HUBUNGAN ANTARA MUTU JASA PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSU GMIM PANCARAN KASIH MANADO 2016
Billy Manengkei*
*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK
Dalam menghadapi era desentralisasi dan globalisasi ekonomi saat ini, berbagai macam tantangan serta perubahan akan dihadapi oleh Rumah Sakit. Oleh karena itu agar terus dapat mengembangkan dirinya dan untuk kelangsungan hidup organisasi, manajemen Rumah Sakit perlu melakukan perubahan yang direncanakan sebelumnya guna mengantisipasi perubahan yang pasti akan terjadi.Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study.
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih . Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung ulang ke ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Jumlah pasien yang pernah berkunjung ulang dan menjalani rawat jalan di Instalasi ruang rawat inap RS Pancaran Kasih rata rata per bulan berjumlah 162 pasien. Terdapat hubungan antara bukti fisik dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Terdapat hubungan antara kehandalan dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Terdapat hubungan antara daya tanggap dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Terdapat hubungan antara jaminan dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Terdapat hubungan antara empati dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih.
Kata Kunci : Mutu Pelayanan, Kepuasan Pasien
ABSTRACT
In the era of decentralization and economic globalization today, numerous challenges and changes would be faced by the Hospital. Therefore, to continue to develop themselves and to the survival of the organization, management Hospitals need to make changes planned in advance in order to anticipate the changes that will inevitably terjadi.Jenis this research is analytic survey with cross sectional study.
This research was conducted in inpatient Pancaran Kasih hospital. The study population was patients who visited the Pancaran Kasih hospital to inpatient. The number of patients who've been repeated and outpatients in the hospital inpatient Installation average per month amounted to 162 patients. There is a relationship between the physical evidence with patient satisfaction in inpatient hospital. There is a relationship between reliability with satisfaction outpatient hospital inpatient . There is a relationship between responsiveness and satisfaction outpatient hospital inpatient . There is a relationship between satisfaction guarantee outpatient hospital inpatient. There is a relationship between empathy and satisfaction outpatient hospital inpatient .
Keywords: Quality of Care, Patient Satisfaction
PENDAHULUAN
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. (Anonim, 2009) Rumah sakit memiliki peran yang
sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Paradigma baru pelayanan kesehatan mengharuskan rumah sakit memberikan pelayanan berkualitas sesuai kebutuhan dan keinginan pasien dengan tetap mengacu pada kode etik profesi. Dalam perkembangan teknologi yang pesat dan persaingan yang semakin ketat, maka
rumah sakit dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas pelayanannya (Anonim, 2007).
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Hal ini telah disadari sejak berabad-abad yang lalu, sampai saat ini para ahli kedokteran dan kesehatan senantiasa berusaha meningkatkan mutu dirinya, profesinya, maupun peralatan kedokterannya, termasuk kemampuan majerial kesehatan (Wijono, 1999).
Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien dapat diukur dari tingkat kepuasan pasien. Pada umumnya pasien yang merasa tidak puas akan mengajukan komplain pada pihak rumah sakit. Komplain yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan menurunnya kepuasan pasien terhadap kapabilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manejemen (Assauri, 2003).
Menurut Kotler, kepuasan pasien adalah perasaan senang dan kecewa pasien sebagai hasil perbandingan antara prestasi yang dirasakan dengan harapan. Pasien akan puas apabila layanan yang didapatkannya sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pasien, sedangkan ketidakpuasan akan timbul
apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan pasien (Aziz, 2012).
Untuk mengetahui mutu pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indicator ukuran kepuasaan konsumen yang terletak pada lima dimensi mutu pelayanan. Kelima dimensi tersebut, yaitu : Bukti fisik (tangibles), bukti langsung yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan rumah sakit dan penampilan karyawan yang ada. Kehandalan (reability), berkaitan dengan kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang segera dan akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
memuaskan; Ketanggapan
(responsiveness), sehubungan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pasien dan merespon permintaan mereka
dengan tanggap, serta
menginformasikan jasa secara tepat; Jaminan (assurance) yakni mencakup pengetahuan, keterampilan, kesopanan, mampu menumbuhkan kepercayaan pasiennya; Empati (empathy) berarti kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dalam memahami kebutuhan pasien sebagai pelanggan dan bertindak demi kepentingan pasien.
