• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbaikan Struktur Dermaga dengan Bresing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Perbaikan Struktur Dermaga dengan Bresing"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Perbaikan Struktur Dermaga dengan Bresing

Aldy Gustinara

1

1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang kinerja perbaikan dermaga dengan opsi penambahan

bresing dari batang prategang. Struktur dermaga dan perbaikannya dimodelkan sesuai dengan data

hasil penyelidikan lapangan dan validasi permodelan tanah berdasarkan simpangan terukur. Variasi

model perbaikan terdiri berupa sudut pemasangan bresing, gaya prategang yang diberikan, dan jenis

pemasangan bresing. Parameter desain yang ditinjau berupa karakteristik dinamik struktur dan

responnya terhadap beban gravitasi dan lateral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilihan

perbaikan yang paling efektif adalah perbaikan dengan memasang bresing silang dengan sudut 45˚

dan gaya prategang sebesar 30% dari kapasitas batang prategang.

Abstract

Analysis of Dock Structure Repair with Bracing.

Analysis of Dock Structure Repair with

Bracing mainly discuss about the performances of the repaired jetty structure using bracing

support. Jetty structure and its repaired structures are modelized based on measurement data on

the field and modelling of the soil. Repaired structures are modellized based on variation of degree

of bracing installation, prestress force of bracing, and type of the installation of bracing. The

structural parameters reviewed to analyze the response of the repaired structure are dynamic

characteristics of the structure and its response with lateral and gravitational loading. Based on the

result of this research, the optimum reinforcement is cross-bracing with 45 degree of bracing

installation and forced 30% from its prestress force capacity.

Keywords: Prestress Force, Natural Period of Vibration, Displacement, Internal Force, Base Shear Force

1. Pendahuluan

Dermaga merupakan fasilitas yang paling penting pada pelabuhan karena menghubungkan antara lautan dan daratan. Sebagai tempat bersandarnya kapal, dermaga merupakan fasilitas yang secara aktif terus menerima gaya yang besar, baik dari kapal tersebut maupun dari pengaruh lingkungan perairan. Dermaga harus didesain kuat dan sesuai dengan kriteria sebagai ujung tombak aktivitas pelabuhan. Selain kuat, dermaga juga harus didesain dalam kondisi layan dan tidak mengganggu segala aktivitas manusia dan peralatan di atas pelabuhan. Ketidaknyamanan ini dapat berdampak pada terganggungnya aktvitas-aktivitas di atas dermaga

sehingga produktivitas pelabuhan yang menjadi tempat dermaga tersebut menurun. Sebagai fasilitas yang berinteraksi langsung dengan kondisi alam dan kondisi layan yang dapat memberikan beban yang besar, dermaga dapat pula mengalami kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi layan. Hal ini dapat disebabkan oleh gagalnya struktur dermaga akibat dibebani secara berlebihan dan tidak sesuai dengan desain.

Dermaga Sungai Siak, Riau, merupakan fasilitas yang dibangun sebagai tempat bersandar kapal tanker minyak dengan berat kotor 3500 DWT. Dermaga tersebut mengalami kondisi dimana bila struktur

(2)

dermaga dibeban oleh beban gelombang yang dibangkitkan oleh speed boat yang melintas, mooring

dolphin dari dermaga akan mengalami goyangan relatif

terhadap dermaga sejauh 9 cm dan cukup terasa bila orang berdiri di atasnya. Karena itu, perlu dilakukan analisis dan studi perbaikan sehingga dermaga tersebut bisa beroperasi dengan normal.

Ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan ini adalah analisis perbaikan struktur dermaga dengan menambahkan bracing support sebagai perkuatan yang dipasang pada struktur dermaga di Sungai Siak, Provinsi Riau. Gaya-gaya yang menyebabkan gangguan pada kondisi layan dermaga dianalisis untuk mendapatkan karakteristik struktur dermaga. Komponen struktur yang digunakan merupakan komponen struktur eksisting yang diperoleh dari hasil survei lapangan. Sementara itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur eksisting dermaga serta perbaikan struktur yang paling optimum sebagai perkuatan agar dermaga dapat difungsikan seperti tahap perencanaan.

Sistem struktur yang dianalisis pada penelitian ini dibatasi hanya pada struktur dermaga Sungai Siak, Provinsi Riau dengan menggunakan perkuatan bresing. Data yang berkaitan dengan dimensi struktur dan tanah diperoleh dari hasil penyelidikan di lapangan. Analisis perhitungan struktur menggunakan batuan program komputer SAP2000 V.14.

Untuk memperoleh hasil yang optimal, langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi literatur terhadap hal yang berkaitan dengan struktur dermaga, pembebanan, desain bresing, dan strategi perbaikan secara umum untuk dermaga. Dengan mengetahui gambaran secara garis besar, struktur dermaga dapat dimodelkan berdasarkan data-data penyelidikan lapangan.

2. Tinjauan Teoritis

Terdapat beberapa teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut ditinjau sesuai dengan batasan masalah, antara lain sebagai berikut, A. Gelombang

Gelombang yang menerpa dermaga dibangkitkan oleh speed boat yang melintas pada sungai. Gelombang tersebut kemudian merambat dan membebani struktur sehingga terjadi simpangan yang cukup terasa bila manusia berdiri di atas nya. Gelombang dimodelisasi dengan beberapa persamaan untuk menentukan tinggi gelombang, panjang gelombang, dan cepat rambat gelombang. Untuk menentukan tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh

speed boatdigunakan persamaan sebagai berikut,

H!= L! 100 ! ! E!"# 1620L!V!      (1) Dimana EHPW adalah energi pembangkit gelombang yang nilainya ditentukan dengan formulasi E!"#= E!"− E!"#      (2) Dengan, !!"     = 0.6!!"#      (3) !!"# =1 2!"!!!!!      (4) !!"#= 2.5 ∇!!      (5) !!       = 0.075 !"# !!!! ! − 2 !      (6) Dimana,

!!"# : continuous maximum shaft power (W) ! : densitas air (kg/m3)

!! : koefisien friksi

!! : kecepatan kapal dengan muatan penuh (m/s); !!       = 0.514!!

! : koefisien kinematis dari viskositas air (! = 1.2×10!!!!/!)

∇ : volume dalam air dari bagian kapal dengan muatan

Gelombang kemudian merambat dari tengah sungai menuji tepi sungai dimana terrdapat struktur dermaga. Karena sungai tidak cukup lebar dan dalam perbedaannya pada bagian tepi dan tengah sungai, perubahan tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman air diabaikan.

