• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 DasarTeori BAB II DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 DasarTeori BAB II DASAR TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II DASAR TEORI

2.1 Sejarah dan Perkembangan Industri Elektronika Indonesia

Industri elektronika Indonesia dimulai sejak tahun 1956 dengan berdirinya PT Transistor Radio Mfg.Co, yang memproduksi radio merk Tjawang. Kemudian pada tahun 1962 berdiri PT Nusantara Polar di Medan yang memproduksi radio dengan merk Nusantara. Sampai tahun 1960-an industri elektronika Indonesia masih belum muncul, yang ada hanyalah kegiatan reparasi yang dilakukan oleh PT.Toa Galva sejak tahun 1950-an. Tonggak baru dalam dunia elektronika dimulai tahun 1962 dengan adanya perakitan televisi hitam putih pertama di Indonesia.

Pada awal tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1985, industri elektronika di Indonesia dikembangkan dengan pola substitusi impor. Kebijakan tersebut disambut baik oleh masyarakat industri elektronika sehingga banyak perusahaan bermunculan. Selain itu dengan adanya insentif yang diberikan terhadap PMA ( Penanaman Modal Asing ), menyebabkan munculnya perusahaan patungan seperti National dan Sanyo.

Hingga tahun 1973, terdapat 15 perusahaan aktif, baik sebagai Agen Tunggal Pemegang Merk maupun yang memproduksi dengan merk lokal, antara lain  PT Yashonta, merakit televisi merk Sharp dari Jepang

 PT Sanyo Industries Indonesia, merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan merk Sanyo dari Jepang.

 PT National Gobel, merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan merk National dari Jepang

 PT Asia Electronics Corps, merakit radio dan televisi merk Grundig dari German

 PT Telesonics, dan lain-lain

Sampai tahun 1985 jumlah perusahaan elektronik bertambah menjadi sekitar 58 perusahaan dimana sebagian besar menggunakan merk asing yang diproduksi

(2)

berasal dari Jepang. Perusahaan perusahaan baru mulai tumbuh antara lain :  PT Wily Antariksa Electronics merakit televisi merk Toshiba

 PT Hartono Istana Electronics merakit televise merk Polytron  PT Panggung Elektronik memproduksi merk Intel, dll

Adanya perusahaan-prusahaan tersebut mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Untuk memperkuat posisi perusahaan-perusahaan tadi, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan ” larangan impor”. Pada awal tahun 1970-an impor televisi dan radio dalam keadaan Completely Built Up (CBU) dilarang, dan ketentuan Completely Knocked Down (KCD) diatur dengan tarif lebih rendah dari part guna merangsang industri perakitan.

Dari sisi struktur produksi, sebenarnya perusahaan –perusahaan ini sebagian melakukan perakitan dengan komponen impor. Bagi perusahaan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM), mereka mengimpor komponennya dari pemilik merk dan produk merk lokal mengimpor secara multisourcing. Dengan demikian industri elektronika Indonesia merupakan industri perakitan yang mempunyai kapabilitas produksi dengan modifikasi sederhana. Beberapa perusahaan memiliki kemampuan modifikasi mendasar (mayor change capability) dan rekayasa atau desain, namun belum ada yang dapat melakukan inovasi atau menjadi trend setter (Direktorat ILMEA Depperindag, 2003).

2.2 Nilai Produksi Industri Elektronika Konsumsi Indonesia

Aplikasi penggunaan produk elektronika dapat ditemukan pada semua sektor ekonomi, dengan aplikasi terbesar pada produk konsumsi (dari peralatan dapur hingga pusat hiburan), peralatan industri telekomunikasi, otomotif, industri antariksa, dan peralatan medis). Tiga besar pengguna elektronika adalah telematika, industri dan alat transportasi. Penyebab dari pertumbuhan tersebut adalah :

 Kemajuan berkelanjutan di bidang teknologi informatika  Ekspansi prasarana internet secara global

(3)

 Generasi baru peralatan genggam dan nir-kabel (handdheld and wireless devices)

 Peningkatan penggunaan komponen elektronika di berbagai produk elekronik

Berdasarkan prediksi dari Asosiasi Industri Telematika dan Elektronika Jepang, hingga tahun 2010 tetap akan terjadi peningkatan permintaan berbagai macam produk elektronika dengan total nilai sebesar U$ 3,461.1 M. Dalam periode 2005-2010, permintaan produk elektronika seluruh jenis meningkat dengan pertumbuhan per tahun sebesar 7.7%. Pertumbuhan terbesar adalah segmen perangkat lunak dan jasa informasi sebesar 11.2%, disusul oleh komponen (6.4%) dan peralatan elektronika (4.6%).

Berikut ini adalah data produksi industri elektronika Indonesia selama tahun 2002 sampai 2005.

