisten, misal asam asetat).

1. Panaskan karbon dalam cawan porselin, jaga jangan sampai membara, kemudian didinginkan dalam exicator. Masukkan dalam enam buah labu erlenmeyer dengan berat karbon masing-masing 1 gram.

2. Buatlah larutan asam dengan konsentrasi 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 dan 0,015 M dengan volume masing-masing 100 ml. Larutan ini dibuat dari pengenceran larutan 0,15 N.

3. Satu enlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya disi 100 ml 0,03M larutan asam asetat, contoh ini akan dipakai sebagai kontrol.

4. Tutup semua labu tersebut dan kocoklah secara periodik selama 30 menit, kemudian biarkan diam untuk paling sedikit 1 jam agar terjadi kesetimbangan. 5. Saringlah masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10 ml

pertama dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi karena kertas saring.

6. Titrasi 25 ml larutan filtrat dengan 0,1 N NaOH baku dengan indikator PP. Lakukan 2 kali untuk masing-masing larutan

V. Tugas

1. Hitung konsentrasi akhir dari asam asetat dari masing-masing tabungnya.

2. Hitunglah jumlah mol sebelum dan sesudah adsorbs dan hitung pula jumlah mol yang telah teradsorbsi.

3. Hitunglah mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif pada masing-masing tabung. 4. Hitunglah jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon

aktif (Nm).

VI. Bahan Untuk Uji Pendahuluan

1. Bagaimana membuat larutan 0,15 M asam asetat dari asam asetat absolut.

2. Bagaimana membuat larutan 0,12M, 0,09M, 0,06M, 0,03M, 0,015M dari larutan 0,15M asam asetat dengan volume masing-masing 100 ml.

2. Tuliskanlah rumus pH larutan yang terdiri dari campuran asam lemah dengan basa kuat.

3. Mengapa kita pilih larutan NaOH untuk menitrasi larutan filtrat pada prosedur no. 6 dan bukan larutan yang basa lemah?

(14)

Pengaruh Konsentrasi dan Suhu pada Laju Reaksi

PERCOBAAN II

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU PADA LAJU REAKSI

I. Tujuan

ƒ Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi. ƒ Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

II. Teori Dasar

Percobaan ini bersifat semi kualitatif yang dapat digunakan untuk menentukan pengaruh perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi. Reaksi yang diamati adalah reaksi pengendapan koloid belerang yang terbentuk apabila tiosulfat direaksikan dengan asam. Yang diukur dalam percobaan ini adalah waktu yang dperlukan agar koloid belerang mencapai suatu intensitas tertentu. Reaksi pengendapan belereng dapat ditulis sebagai berikut:

III. Peralatan dan Bahan A. Alat

ƒ Gelas ukur ƒ Stopwatch ƒ Erlenmeyer ƒ Termometer

ƒ Bunsen, Kaki tiga dan kasa ƒ Pipet Volum

B. Bahan

ƒ ƒ HCL

IV. Prosedur Percobaan Bagian A

1. Tempatkan 50 ml natrium tiosulfat 0,25 M dalam gelas ukur yang mempunyai alas rata.

(15)

Pengaruh Konsentrasi dan Suhu pada Laju Reaksi

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

yang dibuat pada kertas putih tsb, sehingga ketika dilihat dari atas melalui larutan tiosulfat, tanda silang itu jelas terlihat.

3. Tambahkan 2 ml HCL 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan nyalakan stop watch. Larutan diaduk agar pencampuaran menjadi merata, sementara pengamatan dari atas tetap dilakukan.

4. Catat waktu yanag diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat diamati dari atas. 5. Suhu larutan diukur dan dicatat.

6. Ulangi langkah-langkah di atas dengan volume larutan tiosulfat dan volume air yang berbeda-beda.

Tugas A

1. Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat

2. Hitung order reaksi terhadap tiosulfat

Bagian B

1. Masukkan 10 ml larutan Na-tiosulfat 0,5 M kedalam gelas ukur, lalu encerkan hingga volumenya mencapai 50 ml

2. Ambil 2 ml HCL 1 M, masukkan ke dalam tabung reaksi, tempatkan gelas ukur dan tabung reaksi tersebut pada penangas air yang suhunya 35oC. Biarkan kedua larutan tersebu beberapa lama, sampai mencapai suhu kesetimbangan. Ukur suhu dengan menggunakan termometer dan catat.

3. Tambahkan asam kedalam larutan tiosulfat, dan pada saat yang bersamaan nyalakan stopwatch. Larutan diaduk lalu tempatkan gelas ukur diatas tanda silang hitam. Catat waktu yang dibutuhkan sampai tanda silang tidak terlihat lagi bila dilihat dari atas.