Gaya Gelombang yang dimodelkan adalah gaya gelombang yang menerpa bidang. Hal ini karena pada kondisi eksisting, terdapat pelat vertikal pada dermaga di arah datangnya gelombang.

(3)

Gaya Gelombang ditentukan dengan formulasi sebagai berikut,

!!= 0.5 1 + !"#$ !!!!+ !!!!!"#!! !!!!!      (7) Dimana,

!! : tekanan gelombang pada permukaan air (kN/m2)

!! : tekanan gelombang pada dasar perairan (kN/m2)

!! : tekanan gelombang pada dasar dari dinding (kN/m2)

!! : massa jenis air (ton/m3)

!   : sudut antra garis normal dan bidang yang diterpa gelombang

 

Gambar 2.2 Arah Datang Gelombang

!!, !! : faktor modifikasi tekanan gelombang (nilai standar yang digunakan adalah 1.0)

ℎ : kedalaman air tepat di depan bidang yang diterpa gelombang (m)

ℎ′ : kedalaman air dengan acuan bagian bawah dari bidang yang diterpa gelombang

!   : panjang gelombang saat kedalaman h (m) Jika mengacu pada Technical Standards and

Commentaries for Port and Harbour Facilties in Japan,

maka nilai nilai !!dan !! ditetapkan sebesar 1. Nilai !! ditetapkan sebesar 1. ! merupakan sudut antra garis normal dan bidang yang diterpa gelombang. Nilai ! diperoleh dengan mengurangi arah datang gelombang dengan sudut sebesar 15˚. Sudut datang dari gelombang yang dibangkitkan oleh gelombang ditetapkan sebesar 55˚ sehingga nilai ! adalah 40˚. Sementara itu nilai !! ditetapkan berdasarkan formulasi sebagai berikut,

!!= 0.6 +1 2 4!ℎ/! sinh  (4!ℎ! ) !      (8) B. Gempa

Pada perencanaan dermaga ini, perencanaan struktur dermaga terhadap gempa mengacu kepada perencanaan struktur gedung menurut SNI-1726-2012 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur

Bangunan Gedung. Beban gempa dimodelkan dengan spektrum desain mengacu pada pasal 6.4 SNI-1726-2012 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.

Gambar 2.3 Spektrum Desain Gempa

Kemudian gaya geser dinamik dihitung berdasarkan pasal 7.8

! = !!!      (9) dengan nilai Cs ditentukan sebagai :

!!= !!"

! !!

     (10)

dengan nilai Cs harus lebih besar dari

!" = 0.044!!"!!≥ 0.03      (11) Nilai R merupakan nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem strutkur gedung yang nilainya dapat diambil dari tabel faktor reduksi gempa maksimum pada SNI-1726-2012.

Periode getar fundamental struktur dapat dihitung dengan rumus

!" =   !!ℎ!!      (12) Dengan nilai Ct dan x diambil berdasarkan tabel nilai parameter periode pendekatan Ct dan x pada SNI-1726-2012. Sementara itu, periode getar struktur tidak boleh melebihi batasan koefisien (Cu) yang ditentukan berdasarkan tabel parameter percepatan respons spektral desain pada 1 detik (SD1) pada SNI-1726-2012.

C. Kapal

Secara garis besar, kapal diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kapal yang mengangkut penumpang dan kapal yang mengangkut barang. Pada penelitian ini, jenis kapal yang merapat pada dermaga adalah kapal tanker dengan berat 3400 DWT. Kecepatan kapal merapat untuk kapal dengan berat 3400 DWT adalah 0.15 m/detik jika dermaga tidak berada pada laut terbuka.

(4)

Pada saat kapal datang merapat pada dermaga dengan kecepatan tertentu maka akan terjadi gaya kontak antara kapal dan dermaga yang disebut dengan gaya sandar (berthing forces). Gaya terbesar yang diterima dermaga adalah ketika kapal datang dengan sudut 10o terhadap sisi depan dermaga.

! =!! !

2! !!!!!!!!      (13) Dengan

E : energi benturan (ton meter)

V : komponen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada saat membentur dermaga (m/detik)

W : displacement (berat) kapal G : percepatan gravitasi (m/detik2) Cm : koefisien massa

Ce : koefisien eksentrisitas

Cs : koefisien kekerasan (diambil 1)

Cc : koefisien bentuk dari tambatan (diambil 1) Koefisien massa yang dipengaruhi oleh gerakan air di sekeliling kapal dengan persamaan !!= 1 +   ! 2!" ! !      (14) Dimana !!=   ! !!!!"!!      (15) Dengan

Cb : koefisien blok kapal d : draft kapal (m) B : lebar kapal (m) !!! : panjang garis air (m) !! : berat jenis air laut (ton/!!)

Panjang garis air (Lpp) dapat dihitung dengan rumus

!"#"$  !"#$%& ∶   !!!= 0,852!!,!"!#!"      (16) Ketika kapal merapat, ada energi hilang akibat perputaran dermaga ketika melakukan perputaran mensejajarkan diri dengan dermaga. Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal yang merapat,

!!=   1

1 + !/! !      (17)

L : jarak sepanjang permukaan air dari pusat berat kapal sampatitik sandar kapal (m)

r : jari – jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air (m)

Dengan titik kontak antara kapal dengan struktur yang ditumbuk dapat dihitung dengan rumus Dermaga : l = ¼ LOA      (18)

Gambar 2.4 Jarak Pusat Berat sampai Titik Sandar Kapal

Gambar 2.5 Jari-Jari Putaran di Sekeliling Pusat Berat Kapal

Gaya tambat diakibatkan oleh angin dan arus memiliki kecenderungan untuk mendorong kapal menjauh dari dermaga sehingga kapal akan menarik tali yang diikatkan pada bollard di dermaga tersebut atau sebaliknya. Angin yang datang menuju dermaga akan memberikan gaya benturan dan angin yang meninggalkan dermaga akan memberikan gaya tarik. Besar gaya angin bergantung pada arah dan kecepatan hembus angin. !!= 1 2!!!!!!!!      (18) !!=1 2!!!!!!!!      (19) !!= 1 2!!!!!!!!!!!      (20)

(5)

Dimana

Cx : koefisien geser pada arah X (dari depan kapal)