Tabel 2.1 Produksi industri elektronika konsumsi Indonesia (Rp Milyar) Tahun No Uraian 2002 2003 2004 2005 1 Peralatan video 21.783,61 15.396,11 30.872,21 20.610,79 2 Televisi berwarna 3.975,45 3.431,08 4.285,08 3.667,02 3 Perekam video 5.505,82 3.646,87 4.948,68 3.761,25 4 Televisi kamera 4,43 8,16 12,59 10,53

5 Radio, tape recording 3.357,30 2.044,62 1.098,46 1.035,98 6 Radio mobil 4.461,13 4.065,30 4.344,88 4.528,90

7 Amplifiers 608,42 684,73 448,75 649,52

8 Peralatan audio lain 483,55 238,54 459,40 287,87 9 Mesin cuci dan

pengering

11,07 8,05 4,25 2,16

10 Cleaner, Fan , Mixer dan Shaver

670,03 584,81 527,45 904,28

11 Refrigerator, freezers 301,56 459,16 749,16 953,39

(4)

13 Pemanas air,

pengering dan setrika

123,14 125,79 124,13 128,89

14 Lampu tabung gas 618,52 706,98 834,08 1.161,79 15 TL/fluorescent lamps 374,67 301,28 507,33 429,42

16 Microwave oven 0,29 0,15 0,48 0,21

17 Vacum cleaner 5.17 8.27 0.99 2.80

18 Food grinder and mixers 32.15 41.63 39.80 37.85 19 Electric smoothing iron 0,3 0,56 0,18 3,25 20 Bulb 281,06 301,30 409,59 351,36

21 Cell and battery primer

2.802,52 2.592,85 4.132,04 4.937,46 (Sumber : Direktorat ILMEA Depperin , 2006)

2.3 Evolusi Industri Elektronika

Evolusi di industri elektronika pada akhir 1940-an memungkinkan dilakukannya otomatisasi pekerjaan yang berulang-ulang dan peningkatan efisiensi pekerjaan lainnya. Hal ini membuat kemajuan lebih lanjut di bidang teknologi sirkuit terpadu ( integrated circuit ) di akhir tahun 1950-an. Sejak 1960-an perkembangan dibidang pembuatan komponen dan sub sistem berhasil menekan harga secara signifikan. Dalam perkembangan selanjutnya, produk manufaktur tidak lagi dibuat seutuhnya dalam sebuah pabrik. Sebagian komponen dibuat di suatu pabrik di sebuah negara, sebagian lainnya dibuat dibeberapa pabrik di negara-negara lain (out- sourcing atau maklun). Peter F Drucker menyebut fenomena tersebut sebagai production sharing (outward processing system ), yaitu internasionalisasi proses manufaktur yang melibatkan beberapa negara pada tahap yang berbeda-beda.

Sistem ini memiliki nilai ekonomi yang penting karena memungkinkan dilakukannya suatu tahap produksi di lokasi yang paling efisien dengan biaya terendah. Production sharing adalah keterpaduan ekonomi dunia karena tahapan dalam proses produksi. Banyak produk dunia dibuat tidak lagi seutuhnya dalam sebuah pabrik, tetapi sebagian komponennya dibuat disebuah pabrik di sebuah

(5)

negara dan sebagian komponennya dibuat dibeberapa pabrik di beberapa negara. Hal ini mendorong terciptanya Global Manufakturing System (GMS), yaitu sistem produksi yang beroperasi secara tersebar di berbagai negara yang memiliki keunggulan biaya atau cost advantage. Jejaring rantai komoditi memungkinkan permaklunan atau subcontracting ke negara berpendapatan rendah dengan upah buruh relatif murah sehingga menyebabkan fragmentasi lintas batas internasional produksi berbagai produk tertentu.

Industri elektronika terus berkembang sehingga pada tahun 2003 seluruh fungsi manufaktur telah dimaklunkan, kecuali fungsi penjualan atau sales. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Rantai pasokan global atau global electronics supply change pada industri elektronika sedang bertransformasi secara mendasar karena semakin banyak dan luas pemaklunan yang dilakukan OEM (Original Eequipment Manufacturers) atau produsen pemegang merk kepada penyedia layanan manufaktur elektronika atau Elektronics Manufacturing Services (EMS) dan pemanufaktur rancangan orisinal atau Original Design Manufacturers (ODMs) (Direktorat ILMEA Depperin,2006).

Tabel 2.2 Evolution of Electronics Manufacturing Outsourcing 1985-2003

1985 1993 1998 2000 2003

Design prototipe outsourced

Design engineering

outsourced

Procurement outsourced outsourced outsourced outsourced outsourced

PCB assembly outsourced outsourced outsourced outsourced

Box assembly outsourced outsourced outsourced

System Testing outsourced outsourced outsourced

Sales

Repair outsourced outsourced

( Sumber : Pricewaterhouse Cooper (2004) Electronic Manufacturing, Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006)

(6)

2.4 Pelaku Manufakturing Global

Pada sistem manufaktur global dalam industri elektronika dikenal ada 2 kelompok pelaku manufaktur global, yaitu produsen pemegang merk atau Original Equipment Manufacturers (OEM) dan penyedia layanan manufaktur elektronika atau Elektronic Manufacturing Services ( EMS).

 Original Equipment Manufacturers ( OEM)

Adalah produsen pemegang merk atau produsen peralatan orisinal , merupakan suatu organisasi yang menghasilkan produk untuk dijual kepada pengguna akhir atau end user yang terdiri dari konsumen, riset bisnis, industri, militer atau lainnya. OEM tidak harus manufaktur atau merakit sendiri produknya. Tapi bisa sekedar merancang dan membuat spesifikasi produk, lalu memaklunkan (melayankan biaya jasa produksi atau mensubkontrakkan) manufaktur atau perakitannya atau pengujiannya kepada pihak lain yaitu para penyedia jasa layanan manufaktur. Hampir semua perusahaan transnasional yang menjual produk elektronik di Indonesia adalah OEM, seperti Sharp, Panasonic, Sanyo, Samsung dan LG.