4. Ulangi langkah diatas untuk berbagai suhu sampai 60oC (lakukan untuk 4 suhu yang berbeda).

Tugas B

1. Laju reaksi dinyakan sebagai 1/waktu. Buat kurva laju reaksi sebagai fungsi suhu (oC). Buat kurva log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu (1/oK).

(16)

Pengaruh Konsentrasi dan Suhu pada Laju Reaksi

V. Pertanyaan

1. Faktor apa yang mempengaruhi kecepatan reaksi ? 2. Apa yang dimaksud dengan konstanta kecepatan reaksi ?

3. Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar anda mengenai hal ini !

(17)

Sistem Zat Cair Tiga Komponen

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

PERCOBAAN III

SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN

I. Tujuan

Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam dua cairan tertentu.

II. Teori

Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :

F = C – P + 2 dimana,

F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen

P = jumlah fasa

Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

F = 3 – P

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.

(18)

Sistem Zat Cair Tiga Komponen

Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.

 

Gambar 1  

Titik A, B, dan C menyatakan komponen murni. Titik‐titik pada sisi AB, BC 

dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.

 

Gambar 2  

(19)

Sistem Zat Cair Tiga Komponen

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.

III. Peralatan dan Bahan A. Alat

ƒ Labu tertutup 100 ml 5 buah ƒ Erlenmeyer 250 ml 3 buah ƒ Burat 50 ml 3 buah ƒ Neraca ƒ Termometer B. Bahan ƒ Aseton ƒ Benzena ƒ Kloroform ƒ Etanol

ƒ Asam asetat glasial ƒ Aquades

IV. Prosedur Percobaan

1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup, buatlah 9 macam campuran cairan A dan C yang saling larut sempurna dengan komposisi sebagai berikut :

Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ml A

2 4 6 8 10 12 14 16 18 ml B

18 16 14 12 10 8 6 4 2 Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret

2. Titrasi tiap campuran dalam labu 1 s/d 9 dengan zat B sampai tepat timbul kekeruhan, dan catat jumlah volume zat B yang digunakan. Lakukan titrasi dengan

(20)

Sistem Zat Cair Tiga Komponen

perlahan-lahan

3. Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C 4. Catat suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan

V. Tugas

1. Lakukan percoban di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari asisten. Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah sebagai berikut :

a. Kloroform-aseton-air, b. Aseton-benzena-air,

c. Air-kloroform-asam asetat dan d. Air- benzena-etanol

2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam fraksi mol untuk tiap campuran ketika terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :



3. Gambarkan kesembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga dan buat kurva binoidalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga

VI. Pertanyaan

1. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan dalam persen volum? Jelaskan!

2. Apa arti garis hubung (tie line) serta bagaimana cara menentukannya secara eksperimental.

3. Apa pula arti titik kritik dalam diagram terner ? berapa derajat kebebasannya ?

4. Gambarkan diagram terner untuk sistem yang mempunyai dua pasang cairan yang saling larut sebagian, pasangan itu, misalnya A dan B serta B dan C.

(21)

Sifat Koligatif Larutan

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

PERCOBAAN IV

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN (KENAIKAN TITIK DIDIH)

I. Tujuan

Untuk menentukan berat molekul suatu zat dengan metode kenaikan titik didih.

II. Teori Dasar

Apabila zat padat yang tidak mudah menguap dilarutkan dalam pelarut, maka tekanan uap akhirnya akan turun sehingga titik didih larutan akan naik dan titik bekunya akan turun dibandingkan dengan pelarut murni.

Untuk larutan ideal, menurut Raoult kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah zat terlarut dan dapat ditunjukkan dengan hubungan:

 dimana

∆T : Kenaikan titik didih

: Tetapan kenaikan titik didih molal m : Molalitas zat terlarut

: Massa pelarut (gram) : Massa zat terlarut (gram) : Berat molekul zat terlarut

Harga Kb dapat diketahui jika massa m zat terlarut diketahui. Jadi dari penentuan titik didih pelarut murni dan kenaikan titik didih larutan yang diketahui konsentrasinya, dapat ditentukan berat molekul zat terlarut.