Cy : koefisien geser pada arah Y (dari sisi kapal) Cm : koefisien tegangan momen dengan pusat

bagian tengah kapal

Rx : komponen X dari gaya angin (kN) Ry : komponen Y dari gaya angin (kN)

Rm : momen dari gaya angin pada tengah kapal (kNm)

!! : densitas angin, !!= 1.23  !  10!!  (!!!) U : kecepatan angin (m/detik)

!! : area proyeksi depan di atas permukaan air (m2)

!! : area proyeksi samping di atas permukaan air (m2)

Lpp : panjang antara bagian yang tegak lurus (m2) Arus bekerja pada bagian kapal yang terendam air dan memberikan gaya yang berbeda nilainya tergantung dari arah datang arus. Untuk gaya pada dermaga akibat arus yang datang pada bagian belakang, formulasi untuk menentukan gayanya adalah sebagai berikut,

!! = 0.0014  !!!      (21) Dimana

Rf : gaya tegangan akibat arus (kN) S : permukaan area yang terkena arus (m2) V : kecepatan arus (m/detik)

Sementara itu, untuk gaya akibat arus yang datang pada bagian samping kapal, formulasi nya adalah sebagai berikut,

! = 0.5!!!!!!      (22) Dimana

R : gaya tegangan akibat arus (kN)

!! : densitas air laut (ton/m3) ; 1.03  !"#/!3 C : koefisien tegangan arus

V : kecepatan arus (m/detik)

B : area samping hasil proyeksi yang berada di bawah muka air (m3)

D. Daya Dukung Tiang

Untuk mengetahui daya dukung lateral tiang, maka dilakukan dengan pendekatan subgrade reaction. Permodelan subgrade reaction dari perilaku tanah, menganggap tanah sebagai rangkaian spring (pegas) linier-elastis yang tidak saling berhubungan satu dengan yang lain, atau disebut juga sebagai winkler spring model. Nilai modulus subgrade reaction (kh), dapat ditentukan berdasarkan hasil pengujian N-SPT di lapangan. Dengan mengetahui nilai kh, maka dapat ditentukan kekakuan pegas (ks) dengan persamaan :

!!= !!!"      (23)

Dimana :

!! : kekakuan pegas (kN/m)

!! : modulus subgrade reaction (kN/m3) A : luas permukaan tiang yang terkena tanah (m2)

Gambar 2.6 Nilai Kh berdasarkan Yokohama E. Pembebanan

Beban pada dermaga terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban mati adalah beban yang berasal dari struktur sendiri yang ikut membebani dan mempengaruhi perilaku struktur ketika dibebani. Pembebanan mengacu pada SNI-1727-1989.

Pada dasarnya banyak gaya yang bekerja pada dermaga, baik yang bersifat selamanya maupun sementara. Untuk beban yang bersifat permanen, maka beban tersebut akan dimasukan ke dalam kombinasi pembebanan, sedangkan untuk beban yang bersifat sementara dikombinasikan untuk mendapatkan nilai pembebanan yang paling besar yang dapat membahayakan struktur.

1. Kombinasi pembebanan pada struktur dermaga 2. Beban mati + benturan kapal + tekan arus + angina 3. Beban mati + tarik bollard

4. Beban mati + beban hidup +tarik bollard

5. Beban mati + Beban Gempa I, searah memanjang dermaga

6. Beban mati + beban gempa II, searah melintang dermaga

7. Beban mati + beban gempa I + beban Gempa II Kapasitas daya dukung struktur yang termasuk dalam komponen sistem penahan beban vertikal dan horisontal dari dermaga harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menahan pembebanan yang terjadi pada dermaga.

(6)

F. Bresing pada Tiang Dermaga

Bracing merupakan secondary member pada struktur yang memiliki fungsi utama sebagai pengaku pada elemen struktur yang memiliki kecenderungan untuk mengalami buckling. Selain itu, bracing juga digunakan untuk memberikan kekakuan pada struktur sehingga nantinya karakteristik struktur setelah diberi beban sesuai dengan kriteria desain. Pada umumnya, bracing digunakan pada struktur yang mengalami gaya lateral dari angin, gempa, dan beban hidup.

Gambar 2.7 Tipe Bresing

Pada rencana analisis perbaikan struktur dermaga Sungai Siak, Riau, tipe bracing yang digunakan adalah tipe cross bracing dengan member yang digunakan berupa profil baja I.

Gambar 2.8 Contoh Aplikasi X-Bracing pada Berbagai Tipe Struktur

Analisis struktur dermaga yang nantinya akan dilakukan tidak memperhitungkan secara khusus respon dari bracing yang dipasang. Nantinya, perbaikan dengan menggunakan bracing diharapkan memberikan dampak memberikan kekakuan pada struktur dengan memperkecil pergoyangan struktur yang dibebani oleh beban eksternal. Bracing akan didefinisikan dimensinya pada program SAP2000 V.14 dan dipasang dengan formasi menyilang.

3. Metode Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan untuk melakukan analisis perbaikan struktur dermaga dengan metode bracing terdiri dari dua tahapan. Tahapan pertama dilakukan untuk mendapatkan karakteristik pondasi yang belum diketahui dari hasil data

penyelidikan di lapangan. Tahapan kedua dilakukan untuk mengetahui metode perbaikan dengan perkuatan yang optimum untuk struktur dermaga.

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

3.1 Analisis dan Evaluasi Struktur Eksisting

Pada tahapan pertama, dilakukan modelisasi struktur eksisting dengan data perencanaan dermaga. Model struktur akan dibebani dengan kondisi pembebanan sesungguhnya yang diamati di lapangan yang menyebabkan gangguan pada kondisi layan dermaga. Output yang diperoleh dari modelisasi dan simulasi tersebut dibandingkan dengan goyangan terukur hasil penyelidikan lapangan untuk disamakan karakteristik struktur dermaga.

(7)

Modelisasi struktur dalam penelitian ini dikondisikan sebagaimana mungkin sesuai dengan kondisi struktur eksisting. Struktur dimodelkan sebagai jetty dan terdapat mooring dolphin di sisi kiri dan kanannya.

Bagian-bagian dermaga seperti trestle,

mooring dolphin, dan jetty bukan merupakan satu sistem

struktur. Terdapat dilatasi antara bagian-bagian dermaga tersebut. Hal ini menyebabkan tidak adanya hubungan secara langsung dalam kekakuan struktur. Karena itu, modelisasi dilakukan hanya pada dermaga dan mooring

dolphin. Kedua bagian tersebut dimodelkan terpisah.