 Electronic Manufacturing Services ( EMS)

Merupakan layanan manufaktur elektronika , yaitu layanan yang diberikan suatu perusahaan untuk merancang, merakit, memproduksi, dan menguji komponen dan rakitan elektronika untuk produsen pemegang merk atau produsen peralatan Original Equipment Manufacturer (OEM). Layanan perakitan dapat dilakukan dengan bahan sendiri, bahan dari pemilik, atau bahan dari pihak ketiga. Layanan, rancangan mencakup pengembangan konsep produk dibidang mekanikal, elektrikal, dan perangkat lunak. Layanan pengujian mencakup pengujian sirkuit, fungsi, lingkungan, baku mutu, dan analisa laboratorium.

Organisasi yang memberikan layanan manufaktur elektronika dapat dikenal dengan berbagai nama atau sesuai jenis jasa yang dilayankan, yaitu sebagai berikut:

(7)

a. Pemanufaktur Kontrak Elektronika atau Electronic Contract Manufacturer ( ECMs) yang melayankan jasa manufaktur berdasarkan kontrak. Salah satu ECM di Indonesia adalah PT HIT Electronics Indonesia yang pabriknya berlokasi di Cikarang Bekasi. Konsumennya antara lain Sanyo, Panasonic, Samsung dan LG.

b. Pemanufaktur Rancangan Original atau Original Design Manufacturer (ODMs) yang melayankan jasa manufaktur berdasarkan rancangan original. c. Perakit Kontrak Elektronika atau Electronic Contract Assembler (ECAs)

yang melayankan jasa perakitan.

d. Jasa Layanan Kontrak Elektronika atau Contract Electronic Services (CES) yang melayankan jasa pembuatan prototype dan pengujian produk.

(Direktorat ILMEA Depperin, 2006)

2.5 Struktur Industri

Adapun struktur industri dari industri elektronika Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

 Perusahaan Komponen Transnasional

1. Strategi jejaring global perusahaan komponen elektronika transnasional yang mencari lokasi relatif termurah sebagai lokasi fasilitas produksinya telah membuat Indonesia menjadi salah satu basis produksi global

2. Fasilitas-fasilitas produksi perusahaan elektronika ini berkarakteristik ”footloose industry”, yaitu tidak mengakar, relatif mudah pindah ke lokasi lain yang dinilai lebih menarik.

3. Sebagian besar fasilitas produksi tersebut merupakan bagian dari jejaring perusahaan transnasional Jepang dan Korea

 Perusahaan Pendukung

1. Di beberapa kawasan industri, dengan batas-batas yang beragam, telah muncul industri pendukung dari dalam dan luar negri yang menjadi pemasok kebutuhan bahan baku dan atau bahan penolong bagi industri komponen elektronika

(8)

tinggi pada perusahaan komponen transnasional, karena sebagian besar volume pekerjaannya berasal dari pesanan kebutuhan fasilitas produksi perusahaan –perusahaan komponen transnasional tersebut.

3. Sebagian perusahaan pendukung tersebut merupakan bagian dari jejaring perusahaan transnasional yang ikut merelokasi fasilitas produksinya, yaitu Jepang dan Korea (terutama di Bekasi) dan Singapore (terutama di Batam). Sebagian lainnya tumbuh dari dalam negri ( terutama di Batam ).

 Keterkaitan Hilir Horizontal Yang Lemah

1. Keterkaitan hilir perusahaan tansnasional produsen komponen elektronika dengan perusahaan produsen elektronika yang tidak memiliki hubungan vertikal, masih lemah

2. Secara umum, perusahaan-perusahaan transnasional produsen komponen dan pendukung membentuk klaster parsial. Hal ini karena perusahaan-perusahaan tersebut hadir dalam rangka relokasi dari suatu tempat diluar Indonesia secara sistematis dan dalam waktu yang hampir bersamaan.

 Inkompabilitas Baku Mutu

1. Elektronika mengalami kesulitan untuk masuk kedalam jejaring pemasok kebutuhan perusahaan transnasional (terutama yang berasal dari Jepang). Kesulitan tersebut muncul karena inkompabilitas baku mutu. Komunitas sebagian besar perusahaan lokal produsen komponen dan atau pendukung elektronika belum melakukan operasi industri berdasarkan praktek-praktek terbaik yang berlaku di bidangnya. Seri ISO-9000 yang mengukur kinerja managemen mutu secara umum masih belum memadai untuk masuk kedalam jalinan kemitraan dengan komunitas industri dari negara tertentu.

