• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA NIKEL LATERIT DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Ediar Usman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA NIKEL LATERIT DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Ediar Usman"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA NIKEL LATERIT

DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Ediar Usman

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

ediar.usman@gmail.com

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi dan produksi nikel terbesar di dunia. Penerimaan negara cukup besar terjadi pada saat harga nikel mencapai puncaknya pada tahun 2007 dengan harga untuk perdagangan harian menyentuh level US$ 52.350 per ton dan untuk antaran tiga bulan di posisi US$ 49.555 per ton. Harga nikel tersebut mengalami fluktuasi, antara lain disebabkan oleh pasang surut dalam produksi dan kebutuhan dunia. Kenaikan harga terjadi kembali pada akhir

S A R I

Secara geologi Kawasan Timur Indonesia merupakan daerah dengan pola tektonik yang komplek, dibentuk oleh proses interaksi antara Lempeng Asia, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik. Salah satu produk yang dihasilkan dari proses tersebut adalah batuan asal samudera (oceanic

crust) dalam bentuk batuan ultrabasa, yaitu peridotit dan serpentinit peridotit. Batuan ini merupakan

batuan induk dari nikel laterit jika telah mengalami proses kimia dan fisika hingga membentuk tanah laterit. Berdasarkan pemahaman proses geologi dan keterdapatan nikel laterit, daerah prospek mengandung nikel dapat dibagi menjadi empat kawasan, yaitu: Kawasan lengan timur dan Tenggara Sulawesi, Kawasan Halmahera-Obi-Bacan-Gebe, Kawasan Waigeo-Kepala Burung, dan Kawasan Papua Utara-Biak-Yapen-Raja Empat.

Di daerah Senggi dan Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, hasil analisis kimia menunjukkan kadar nikel berkisar antara 1,13 - 1,33%, dan terbesar terdapat di daerah Tablasufa dengan kadar 1,33%. Di sekitar Teluk Dolo, Kabupaten Luwuk, hasil analisis pada beberapa contoh batuan menunjukkan kadar nikel antara 1,5 - 2,2%. Hasil ini merupakan kadar yang cukup besar dibandingkan daerah lainnya di Kawasan Timur Indonesia, dan merupakan kadar yang prospek untuk ekplorasi dan ekploitasi di masa mendatang.

Kata kunci : investasi pertambangan, Kawasan Timur Indonesia, nikel laterit, tektonik.

tahun 2007 dan mengalami penurunan kembali menjelang tahun 2008. Fluktuasi harga tersebut disebabkan kebutuhan logam di pasaran dunia, terutama logam nikel sebagai produk utama industri logam di dunia, juga dipicu oleh penurunan permintaan dari Cina dan India. Penurunan harga kembali terjadi pada pertengahan tahun 2008 - 2009 mencapai 65% menjadi US$ 11.700 per ton. Penurunan tersebut terutama disebabkan melemahnya permintaan global dan diperparah oleh kenaikan biaya produksi menyusul naiknya harga bahan bakar minyak dan harga sejumlah material lainnya. Sebagai gambaran, pada tahun 2008,

(2)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) berhasil

memproduksi nikel sebesar 17.566 ton dan PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) memproduksi 77.000 ton (Rahmawati, 2009). Pada tahun 2009, kedua perusahaan tersebut mengurangi produksinya sekitar 20%. Penurunan produksi tersebut bertujuan untuk mengimbangi penurunan harga di pasaran dunia saat ini, sehingga komoditas nikel berkurang dan harga dapat bergerak naik kembali.

Pada awal tahun 2010 hingga pertengahan 2011 harga komoditas nikel dan timah perlahan menanjak naik. Harga nikel pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik lebih dari US$ 12.175 per ton. Ini 4,06% lebih tinggi dari harga perdagangan akhir Desember 2009. Saat ini nikel berpeluang naik akibat persediaan baja anti karat (stainless steel) di pasar dunia menipis, bahkan persediaan tersebut mencapai titik terendah selama 15 tahun terakhir. Beberapa pengamat berpendapat kecenderungan harga nikel yang berfluktuasi cenderung naik dan mencapai puncaknya pada tahun 2011 dengan makin membaiknya ekonomi dunia sejak awal tahun 2010.