Pada kondisi eksisting, terdapat jembatan penghubung antaradermaga dan mooring dolphin yang bisa berdilatasi.

Terdapat dua hal yang menjadi masukan dalam proses penyesuaian nilai konstanta pegas dari struktur. Pembebanan struktur oleh gelombang yang dibangkitkan oleh speed boat yang bergerak pada kecepatan tertentu. Speed boat bergerak melewati sungai dengan jarak yang disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya di lapangan. Gelombang yang mengalami propagasi diterjemahkan dalam bentuk gaya yang mendorong struktur dermaga. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, speed boat yang melintas pada Sungai Siak sehingga menimbulkan gelombang pada dermaga adalah sebagai berikut,

Nama Kapal : Legacy 34 Sedan Panjang Kapal (Ls) : 10,36 m

Kapasitas Mesin (EHP) : 447420 HP

Draft : 1,0638 m

Beam : 3,7 m

Kecepatan Rata-Rata : 10,28 m/s Kecepatan saat Terisi Penuh : 5,1 m/s

Sementara itu, karakteristik struktur sesuai dengan data dan spesifikasi pada kondisi lapangan. Struktur utama dermaga meliputi pelat, balok memanjang dan melintang, dan tiang pondasi. Spesifikasi struktur utama dermaga adalah sebagai berikut,

Pelat : Beton fc’ 37 MPa, tebal 300 mm dengan penulangan

memanjang D16-250 mm

Balok : Beton fc’ 37 MPa, 700 x 500 mm dengan penulangan D13

Pile Cap : Tiang tegak 800 x 800 x 800 mm dan 1600 x 800 x 800 mm untuk tiang miring

PC Spun Pile : Ф400 mm dengan kedalaman 40 m

Mooring Dolphin : 4000 x 3000 mm dengan 9 PC Spun

Pile

Gambar 3.4 Modelisasi Struktur Dermaga

Pemasukan input data dan permodelan struktur ke dalam program SAP2000 V.14 untuk memperoleh output data berupa pergoyangan yang terdari pada dermaga. Data yang diperoleh dari hasil proses program SAP2000 V.14 adalah besar goyangan (simpangan) yang terjadi pada dermaga dan mooring dolphin.

Pada tahap analisis, data hasil analisis program SAP2000 V.14 yang berupa nilai dari simpangan pada struktur dermaga dibandingkan dengan nilai simpangan (pergoyangan) hasil penyelidikan lapangan. Dari perbandingan tersebut akan didapat analisis penyebab ganggungan dermaga pada kondisi layan. Ketidaksesuaian struktur eksisting dengan perencanaan akan diberi perlakuan dengan menyesuaikan nilai konstanta pegas sehingga permodelan dan input karakteristik struktur yang digunakan untuk tahapan kedua mengikuti nilai konstanta pegas yang diperoleh.

3.2 Pilihan Perbaikan Struktur Dermaga

Pilihan perbaikan dalam yang akan dilakukan pada struktur dermaga Sungai Siak, Riau, adalah dengan metode bresing (bracing). Dermaga akan diberikan pembebanan sesuai dengan beban kapal rencana yang akan bertambat pada dermaga dan beban lain yang mengenai dermaga menurut peraturan standar pembebanan pada dermaga.

Berdasarkan metode konstruksinya, profil penunjang bresing pada penulisan ini digunakan sebagai tempat pengangkuran bresing karena pada struktur eksisting, tidak terdapat media yang berfungsi sebagai tempat pengangkuran.

Profil yang digunakan sebagai media penunjang adalah sebagai berikut,

• Material : Baja A36 (Fy = 240 MPa) • Profil : WF 350 x 350

(8)

Bresing merupakan komponen utama perbaikan bagi struktur eksisting. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, struktur eksisting mengalami yang cukup terasa ketika ada manusia yang berdiri di atas struktur dermaga. Oleh karena itu, pilihan perbaikan untuk struktur eksisting tersebut adalah bresing. Bresing yang digunakan adalah batang prategang (prestress bar) dari Freyssibar, Perancis.

Gambar 3.5 Properti Batang Prategang  

 

Bresing A merupakan bresing dengan arah memanjang. Bresing A terdiri dari member bresing 1 sampai dengan 24.

Gambar 3.6 Bresing Arah Memanjang

Bresing B merupakan bresing dengan arah melintang (arah pendek)

dermaga. Bresing B terdiri dari member bresing 25 sampai dengan 52

Gambar 3.7 Bresing Arah Melintang

Jika elemen perbaikan struktur divisualisasikan secara bersama-sama, permodelan struktur perbaikan adalah sebagai berikut,

Gambar 3.8 Sistem Bresing

Detail pendimensian dari sudut pemasangan bresing, tipe, serta jarak antar tiang penyokong terdapat pada bagian lampiran penulisan ini.

Variabel yang ditetapkan dalam perencanaan perbaikan struktur dermaga ini merupakan sesuatu yang bersifat berubah-ubah dan mempengaruhi struktur dermaga. Beberapa hal yang ditetapkan sebagai variabel desain adalah sebagai berikut

a. Variasi Sudut Pemasangan

Sudut Pemasangan Bresing divariasikan dengan kisaran 40˚, 42,5˚, 45˚, 47,5 ˚, dan 50 ˚.

b. Tipe/Jenis pemasangan bresing

Jenis pemasangan bresing yang ditetapkan sebagai variabel adalah bresing menyilang (X-Bracing), dan

single-diagonal bracing.

c. Besar Gaya Prestress

Besar gaya prestress yang diberikan pada bresing sebagai variabel ditetapkan sebesar 30%, 40%, 50%, dan 60% dari kapasitas bresing terhadap gaya aksial tarik. Berdasarkan katalog bresing yang difabrikasi

(9)

oleh fressybar, bresing yang digunakan memiliki kapasitas 1030 MPa.

Sebagai bagian dari perbaikan, bresing didesain agar efektif menahan gaya lateral yang disebabkan oleh kapal dan gaya gempa. Jika ditinjau dari dimensi struktur arah memanjang dan melintang, maka ditetapkan bahwa respon struktur terhadap gaya lateral akan signifikan pada arah melintang/arah pendek dermaga. Perbaikan dan analisis akan difokuskan pada struktur dermaga arah melintang/arah pendek sebagai representasi dari arah lemah dermaga. Dengan kondisi eksisting tersebut, maka ditetapkan Bresing A (bresing arah memanjang) tidak divariasikan terhadap jenis, besar gaya, dan variasi sudut pemasangan. Sementara itu, untuk Bresing B (bresing arah melintang/pendek), variasi tetap dilakukan untuk ketiga variabel.