2. Sebagian besar perusahaan lokal produsen komponen dan atau pendukung industri manufaktur Jepang menggunakan konsep TQM, JIT dan CIP sebagai patokan mutu, sementara banyak perusahaan Indonesia tidak demikian ( Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006)

(9)

2.6 Kemitraan

Berdasarkan kajian atas manufaktur yang dilakukan oleh Schonberger pada tahun 1986, telah terjadi pergeseran karakteristik dalam dunia manufaktur seperti yang terlihat dalam Tabel 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3. Era dan aspek utama manufaktur

Schonberger’s Manufacturing ”Eras”

Kurun waktu Karakteristik Aspek Utama

1940-1950 Kekurangan kapasitas produksi Produksi 1950-1965 Kapasitas produksi berlebih, skala

nasional

Pemasaran

1965-1980 Konsentrasi pada pendapatan Keuangan

1980-1990 Kompetisi antar benua Mutu

1990-20.. Kapasitas produksi berlebih, skala global Kemitraan ( Sumber : Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006)

2.6.1 Dampak Positif Jalinan Kemitraan

Dengan terjalinnya kemitraan antara produsen ( perusahaan industri komponen) dengan konsumen ( perusahaan industri barang jadi ), maka akan berdampak positif pada penguatan pengembangan mata rantai suplai, pengembangan atau peningkatan QQCD ( Quality, Quantity, Cost, Delivery ) dengan sistem pembinaan dari konsumen dalam hal ini perusahaan barang jadi. Selain itu, terjaminnya kepastian pasar dan kelangsungan hidup perusahaan industri komponen serta terjaminnya kepastian kelancaran produksi perusahaan industri barang jadi.

Dengan demikian diharapkan baik produsen maupun konsumen akan memiliki kekuatan untuk bersaing dalam sistem manufaktur global. Terbentuknya kemitraan antara produsen (industri komponen) dengan konsumen ( industri barang jadi) dapat terlihat pada indikasi berikut :

 Adanya kepastian pasar bagi industri komponen

(10)

 Jaminan kontinuitas supplai komponen dari industri komponen

 Adanya kepastian dalam perencanaan PSI ( Production, Sales, Inventory Stock) bagi industri barang jadi

 Adanya kemudahan dalam perencanaan permintaan barang oleh industri barang jadi. Dalam hal ini dapat berlaku ketidakmutlakan sistem langsung Purchase Order (PO) dari perusahaan barang jadi, melainkan dapat dilakukan dengan sistem purchase forecast, baik untuk longterm, middle term, short term, maupun daily schedule, sedangkan real PO diproses pada saat dilakukan transaksi pengiriman.

 Adanya kemudahan perencanaan produksi dengan sistem material forecast bagi produsen industri komponen karena menerima data purchase forecast dari industri barang jadi, serta adanya kemudahan dalam perencanaan Delivery Order ( DO).

 Adanya kemudahan bagi industri barang jadi dalam menata/managemen pergudangan karena dapat memberlakukan sistem Just in Time Production Process

 Adanya kemudahan penjadualan dalam waktu pemesanan bagi industri komponen walaupun industri barang jadi memberlakukan Just in Time Production Process

 Adanya kemungkinan bagi industri-industri komponen dalam melakukan sharing atau ikatan/perkumpulan untuk tujuan kerjasama dan kelangsungan hidup perusahaan.

 Adanya kemudahan dalam mencari solusi bagi industri komponen jika timbul masalah dalam kapasitas produksi , yaitu dengan melakukan kontak dengan produsen produk sejenis. Hal ini dapat dilakukan karena dalam sistem purchase forecast dapat terlihat jumlah kebutuhan komponen dari industri barang jadi ( Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006).

2.7 Pengertian Teknologi

Menurut United Nation-Economic and Social Comission for Asia and The Pasific (ESCAP,1989) dalam Technology Atlas Project, dalam konteks produksi,

(11)

teknologi merupakan kombinasi dari 4 komponen dasar yang saling berinteraksi secara dinamik dalam suatu proses transformasi. Adapun keempat komponen tersebut adalah fasilitas rekayasa (facility), kemampuan manusia (abilities), informasi (facts) dan organisasi (framework). Teknologi digunakan untuk mengubah input menjadi output.

2.7.1 Komponen-Komponen Dasar Teknologi

Sistem transformasi memerlukan ke-4 komponen teknologi secara simultan. Transformasi tidak dapat dilakukan tanpa salah satu dari ke-4 komponen tersebut. Berikut ini penjelasan dari ke-4 komponen teknologi.

 Fasilitas rekayasa, disebut juga technoware, merupakan teknologi yang melekat pada objek ( object-embodied technology).

 Fasilitas rekayasa mencakup peralatan (tool), perlengkapan (equipment), mesin-mesin (machines), alat pengangkutan (vehicles) dan infrastruktur fisik (physical infrastructure).

 Kemampuan manusia yang disebut humanware, merupakan teknologi yang melekat pada manusia (human-embodied technology). Kemampuan manusia ini mencakup pengetahuan ketrampilan , kebijakan , kreativitas dan pengalaman .

 Informasi, yang disebut inforware, merupakan teknologi yang melekat pada dokumen (documen-embodied technology). Informasi berkaitan dengan proses, prosedur, teknik, metode , teori , spesifikasi, pengamatan dan keterkaitan.

 Organisasi, yang disebut orgaware, merupakan teknologi yang melekat pada kelembagaan (institution-embodied-technology), Organisasi ini mencakup praktik-praktik managemen, linkages dan pengaturan organisasional.

Diperlukan suatu kondisi minimum tertentu agar pemanfaatan dari keempat komponen teknologi berjalan secara efektif pada fasilitas transformasi. Sebagai contoh technoware memerlukan operator dengan kemampuan tertentu.

(12)

Humanware harus diperbaiki dan ditingkatkan sesuai perkembangan technoware, inforware yang merupakan akumulasi dari pengetahuan harus selalu ditingkatkan. Sementara dalam menghadapi perubahan lingkungan diluar aktivitas transformasi maka keterlibatan orgaware diperlukan.