Saat ini Indonesia masih mengandalkan penerimaan dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pada tahun 2008 kontribusi sektor ESDM sebesar 284,2 triliun rupiah atau sekitar 33,16% dari total penerimaan nasional sebesar 889,90 triliun rupiah, dan pada tahun 2010 kontribusi sektor ESDM mengalami kenaikan sekitar 2,9 - 3,3%. Oleh sebab itu, salah satu kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang perlu terus dikembangkan adalah meningkatkan peran sektor ESDM, termasuk produksi nikel, dalam mendukung penerimaan nasional di masa mendatang, dan kebijakan ini perlu di dukung oleh instansi terkait dalam melakukan berbagai penelitian dan kajian.

2. POTENSI NIKEL LATERIT

2.1. Proses Pembentukan Nikel Laterit

Nikel terbentuk dan berasal dari batuan induk,

yaitu batuan ultra basa yang berasal dari batuan kerak samudera (oceanic crust). Rata-rata kandungan nikel pada batuan ultra basa sebesar 0,2% (Wikipedia, 2009). Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe, dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hidrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit, sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dan dingin yang bekerja terus menerus, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan tersebut.

Pada pelapukan kimia, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan akan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, dan menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut. Di dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit dan haematit di dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt (Co) dalam jumlah kecil.

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus bergerak ke arah bawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hidrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hidrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan bersama dolomit, magnesit yang biasa mengisi

(3)

celah-Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk.

Di lapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

2.2. Geologi Kawasan Timur Indonesia

Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan pertemuan dari bagian Lempeng Pasifik, Eurasia dan Indo- Australia, seperti ditunjukkan oleh adanya kesamaan geologi mikrokontinen asal Australia dan batuan ofiolit (batuan kerak samudera) asal Pasifik. Jalur ofiolit orogenik Circum Pacific tersebut termasuk ofiolit yang terdapat di Sulawesi timur, Halmahera utara dan pulau-pulau di busur Banda di sisi timur dari Timor (Sopaheluwakan, 2007). Berdasarkan kondisi tersebut, daerah Kawasan Timur Indo-nesia mengandung mineral-mineral yang berasosiasi dengan batuan asal kerak samudera tersebut, seperti nikel dan mangan.

Ofiolit Sulawesi timur memperlihatkan asal yang sama dengan punggungan tengah samudera

Gambar 1. Peta tektonik dan sebaran batuan ofiolit mengandung nikel di Kawasan

Timur Indonesia (dikompilasi dari Hamilton, 1979; Katili, 1980; Simandjuntak, 2003 dan Amin dan Hadiwidjoyo, 2003).

dan plato samudera dengan kisaran umur yang cukup lebar antara Awal Kapur hingga Miosen, serta memperlihatkan keberagaman litologi. Penyebaran fragmen kontinen, kerak samudera dan kerak akresi di KTI serta pengaruh mikrokontinen Australia terhadap mandala tektonik KTI terlihat dari produk-produk batuan hasil hubungan struktural dan litologi antara kontinen Australia (Australian Craton) dan Indo-nesia Timur.

Hubungan genetis yang ditunjukkan oleh ofiolit tersebut membuka tabir tentang berbagai aspek kerumitan KTI (Gambar 1).

Busur barat Sulawesi dan Sumba berasal dari Asia. Nusa Tenggara, Buru, Seram, Timor, Buton, dan Tukangbesi bermigrasi dari Samudera India bagian selatan. Banggai, Sula, Misool, Kepala Burung, Papua selatan, Aru, dan Lengan Tenggara Sulawesi bermigrasi dan terpisah dari Australia. Sedangkan lengan timur Sulawesi, Halmahera selatan, Weigeo dan Obi-Bacan bermigrasi dari Pasifik (Hall, 2001). Batuan yang terdapat di lengan timur Sulawesi, Halmahera

(4)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

selatan, Weigeo dan Obi-Bacan merupakan

daerah-daerah yang kaya mineral nikel dan mangan.