Tabel 3.1 Variasi Desain Perbaikan Struktur Dermaga bagi Bresing B

 

Tabel Error! No text of specified style in document..2 Variasi Perbaikan

 

 

3.3 Analisis dan Evaluasi Perkuatan Struktur

Modelisasi struktur dan beban pada tahapan ini adalah sebagai berikut,

• Pembebanan berupa gaya tarik kapal tanker 3500 DWT, gaya arus pada kapal, gaya angin pada kapal, beban hidup, dan beban gempa. Pembebanan terfaktor akan dikombinasikan dan dikenakan pada struktur dermaga.

• Karakteristik struktur yang sama dengan kondisi rencana yang sesuai dengan hasil penyelidikan lapangan. Struktur dermaga meliputi pelat, balok memanjang dan melintang, dan tiang pondasi. Struktur pendukung berupa mooring dolphin. • Penambahan komponen struktur pada dermaga,

yaitu metode perkuatan bracing dengan karakteristik dan jumlah yang divariasikan.

Pemasukan input data dan permodelan struktur dalam program SAP2000 V.14 untuk memperoleh output data karakteristik struktur sementara data yang diperoleh dari hasil proses program SAP2000 V.14 adalah gaya dalam dan pergoyangan yang terjadi pada struktur dermaga dan perkuatannya. Pada tahapan analisis, hasil gaya dalam dan pergoyangan pada struktur dermaga dan perkuatannya akan dibandingkan dengan kemmpuan daya dukung yang dimiliki. Perkuatan dikatakan memenuhi apabila daya dukung lebih besar dari gaya dalam dan pergoyangan yang terjadi. Variasi perkuatan akan dibandingkan untuk mendapatkan hasil optimum untuk kemudian diaplikasikan kepada eksisting dermaga.

3.4 Hipotesis

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang menjadi kesimpulan sementara agar arah dari penilitian menjadi jelas sehingga tidak menimbulkan batasan-batasan baru. Bresing merupakan salah satu perbaikan yang diusulkan. Dengan penambahan bresing pada struktur eksisting, dermaga akan mengalami peningkatan kekakuan. Bresing kemudian divariasikan berdasarkan sudut pemasangan dan pemberian gaya prategang.

Dengan memvariasikan sudut pemasangan bresing, efektivitas perbaikan akan bervariasi pula. Kesimpulan sementara yang diambil adalah bahwa sudut pemasangan bresing yang paling efektif adalah sudut 45˚. Sementara itu, gaya prategan yang paling efektif adalah dengan memberikan prategang sebesar 30% dari kapasitas prestress bar.

Tipe pemasangan bresing pada penilitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu pemasangan silang dan diagonal tunggal. Tipe pemasangan paing efektif adalah bresing silang.

4. Hasil Penelitian

Keluaran (output) data diperoleh dari analisis dengan program SAP2000 V14. Untuk mengetahui perbedaan respon struktur sebelum dan sesudah diberi perbaikan, kategori yang dianalisis adalah periode getar

(10)

natural struktur (Tn), rasio tegangan batang prategang (prestress bar), gaya dalam komponen tiang pancang (pile), pergeseran struktur, dan gaya geser dasar struktur.

4.1 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa Untuk mengetahui perilaku struktur terhadap gempa yang memberikan beban terhadap struktur, perlu diketahui mode getar struktur yang merupakan karakteristik alami dari struktur bangunan.

Mode getar yang merupakan arah gerakan dari struktur merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan oleh program SAP2000 V14. Mode getar yang ditinjau adalah mode getar dari struktur eksisting dimana belum terdapat perbaikan.

Berdasarkan keluaran dari program SAP2000 V14, partisipasi massa untuk masing-masing mode ditunjukkan dalam gambar berikut ini,

Gambar 4.1 Tabel Partisipasi Massa Modal

Dalam tabel terlihat bahwa partisipasi massa terbesar berada pada mode getar 1 untuk translasi arah memanjang dan mode getar 3 untuk translasi arah lebar/pendek bangunan. Karena itu, nilai periode getar struktur yang mewakili yang nantinya sebagai data periode getar struktur diambil dari periode getar untuk mode 1 dan mode 3.

4.2 Kelompok Komponen Struktur Eksisting

Dermaga memiliki denah vertikal yang lebih panjang daripada denah horizontal dan juga dibebani dengan beban yang lebih dominan pada arah horizontal. Dalam hal ini kolom memiliki gaya dalam yang besar dan mengalami lendutan yang besar akibat beban horizontal. Hal ini terbukti dari hasil overstress dari hasil permodelan fase 1.

Gambar 4.2 Kelompok Tiang Tegak Beton

Gambar 4.3 Kelompok Tiang Miring Beton

4.3 Komponen Perbaikan : Periode Getar (Tn) Komponen Struktur Perbaikan adalah komponen struktur eksisting yang diberi perlakuan berupa perbaikan dengan memasang bresing prategang. Komponen struktur perbaikan diproyeksikan untuk memiliki karakteristik respon struktur yang lebih baik jika terkena gaya, baik vertikal maupun horizontal, dibandingkan dengan struktur eksisting.

Periode getar (Tn) struktur dermaga merupakan faktor yang penting untuk menentukan karakteristik dermaga terhadap gempa. Periode getar sendiri dipengarhui oleh massa dan kekakuan dari bangunan. Perbedaan yang terjadi pada periode getar struktur eksisting dan struktur dermaga setelah perbaikan mengindikasikan adanya perubahan kekakuan dari kedua kondisi struktur. Data yang disajikan berupa periode getar struktur eksisting dan variasi perbaikan arah memanjang dan arah melintang/lebar sehingga dapat terlihat karakteristiknya.