III. Peralatan dan Bahan A. Alat ƒ Gelas piala ƒ Termometer ƒ Tabung reaksi ƒ Bunsen ƒ Pengaduk

(22)

Sifat Koligatif Larutan

B. Bahan

ƒ NaCl ƒ KCl ƒ Zat X

IV. Prosedur Percobaan

1. Keringkan alat -alat yang akan digunakan

2. Isi gelas piala kira-kira dengan 300 ml air dan panaskan menggunakan bunsen. 3. Ukurlah titik didih pelarut murni.

4. Ukur titik didih larutan yang diketahui berat molekulnya, massa zat terlarut, dan massa pelarut (3 kali).

5. Ulangi langkah 4 untuk zat terlarut yang diberikan oleh asisten (3 kali).

V. Tugas

1. Amati betul-betul suhu pada butir 4. 2. Tentukan berat molekul zat X.

VI. Pertanyaan

1. Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni? 2. Mengapa titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni?

3. Bagaimana persamaan untuk menentukan kenaikan titik didih pada teori jika larutannya adalah larutan elektrolit (gunakan persamaan ini untuk menghitung hasil percobaan yang menggunakan larutan elektrolit).

(23)

Tetapan Kesetimbangan

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

PERCOBAAN V TETAPAN KESETIMBANGAN II. Tujuan

ƒ Mengukur tetapan kesetimbangan.

ƒ Memperlihatkan bahwa tetapan kesetimbangan tidak bergantung pada konsentrasi awal reaktan.

III. Teori Dasar

Dalam pengukuran tetapan kesetimbangan, pada praktiknya akan ditemui beberapa kesulitan. Dalam menentukan nilai Kc suatu reaksi, pertama kali reaksi harus ditunggu sampai ia mencapai kesetimbangan. Kemudian konsentrasi reaktan dan produk diukur, baru nilai Kc dapat ditentukan. Akan tetapi dalam pengukuran konsentrasi reaktan atau produk seringkali sejumlah larutan diambil untuk dianalisis. Pengambilan larutan ini akan mempengaruhi kesetimbangan. Idealnya harus digunakan suatu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan untuk dianalisis seperti metode di atas. Salah satu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan dalam menentukan konsentrasi reaktan atau produk adalah metode kalorimeter.

+ Æ +

Reaksi ini berlangsung sangat lambat, tetapi dapat dikatalisis oleh ion H+. Walaupun telah dikatalisis, untuk mencapai kesetimbangan masih diperlukan waktu beberapa hari, karena reaksinya sangat lambat. Konsentrasi reaktan atau produk dapat ditentukan dengan titrasi yang dilakukan dengan cepat agar tidak mengganggu kesetimbangan secara nyata. Tetapan kesetimbangan selanjutnya dapat dihitung menggunakan persamaan:

IV. Peralatan dan Bahan A. Alat

ƒ Buret

ƒ Erlenmeyer tertutup ƒ Neraca

(24)

Tetapan Kesetimbangan

ƒ Pipet volum

B. Bahan

ƒ HCl 2M

ƒ Etanol (kandungan airnya diketahui) ƒ Asam asetat

ƒ Indikator phenolpthalein (PP)

V. Prosedur Percobaan

1. Kesetimbangan reaksi yang akan dicoba baru tercapai satu minggu kemudian, sehingga larutan harus dibuat terlebih sekarang, dan dititrasi seminggu kemudian.

2. Pertamakali buret-buret yang tersedia diisi dengan larutan HCl, Asam asetat glasial, dan Etanol.

3. Kemudian ke dalam empat buah labu erlenmeyer tertutup dibuat larutan dengan komposisi seperti pada tabel di bawah. Segera setelah larutan dibuat, labu erlenmeyer tadi ditutup dengan penutupnya untuk mencegah terjadinya penguapan. Jangan lupa memberi tanda pada setiap labu erlenmeyer.

4. Letakkan larutan yang telah dibuat pada penangas bertermostat pada suhu ruang selama satu minggu (dapat juga ditempatkan pada tempat yang variasi suhu udaranya kecil). 5. Setelah satu minggu (minimum 3 hari)

a. Titrasi setiap larutan secara cepat dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP dan catat hasilnya.

b. Titrasi 5 ml HCl 2M dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP dan catat hasilnya.

c. Catat suhu ruang atau suhu penangas.

d. Pipet 5 ml HCl 2M, Etanol, dan Asam asetat, lalu timbang dengan menggunakan neraca analitik.

Nomor HCl (ml) Etanol (ml) Asam asetat (ml)

1 5 1 4

2 5 2 3

3 5 3 2

(25)

Tetapan Kesetimbangan

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

VI. Tugas

1. Hitung massa jenis asam asetat, etanol, dan HCl 2M.

2. Hitung jumlah mol air pada awal pencampuran (air berasal dari larutan HCl 2M). Untuk menghitung jumlah mol air, partamakali hitung berapa mol HCl yang terdapat dalam 5 ml HCl 2M dan kemudian hitung berat HCl yang terdapat pada 5 ml HCl 2M. Dari berat larutan 5 ml HCl, massa air dapat dihitung sehingga jumlah mol air juga dapat ditentukan.