Dengan demikian, keempat komponen teknologi tersebut saling melengkapi dan diperlukan secara simultan pada setiap fasilitas transformasi. Komponen-komponen teknologi juga berinteraksi dalam bentuk yang kompleks sehingga perlu dimengerti bagaimana interaksi yang terjadi.

Technoware merupakan inti dari setiap sistem transformasi. Technoware tidak akan berguna tanpa kehadiran humanware karena komponen ini dikembangkan , dipasang , dioperasikan dan diperbaiki oleh humanware menggunakan inforware yang diakumulasikan setiap waktu.

Gambar 2.1. Interaksi dinamis antar komponen teknologi ( ESCAP- Technology Atlas Project, 1989)

Humanware memegang peranan kunci dalam menjalankan operasi transformasi. Keberadaan humanware mendorong technoware menjadi lebih produktif. Meskipun demikian, ketersediaan inforware dan karakteristik orgaware mempengaruhi tingkat aktivitas yang dapat dilakukan dalam proses transformasi. Humanware turut berperan dalam menghasilkan inforware yang lebih baik guna memperbaiki utilisasi technoware.

(13)

Inforware menunjukkan akumulasi pengetahuan manusia. Inforware yang ada perlu selalu diperbaharui, karena cepatnya perkembangan pengetahuan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka pemilihan dan penggunaan technoware secara tepat mustahil dilakukan. Oleh karena itu salah satu tugas utama dari sebuah organisasi adalah menjamin penggantian, pemanfaatan dan pembaharuan dari tipe infoware yang sesuai.

Orgaware mengkoordinasikan infoware, humanware dan technoware dalam transformasi untuk mengefektifkan hasil. Jika efektifitas orgaware meningkat, maka produktivitas dari komponen lainnya cenderung meningkat. Secara umum, orgaware harus terlibat sepanjang waktu untuk mengimbangi dinamika dari 3 komponen teknologi yang lain dan mengimbangi iklim sosio-ekonomi ditempat beroperasinya transformasi. Hubungan yang terbentuk diantara komponen-komponen teknologi memiliki dampak terhadap pemilihan teknologi yang digunakan pada fasilitas transformasi.

2.7.2 Model Teknometrik untuk Analisis Kandungan Teknologi

Model teknometrik mengukur kontribusi gabungan dari masing-masing komponen teknologi menuju pada sofistifikasi teknologi yang dioperasikan pada fasilitas transformasi. Kontribusi gabungan ini selanjutnya disebut kontribusi teknologi yang dibentuk oleh ke-4 komponen teknologi.

Koefisien Kontribusi Teknologi (Technology Contribution Coefficient), selanjutnya disebut TCC pada sebuah fasilitas transformasi didefinisikan mengikuti persamaan sbb

TCC = Tβt * Hβh * Iβi* Oβo (1) Dimana :

T, H, I, O = kontribusi dari masing-masing technoware, humanware, inforware dan orgaware

(14)

Koefisien Kontribusi Teknologi memiliki beberapa sifat :

1. Persamaan (1) memperlihatkan bahwa T, H,I,O merupakan fungsi nonzero bila TCC juga nonzero. Artinya tidak ada kegiatan transformasi tanpa kehadiran ke-4 komponen teknologi tadi.

2. Untuk meningkatkan level teknologi melalui peningkatan derajat kecanggihan salah satu komponen, maka komponen-komponen teknologi lainnya dianggap konstan. Sebagai ilustrasi, peningkatan derajat kecanggihan technoware akan menghasilkan diferensiasi parsial terhadap persamaan TCC sebagai berikut :

δ(TCC) / δT = βt δ(TCC) / δT (2)

Dimana 0< βt< 1

3. Secara keseluruhan peningkatan derajat kecanggihan untuk ke-4 komponen teknologi memberikan hasil seperti terlihat pada persamaan berikut :

TCC dTCC

βt(dT/T) + βh(dH/H) + βi(dI/I) + βo(dO/O) (3)

Persamaan (3) memperlihatkan bahwa peningkatan yang proporsional dalam TCC akan sama dengan jumlah peningkatan proporsional ke-4 komponen teknologi ( diukur dengan β). Jika proporsi peningkatan ke-4 komponen memiliki bobot yang sama (ρ) , maka persamaan (3) menjadi

TCC dTCC

ρ[βt+ βh+ βi + βo] (4)

Jika βt+ βh+ βi+ βo 1 atau βt+ βh+ βi+ βo= 1 atau βt+ βh+ βi + βo 1, maka fungsi TCC berturut-turut berada dalam kondisi increasing, netral atau decreasing return to scale.

Adapun langkah-langkah untuk pengukuran kandungan teknologi adalah sebagai berikut :

1. Melakukan estimasi derajat kecanggihan ( degree of sophisticated ) 2. Menguji state of the art

3. Menentukan kontribusi komponen teknologi 4. menentukan intensitas kontribusi komponen 5. Menghitung koefisien kontribusi teknologi

(15)

2.7.3 Estimasi Derajat Kecanggihan

a. Pengumpulan data derajat kecanggihan komponen teknologi dilakukan melalui pengamatan kualitatif komponen teknologi dan pengumpulan informasi teknologi yang relevan dengan teknologi yang digunakan

b. Melakukan identifikasi terhadap seluruh komponen technoware dan humanware pada fasilitas transformasi. Identifikasi terhadap infoware dan orgaware dilakukan pada level perusahaan.

c. Menentukan batas atas dan batas bawah derajat kecanggihan dari masing-masing komponen teknologi.