Pergerakan fragmen-fragmen benua dan kerak samudera ke arah KTI mengikuti sistem sesar transform dapat membantu dalam menjelaskan keberadaan pulau-pulau yang kaya batuan serpentinit peridotit mengandung nikel di KTI khususnya Sulawesi, Banda dan Halmahera (Gambar 1). Pergerakan tersebut telah mulai aktif sejak 55 juta tahun.

2.3. Keterdapatan Nikel Laterit dan Daerah Prospek untuk Eksplorasi

Saat ini penambangan terbesar nikel dilakukan di daerah Sorowako dan Pomala. Sorowako terletak di Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwuk Timur, Provinsi Sulawesi Tengah. Sorowako berada di pinggir Danau Matano di lereng pegunungan Verbeek, yang menyimpan deposit nikel. Di sinilah pusat operasional PT. Interna-tional Nickel Indonesia (PT. Inco), baik penambangan maupun pemrosesan bijih nikel. Bijih nikel juga diolah oleh PT. Aneka Tambang dengan luas Kuasa Pertambangan 7.588,74 Ha untuk kegiatan eksploitasi dan pengolahan/ pemurnian. Produk pertama tahun 1997 diekspor ke Jepang, Belanda, dan Korea Selatan sebanyak 647.445 ton bijih nikel dan 10.225.750 ton ferro nikel. Potensi/cadangan deposit saat ini diketahui sekitar 69.414 ha dengan kadar 1,5 - 3,5% yang terdiri dari 61.826 ha dalam konsesi Inco dan 7.588 ha dalam konsesi Aneka Tambang. Sedangkan penghasil nikel lainnya adalah Pomala, terletak di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Daerah prospek lainnya mengandung bijih nikel adalah di Kabaena, Lasusua, Torobulu dan Lasolo. Daerah pertambangan nikel laterit lainnya terletak di sekitar kawasan pantai Teluk Dolo, Kolonodale, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan nikel laterit, baik sebagai bijih nikel maupun sebagai ferro nikel di lengan timur dan tenggara P. Sulawesi tersebut, telah memberikan pemahaman tentang kompleksitas tatanan geologi dan prospektif potensi nikel. Jika

kegiatan eksplorasi dan survei lebih detil dilakukan di kawasan tersebut, maka daerah-daerah prospek lainnya yang menyimpan de-posit nikel dapat ditemukan.

Salah satu persyaratan penting daerah yang berpotensi mengandung nikel adalah adanya batuan peridotit (batuan ultra basa) sebagai batuan induk yang berasal dari kerak samudera (oceanic crust). Batuan peridotit tersebut mengalami proses serpentinisasi akibat pengaruh larutan hydrothermal, sehingga akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit membentuk batuan serpentinit peroditit. Selanjutnya melalui proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang bekerja konstan, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Karakteristik daerah mengandung nikel adalah terdapat beberapa fragmen batuan/sedimen asal samudera, seperti batuan ofiolit. Beberapa daerah dengan indikasi kondisi geologi tersebut adalah Lengan Timur Sulawesi, Halmahera Selatan, Weigeo dan Obi-Bacan dan Papua Utara-Biak-Yapen-Raja Empat (Gambar 2). Sebagai contoh yang telah dilaporkan dalam si-tus Pemda Papua (2009) adalah hasil eksplorasi perusahaan nikel Iriana Sentasi pada tahun 2000 - 2002, di pantai Tanah Merah (L-1), Tablasufa (L-2), Kirpon (L-3) dan Amaybu (L-4) di Kecamatan Senggi, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Lokasi lainnya adalah di daerah pantai Ifar (L-5), Kecapatan Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Daerah lokasi eksplorasi nikel tersebut terletak di Kawasan Papua Utara-Biak-Yapen-Raja Empat (Gambar 3).