3. Hitung jumlah mol asam asetat pada awal pencampuran (gunakan masa jenis dan volum asam asetat pada awal pencampuran).

4. Hitung jumlah mol etanol pada awal pencampuran.

5. Hitung jumlah mol asam asetat pada awal kesetimbangan. Untuk menghitungnya kurangi volume 1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir campuran dengan volum 1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir 5 ml HCl 2M.

6. Hitung jumlah mol etanol pada saat kesetimbangan. Perlu diingat bahwa untuk setiap mol asam asetat yang bereaksi akan membutuhkan etanol sebanyak satu mol.

7. Hitung konsentrasi etil asetat pada saat kesetimbangan. 8. Hitung jumlah mol air pada saat kesetimbangan.

9. Hitung konsentrasi asam asetat, etanol, etil asetat dan air pada saat kesetimbangan (volum total adalah 10 ml)

10. Hitung tetapan kesetimbangan, Kc.

VII. Pertanyaan

1. Nilai ∆H pembentukan ester adalah positip. Bila campuran dipanaskan bagaimana pengaruh suhu ini terhadap Kc?

(26)

Penentuan Sifat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis

Gas

PERCOBAAN VI

PENENTUAN MR SENYAWA BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

I. Tujuan

ƒ Menentukan berat molekul senyawa yang mudah menguap (volatile) berdasarkan pengukuran massa jenis gas

ƒ Melatih menggunakan persamaan gas ideal.

II. Teori

Persamaan gas ideal dan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat senyawa yang mudah menguap. Dari persamaan gas ideal didapat

P·V = n R T atau

PV = (m/BM) RT Dengan mengubah persamaan

P(BM) = (m/V) RT = RT di mana: BM : Berat molekul P : Tekanan gas V : Volume gas T : Suhu absolut R : Tetapan gas ideal

: Massa jenis

III. Peralatan dan Bahan

ƒ Labu erlenmeyer 150 ml ƒ Gelas piala 600 ml ƒ Alumunium foil ƒ Karet gelang ƒ Jarum ƒ Neraca ƒ Desikator

(27)

Penentuan Sifat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis

Gas

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

IV. Prosedur Percobaan

1. Ambil sebuah labu erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, tutup labu tersebut dengan aluminium foil, lalu kencangkan tutup tadi dengan karet gelang. 2. Timbang labu erlenmeyer yang telah ditutup tadi.

3. Masukkan sekitar 5 ml cairan yang mudah menguap ke dalam labu erlenmeyer, kemudian tutup kembali dengan kencang sehingga kedap gas. Lalu beri lubang kecil pada tutup aluminium foil agar udara dapat keluar.

4. Rendam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu sekitar 100°C sedemikian sehingga air sekitar 1 cm di bawah aluminium foil.

5. Biarkan labu erlenmeyer tersebut dalam penangas air sampai semua cairan di dalamnya menguap. Catat suhu penangas air.

6. Angkat labu dari penangas, keringkan air yang terdapat pada bagian luar labu dengan lap, lalu tempatkan labu dalam desikator untuk mendinginkan dan mengeringkannya. Udara akan masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer melalui lubang kecil dan uap cairan volatil yang terdapat dalam labu akan mengembun kembali menjadi cairan.

7. Timbang labu erlenmeyer dengan jalan mengisinya dengan air sampai penuh dan mengukur massa air yang terdapat dalam labu. Ukur suhu air untuk mengetahui massa jenis air, sehingga akhirnya volum air dalam labu yang juga merupakan volum labu erlenmeyer dapat dihitung.

8. Ukur tekanan atmosfir dengan menggunakan barometer.

Faktor koreksi:

Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih mengandung kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tidak semua uap cairan kembali kebentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer dalam keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu erlenmeyer dalam keadaan semua uap cairan kembali kebentuk cairannya. Oleh karena itu massa cairan X sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara tersebut dapat dihitung dengan menganggap bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk sama dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar. Nilai ini dapat diketahui dari literatur. Sebagai contoh untuk menghitung tekanan uap CHCl3 pada suhu tertentu dapat digunakan persamaan:

(28)

Penentuan Sifat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis

Gas

Dimana P adalah tekanan uap dalam mmHg dan T adalah suhu dalam derajat celsius. Jadi dengan menggunakan persamaan di atas, tekanan uap CHCl3 pada berbagai suhu dapat dihitung.

Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu kamar, bersama-sama dengan data mengenai volum labu erlenmeyer dan berat molekul udara (28.8 gr/mol), dapat dihitung faktor koreksi yang harus ditambahkan pada massa cairan X. Dengan memasukkan faktor koreksi akan diperoleh nilai BM yang lebih tepat.

V. Tugas

Hitung faktor koreksi dan nilai BM dari data yang diperoleh!

VI. Pertanyaan

1. Apakah yang menjadi sumber kesalahan dalam percobaan ini?

2. Dari hasil analisis penentuan berat molekul suatu cairan X yang volatile diperoleh nilai 120 gr/mol. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur tersebut mengandung: Karbon 10%, Klor 89%, dan Hidrogen 1%.

(29)

Analisis Gravimetri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

PERCOBAAN VII ANALISIS GRAVIMETRI I. Tujuan

ƒ Mengendapkan Barium Klorida dan menentukan persentasi hasil dari Barium Sulfat. ƒ Mendalami dan menggunakan hukum stoikiometri dalam reaksi kimia.

II. Teori Dasar

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jelas terlihat karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain.

Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan. analitnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya. Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan.

Analisis gravimetri dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi: 1. Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna (sisa analit yang

tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat diabaikan), endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut.

2. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutan (dengan penyaringan).

3. Endapan yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik tertentu (dapat diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut .

Dalam analisis Gravimetri terdapat tiga metode yang digunakan yaitu: metode pengendapan, metode penguapan, dan metode elektrolisis untuk metode pengandapan prinsip kerjanya yaitu senyawa yang akan dianalisis diendapkan dengan menambahkan pereaksi yang sesuai dan selanjutnya dipisahkan endapannya. Untuk metode Penguapan prinsipnya yaitu zat yang mudah menguap diadsorpsi dengan adsorben yang sesuai, dimana sebelumnya bisa ditambahkan pereaksi untuk membuat suatu zat menjadi lebih mudah menguap atau lebih sulit menguap. Untuk metode elektrolisis prinsipnya senyawa ion yang akan diendapkan dipisahkan secara elektrolisis pada elektrode-elektrode yang sesuai.

(30)

Analisis Gravimetri

Metode gravimetri ditujukan untuk memisahkan suatu sampel menajdi komponennya. Proses yang dilibatkan adalah proses dimana zat yang dipisahkan itu digunakan untuk membentuk suatu fase baru yaitu endapan padat zat yang sukar larut dalam air (mengendap) berada dalam kesetimbangan dengan ion-ionnya yang larut dalam air. Harga Ksp untuk kesetimbangan itu kecil sekali. Besarnya konsentrasi ion-ion sulit melarut dalam air tergantung pada kelarutan zat itu. Sedangkan Ksp adalah hasil kali konsentrasi ion-ionnya dipangkatkan koefisien.

Suatu zat akan mengendap apabila hasil kali kelarutan ion – ionnya lebih besar daripada harga Ksp. Pada percobaan ini larutan barium klorida diendapkan dengan larutan kalium kromat.

BaCI2 (aq) + K2CrO4 (aq) BaCrO4 (s) + 2 KCI (aq)

Endapan barium kromat disaring, hasil teoritis barium kromat dihitung dari endapan yang terbentuk. Semua barium klorida dianggap berubah menjadi hasil. Hasil teoritis ditentukan dari stoikiometri reaksi.

Dalam analisis melalui pengendapan untuk mendapatkan endapan yang sempurna maka dilakukan penambahan ion sejenis. Adanya ion sejenis dalam larutan menyebabkan kelarutan menjadi lebih kecil. Larutan jenuh adalah suatu keadaan ketika suatu larutan telah mengandung suatu zat dengan konsentrasi yang maksimum. Nilai konsentrasi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu zat inilah yang dimaksud dengan kelarutan. Larutan yang masih bisa melarutkan zat terlarut disebut larutan kurang jenuh. Larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terbentuk endapan disebut larutan lewat jenuh. Semakin besar kelarutan suatu zat, makin zat tersebut larut.

Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti: a A + r R AaRr

dimana a molekul analit, A bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya yakini AarR, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa ditimbang setelah pengeringan untuk kemudian ditimbang. Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan.