(11)

Tabel 4.1 Periode Getar Struktur

A. Periode Getar Translasi Arah Memanjang

Periode getar translasi struktur arah memanjang dibagi menjadi dua kondisi, yaitu 1) dengan kondisi sudut pemasangan bresing tetap dan gaya prategang yang bervariasi, dan 2) kondisi gaya prategang yang tetap (30% kapasitas) dan kondisi sudut pemasangan yang bervariasi. Kedua kondisi tersebut ditunjukkan dalam grafik berikut,

Gambar 4.4 Grafik Periode Getar Translasi Arah Memanjang (θ = 45˚)

Gambar 4.5 Grafik Periode Getar Translasi Arah Memanjang (30% Prestress)

B. Periode Getar Translasi Arah Lebar

Periode getar translasi struktur arah memanjang dibagi menjadi dua kondisi, yaitu 1) dengan kondisi sudut pemasangan bresing tetap dan gaya prategang yang bervariasi, dan 2) kondisi gaya prategang yang tetap (30% kapasitas) dan kondisi sudut pemasangan yang bervariasi. Kedua kondisi tersebut ditunjukkan dalam grafik berikut,

Gambar 4.6 Grafik Periode Getar Translasi Arah Lebar (θ = 45˚)

Gambar 4.7 Grafik Periode Getar Translasi Arah Lebar (30% Prestress)

4.4 Komponen Perbaikan : Simpangan Struktur Pergeseran struktur adalah perpindahan salah satu titik pada struktur yang diukur akibat pengaruh gaya lateral yang membebani struktur. Gaya lateral pada struktur diindikasi berupa gaya akibat sandaran dan tarikan kapal serta gaya gempa.

Dalam penyajian daya pergeseran struktur, pergeseran merupakan pergeseran maksimum akibat kombinasi pembebanan batas layan (serviceability) serta selalu dibandingkan antara jenis bresing menyilang (X bracing) dan single-diagonal bracing. Terdapat tiga kondisi untuk mengukur pergeseran dari struktur, yaitu 1) kondisi eksisting, dimana tidak terdapat perbaikan sama sekali pada sistem struktur 2) dengan kondisi

(12)

sudut pemasangan bresing tetap dan gaya prategang yang bervariasi, dan 3) kondisi gaya prategang yang tetap (30% kapasitas) dan kondisi sudut pemasangan yang bervariasi. Ketiga kondisi tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut,

Tabel 4.2 Simpangan Struktur

A. Pergeseran Arah Memanjang

Berikut adalah grafik pergeseran struktur arah memanjang berdasarkan keluaran yang diperoleh dari program SAP2000 V14.

Gambar 4.8 Grafik Pergeseran Arah Panjang (θ = 45˚)

Gambar 4.9 Grafik Pergeseran Arah Panjang (30% Prestress)

B. Pergeseran Arah Lebar

Berikut adalah grafik pergeseran struktur arah memanjang berdasarkan keluaran yang diperoleh dari program SAP2000 V14.

Gambar 4.10 Grafik Periode Getar Translasi Arah Lebar (θ = 45˚)

Gambar 4.11 Grafik Periode Getar Translasi Arah Lebar (30% Prestress)

4.5 Komponen Perbaikan : Gaya Geser Dasar Gaya gesr dasar ditimbulkan oleh gaya lateral, dalam hal ini yang diperhitungkan adalah gaya geser dasar akibat gempa. Gaya geser dasar dipengaruhi oleh berat bangunan dan faktor-faktor lain seperti peruntukan bangunan, wilayah gempa tempat bangunan berdiri, serta jenis dan kekerasan tanah.

(13)

Tabel 4.3 Gaya Geser Dasar

A. Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Memanjang

Gambar 4.12 Grafik Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Memanjang (θ = 45˚)

Gambar 4.13 Grafik Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Memanjang (30% Prestress)

B. Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Lebar

Gambar 4.14 Grafik Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Lebar (θ = 45˚)

Gambar 4.15 Grafik Gaya Geser Dasar Maksimum Arah Lebar (30% Prestress)

4.6 Komponen Perbaikan : Fluktuasi Gaya Dalam A. Gaya Dalam Aksial Tiang Tegak

Tabel 4.4 Gaya Dalam Aksial Tiang Tegak

(14)

Gambar 4.16 Gaya Dalam Aksial Maksimum Tiang Tegak (θ = 45˚)

Gambar 4.17 Gaya Dalam Aksial Maksimum Tiang Tegak (30% Prestress)

Gambar 4.18 Gaya Dalam Aksial Minimum Tiang Tegak (θ = 45˚)

Gambar 4.19 Gaya Dalam Aksial Minimum Tiang Tegak (30% Prestress)

B. Gaya Dalam Aksial Tiang Miring

Tabel 4.5 Gaya Dalam Aksial Tiang Miring

 

Gambar 4.20 Gaya Dalam Aksial Maksimum Tiang Miring (θ = 45˚)

(15)

Gambar 4.21 Gaya Dalam Aksial Maksimum Tiang Miring (30% Prestress)

Gambar 4.22 Gaya Dalam Aksial Maksimum Tiang Miring (θ = 45˚)

Gambar 4.23 Gaya Dalam Aksial Minimum Tiang Miring (30% Prestress)

 

C. Gaya Dalam Geser Tiang

Tabel 4.6 Gaya Geser Tiang hasil permodelan dengan SAP

 

Gambar 4.24 Gaya Dalam Geser Maksimum Tiang Tegak (θ = 45˚)

Gambar 4.25 Gaya Dalam Geser Maksimum Tiang Tegak (prestress 30 %)

(16)

Gambar 4.26 Gaya Dalam Geser Maksimum Tiang Miring (θ = 45˚)

Gambar 4.27 Gaya Dalam Geser Maksimum Tiang Miring (prestress 30 %)

D. Gaya Dalam Momen Tiang

Tabel 4.7 Gaya Dalam Momen Tiang hasil permodelan dengan SAP

 

Gambar 4.28 Gaya Dalam Momen Maksimum Tiang Tegak (θ = 45˚)

Gambar 4.29 Gaya Dalam Momen Maksimum Tiang Tegak (prestress 30 %)

Gambar 4.30 Gaya Dalam Momen Maksimum Tiang Miring (θ = 45˚)

(17)

Gambar 4.31 Gaya Dalam Momen Maksimum Tiang Miring (prestress 30 %)

5. Pembahasan

Dermaga pada kondisi eksisting yang mengalami pergeseran yang cukup terasa bila manusia berdiri diatasnya direncanakan untuk diperbaiki dengan memberikan elemen struktur baru berupa bresing. Bresing kemudian diberi gaya prategang dengan harapan dapat menambah kekakuan struktur eksisting. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan analisis keluaran berupa data output hasil analisis struktur dengan menggunakan program SAP2000 V14 apakah perbaikan cukup efektif atau tidak berdampak sama sekali. Keluaran dari analisis menunjukkan bahwa letak nilai maksimum gaya dalam aksial, geser, dan momen, memiliki pola yang relatif sama untuk masing-masing variasi perbaikan yang dilakukan.