Berdasarkan prosedur dari ESCAP, derajat kecanggihan komponen teknologi ditentukan dengan memberikan skor skala sembilan, tepatnya berkisar 1-9 (lampiran). Adanya tumpang tindih pemberian skor diantara derajat kecanggihan mengindikasikan bahwa dalam praktik batas pemisah yang jelas antara level yang berurutan tidak mungkin dilaksanakan.

2.7.4 Menentukan State of The Art

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan state of the art komponen teknologi didasarkan pada kriteria generik, yaitu kriteria yang dikembangkan dengan sistem rating of the art ke-4 komponen teknologi. Setiap kriteria diberi skor 0 untuk spesifikasi terendah dan skor 10 untuk spesifikasi terbaik. Sementara skor untuk nilai spesifikasi diantaranya dilakukan dengan bantuan interpolasi. (i) State of the art untuk kategori i dari technoware

STi=          

t k ik k t 10 1 k= 1,2,…..,kt (5)

Dimana tik adalah skor kriteria ke-k untuk technoware item i (ii) State of the art untuk kategori j dari humanware

SHj =          

h l j i l h 10 1 l= 1,2……,lh (6)

(16)

Dimana hijadalah skor kriteria ke-i untuk humanware kategori j

(iii) State of the art untuk inforware

SI =          

f m m m f 10 1 m= 1,2,….., mf (7)

Dimana fmadalah skor kriteria ke-m untuk infoware pada level perusahaan

(iv) State of the art untuk item i dari orgaware

SO =          

o n n n o 10 1 n = 1,2,…, no (8)

Dimana onadalah skor kriteria ke-n untuk orgaware pada level perusahaan

Pembagian state of the art dengan angka 10 pada ke-4 persamaan diatas bertujuan untuk menormalisasi penilaian menjadi berkisar antara 0 dan 1, sekaligus menyatakan bahwa kriteria yang digunakan memiliki bobot yang sama.

2.7.5 Menentukan Kontribusi Komponen Teknologi

Berdasarkan batas-batas derajat kecanggihan dan rating state of the art diatas, kontribusi setiap komponen teknologi dapat dihitung sebagai berikut :

Ti =

( )

9 1 i i i i ST UT LT LT   (9) Hj=

( )

9 1 j j j j SH UH LH LH   (10) I =

( )

9 1 LI UI SI LI  (11) O =

( )

9 1 LO UO SO LO  (12)

Nilai Timenunjukkan kontribusi dari setiap item i technoware, sedangkan nilai Hj menunjukkan kontribusi dari setiap kategori humanware. Pembagian dengan 9 dilakukan agar kontribusi oleh setiap komponen pada state of the art bernilai 1.

(17)

Untuk memperoleh nilai nilai kontribusi keseluruhan dari T dan H, nilai-nilai Ti dan Hjdiagregasi dengan bobot yang tepat, sehingga nilai masing-masing menjadi

T=

i i i u T u H =

j j j v H v

Dimana ui mengacu pada biaya investasi technoware untuk item i dan vj merujuk pada jumlah tenaga kerja dalam humanware kategori j.

2.7.6 Menghitung Intensitas Kontribusi Komponen

Intensitas kontribusi setiap komponen diestimasi dengan menggunakan pendekatan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix) dimana prosedurnya adalah sbb :

a. Keempat komponen teknologi diatur secara hirarki dengan urutan kepentingan meningkat. Nilai β yang berkaitan dengan komponen– komponen ini diatur dalam urutan kepentingan yang sama..

b. Nilai–nilai tersebut ditransformasikan kedalam prosedur perbandingan berpasangan.

c. Perbandingan berpasangan harus memenuhi syarat konsistensi . Secara umum dapat dikatakan bila suatu komponen memiliki urutan tingkat kepentingan yang lebih besar dari komponen lainnya, maka nilai β komponen tersebut akan lebih besar dari yang lainnya.

Untuk proses perhitungannya dalam penelitian ini menggunakan suatu program software yaitu suatu program aplikasi expert choice.

Untuk mendapatkan data yang akurat, nilai βyang diperoleh dari hasil kuisoner perbandingan berpasangan dirata-ratakan terlebih dahulu dengan menggunakan rata-rata geometrik berdasarkan rumus sbb :

aij = ( b1 x b2x b3x ...x bk ) 1/k dimana :

(18)

bi = nilai perbandingan antara kriteria ke-i dengan kriteria ke-j untuk responden ke i , i = 1,2,3,....k

k = jumlah responden

2.7.7 Menghitung Koefisen Kontribusi Teknologi ( TCC )

Dengan menggunakan nilai T,H,I,O dan β, maka TCC dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1). Karena nilai T,H,I,O semuanya kurang dari 1 dan βt +βh +βi +βo = 1 setelah dinormalisasi, maka nilai maksimum TCC adalah 1. TCC dari perusahaan menunjukkan kontribusi teknologi dari operasi transformasi total terhadap output.