Corong Dan Kertas Saring

Dalam prosedur gravimetri, konstituen yang diinginkan seringkali dipisahkan dalam bentuk endapan. endapan ini harus dikumpulkan, dicuci agar bebas dari kontaminan yang ada didalam larutan induk, dikeringkan dan ditimbang, baik sebagaimana adanya atau

(31)

Analisis Gravimetri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

setelah diubah kesuatu bentuk lain. Penyaringan merupakan cara lazim untuk mengumpulkan endapan, dan pencucian sering dilaksanakan selama penyaringan itu. penyaringan dilakukan dengan corong dan kertas saring atau dengan krus (crucible) saring. Faktor penting dalam pemilihan salah satu diantara keduanya adalah temperatur dimana endapan harus dipanaskan untuk mengubahnya kebentuk penimbangan yang diinginkan.

Serat selulosa (dari) kertas saring cenderung mempertahankan kelembabannya, dan selembar kertas saring yang membungkus suatu endapan tidak akan dapat dikeringkan dan ditimbang langsung dengan ketepatan tinggi.

Kertas saring lingkaran tersedia dalam berbagai diameter. Ukuran yang akan digunakan tergantung pada kuantitas endapan, bukan volume larutan yang akan disaring. Hendaknya dihindari penggunaan ukuran kertas yang lebih besar dari keperluan: kertas dan corong itu hendaknya sesuai dengan ukurannya. Yang penting adalah kertas tidak melampaui pinggir corong, tetapi berjarak 1 atau 2 cm dari pinggir corong. Endapan hendaknya 1/3 kerucut kertas dan tidak lebih dari setengahnya.

Gambar 1. Cara Melipat Kertas Saring

(32)

Analisis Gravimetri

III. Alat dan Bahan A. Alat ƒ Gelas kimia ƒ Kertas saring ƒ Hot plate ƒ Pengaduk ƒ Kaca arloji ƒ Neraca analitik ƒ Gelas ukur 50 ml ƒ Corong ƒ Spatula ƒ Pipet tetes B. Bahan

ƒ Serbuk / butiran BaCI2

ƒ Aquadest

ƒ Larutan K2CrO4 0,2 M

IV. Prosedur Percobaan

1. Menimbang kira-kira 1 gram (0,8 sampai 1,0) BaCI2 dan memasukkan kedalam gelas

piala 250 ml.

2. Menambahkan 25 ml air suling, mengaduk-aduk sampai larutan homogen, sesudah itu memasukkan lagi K2CrO4 0,2 M sebanyak 25 ml, mengaduk-aduk dan mengamati

endapan yang terbentuk. Menguji larutan dengan beberapa tetes larutan K2CrO4 apakah

endapan masih terbentuk.

3. Jika endapan dari B2CrO4 masih terbentuk, menambahkan terus K2CrO4 sampai endapan

B2CrO4 tidak terbentuk lagi.

4. Memanaskan sampai mendidih, mengangkat dari api dan menyaring selagi panas dengan kertas saring yang telah ditimbang massanya.

5. Mengambil kertas saring beserta endapannya mengeringkan, menimbang dan mencatat bobotnya.

(33)

Analisis Gravimetri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

V. Tugas

1. Terangkan perbedaan antara: a. Koloid dan endapan kristalin b. Presipitasi dan kopresipitasi c. Peptisasi dan koagulasi

d. Oklusi dan pembentukan kristal campuran e. Nukleasi dan pertumbuhan partikel

2. Jelaskan yang dimaksud dengan: a. degetion

b. adsorption c. supersaturation d. counter-ion layer e. mother liquor

3. Berapa berat AgI yang dihasilkan dalam analisi garvimetri untuk 0,24 gr cuplikan yang mengandung 30,6% MgI2?

4. Jelaskan factor-faktor apa saja dalam analisis gravimetri yang saudara lakukan yang dapat mempengaruhi hasil analisis!

5. Berikan saran-saran untuk memperoleh hasil analisis gravimetri yang lebih akurat dan singkat!

(34)

Metoda Potensiometri

PERCOBAAN VIII METODA POTENSIOMETRI

I. Teori Dasar

Metoda potensiometri didasarkan pada pengukuran perbedaan potensial dua buah elektroda yang dicelupkan dalam larutan. Rangkaian elektroda dan larutan tersebut disebut sel-elektrokimia. Perbedaan potensial diukur dengan pH/voltameter. Satu elektroda disebut elektroda indikator yang digunakan untuk memberikan respon pada spesis yang diamati di dalam larutan dengan aktivitas tertentu. Elektroda kedua disebut dengan elektroda referensi yang mempunyai nilai potensial setengah sel tidak berubah.

Potensial elektrokimia suatu sel-elektrokimia diberikan:

(1) Esel = potensial sel-elektrokimia

Eind = potensial setengah sel – elektroda indikator (katoda)

Eref = potensial setengah sel – elektroda referensi (anoda)

Eij = potensial liquid – junction

Potensial liquid – junction timbul pada antar fasa dua elektroda, biasanya ditemukan pada junction antar elektroda referensi dan larutan dalam sel. Potensial setengat sel elektroda indikator menunjukkan respon perubahan aktivitas spesies sesuai dengan persamaan Nernst. Misal dalam kasus kawat perak yang dicelupkan dalam larutan Ag+, maka reaksi pada elektroda indikator adalah:

(2)

dan persamaan Nernst untuk elektroda indikator adalah:

(3)

atau dapat ditulis

(4) dimana:

E° = potensial reduksi standar R = 8,314 V.C/k.mol

T = Temperatur Kelvin

N = jumlah elektron equiv/mol

(35)

Metoda Potensiometri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

   = aktivitas Ag+ = koefisien aktivitas Ag+ [Ag+] = konsentrasi molar Ag+

Substitusi (4) ke (1) menghasilkan:

(5)

Pada larutan encer koefisien aktivitas bernilai satu. Karena Eref, E° dan Eij besaran yang

tetap untuk setiap jenis percobaan, maka persamaan (5) dapat ditulis:

(6)

dimana: E* tetap,dana ditentukan dengan kalibrasi dengan larutan standar. Hubungan linier

antara Esel dan log [Ag+] merupakan basis analisa potensiometri.

ELEKTRODA REFERENSI

Elektroda referensi mempunyai potensial setengah reaksi yang tetap, tidak bergantung pada sifat larutan dimana elektroda tersebut dicelupkan. Contoh yang paling umum dipakai adalah elektroda kalomel dan elektroda perak-perakelektroda. Diantara elektroda kalomel, saturated calomel electrode (SCE) adalah yang paling populer. Dua tipe SCE ditunjukkan dalam gambar 1a dan 1b.

 

 

Gambar 1. Elektroda Referensi

   

(36)

Metoda Potensiometri

 

Persamaan Nernst dan reaksi setengah-sel dalam SCE dan potensial elektroda referensi ditulis sebagai berikut:

(7)

(standar hitungan elektroda) (8)

Reaksi setengah-sel dalam elektroda perak-perak klorida (gambar 1c) mempunyai persamaan Nernst dan reaksi setengah sel sebagai berikut:

A (9)

(standar hitungan elektroda) (10)

ELEKTRODA INDIKATOR

Elektroda indikator responsif terhadap aktivitas spesis di dalam larutan. Elektroda ini menunjukkan respon yang selektif terhadap spesis tertentu dalam larutan dan tidak terhadap senyawa yang lain.

1. Elektroda redoks memberikan respon pada potensial redoks dalam sel elektrokimia yang ditimbulkan oleh satu atau lebih pasangan redoks. Logam inert seperti platina bila dipakai sebagai elektroda memberikan respon pada beberapa pasangan redoks. Sewaktu elektroda platina dicelupkan dalam larutan yang mengandung Fe2+ dan Fe3+, maka elektroda ini

menunjukkan potensial yang bergantung pada ration aktivitas kedua spesis.

(11)

(12) Elektroda platina ini digunakan untuk menentukan Fe2+.

2. Elektroda orde-pertama, terdiri atas logam kontak dengan larutan yang mengandung logam tersebut. Misalnya kawat perak yang memberikan respon pada larutan Ag2+ (persamaan 2 dan 3).

3. Elektroda Orde-kedua, terdiri atas logam kontak dengan larutan jenuh dengan salah satu pasangan garam terlarutnya, (jenuh dapat diperoleh dengan melapisi garam pada metal tersebut), seperti yang ditunjukkan oleh sistem Ag/AgCl.

(37)

Metoda Potensiometri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

 

 

Elektroda Ag masih memberikan respon pada melalui transfer elektron. Tetapi sekarang dikontrol oleh melalui konstanta keseimbangan pengendapan ksp. Kenaikan

dalam larutan menaikkan konsumsi Ag+, menyebabkan penurunan . Jadi potensial

elektroda memberikan respon terhadap aktivitas Cl- (persamaan 10), walaupun Cl- tidak mengalami transfer elektron dengan kawat Ag.

4. Elektroda membran gelas, paling cocok dipakai untuk mengukur aktivitas ion hidrogen (pH), membran ini digunakan secara luas pada titrasi asam basa.

JENIS PENGUKURAN POTENSIOMETRI

Potensiometri langsung: Elektroda indikator dan elektroda referensi dicelupkan dalam larutan yang dianalisa, konsentrasi diukur dengan cara mengukur potensial sel. Beberapa larutan standar perlu dibuat untuk mendapat kurva kalibrasi Esel vs log konsentrasi (persamaan 6).

TITRASI POTENSIOMETRI

Titrasi dilakukan pada cuplikan dan beda potensial antara kedua elektroda diukur selama titrasi. Titik akhir titrasi dilihat dari perubahan potensial yang tajam dan konsentrasi dihitung dari banyaknya penitrasi yang ditambahkan.

PENGUKURAN pH

Pengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan elektroda gelas. Salah satu tipe elektroda gelas adalah seperti dalam gambar 2.

Suatu tabung gelas, berisi kawat perak dilapisi AgCl, diisi larutan 0,1 M HCl yang jenuh dengan AgCl. Karena ion klorida tetap, maka potensial elektroda AgCl seperti definisi persamaan 10 dan berlaku sebagai elektroda referensi dalam (internal).

Elektroda referensi luar (eksternal) dibutuhkan melengkapi sirkuit untuk pengukuran beda potensial elektroda membrane gelas.

 

   

(38)

Metoda Potensiometri

 

   

Gambar 2. Membran Glass

Potensial yang berkembang pada membrane meruakan fungsi perbedaan aktivitas ion hidrogen pada kedua sisi membran.

Secara skematik persamaan sel dapat ditulis:

Ag | AgCl (sat), 0,1 M HCl | membran gelas | sampel |SCE|

Karena dalam membran dijaga tetap 0,1 M HCl, potensial sel membrane informasi mengenai pH larutan cuplikan.

( pada 25°C)

Pengukuran potensial merupakan fungsi linier dari pH. Penentuan pH larutan berdasarkan potensial yang terukur memerlukan larutan standar agar display yang diukur. Bila nilai potensial

Elektroda gelas Elektroda referensi eksternal

(39)

Metoda Potensiometri

B

B

B

u

u

u

k

k

k

u

u

u

P

P

P

a

a

a

n

n

n

d

d

d

u

u

u

a

a

a

n

n

n

P

P

P

r

r

r

a

a

a

k

k

k

t

t

t

i

i

i

k

k

k

u

u

u

m

m

m

|

|

|

L

L

L

a

a

a

b

b

b

o

o

o

r

r

r

a

a

a

t

t

t

o

o

o

r

r

r

i

i

i

u

u

u

m

m

m

D

D

D

P

P

P

K

K

K

sel terukur dialurkan terhadap pHstandar, maka akan diperoleh suatu garis lurus seperti terdapat pada gambar 3.

 

Gambar 3. Plot Potensial Sel terhadap pH.

Dari gambar di atas terlihat bahwa temperatur mempengaruhi kemiringan atau slope kurva Esel vs pH. Untuk kalibrasi pH meter dapat digunakan dua pH standar, salah satu biasanya adalah

buffer pH 7.00 (0 volt).                              

(40)

Metoda Potensiometri

 

TITRASI POTENSIOMETRI UNTUK PENENTUAN KETETAPAN KESETIMBANGAN

1. Tujuan

Konsentrasi HCl, H3PO4 dan NaHPO4 dapat ditentukan dengan metoda titrasi, dimana pH

larutan diperolej sebagai besaran yang terukur. Data hasil titrasi dapat digunakan untuk penentuan konstanta kesetimbangan K1, K2, dan K3 dari H3PO4.

2. Teori

Selama titrasi, penambahan OH- tidak memberikan kenaikan pH campuran yang berarti, sampai semua HCl ternetralisasi dan H3PO4 berubah menjadi H2PO4-.

(1)

Penambahan OH- selanjutnya akan menaikkan pH campuran, yang menghasilkan “patahan” pertama dalam kurva titrasi pada titik ekivalen. Patahan pertama pada kurva titrasi tersebut terjadi karena ion OH- bereaksi dengan ion hidrogen kedua, mengubah menjadi

.

(2)

Selama asih ada, hanya sedikit sekali perubahan pH campurandengan penambahan .

Pada saat telah habis bereaksi, terjadilah kenaikan tajam pH campuran. Hidrogen ketiga hanya bereaksi dengan , menghasilkan .

(3)

pH campuran hanya naik perlahan-lahan seama penambahan kemudian.

Catatan :

Keberhasilan percobaan bergantung pada kecermatan penggunaan pH meter dan pengertian prinsip tirasi asam poliprotik.

Gambar

Gambar 2. Ilustrasi Metode Gravimetri
Gambar 1. Elektroda Referensi   
Gambar 2. Membran Glass
Gambar 3. Plot Potensial Sel terhadap pH.
+7

Referensi

Dokumen terkait