Hasil analisis kimia menunjukkan kadar nikel berkisar antara 1,13 - 1,33%, dan terbesar terdapat di daerah Tablasufa di lokasi L-2 dengan kadar 1,33% (Tabel 1). Kadar tersebut tergolong tinggi, dan bila dilakukan eksplorasi lebih rinci, diperkirakan kadar yang diperoleh dapat lebih tinggi dengan kisaran antara 1,5 - 2,0%.

Potensi nikel laterit lainnya terdapat di daerah Kolonodale, sekitar pantai Teluk Dolo, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, dan

(5)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Gambar 2. Lokasi daerah prospek endapan nikel laterit di Kawasan Timur Indonesia.

Gambar 3. Penyebaran batuan ofiolit dan lokasi sampling nikel laterit di daerah

(6)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

beberapa lokasi di daerah tersebut telah dieskploitasi (Gambar 4 dan 5). Sebagai gambaran beberapa contoh batuan di daerah ini mengandung kadar nikel antara 1,5 - 2,0%, ini merupakan kadar yang cukup besar dibandingkan daerah lainnya di Kawasan Timur Indonesia.

Tabel 1. Hasil analisis kimia sample batuan mengandung nikel di daerah Senggi dan Sentani

Timur, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua (Sumber Data: Pemda Papua, 2009).

Gambar 4. Singkapan tanah laterit mengandung

nikel di sekitar Teluk Dolo, Morowali, Sulawesi Tengah.

Gambar 5. Kegiatan penambangan nikel laterit

di Teluk Dolo, Morowali, Sulawesi Tengah.

3. PERAN LEMBAGA-LEMBAGA LITBANG GEOLOGI

Bagi lembaga-lembaga litbang geologi yang bergerak di bidang survei dan penelitian sumber daya mineral, maka potensi mineral terutama nikel di Kawasan Timur Indonesia perlu mendapat perhatian. Hal ini didasarkan atas nilai ekonomi nikel yang dapat mendukung perekonomian pusat dan daerah dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Di samping

itu, kegiatan survei dan penelitian potensi nikel sebagai implementasi Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 6 (ayat 1) menyebutkan bahwa kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain, adalah (butir p) penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan penyusunan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Pada pasal 11 disebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan Wilayah Pertambangan (WP) dan pasal 87, bahwa: untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

No. Lokasi Kecamatan Tingkat Penye. TerukurBijih Kadar X Y

L-1 Tanah Merah Senggi Eksplorasi 7580000 COG 0,8 %, laterit nikel 1,32% 140,34475 -2,40259

L-2 Tablasufa Senggi Eksplorasi 25250000 COG 0,8 % Ni, laterit Ni 1,33% 140,36567 -2,41185

L-3 Kirpon Senggi Eksplorasi 2720000 COG 0,8 % Ni, laterit nikel 1,13% 140,36819 -2,44437

L-4 Amaybu Senggi Eksplorasi 1690000 COG 0,8 % Ni, laterit nikel 1,17% 140,37056 -2,42887

(7)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

pertambangan, Menteri atau gubernur sesuai

dengan kewenangannya dapat menugasi lembaga riset negara dan/atau daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan. Selanjutnya pada Ketentuan Umum, pasal 1 (butir 14) disebutkan pula bahwa kegiatan penyelidikan umum diarahkan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.

Berdasarkan hal tersebut, maka arah kegiatan survei dan pemetaan lembaga-lembaga litbang geologi perlu dipertegas agar berorientasi pada mineral-mineral yang bernilai ekonomis dan mampu mendorong penerimaan negara dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

4. KESIMPULAN

Hasil kajian geologi dan mineralogi di Kawasan Timur Indonesia dan keterdapatan nikel laterit, baik dalam bentuk produk maupun dalam bentuk bijih memberikan pemahaman tentang prospektif potensi nikel laterit di kawasan tersebut. Kondisi geologi ini dapat menjadi fokus bagi kegiatan penelitian-penelitian geologi. Daerah-daerah yang prospek mengandung bijih nikel laterit adalah pada daerah dengan batuan dasar peridotit yang telah mengalami rombakan secara fisik menjadi tanah laterit. Daerah prospek tersebut adalah lengan timur dan tenggara Sulawesi, Kawasan Halmahera-Obi-Bacan-Gebe, Kawasan Weigeo-Kepala Burung dan Kawasan Papua Utara-Biak-Yapen-Raja Empat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Ir. Subaktian Lubis, M.Sc., atas dorongannya untuk menuliskan tulisan ini. Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan

kepada Andri S. Subandrio yang banyak memberikan inspirasi tentang nikel laterit serta sumbangan foto kepada penulis untuk mengangkat potensi mineral di Kawasan Timur Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, T.C., Hadiwidjoyo, S., 2003. Peta Batuan Induk Sumber Daya Mineral Industri. Dalam: Pusat Survei Geologi, 2003. Atlas Geologi dan Potensi Sumber Daya Mineral dan Energi Kawasan Indonesia, Skala 1 : 10.000.000, Laporan Intern Pusat Survei

Geologi, Bandung.

Guilbert, J.M., Park, C.F., 1986. Ore Deposits, WH.Freeman and Company, New Cork: 985pp.

International Nickel Indonesia (PT. INCO), 2007. Kota Kecil Penghasil Nikel, Majalah Exrel

PT. Inco: Selamat Datang di Sorowako.

Pemda Papua, 2009. Logam Nikel. Dalam: http:/

/www.papua.go.id/img/content/File/ Logam%20Nikel.htm; akses 27 Februari

2009.

Rahmawati, W.T., 2009. Semester I, Harga Nikel Masih Murah, dalam: http://www.kontan.co.id: Akses: 27 Pebruari 2009.

Rahmawati, W.T., Baskoro S., 2009. Harga Nikel, Timah dan CPO Mulai Bangkit, dalam:

http://www.kontan.co.id: Akses: 27 Pebruari

2009.

Simandjuntak, T.O., 2003. Peta Tektonik Neogen. Dalam: Pusat Survei Geologi, 2003. Atlas Geologi dan Potensi Sumber Daya Mineral dan Energi Kawasan Indonesia, Skala 1 : 10.000.000, Laporan Intern Pusat Survei

Geologi, Bandung.

Wikipedia, 2009. Nikel laterit, dalam: http://

id.wikipedia.org/wiki/Nikel_laterit: Akses: 27

Gambar

Gambar 1. Peta tektonik dan sebaran batuan ofiolit mengandung nikel di Kawasan Timur Indonesia (dikompilasi dari Hamilton, 1979; Katili, 1980; Simandjuntak, 2003 dan Amin dan Hadiwidjoyo, 2003).
Gambar 2. Lokasi daerah prospek endapan nikel laterit di Kawasan Timur Indonesia.
Gambar 5. Kegiatan penambangan nikel laterit di Teluk Dolo, Morowali, Sulawesi Tengah.

Referensi

Dokumen terkait

merupakan daerah dengan tingkat prospektif yang sangat tinggi untuk mendapatkan sumber daya cebakan bijih nikel.. berkadar tinggi; (2) Sektor B merupakan daerah yang mempunyai

Karena untuk bisa mengolah laterit khususnya laterit kadar rendah sangat dibutuhkan pasar yang siap menyerap produk, penguasaan teknologi, dan modal yang tidak

UU minerba tidak menimbulkan masalah untuk laterit kadar tinggi maupun kadar rendah yang sudah GLRODK GL ,QGRQHVLD /DWHULW NDGDU WLQJJL VDSUROLW GHQJDQ NDQGXQJDQ 1L • VXGDK GLRODK