2.8. Identifikasi Karakteristik Lingkungan

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haris Lubis mengenai Karakteristik Organisasi Industri Kecil di Indonesia diuraikan tentang proses yang terjadi

Dalam suatu organisasi guna mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan. Adanya suatu proses secara berulang-ulang dalam suatu organisasi, mulai dari masuknya bahan baku kemudian terjadi transformasi bahan baku menjadi produk jadi untuk selanjutnya dipasarkan kepada konsumen.

Bahan baku yang digunakan berasal dari pemasok bahan baku yang merupakan salah satu elemen lingkungan. Proses transformasi sendiri memerlukan peralatan, energi, teknologi, tenaga kerja dan modal. Peralatan dan energi diperoleh dari pemasok. Teknologi yang digunakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan teknologi. Tenaga kerja berasal dari masyarakat dan modal diperoleh dari sumber keuangan. Proses transformasi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh permintaan pasar yang merupakan salah satu elemen lingkungan . Selanjutnya pemasaran dari produk jadi dipengaruhi oleh kondisi pasar, yaitu tempat terdapatnya konsumen dan organisasi atau perusahaan pesaing yang merupakan bagian dari lingkungan ekonomi. Selain itu perusahaan juga beroperasi dalam suatu kawasan negara sehingga pemerintah juga merupakan salah satu elemen dari lingkungan yang ada.

(19)

Dengan demikian maka diharapkan seluruh elemen lingkungan baik internal maupun eksternal yang berpengaruh terhadap organisasi dapat diidentifikasikan secara lengkap sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap perusahaan. Berikut ini adalah gambaran menyeluruh tentang aspek internal dan eksternal

Gambar 2.2 Aspek internal dan eksternal organisasi (Hari Lubis dalam Heri Y, 2003 )

2.9 Kebijakan

2.9.1 Definisi

Menurut Starling ( 1988) kebijakan adalah suatu tujuan atau cita-cita yang memiliki urutan prioritas atau kebijakan juga dapat diartikan sebagai pernyataan umum tentang maksud atau tujuan. Pal (1997) menyatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan atau diamnya otoritas publik (pemerintah) untuk memecahkan masalah.

(20)

2.9.2. Elemen – elemen Proses Pembuatan Kebijakan

Menurut Starling (1988) ada lima elemen utama dalam membuat suatu kebijakan, yaitu : identifikasi masalah, formulasi usulan, adopsi, pelaksanaan (implementasi ) dan evaluasi. Ke-lima elemen tadi dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 2.3. Elemen utama dalam pembuatan kebijakan

 Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi terhadap sumber-sumber penyebab masalah  Formulasi usulan

Melakukan identifikasi alternatif untuk mencapai tujuan termasuk evaluasi dari segi manfaat serta biaya yang akan dikeluarkan

 Adopsi

Merupakan sarana untuk memberikan legitimasi, hukum /aturan politik, prosedur administrasi serta pengaturan keuangan

 Pelaksanaan ( implementasi )

Adalah berbagai tindakan yang dilakukan oleh individu / organisasi pada waktu dan tempat tertentu untuk mencapai tujuan

 Evaluasi

Stakeholder yang terlibat harus menetapkan kriteria atau standar untuk mengukur kinerja atau tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

2.9.3 Hubungan antara Pembuatan Kebijakan dan Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan memberikan informasi tentang konsekuensi dari suatu tindakan yang diusulkan. Proses pembuatan kebijakan harus diketahui lebih dulu sebelum melakukan analisis kebijakan. Pada gambar berikut dapat dilihat kerangka hubungan antara pembuatan kebijakan dengan analisis kebijakan ( Starling, 1988).

(21)

Gambar 2.3 Kerangka hubungan antara pembuatan dengan analisis kebijakan

2.9.4 Kebijakan Industri

Kebijakan industri merupakan intervensi pemerintah secara sengaja dan terkoordinasi untuk mengembangkan industri ( Lall, 1995). Melalui kebijakan industri, maka dimaksudkan untuk memberikan :

a. Arahan bagi para pelaku industri, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor industri ataupun bidang lain yang berkaitan;

b. Pedoman operasional bagi aparatur pemerintah yang membidangi pengembangan industri, dan sebagai rujukan bagi instansi lain terkait dalam rangka ikut menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya; c. Tolok-ukur kemajuan dan keberhasilan pengembangan industri, dilihat dari

segi administrasi pembangunan;

(22)

terhadap pelaksanaan kebijakan industri ini, yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong partisipasi luas masyarakat untuk memberikan kontribusi secara langsung dalam kegiatan pengembangan industri ( Depperin, 2005).

2.9.5 Kebijakan Pengembangan industri kecil

Salah satu tujuan utama kebijakan industri di negara berkembang adalah untuk pertumbuhan, pembangunan dan modernisasi ekonomi ( Battacharya dan Linn , dalam Pardede 2000 ). Tujuan ini berkaitan dengan pemaksimuman kesejahteraan masyarakat dengan cara penggunaan sumber daya secara efisien. Dalam praktek pembuat kebijakan, tujuan utama ini diwakili oleh sejumlah proksi tujuan yang tidak selalu kompatibel, misalnya industrialisasi ( mempercepat transformasi dari perekonomian berbasis pertanian ke perekonomian berbasis industri, substitusi impor, penciptaan lapangan kerja, orientasi ekspor, pengembangan industri kecil dan menengah dll). Instrumen yang digunakan pemerintah untuk mencapai kebijakan industri adalah kebijakan pajak, kebijakan tenaga kerja, sistem insentif bagi investasi industri, peraturan penanaman modal asing, finansial, pemilikan dan investasi pemerintah serta kebijakan penyediaan infrastruktur.