Pelayanan dan kepuasan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena dengan adanya kepuasan maka pihak terkait dapat saling mengkoreksi sampai dimana pelayanan yang diberikan apakah bertambah baik atau buruk (Kurniati, 2013).
Penelitian yang dilakukan Ardani dan Suprapti (2012) mengenai pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien di RSUD Wangaya Denpasar, menemukan bahwa daya tanggap merupakan factor dominan terhadap kepuasan pasien di RSUD Wangaya Denpasar. Demikian juga Hardi (2009) yang meneliti Tingkat Kepuasan Pasien Umum Dan Pasien Jamkesmas Terhadap Mutu Pelayanan Rawat Inap Di RSUD Pasaman Barat Tahun 2010 menemukan bahwa mutu pelayanan rawat inap kelas III baik, pasien kelas III puas dengan pelayanan yang diterimanya. Hasil uji Chi Square menemukan adanya hubungan yang signifikan antara mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien (p=0,000). Menurut hasil analisis diagram kartesius diketahui atribut mutu pada kuadran A yaitu: kepastian jam pelayanan dan perhatian individual kepada pasien.
Idris, (2012) meneliti hubungan dimensi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien di ruangan rawat inap RSUD Pariaman Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukan dimensi mutu
yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien adalah kehandalan dengan (p value 0,016) dan daya tanggap dengan (p value 0,017), sedangkan dimensi mutu yang tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan adalah jaminan dengan (p value 0,629) empati dengan (p value 0,901) dan bukti fisik dengan (p value 0,329).
Hasil studi pendahuluan di Instalasi rawat inap RS Pancaran Kasih diperoleh bahwa keluhan pasien sehubungan dengan pelayanan, tidak puas pelayanan di rawat inap karena dokter terlambat datang, sebagian menyatakan kehadiran dokter tidak sesuai jadwal, demikian juga ada yang menyatakan perawat dan dokter kurang ramah, dan sebagian menyatakan waktu konsultasi yang kurang. Pada tahun ini, sejak bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016, sebanyak 40% dari surat yang masuk ke kotak saran mengeluhkan pelayanan di ruang rawat inap kelas III yang belum memuaskan, diantaranya mereka mengeluhkan kenyamanan ruang perawatan.
Dari wawancara yang dilakukan terhadap 8 (delapan) orang pasien JKN dan pasien umum yang dirawat di ruang rawat inap kelas III, 6 (enam) orang diantaranya (2 orang pasien JKN dan 4 orang pasien umum) mengeluh ketidak ramahan petugas saat memberikan pelayanan, kurang nyamannya ruang
rawat, dan makanan yang kurang bervariasi.
Dalam menghadapi era desentralisasi dan globalisasi ekonomi saat ini, berbagai macam tantangan serta perubahan akan dihadapi oleh Rumah Sakit. Oleh karena itu agar terus dapat mengembangkan dirinya dan untuk kelangsungan hidup organisasi, manajemen Rumah Sakit perlu
melakukan perubahan yang
direncanakan sebelumnya guna mengantisipasi perubahan yang pasti akan terjadi. (Trisnantoro, 2000)
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih . Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung ulang ke ruang rawat inap RS Pancaran Kasih. Jumlah pasien yang pernah berkunjung ulang dan menjalani rawat jalan di Instalasi ruang rawat inap RS Pancaran Kasih rata rata per bulan berjumlah 162 pasien. Menentukan besar sampel menggunakan rumus proporsi tunggal (Lemeshow, dalam Notoatmodjo, 2012). Jumlah sampel penelitian berdasarkan perhitungan adalah 85 orang.Metode pengambilan sampel secara quota sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hubungan antara Bukti Fisik dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih
Berdasarkan data, pada bukti fisik baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 71 responden (72.4%) merasa puas, sebanyak 10 responden (10,2%) merasa kurang puas. Pada bukti fisik kurang baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 13 responden (13,3%) merasa kurang puas dan sebanyak 4 responden (4,1%) merasa puas. Hasil analisis Chi SquareContinuity Correction antara bukti fisik dengan kepuasan pasien memperoleh nilai Asymp.sig (2-sided) atau nilai p sebesar 0,000. Jika nilai p lebih kecil daripada nilai α = 0,05 artinya H1 diterima atau ada hubungan antara bukti fisik dengan kepuasan pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR)= 23.075.
Menurut Suryati dkk (2006), aspek bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan suatu kualitas pelayanan atribut dari variabel. Bukti fisik yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat bersamaan aspek bukti fisik ini juga merupakan salah satu sumber yang dapat mempengaruhi harapan pelanggan, karena bukti fisik yang baik, harapan pelanggan menjadi lebih tinggi.
Penelitian ini sejalan dengan Irfan et al (2012) dalam penelitian dengan 320 responden tentang Kepuasan Pasien dan mutu pelayanan di rumah sakit pemerintah di Pakistan menemukan hubungan bermakna antara dimensi bukti fisik dan dimensi mutu lainnya dengan kepuasan pasien. Lumintang (2012) dalam penelitian observasional pada 86 pasien tentang Faktor-Faktor Yang berhubungan Dengan Kepuasan Pasien Askes Terhadap Pelayanan Instalasi Rawat Inap B di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menemukan bahwa kondisi lingkungan fisik merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pasien (p=0.03). Demikian juga Susmaneli danTriana dalam penelitian pada 92 responden yang menggunakan desain potong lintang tentang Dimensi Mutu Pelayanan Kebidanan Terhadap Kepuasan Pasien Program Jampersal di RSUD Rokan Hulu Pekan Baru menemukan bahwa dimensi bukti fisik (p=0.003) berhubungan secara bermakna dengan kepuasan pasien (Susmaneli, 2014). Kambong dkk (2013) pada penelitian tentang Hubungan antara Pelayanan Perawat dengan Kepuasan Pasien di Puskesmas Talawaan Kabupaten Minahasa Utara menemukan adanya hubungan antara pelayanan perawat dalamdimensi bukti fisik, kehandalan,
jaminan, kepedulian dengan kepuasaan pasien dan tidak adanya hubungan antara pelayanan perawat dalam dimensi ketanggapan dengan kepuasan pasien.
Simbala dkk (2013) dalam penelitian survei analitik dengan rancangan potong-lintang terhadap 100responden menemukan bahwa bukti fisik berhubungan secara bermakna dengan kepuasan pasien (p=0.002). Sementara itu penelitian oleh Calisir et al (2012) tentang pengaruh dimensi mutu terhadap kepuasan pasien dan kunjungan ulang terhadap 292 responden dengan memakai metode SERVQUAL yang dimodifikasi menemukan bahwa bukti fisik merupakan faktor yang penting untuk kepuasan pasien dan berpengaruh pada keputusan untuk kembali memakai pelayanan rumah sakit tersebut.
Penelitian Trimumpuni (2009) di RSU Puri Asih Salatiga mengenai pengaruh penilaian mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien, menyimpulkan hal yang sama dengan penelitian ini, bahwa bukti fisik berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien sebenarnya merujuk kepada penampilan/wujud dari pelayanan bahwa makin sempurna penampilan pelayananan, maka makin sempurna pula mutu/kualitasnya.
Pada umumnya seseorang akan memandang suatu potensi rumah sakit tersebut awalnya dari kondisi fisik. Dengan kondisi yang bersih, rapi, dan teratur orang akan menduga bahwa rumah sakit tersebut akan melaksanakan fungsinya dengan baik. Hubungan bukti fisik dengan kepuasan pasien adalah: bukti fisik mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap bukti fisik maka kepuasan pasien akan semakin tinggi, dan jika penilaian pasien terhadap bukti fisik buruk, maka kepuasan pasien semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Lubis dan Martin (2009) mengenai Pengaruh Harga Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSU Deli Sumatera Utara, menyebutkan bahwa variabel bukti fisik berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen.
2. Hubungan Antara Kehandalan Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih
Berdasarkan data, pada kehandalan baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 71 responden (72,4%) merasa puas dan sebanyak 10 responden (10,2%) merasa kurang puas. Pada kehandalan kurang baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 13
responden (13,3%) merasa kurang puas dan sebanyak 4 responden (4,1%) merasa puas. Hasil analisis Chi SquareContinuity Correctionantara kehandalan dengan kepuasan pasien memperoleh nilai Asymp.sig (2-sided) atau nilai p sebesar 0,000. Jika nilai p lebih kecil daripada nilai α = 0,05 artinya H1 diterima atau ada hubungan antara kehandalan dengan kepuasan pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR)=23.075.
Kehandalan merupakan salah satu dari lima dimensi mutu pelayanan, dan menurut Tjiptono (2006) bahwa mutu pelayanan berkaitan erat dengan kepuasan, dimana mutu yang baik akan memberikan pengalaman bagi pelanggan dan selanjutnya akan mengundang mereka datang kembali untuk kunjungan berikutnya dan menjadi pelanggan yang loyal. Hubungan kehandalan dengan kepuasan pasien yaitu kehandalan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap kehandalan maka kepuasan pasien akan semakin tinggi dimana jika persepsi pasien terhadap kehandalan buruk, maka kepuasan pasien akan semakin rendah.
Penelitian dari Rahman et al (2013) untuk mengidentifikasi faktor-faktor mutu pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pasien di
rumah sakit swasta di Bangladesh dengan 390 responden dan memakai 11 variabel dimensi mutu menunjukkan bahwa kehandalan berhubungan secara bermakna dengan kepuasan pasien. Hasil penelitian yang dilakukan Yusuf (2012) pada pasien rawat inap RS Anutapura Kota Palu bahwa semakin baik kehandalan maka semakin besar pula kepuasan pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit. Sebaliknya, penelitian Ayunda (2009) di RS Tugu Ibu Depok, mendapatkan bahwa kehandalan bukanlah variabel yang dominan mempengaruhi kepuasan pasien, hal ini dapat dijelaskan mengingat pasien di rumah sakit tersebut telah sangat puas akan variabel kehandalan sehingga variabel perhatian yang menjadi dominan berpengaruh akan kepuasan pasien. Demikian juga penelitian dari Faisal dkk (2013) tentang hubungan antara pelayanan perawat dengan kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap A BLU RSUP Prof. Dr. R.D.Kandou Kota Manado dengan 85 responden menemukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kehandalan dan kepuasan pasien.
3. Hubungan Antara Daya Tanggap Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih Untuk
Berdasarkan data, pada daya tanggap baik, sebagian besar responden
yaitu sebanyak 75 responden (76,5%) merasa puas dan sebanyak 19 responden (19,4%) merasa kurang puas. Pada daya tanggap kurang baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 4 responden (4,1%) merasa kurang puas dan tidak ada responden yang merasa puas. Hasil analisis Chi SquareContinuity Correctionantara tanggap dengan kepuasan pasien memperoleh nilai Asymp.sig (2-sided) atau nilai p sebesar 0,002. Jika nilai p lebih kecil daripada nilai α = 0,05 artinya H1 diterima atau ada hubungan antara tanggap dengan kepuasan pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR)=0.202
Penelitian ini sejalan dengan Simbala dkk (2013) dalam penelitian survei analitik dengan rancangan potong-lintang terhadap 100 responden menemukan bahwa daya tanggap berhubungan secara bermakna dengan kepuasan pasien (p=0.002). Badri et al (2009) dalam penelitian tentang mutu pelayanan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien mengemukakan responsiveness sebagai salah satu dari 12 indikator yang selalu dimasukkan dalam berbagai penelitian yang berhubungan dengan mutu pelayanan. Pada penelitian analitis dengan 246 responden yang membandingkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit
pemerintah dan rumah sakit swasta, ditemukan bahwa rumah sakit swasta memiliki angka kepuasan yang tinggi dalam dimensi daya tanggap dan empati, sementara rumah sakit pemerintah paling rendah nilainya dalam dimensi daya tanggap (Brahmbhatt et al, 2011).
Pada tahun 2007 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan melakukan program penelitian Riset Kesehatan Dasar. Salah satu aspek yang dinilai adalah persepsi masyarakat mengenai indikator ketanggapan terhadap pelayanan kesehatan. Terdapat 8 (delapan) domain ketanggapan untuk pelayanan rawat inap. Delapan domain ketanggapan untuk rawat inap terdiri dari: Lama waktu menunggu untuk mendapat pelayanan kesehatan; Keramahan petugas dalam menyapa dan berbicara; Kejelasan petugas dalam menerangkan segala sesuatu terkait dengan keluhan kesehatan yang diderita; Kesempatan yang diberikan petugas untuk mengikutsertakan klien dalam pengambilan keputusan untuk memilih jenis perawatan yang diinginkan; Dapat berbicara secara pribadi dengan petugas kesehatan dan terjamin kerahasiaan informasi tentang kondisi kesehatan klien; Kebebasan klien untuk memilih tempat dan petugas kesehatan yang melayaninya; Kebersihan ruang rawat/pelayanan termasuk kamar mandi;
serta Kemudahan dikunjungi keluarga atau teman. Masyarakat diminta untuk menilai setiap aspek ketanggapan terhadap pelayanan kesehatan di luar medis selama menjalani rawat inap dalam 5 (lima) tahun terakhir dan masing-masing domain ketanggapan dinilai dalam 5 (lima) skala yaitu: sangat baik, baik, cukup, buruk, sangat buruk. Secara nasional penduduk yang memberikan penilaian ‘baik’ dengan persentase tinggi adalah aspek ‘mudah dikunjungi’ (87,5%) dan ‘keramahan petugas’ (87,0%). Persentase terendah adalah aspek ‘kebersihan ruangan’ (82,9%).
Hubungan daya tanggap dengan kepuasan pasien ialah daya tanggap mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap daya tanggap maka kepuasan pasien akan semakin tinggi, dan jika persepsi pasien terhadap daya tanggap buruk, maka kepuasan pasien akan semakin rendah.
Sesuai dengan pendapat Leboeuf (2012), bahwa daya tanggap sebagai suatu sikap tanggap para karyawan melayani saat dibutuhkan pasien berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Hal ini didapatkan juga oleh Ardani dan Suprapti (2012) dalam penelitian mereka mengenai pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan dan
WOM di RSUD Wangaya Denpasar, bahwa Daya tanggap merupakan faktor dominan terhadap kepuasan pasien di RSUD Wangaya Denpasar.
4. Hubungan Antara Jaminan Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih
Berdasarkan data, pada jaminan baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 75 responden (76,5%) merasa puas dan sebanyak 19 responden (19,4%) merasa kurang puas. Pada jaminan kurang baik, 4 responden (4,1%) merasa kurang puas dan tidak ada responden yang merasa puas. Hasil analisis Chi SquareContinuity Correctionantara jaminan dengan kepuasan pasien memperoleh nilai Asymp.sig (2-sided) atau nilai p sebesar 0,002. Jika nilai p lebih kecil daripada nilai α = 0,05 artinya H1 diterima atau ada hubungan antara jaminan dengan kepuasan pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR)=0.202.
Penelitian mengenai kepuasan pasien di RSUD Jombang oleh Ariyani (2009), juga menemukan bahwa jaminan yang baik akan meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit, sehingga membuat pasien cenderung percaya dan yakin akan setiap pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit. Mustofa (2008) dalam penelitian analitik
potong-lintang terhadap 30 responden tentanghubungan antara persepsi pasien terhadap dimensi mutu pelayanan keperawatan menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi pasien terhadap dimensi
jaminan dengan
kepuasanpasien.Menurut Tjiptono (2006), mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan atau kesegaran, lingkungan perawatan yang menyenangkan, dan keramahan petugas. Jaminan meliputi kemampuan atas pengetahuan terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan di dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan di dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Keramahan, kenyamanan dan kesopanan perawat juga termasuk sebagai indikator dari variabel jaminan sangat mempengaruhi penilaian kepuasan pelanggan akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit.
Sayed et al (2013) dalam penelitian tentang persepsi
pasiensebagai indikator kualitas pelayanan keperawatan pada 90 responden menemukan bahwa jaminanberhubungan secara bermakna dengan kepuasan pasien (p = 0.0). Essiam (2013) yang menelititentang mutu pelayanan dan kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan dengan metode kuantitatif pada 400 responden menemukan hubungan bermakna antara jaminan dengan kepuasan pasien (p<0.01).
Setiap pasien pada dasarnya ingin diperlakukan secara baik oleh pihak pengelola rumah sakit. Adanya jaminan bahwa pasien yang datang akan dilayani secara baik oleh pihak pengelola rumah sakit, akan memberikan rasa aman kepada pasien, sehingga kemantapan pribadi pasien akan bertambah. Dengan demikian, kepercayaan mereka terhadap rumah sakit akan bertambah. Hubungan jaminan dengan kepuasan pasien ialah jaminan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Semakin baik persepsi pasien terhadap jaminan maka kepuasan pasien akan semakin tinggi, dan jika persepsi pasien terhadap jaminan buruk maka kepuasan pasien akan semakin rendah. Sejalan dengan penelitian tersebut, Winardi, dkk. (2014), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Konsumen Pasien Rawat Inap di SMC Rumah Sakit Telogorejo bahwa jaminan berhubungan dengan kepuasan pasien sehingga dapat disimpulkan bahwa jaminan yang baik berhubungan dengan meningkatnya kepuasan pasien serta loyalitas pasien.
Dalam penelitian mengenai kepuasan pasien di Selangor, Malaysia, oleh Hayati et al. (2010) juga menemukan bahwa jaminan yang baik akan meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit, sehingga membuat pasien cenderung percaya dan yakin akan setiap pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit. Indiraswari dan Damayanti (2012), menemukan juga bahwa jaminan yang baik secara signifikan selain meningkatkan kepuasan pasien akan pelayanan, juga akan mempengaruhi penilaian pasien akan variabel yang lainnya.
5. Hubungan antara Empati dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih
Berdasarkan data, pada perhatian baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 72 responden (73,3%) merasa puas dan sebanyak 13 responden (13,3%) merasa kurang puas. Pada perhatian kurang baik, sebagian besar responden yaitu sebanyak 10 responden (10,2%) merasa kurang puas
dan sebanyak 3 responden (3,1%) merasa puas. Hasil analisis Chi SquareContinuity Correctionantara perhatian dengan kepuasan pasien memperoleh nilai Asymp.sig (2-sided) atau nilai p sebesar 0,000. Jika nilai p lebih kecil daripada nilai α = 0,05 artinya H1 diterima atau ada hubungan antara perhatian dengan kepuasan pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai Odds Ratio (OR)=18.462.
Hal ini sejalan dengan penelitian Puspitasari dan Edris (2011) mengenai kepuasan pasien di Instalasi Rawat Inap Keluarga Sehat Hospital Pati yang mendapatkan bahwa variabel perhatian sangat dominan pengaruhnya terhadap kepuasan pasien. Muninjaya (2011) menekankan pentingnya dimensi perhatian dalam memberikan pelayanan yang bermutu. Hal ini sejalan dengan penelitian Rattoe (2013) mengenai hubungan antara mutu pelayanan dengan keputusan kunjungan ulang di RSU Bethesda Tomohon yang mendapatkan bahwa variabel perhatian sangat dominan pengaruhnya terhadap kepuasan pasien. Lebih lanjut, penelitian dari Sulianti (2010) serta penelitian dari Rondonuwu (2014), mendapatkan bahwa variabel perhatian berhubungan erat dengan teriptanya pelayanan yang bermutu. Pelayanan yang bermutu dapat memberikan pengalaman yang baik bagi pelanggan dan akan mengundang
mereka untuk datang kembali dan menjadi pelanggan yang loyal.
Penelitian mengenai Loyalitas Pasien di Rawat Inap RS Bhayangkara Mappa Oudang Kota Makassar oleh Berlianty, et al. (2013) mendapatkan bahwa variabel perhatian berhubungan erat dengan teriptanya pelayanan yang bermutu. Pelayanan yang bermutu dapat memberikan pengalaman yang baik bagi pelanggan dan akan mengundang mereka untuk datang kembali dan menjadi pelanggan yang loyal.
6. Faktor Yang Paling Berhubungan Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Pancaran Kasih
Hasiluji multivariat menunjukkan bahwa bukti fisikdan kehandalan merupakan yang paling berperan terhadap kepuasan pasien dengan nilai OR yang sama, yaitu OR = 15.219. Hal ini berarti jika dilihat dari model akhir regresi, bukti fisik dan kehandalan merupakan variabel yang dominan yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien, jadi bukti fisik dan kehandalan yang baik akan membuat pasien lebih merasa puas terhadap mutu pelayanan kesehatan sebesar 15kali dibandingkan dengan bukti fisik dan kehandalan yang kurang baik. Hal ini berarti sebagian besar responden merasa puas dengan kerapian atau kelengkapan ruang rawat inap, penampilan petugas yang rapi dan
bersih, kamar yang nyaman, kebersihan dan kenyamanan halaman rumah sakit.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Leboeuf (2012), bahwa beberapa faktor dari mutu pelayanan kesehatan turut mempengaruhi kepuasan pelanggan, yang mana faktor-faktor tersebut ialah: (a) kompetensi yang terkait dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan pemberi pelayanan; (b) keterjangkauan layanan; (c) efektivitas; (d) interaksi pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien; (e) efisiensi; (f) keamanan; (g) kenyamanan; (h) informasi; (i) ketepatan waktu; (j) kehandalan; (k) daya tanggap dan (j) komunikasi. Faktor-faktor tersebut terangkum dalam lima dimensi mutu pelayanan yaitu kehandalan, daya tanggap, jaminan, perhatian dan berwujud.
Mumu dkk, (2015) yang meneliti hubungan antara bukti fisik dan kepuasan pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou menemukan bukti fisik berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pasien. Berdasarkan Odds Ratio, responden yang memberi penilaian bukti fisik baik memiliki peluang 17 kali lebih besar untuk merasa puas dibandingkan dengan responden yang memberi penilaian tidak baik.
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa faktor pihak pelaku penilaian
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Faktor lain yang ikut menentukan penilaian ialah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.
Sementara itu Supranto (2006) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan atau kesegaran, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau. Setelah mendapatkan pelayanan, pelanggan akan memberikan reaksi terhadap hasil pelayanan yang diberikan, apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan/keinginan pelanggan maka akan menimbulkan kepuasan pelanggan, namun sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan/keinginan pelanggan maka akan menimbulkan ketidakpuasan pelanggan atau keluhan pelanggan. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan penilaian berupa kualitas pelayanan
yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya, sehingga pasien merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.
Menurut Rangkuti (2006), mutu pelayanan bagi responden pengguna jasa tidak lepas dari rasa puas terhadap pelayanan yang diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Karyati (2006), dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan atau kesegaran, lingkungan perawatan yang menyenangkan, dan keramahan petugas.
Mandey (2009), yang
membandingkan antara kualitas layanan dengan variabel variabel lainnya seperti kualitas komunikasi tim medis, kepercayaan pasien, serta perilaku peran ekstra dengan kepuasan pasien di semua rumah sakit di Provinsi Sulawesi Utara menemukan bahwa angka kepuasan pasien tahun 2009 dalam kategori sedang, sedangkan posisi saat ini dalam kategori baik (Walewangko, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pasien terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit. Kepuasan pasien akan meningkat seiring dengan pengembangan kualitas layanan rumah sakit.
Sebagaimana diungkapkan oleh Hurriyati (2005), yang menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan bagi
pasien tidak lepas dari rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan atau kesegaran, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau. Yang mana setelah mendapatkan pelayanan, pelanggan akan memberikan reaksi terhadap hasil pelayanan yang diberikan, apabila pelayanan yang
diberikan sesuai dengan
harapan/keinginan pelanggan maka akan menimbulkan kepuasan pelanggan, namun sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan/keinginan pelanggan maka akan menimbulkan ketidakpuasan pelanggan atau keluhan pelanggan. Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan penilaian berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya, sehingga pasien merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan.
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan antara bukti fisik dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih 2. Terdapat hubungan antara
rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih
3. Terdapat hubungan antara daya tanggap dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih
4. Terdapat hubungan antara jaminan dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih
5. Terdapat hubungan antara empati dengan kepuasan pasien rawat jalan di ruang rawat inap RS Pancaran Kasih
SARAN
Disarankan agar RS Pancaran Kasih dapat melakukan perbaikan, peningkatan, dan pengembangan sarana fisik seperti memperbaiki lingkungan yang sudah kurang layak di ruang rawat inap serta memperbaiki saluran pembuangan air agar bau tidak menguap dan mengganggu kenyamanan pasien.