5.1 Periode Getar Struktur

Periode getar bangunan merupakan salah satu identitas struktur yang dipengaruhi oleh massa bangunan dan kekakuan bangunan. Secara umum, hubungan antara periode getar bangunan dengan massa dan kekakuan adalah sebagai berikut,

!!= 2! !

!      (24) Dari persamaan tersebut diketahui bahwa periode getar bangunan berbanding lurus akar dari massa dan berbanding terbalik akar dari kekakuan. Dengan kata lain struktur akan bertambah periode getarnya jika bertambah massa nya. Demikian pula sebaliknya periode getar struktur akan berkurang seiring dengan pertambahan kekakuan struktur.

Berdasarkan keluaran yang diperoleh dari analisis menggunakan program SAP2000 V14, diketahui bahwa terdapat perbedaan periode getar antara struktur eksisting dengan struktur setelah perbaikan. Struktur eksisting memiliki periode getar arah memanjang bangunan sebesar 4,74 detik sementara

periode getar pada struktur setelah perbaikan berkurang menjadi berikisar antara 4,28 dan 4,25 detik. Struktur eksisting memiliki periode getar arah lebar bangunan sebesar 1,38 detik sementara periode getar pada struktur setelah perbaikan berkurang menjadi berikisar antara 1,39 dan 1,4 detik.

5.2 Gaya Geser Dasar

Grafik dan tabel gaya geser dasar menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari gaya geser dasar struktur akibat gempa, baik pada kondisi tanpa perbaikan dan kondisi dengan variasi perbaikan. Hal ini kembali kepada prinsip gaya geser dasar yang dipengaruhi oleh bobot bangunan. Terdapat sedikit seklisih pada variasi perbaikan dengan x bracing dan single-diagonal bracing. Hal ini disebabkan karena adanya selisih massa antara x bracing dan single-diagonal bracing. Bobot total dermaga dengan pilihan perbaikan x bracing lebih besar dibandingkan dengan pilihan perbaikan single-diagonal bracing. Namun, karena selisih bobot yang tidak terlalu besar antara kedua tipe bracing tersebut, maka nilai gaya geser dasar dari kedua tipe bracing tidak memiliki selisih yang signifikan.

5.3 Rasio Tegangan

Rasio tegangan dihitung berdasarkan nilai gaya yang tersalurkan komponen dibandingkan dengan kapasitasnya menahahan beban sebelum komponen struktur mengalami kegagalan. Dalam hal ini, elemen yang diamati rasi0 tegangannya adalah bresing. Bresing diposisikan dengan berbagai kondisi. Kondisi yang pertama adalah kondisi dimana gaya prategang belum diberikan kepada bresing. Hal ini dapat berarti juga bahwa dengan tidak adanya gaya prategang, elemen bresing baru akan bekerja jika struktur menerima gaya. Kondisi yang kedua adalah kondisi variasi, dimana bresing diberikan gaya prategang yang nilainya berkisar 30%, 40%, 50%, dan 60%.

Pada kondisi dimana sudut pemasangan ditentukan sebesar 45 derajat, maka terdapat selisih yang cukup signifikan pada kedua kondisi. grafik yang ditunjukkan oleh x bracing dan sd bracing merupakan nilai rasio tegangan dari kondisi kedua, sementara grafik lainnyamerupakan nilai rasio tegangan dari kondisi pertama. Pada masing-masing pemberian gaya prategang, tidak ada perbedaan nilai yang cukup signifikan karena bresing arah memanjang sendiri dijaga agar tetap pada kondisi dimana gaya prategang sebesar 30 % dari kapasitas. Untuk kondisi dimana gaya prategang bresing B dijaga tetap 30 % dari kapasitas ultimit bresing, dan divariasikan sudut pemaangannya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan akibat variasi sudut pemasangan bresing.

Pada bresing arah lebar dengan sudut pemasangan dijaga tetap dan gaya prategang

(18)

divariasikan, terdapat perbedaan nilai rasi tegangan dari kondisi kedua, yaitu kondisi dimana bresing diberi gaya prategang. Untuk x bracing dan single-diagonal bracing yang dipasang pada sudut 45 derajat dan diberi gaya prategang bervariasi, maka rasio tegangan nya akan bervariai pula. Semakin besar gaya prategang yang diberikan, maka semakin besar rasio tegangan bresing arah lebar. Selisih terbesar antara kondisi tanpa gaya prategang dan dengan gaya prategang adalah pada saat bresing dipasang dengan sudut 45 derajat dan diberi gaya prategangsebesar 60% dari kapasitasnya. Sementara rasio tegangan arah lebar dengan gaya prategang tetap dan sudut bervariasi menghasilkan rasio tegangan yang lebih besar jika kondisi diberi perbaikan. 5.4 Gaya Dalam : Aksial

Nilai-nilai maksimum dari gaya dalam aksial tiang tegak ditinjau berdasarkan nilai gaya aksial maksimum dan nilai gaya aksial minimum yang dialami pile. Perlu ditinjau kedua jenis gaya aksial tersebut karena sifat dari kedua gaya aksial tersebut akan berbeda jika dialami oleh pile. Untuk gaya aksial tarik akan memberikan efek penarikan/cabut pile sedangkan gaya aksial tekan akan memberikan efek tekuk bagi pile.

Grafik gaya dalam aksial maksimum dan minimum mengidikasikan adanya penambahan nilai gaya dalam jika pemberian gaya prategang diperbesar untuk tipe bresing singe-diagonal. Sementara untuk tipe x bracing, penambahan gaya prategang tidak berpengaruh pada gaya aksial maksimum maksimum yang dialami tiang tegak. Hal ini disebabkan adanya interaksi aksi reaksi bresing karena dipasang menyilang. Sementara untuk tipe bresing single-diagonal, bresing yang dipasang hanya satu arah sehingga penambahan nilai akan secara langsung memberikan penambahan gaya aksial tarik.Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting, maka single-diagonal bracing akan membuat tiang tegak struktur mengalami gaya aksial maksimum yang besar dibandingkan dengan perbaikan dengan x bracing.

5.5 Gaya Dalam : Geser

Mengacu pada hasil yang diperoleh dari analisis dengan program SAP2000 V14, diketahui bahwa untuk tiang tegak, terjadi penambahan nilai gaya dalam geser yang cukup signifikan. Untuk variai gaya prategang, gaya geser yang dialami tiang tegak bertambah nilainya akibat perbaikan yang diberikan. Begitu pula jika memvariasikan sudut pemasangan bresing. Namun bagi tiang miring, variasi perbaikan justru memperkecil nilai gaya geser yang dialami oleh tiang, baik untuk variasi gaya prategang yang diberikan ataupun variasi sudut pemasangan bresing.

5.6 Gaya Dalam : Momen

Dengan adanya perbaikan, gaya dalam momen yang dialami oleh tiang tegak mengalami pengingkatan dibandingkan dengna kondisi eksisting. Peningkatan ini terjadi baik pada variasi gaya prategang maupun variasi sudut pemasangan. Hal tersebut diindikasi akibat adanya gaya pra tegang yang diberikan. Penurunan gaya dalam momen pada tiang tegak terjadi ketika sudut pemasangan bertambah. Sementara itu, ketika diberi perbaikan, tiang mirnig akan mengalami gaya dalam momen yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi eksisting.

6. Kesimpulan

• Perbaikan struktur dermaga dengan semua variasi dalam penulisan ini memberikan pertambahan kekakuan sebesar 27,3% pada arah memanjang struktur dermaga dan 1,3% pada arah lebar/pendek struktur dermaga. Perbaikan struktur dermaga dengan semua variasi dalam penulisan ini mengurangi displacement arah memanjang dermaga sebesar 24,88% - 25% dan arah melintang sebesar 12,85% - 12,98%

• Perbaikan memberikan kenaikan nilai gaya geser dasar yang nilainya relatif sama setiap tipe perbaikan.

• Pemberian gaya prategang pada bresing yang paling efektif adalah sebesar 30% dari kapasitas bresing. • Mode perbaikan yang paling efektif adalah dengan

memasang Cross Bracing dengan pemberian gaya prategang sebesar 30 % dari kapasitas prestress bar dan sudut 45˚. Sementara itu pemasangan bresing yang paling efektif adalah pada arah memanjang.

Daftar Acuan

[1]

Atkinson, P. J. (n.d.). Soil Shear Capacity

Based on Part of the GeotechniCAL

Reference Package. Retrieved from

http://www.uwe.ac.uk/geocal/

;

http://fbe.uwe.ac.uk/

[2]

C.Ostergaard, & T.E.Schellin. (1993). The

Vessel in Port: Mooring Problems.

Germany: Elsevier.

[13

Departemen Pekerjaan Umum. (2013). Tata

cara perencanaan ketahanan gempa untuk

struktur bangunan gedung dan non gedung.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[4]

E.HARN, R. (2004). Displacement Design of

Marine Structures on Batter Piles. 13th

World

Conference

on

Earthquake

Engineering, (p. 543). Vancouver, B.C.,

Canada.

(19)

[5]

GRAU, D., KIRK, J., & BACK, E. W. (2012).

Equipment Technology Innovation for

Extreme-Batter Pile Driving Operations.

Construction Research Congress ASCE.

ASCE.

[6]

Japanese Unified Soil Classification System.

(n.d.).

[7]

Mattar, S. G., & ASCE, M. (n.d.). Segmental

Post-Tensioned Dolphin at Tagrin Point.

[8]

Molen, W. v., Ligteringen, H., Lem, J. C., &

Waal, J. d. (n.d.). Behavior of a Moored

LNG Ship in Sweel Waves.

[9]

Penulis. (2012).

[10]

Port Technology Group ASEAN-Japan

Transport Partnership. (n.d.). Guidelines

on Strategic Maintenance for Port

Structures.

[11]

Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, D. (2009).

Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta:

Beta Offset Yogyakarta.

[12]

Rajashree, S. S., & Sitharam, T. G. (n.d.).

Nonlinear Finite-Element Modeling of

Batter Piles Under Lateral Load.

[13]

Rao, S. N., Ramakrishna, V., & Raju, G. (n.d.).

Behavior of Pile-Supported Dolphins in

Marine Clay Under Lateral Loading.

[14]

Sorum, A. (2006). Northern Harbors & Small

Ports

Operation

and

Maintenance.

Fairbanks, Alaska: Alaska Sea Grant

College Program University of Alaska

Fairbanks.

[15]

Standar Nasional Indonesia. (1989). Standar

Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah

dan Gedung (SNI-1727-1989). Jakarta:

Badan Standarisasi Nasional.

[16]

Standar Nasional Indonesia. (2002). Standar

Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Struktur Bangunan Gedung

(SNI-1726-2002. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[17]

Steel Sheet Piling Design Manual. (n.d.).

[18]

The Overseas Coastal Area Development

Institute of Japan. (2002). Technical

Standards and Commentaries for Port and

Harbour Facilities in Japan. Japan:

Daikousha Printing Co., Ltd.

Gambar

Gambar 2.1 Gelombang yang Menerpa Bidang
Gambar 2.2 Arah Datang Gelombang 	
  
Gambar 2.4 Jarak Pusat Berat sampai Titik Sandar Kapal
Gambar 2.6 Nilai K h  berdasarkan Yokohama E.  Pembebanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja batas ultimit gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat gempa rencana dalam kondisi struktur gedung diambang

Dari hasil rangkaian perhitungan gaya-gaya dalam yang bekerja pada elemen struktur, akibat berbagai kombinasi pembebanan diperoleh luasan tulangan yang diperlukan

M n = Momen nominal suatu penampang unsur struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada taraf pembebanan nominal, atau akibat pengaruh momen leleh sendi plastis yang

Simpangan yang terjadi baik akibat gaya gelombang dari gelombang reguler maupun dari gelombang panjang tidak membuat struktur pontoon tenggelam sehingga struktur

Dari hasil perhitungan gaya-gaya dalam yang bekerja pada elemen struktur, akibat berbagai kombinasi pembebanan diperoleh luasan tulangan yang diperlukan dengan

Gaya akibat beban gempa terhadap penulangan utama pada balok dermaga mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dibandingkan dengan gaya akibat kombinasi beban tanpa gempa, sehingga

Simpangan Antar Lantai Gempa Static Ekivalen dengan Menggunakan Kombinasi Pembebanan Arah X Tabel 4 Simpangan Antar Lantai Akibat Gempa Static Ekivalen Pada Struktur Beraturan

Hasil dari analisis struktur nilai maksimum gaya-gaya dalam terjadi pada tiang pancang yang terletak pada sisi terluar dermaga.. Nilai gaya aksial terbesar terjadi pada dermaga Tipe-1