Menurut Staley dan Morse ( 1965) kebijakan mengenai industri kecil dapat dikategorikan kedalam 3 aliran : pasif, protektif dan developmental. Kebijakan pasif mengabaikan keberadaan industri kecil dalam perekonomian dan membiarkannya muncul, tumbuh, berkembang atau mati tanpa campur tangan pemerintah. Kebijakan protektif melindungi industri kecil dari kompetisi dengan membuat peraturan yang menghalangi atau membatasi perusahaan besar atau industri yang lebih modern mengambil pasar industri kecil. Kebijakan developmental berfokus pada peningkatan efisiensi industri kecil, sehingga menjadikannya lebih mampu untuk hidup dan berkembang. Hal ini dilakukan dengan mendorong muncul dan tumbuhnya industri kecil jenis tertentu dan dengan cara membantu usaha-usaha kecil melakukan penyesuaian kembali (readjustment) sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan usaha. Dalam pandangan developmental, tujuan kebijakan industri kecil adalah untuk

(23)

menciptakan perusahaan-perusahaan yang layak secara ekonomi ( economically viable) dan dapat berdiri sendiri tanpa subsidi serta dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan pendapatan riil, sehingga juga berkontribusi pada tingkat hidup yang lebih baik.

Dalam pendekatan developmental, kebijakan ditujukan bukan untuk mempertahankan unit produksi yang tradisional, primitif atau menjaga agar industri kecil tetap kecil. Kebijakan ini merangsang dan membantu industri kecil agar dapat menjadi sumber kewirausahaan yang kuat ( ini berarti dapat tumbuh dari skala kecil menjadi skala menengah atau besar ). Pembuat kebijakan perlu terus menerus mencari informasi dan menilai perkembangan berbagai industri kecil yang ada dan memilah-milah usaha industri kecil kedalam kategori berikut : 1. Kegiatan usaha yang memiliki masa depan

2. Kegiatan usaha yang dapat beradaptasi

3. Kegiatan usaha yang sudah usang dan tak sesuai jaman

Ada 3 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industri kecil, yaitu :  Prinsip kombinasi dan interaksi

Program–program disusun secara terpadu sehingga dapat menangani secara simultan berbagai aspek yang mempengaruhi industri kecil. Upaya menyelesaikan hanya salah satu faktor penghambat perkembagan industri kecil umumnya akan gagal dan sia-sia

 Prinsip adaptasi

Program pengembangan industri kecil yang ditiru dari negara lain perlu diadaptasikan dengan kondisi setempat agar dapat memberi manfaat yang diharapkan

 Prinsip selektivitas

Faktor-faktor yang menghambat industri kecil di setiap tempat perlu dinilai secara cermat. Agar program pengembangan industri kecil sebanding dengan biayanya, program-program pada tahap awal perlu dirancang agar menyelesaikan permasalahan kritis didaerah tersebut, kemudian program ini

(24)

akan diperluas atau diubah sesuai dengan hambatan dan kesempatan yang dihadapi ketika perusahaan – perusahaan kecil mulai tumbuh.

Gambar

Tabel 2.1 Produksi industri elektronika konsumsi Indonesia (Rp Milyar) TahunNoUraian 2002 2003 2004 2005 1 Peralatan video 21.783,61 15.396,11 30.872,21 20.610,79 2 Televisi berwarna 3.975,45 3.431,08 4.285,08 3.667,02 3 Perekam video 5.505,82 3.646,87 4.9
Tabel 2.2 Evolution of Electronics Manufacturing Outsourcing 1985-2003
Tabel 2.3. Era dan aspek utama manufaktur
Gambar 2.1. Interaksi dinamis antar komponen teknologi ( ESCAP- Technology Atlas Project, 1989)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada Maintaining access ini peneliti akan menambal lubang keamanan dalam sistem tersebut dari ancaman penyusup lainnya, dengan membuat portal rahasia untuk mendapatkan

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, maka perlu dilakukan kajian mengenai sejauhmana lingkungan sosial yang berkarakter tersbut dapat memengaruhi moral remaja

Bluetooth sendiri dapat berupa card yang bentuk dan fungsinya hampir sama dengan card yang digunakan untuk wireless local area network (WLAN) dimana menggunakan frekuensi radio

Sebaliknya, perkembangan negara-negara berbasis pertanian padi basah sebagaimana saya ajukan pada tahun 1983 adalah sebuah kejadian partikular, atau lebih tepatnya

Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013 Pada beberapa media terdapat tidak kekonsistensinya logo dari DKV Stikom Surabaya.. Gambar 3 Salah Satu Pengaplikasian Logo DKV

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas, perlu menetapkan Peraturan Bupati Tasikmalaya tentang Batas Tertinggi Nilai Surat

Tujuan penelitian ialah untuk : Menganalisis daya dukung lahan berdasarkan produktivitas tanaman pangan di Wilayah Sub DAS Panasen Kabupaten Minahasa, Menganalisis Kelas

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karuniaNya yang telah melimpah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan