• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ADAPTIVE FACADE UNTUK MEMAKSIMALKAN KENYAMANAN VISUAL PADA RUMAH BAHASA DI PEJATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN ADAPTIVE FACADE UNTUK MEMAKSIMALKAN KENYAMANAN VISUAL PADA RUMAH BAHASA DI PEJATEN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ADAPTIVE FACADE UNTUK

MEMAKSIMALKAN KENYAMANAN VISUAL

PADA RUMAH BAHASA DI PEJATEN

Michael Yudo Sagita, Michael Tedja, Vivien Himmayani

Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9 Jakarta Barat 11480 Telp (62-21) 5345830, Email : mic.michael@live.com

ABSTRACT

Rumah bahasa is a program set up by the government which aims to develop the quality of human resources in preparing the upcoming ASEAN Free Trade Area (AFTA) in 2015. This research describes the planning of building Rumah Bahasa towards sustainable energy concept, specifically in order to minimize the use of lamps and more concern to the use of natural light. The method of this research is experimental simulation. The result achieved of the research is to create Rumah Bahasa building in South Jakarta that pays more attention to the natural light issue to encourage the concept sustainable energy as well as to maximize the visual comfort of the user. (MVDB)

Keywords : Rumah Bahasa, Sustainable Energy, Adaptive Facade, Visual Comfort

ABSTRAK

Rumah Bahasa adalah program yang didirikan oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia untuk persiapan ASEAN Free Trade Area AFTA 2015 yang akan datang. Penelitian ini menjelaskan tentang perencanaan pembangunan rumah bahasa berkonsep sustainable energy atau penerapan energi berkelanjutan, khususnya penghematan penggunaan lampu dengan lebih mengutamakan pencahayaan alami. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode simulasi eksperimental. Hasil yang dicapai adalah konsep perencanaan pembangunan rumah bahasa di Jakarta Selatan harus memerhatikan pemanfaatan pencahayaan alami dengan menerapkan Adaptive Facade demi mendorong penghematan energi berkelanjutan sekaligus untuk memaksimalkan kenyamanan visual pengguna. (MVDB) Kata kunci : Rumah Bahasa, Sustainable Energy, Adaptive Facade, Kenyamanan Visual.

(2)

PENDAHULUAN

Memasuki tahun 2015, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA adalah wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia (Mandagie, 2014). Dengan adanya AFTA, maka mendorong tantangan tersendiri bagi Indonesia. Salah satunya adalah dengan membangun Rumah Bahasa seperti yang telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya dalam rangka membantu masyarakat meningkatkan kemampuan berbahasa asing. Walikota Usrabaya, Tri Rismaharani menjelaskan bahwa dengan melihat dari keberhasilan pendirian rumah bahasa di kota Surabaya, Ia sangat mendukung pendirian rumah bahasa di kota- kota besar lainnya di Indonesia sebagai upaya membantu masyarakat di berbagai lapisan lebih siap menghadapi AFTA, termasuk ibu kota Jakarta.

Dalam kegiatan belajar- mengajar diperlukan kenyamanan yang salah satunya ditentukan oleh faktor pencahayaan. Dalam hal ini, pencahayaan alami lebih diutamakan ketimbang pencahayaan buatan. Pemanfaatan cahaya alami sebagai sumber pencahayaan ruang dapat menekan penggunaan energi listrik sehingga dapat menekan biaya operasional bangunan pendidikan. Hal tersebut berkaitan dengan konsep sustainable energy use yang belakangan ini banyak diterapkan. Sustainable energy use adalah penyediaan energi yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Hasan, 2013). Studi pada bangunan kantor di Hawaii menyebutkan bahwa 27% dari total konsumsi energi bangunan tergunakan untuk pencahayaan buatan, dengan pengoptimalisasian penggunaan pencahayaan alami maka persentase tersebut dapat ditekan (Thojib, et al, 2013). Pembangunan rumah bahasa dengan menerapkan sustainable energy use diharapkan dapat berkontribusi kepada penghematan listrik berkelanjutan di Indonesia, terutama pada penggunaan lampu.

Masalah yang kemudian muncul adalah tentang kenyamanan visual yang ditimbulkan oleh pencahayaan alami dalam ruang. Pengguna bangunan pada dasarnya menghendaki adanya pencahayaan alami. Sebuah review pada reaksi pengguna terhadap lingkungan dalam bangunan menyatakan bahwa tersedianya pencahayaan alami secara optimal sangat diinginkan karena memenuhi dua kebutuhan dasar manusia: kebutuhan visual untuk melihat baik bidang kerja maupun ruangan dan untuk mengalami stimulasi lingkungan dari efek pencahayaan tersebut (Boyce, 1998 dalam IEA, 2000). Kualitas pencahayaan yang kurang baik pada bangunan akan berakibat tidak berjalannya kegiatan yang ada dengan baik, termasuk kegiatan belajar- mengajar. Pencahayaan yang kurang baik dapat menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Suma’mur, 1995 dalam Padmanaba, 2006). Tujuan optimasi pencahayaan alami pada ruang pendidikan adalah agar pelajar dan pengajar dapat melakukan aktifitas dengan baik di dalam ruangan, efisiensi dalam konsumsi energi listrik serta kenyamanan penglihatan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka konsep yang sesuai adalah penerapan

Adaptive Facade dengan sistem kinetic pada bangunan rumah bahasa.. Kinetic Facade merupakan suatu

teknologi fasade dimana aspek struktur dirancang untuk menjadikan elemen fasade bangunan dapat bergerak dan berputar, tanpa merusak stabilitas struktur bangunan secara umum. Penerapan Adaptive Facade yang bergerak dan dinamis pada bangunan rumah bahasa dapat menjadikan bangunan lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan, penghematan energi dan berkontribusi positif terhadap kenyamanan visual (Sjarifudin, 2012).

Pada penelitian ini yang menjadi fokus pada bangunan Rumah Bahasa adalah pencahayaan alami dan kenyamanan visual yang dihasilkan dari penerapan Adaptive Facade dengan sistem kinetic. Kenyamanan visual yang dimaksud adalah standard Lux oleh Latifa (2015) dalam kegiatan membaca dan menulis agar tercipta kenyamanan bagi pengguna. Selain itu mengingat bahwa konsep bangunan rumah bahasa bertemakan

sustainable energy use, sehingga diharapkan dapat meminimalisir kontribusi penggunaan listrik terutama lampu

(3)

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Adaptive Facade dengan sistem kinetic dan kenyamanan visual adalah penelitian yang dilakukan oleh Karen Kensek, Ryan Hansanuwat (2011) dan Jusuf Thojib, et al (2013). Kensek menjelaskan bahwa kinetic facade yang bersifat dinamis dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan dapat memberikan kenyaman bagi penghuni dengan mengutamakan desain yang sustainable. Studi menunjukkan bahwa kinetic facade yang dirancang dengan benar dapat menurunkan penggunaan energi di bangunan, menghasilkan pencahayaan alami dan penghematan energi. Kinetic facade diteliti mampu menghasilkan penurunan sekitar 30% konsumsi energi. Sedangkan Thojib, et al (2013) menjelaskan bahwa kenyamanan tidak hanya bergantung pada temperatur dalam ruang, radiasi matahari yang masuk, kualitas udara, dan penghawaan,namun juga ditentukan oleh kualitas pencahayaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan korelasional, berupaya memadukan hasil pengamatan (pengamatan yang dilakukan berupa pengukuran iluminasi dengan Luxmeter, simulasi kontur pencahayaan alami, identifikasi elemen-elemen yang mempengaruhi pencahayaan alami) dengan persepsi pengguna untuk mendapatkan gambaran kenyamanan visual serta karakteristik rancangan pencahayaan alami pada gedung Dekanat FT UB. Hasil penelitian berupa rekomendasi untuk mendukung kenyamanan visual dapat dicapai dengan modifikasi pada ruang, dapat berupa modifikasi interior maupun eksterior. Secara eksterior dengan menambahkan shading device (elemen pembayangan), memperbesar luasan jendela, atau menambahkan skylight.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian:

• Bagaimana membuat bangunan rumah bahasa yang menerapkan penghematan energi listrik pada lampu?

Bagaimana desain bangunan rumah bahasa dengan penerapan Adaptive Facade untuk kenyamanan visual pengguna?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Menciptakan bangunan rumah bahasa yang menerapkan penghematan energi listrik pada lampu • Menciptakan desain bangunan rumah bahasa dengan penerapan Adaptive Facade untuk kenyamanan

visual pengguna

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan serta dapat dijadikan alternatif solusi dalam membangun fasilitas publik yang mengutamakan kenyamanan visual dan berkontribusi baik terhadap lingkungan.

Kenyamanan Visual

Kenyamanan visual adalah keadaan manusia dalam mengekspresikan kepuasan terhadap penglihatan sekitar (Latifah, 2015:39). Agar pencahayaan menghasilkan kenyamanan visual, diperlukan standar khusus.Parameter kenyamanan visual, yaitu sebagai berikut :

Kuat Penerangan

• Besar kuat penerangan yang terukur harus memenuhi syarat minimal sesuai standar • Makin berat kerja visual, kuat penerangan minimal makin tinggi.

• Jika pencahayaan alami belum memenuhi syarat, harus dibantu pencahayaan buatan •

Adaptive Facade

Adaptive Facade memiliki sistem dapat selalu beradaptasi dengan pergantian dan kondisi cuaca

sepanjang tahun dengan cara mengoptimasi sumber energi yang dapat diperbarui seperti radiasi matahari. Elemen yang dapat diimplementasikan menurut Teori Adaptive oleh Holger Schnadelbach dapat meliputi hal – hal berikut :

• Permukaan

• Komponen atau modul komponen • Fitur Spasial

• Sistem Teknis METODE PENELITIAN

(4)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif ini akan bertujuan untuk membuat suatu hasil deskripsi secara sistematis dan seakurat mungkin mengenai fakta yang terjadi pada lokasi tersebut. Hasil deskripsi yang diperoleh akan dijadikan sebagai acuan dari pengembangan desain yang akan dilakukan.

• Tahap pengumpulan data a. Data primer

Data primer yang diperoleh dari observasi ini akan dilakukan dengan melakukan pengukuran kondisi cahaya. Selain itu, data primer juga terdiri atas data-data lokasi, data-data fungsi bangunan sekitar, data-data aktivitas masyarakat sekitar, serta data-data potensi tapak.

b. Data sekunder

Data sekunder ini dapat dilakukan dengan mencari data dari berbagai sumber elektronik, buku, dan lain-lain. Data sekunder ini akan terdiri atas peruntukan tanah dan kebutuhan wilayah sekitar. Data sekunder ini dapat berupa peraturan perundang-undangan, penelitian terdahulu, ataupun berupa artikel-artikel dan data iklim Jakarta.

• Tahap Analisa

Setelah melakukan pengumpulan data yang diperlukan, data yang diperoleh baik berupa catatan hasil pengamatan, gambar, foto, dokumen, artikel, dan lain-lain tersebut akan diatur, diurut, diklasifikasi, dan dikategorikan. Pengorganisasian dan pengolahan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis. Setelah seluruh data diperoleh, maka akan dilakukan analisis berdasarkan tahapan-tahapan yang dimulai dari pemeriksaan data, yang kemudian diklasifikasi, dan diakhiri dengan tahapan deskripsi untuk penggabungan data primer dan sekunder. Pada analisis ini akan dilakukan analisis terkait variabel-variabel yang dipergunakan. Alat- alat yang digunakan dalam memperoleh data yaitu Lux meter dan ecotect. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Banding

Studi banding ini merupakan tinjauan terhadap Rumah Bahasa Surabaya yang berada di Jalan Trunojoyo no 2/10, Surabaya. Kawasan ini dipilih sebagai perbandingan terhadap Rumah Bahasa yang akan dibangun di Jakarta dengan Rumah Bahasa yang telah dibangun di Surabaya.

Fasad Bangunan Balai Pemuda, Surabaya

Balai Pemuda Surabaya merupakan gedung peninggalan kolonial lainnya di Surabaya. Pada September 2011 lalu Balai Pemuda terbakar, menimbulkan kerusakan pada separuh atap bagian belakang. Sayangnya pemkot Surabaya tidak menganggarkan perbaikan Balai Pemuda pada tahun anggaran 2012. Sampai saat ini, gedung Balai Pemuda Surabaya digunakan untuk berbagai aktivitas, dari pameran seni, ruang resepsi, hingga salah satunya Rumah Bahasa. Rumah Bahasa yang menggunakan bangunan Gedung Balai Pemuda merupakan bangunan peninggalan Belanda. Sehingga desain bangunannya tidak memaksimalkan pencahayaan alami seperti yang dibutuhkan bangunan pada belakangan ini. Bangunan Rumah Bahasa Surabaya tidak memiliki banyak jendela atau ventilasi yang dapat menciptakan pencahayaan alami pada ruang kelasnya, sehingga proses belajar- mengajar sangat berketergantungan dengan pencahayaan buatan. Sedangkan menurut Latifah (2015), kuat penerangan untuk aktivitas membaca dan menulis yang baik yaitu sebesar 350 Lux untuk menciptakan kenyamanan visual.

(5)

Selain itu, permasalahan yang sering timbul dari Rumah Bahasa Surabaya ini adalah bahwa besarnya antusias warga Surabaya dan banyaknya peserta rumah bahasa membuat petugas kesulitan mengatur kelas karena jadwal yang selalu penuh (Effendi, 2014). Space antar peserta dalam ruangan menjadi sempit karena banyaknya peserta sementara jumlah ruang kelasnya terbatas.

Dari penjelasan tersebut, permasalahan pada rumah bahasa di Surabaya dapat mengindikasikan alasan pembangunan rumah bahasa di Jakarta dengan lebih baik, terutama dari pencahayaan demi meningkatkan kenyamanan visual pengguna.

Analisa Aspek Lingkungan

Hubungan Lingkungan dengan Fungsi Tapak

Site rumah bahasa terletak pada kelurahan pejaten, kecamatan pasar minggu, Jakarta Selatan. Sesuai dengan data Bappenas (2012) bahwa pengangguran terbuka paling banyak berada di kawasan Jakarta Selatan, sehingga lokasi tersebut diindikasikan sesuai dengan salah satu target pengguna rumah bahasa selain anak jalanan, pelajar dan pegawai yang ingin mengasah kemampuan berbahasa asing dan TIK. Selain itu, peruntukkan tanah site juga sesuai dengan peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta yaitu untuk Prasarana Pendidikan. Semetara itu dilihat dari analisis sekitar tapak, di sekitar site terdapat Australian International School (AIS), International Design School, beberapa perkantoran seperti Tetra Pak, Republika hingga mall Pejaten Village sehingga membuat bangunan Rumah Bahasa ini nantinya semakin berpotensi dikunjungi oleh berbagai kalangan.

Analisa Orientasi Matahari

Untuk mengatasi permasalahan radiasi matahari, peletakan fungsi menjadi poin utama. Bagian Barat dan Timur tapak merupakan area yang paling banyak mendapatkan radiasi panas matahari, sehingga pada bagian ini diletakkan fungsi yang utama. Hal tersebut mengingat fungsi Adaptive Facade untuk memaksimalkan pencahayaan alami agar kenyamanan visual dalam ruang memenuhi standar. Akan tetapi matahari tidak secara langsung menyinari bangunan begitu saja. Sinar matahari harus melewati Skin Facade pada bangunan tersebut agar visual dapat terealisasikan dalam ruang ruang yang membutuhkan kenyamanan tersebut pada bangunan.

(6)

Hasilyang didapat dari analisa matahari diatas adalah perletakan zoning bangunan yang lebih banyak dihadapkan ke arah timur dan barat dikarenakan ruang di dalam bangunan lebih banyak membutuhkan cahaya matahari, dan massa orientasi bangunan juga diletakkan sesuai dengan bentuk tapak.

Analisa Sirkulasi di Sekitar tapak

Pencapaian menuju site dapat menggunakan transportasi umum berupa Transjakarta maupun angkutan umum. Jarak yang ditempuh dari Halte Busway Pejaten Phillips ke lokasi site adalah ±340m melalui pedestrian disepanjang jalan depan gedung Tetra Pak.

Sedangkan arah pencapaian utama dari Rumah bahasa terletak pada sisi tenggara bangunan. • Untuk lebar jalan didepan tapak memiliki row 12 meter untuk 2 arus jalan yang berlawanan

• Tapak memiliki kontur dengan ketinggian ± 1,5 meter sehingga secara visual memungkinkan pandangan ke arah tapak dari arah entrance timur

Analisa Gubahan Massa

Bentuk dasar massa bangunan dipertimbangkan terhadap fungsi bangunan, kemudahan pengembangan, sifat ruang dan kegiatan yang ada, serta kesesuaian dengan kondisi lingkungan.

Bentuk Gubahan Fungsi Gubahan + -

Bentuk site, level tapak di angkat kurang lebih 1.5 meter Berguna untuk menghindari kebisingan -

(7)

Bentuk Gubahan Fungsi Gubahan

+ -

Area Entrance

Dibuat searah dengan jalan raya agar mudah diakses

untuk pengendara motor atau mobil. Tidak membuat

kemacetan.

Tidak ada akses berputar

dalam site.

Dari segi bentuk bangunan

Bentuk bangunan lantai 1 pada tapak dibuat seperti pada

digambar dikarenakan menyesuaikan bentuk tapak. - Lantai 1 Tidak banyak di letakkan ruang, hanya kolom-kolom

dan beberapa ruang kecil, membuat

ruang menjadi terbuka dan dekat

dengan alam.

(8)

Bentuk Gubahan Fungsi Gubahan + - Bangunan pada lantai 2 yang berwarna merah muda Adalah ruang-ruang kelas yang digunakan untuk belajar TIK diletakkan di lantai 2 dikarenakan ruang TIK tidak banyak

membutuhkan cahaya matahari dibanding ruang atasnya. Pada lantai 2 ini banyak menggunakan energi listrik. Lantai 3 pada bentuk gubahan massa berwarna ungu muda.

Pada lantai 3 ini fungsi kelas dengan denah corak tim, dan

membutuhkan pencahayaan alami untuk kenyamanan visual dalam ruang kelas. Dan tidak

banyak membutuhkan energi

listrik

(9)

Bentuk Gubahan Fungsi Gubahan + - Lantai 4, lantai paling atas dengan gubahan massa berwarna ungu tua Difungsikan sebagai ruang kelas dengan tipe denah Breakout

Team. Membutuhkan

banyak pencahayaan alami juga untuk memenuhi syarat kenyamanan visual.

Dan tidak membutuhkan banyak energi listrik.

-

Area Halte

Site di cut sedikit di area depan agar bus

atau kendaraan umum dapat berhenti

menuruni penumpang tanpa mengganggu jalan raya. - Ruang Musholla dan Kantin Ruang Musholla yang berwarna hijau

muda dan Kantin yang berada dibawahnya, dan akses untuk menuju ke massa bangunan ini menggunakan

Hall atau jalan

setapak. Bangunan diletakkan di belakang tapak, jauh untuk diakses.

(10)

Bentuk Gubahan

Fungsi

Gubahan + -

Perpustakaan

Area perpustakaan dibuat 3 lantai yang dimulai dari lantai 2,

akses masuk diletakkan di lantai

dasar. dan lantai 2 juga ada akses masuk tetapi lebih

ditujukan untuk pengguna kursi roda

atau penyandang cacat

-

Analisa Aspek Manusia Analisa Pelaku Kegiatan

Pelaku Kegiatan dalam Rumah Bahasa akan ditujukan untuk semua lapisan masyarakat, mulai dari anak – anak hingga orang dewasa, terutama masyarakat menengah kebawah. Sedangkan pengajar Rumah Bahasa adalah volunteer yang bersedia berbagi ilmu. Selain itu, Rumah Bahasa juga memiliki satpam atau penjaga yang akan menjaga bangunan. Keduanya, yaitu pengelola dan penjaga/ satpam disediakan kamar utnuk tempat tinggal sementara apabila bersedia.

Analisa Waktu dan Kegiatan

Kegiatan dalam Rumah Bahasa berlangsung dari pagi hingga malam hari. Hal tersebut dikarenakan target pengunjung Rumah Bahasa adalah para pekerja. Maka dari itu Rumah Bahasa menyediakan shift malam karena mengikuti jadwal mayoritas pekerja yakni hingga sore hari. Akan tetapi Rumah Bahasa tetap menyediakan kelas pada pagi dan siang hari untuk kenyamanan visual pengunjung dan pemanfaatan pencahayaan alami, sekaligus menyediakan kelas bagi pekerja yang bekerja paruh waktu atau yang bekerja pada malam hari

Jadwal pelatihan umum secara keseluruhan dari Rumah Bahasa adalah : Senin s/d Jumat : 09.00 – 12.00

13.00 –17.00 Sabtu dan Minggu : 09.00 – 12.00

13.00 – 17.00

Sedangkan waktu pengunjung datang ke tempatuntuk menggunakan fasilitas perpustakaan umum adalah Senin s/d Jumat 09.00 – 17.00.

(11)

Lobby merupakan akses utama untuk menuju ke ruang-ruang terdekatnya, akses untuk

masuk ke Perpustakaan hanya memiliki 2 akses, yaitu melewati lobby dan melewati lantai 2,

untuk lantai 2 ditujukan untuk pengguna kursi roda agar bisa naik melewati lift. Lalu untuk

ruang kelas typical terdapat pada lantai 2, 3, dan 4.

(12)

Simpulan dan Saran

Untuk mengatasi permasalahan radiasi matahari, peletakan fungsi menjadi poin

utama. Bagian Barat dan Timur tapak merupakan area yang paling banyak mendapatkan

radiasi panas matahari, sehingga pada bagian ini diletakkan fungsi yang utama.

Analisa Matahari

Hal tersebut mengingat fungsi Adaptive Facade untuk memaksimalkan pencahayaan

alami agar kenyamanan visual dalam ruang memenuhi standar. Akan tetapi matahari tidak

secara langsung menyinari bangunan begitu saja. Sinar matahari harus melewati Adaptive

Facade pada bangunan tersebut agar visual dapat terealisasikan dalam ruang ruang yang

membutuhkan kenyamanan tersebut pada bangunan.

(13)

Setiap kelas memiliki standar penerangan cahaya yaitu 300 - 350 Lux, maka dari itu diukur

pencahayaan yang masuk kedalam kelas yaitu dengan tabel dibawah ini ;

Hasil Ukur Pencahayaan

Dengan memberikan Adaptive Facade maka didapatkan hasil pada tabel diatas

dimana ruang kelas memiliki standar pencahayaan yang cukup tanpa menggunakan energi

listrik pada lampu. Tetapi jika dibandingkan dengan kelas yang menggunakan lampu maka

hasil energi listrik pada lampu dalam 1 bangunan adalah ;

Hasil Ukur Energi Listrik pada Lampu

Tabel diatas adalah penelitian terhadap 1 ruang kelas jika ruang kelas menggunakan

lampu. Dalam setengah hari, watt listrik bisa dikatakan sangat cukup tinggi yaitu 124278

(14)

watt. Jika dikalikan dengan semua total kelas yaitu 30 kelas maka hasil watt yaitu berkisar

kurang lebih 3.728.340 watt. Maka dari itu dilakukan penelitian sebagai berikut agar ruang

kelas sebisa mungkin tidak menggunakan energi listrik pada lampu.

Program Ecotect untuk Mendapatkan Hasil Ukur Cahaya secara Ssistematis

Pencahayaan yang Masuk Dalam Kelas

dari hasil gambar diatas didapatkan bahwa terang matahari hanya dapat menerangi kelas

sampai 3, 75m dan masih ada 4m ruang yang masih gelap tidak tersinari matahari, maka dari

itu dibuat bukaan depan dan belakang agar matahari dapat menyinari 2 sisi dari kelas

(15)

REFERENSI

Adriansyah, R. Niswah, F. (2014). Pelayanan Pemerintah Kota Surabaya Dalam Program Rumah Bahasa. Diperoleh dari ejournal.unesa.ac.id/article/12075/42/article.pdf pada tanggal 13 April 2015. Affandi. (2014). Alat Ukur Lux Meter. Diperoleh dari

https://yusufaffandi11.wordpress.com/2014/03/13/Luxmeter/ pada tanggal 26 Maret 2015. Akbar, K. (2013). Penerapan Kinetic Facade dengan Pendekatan Biomimetic. Diperoleh dari :

https://www.scribd.com/doc/172694352/jurnal-kinetic-facade-biomimetic pada 26 Maret 2015. Azhar. (n.d.). Kualitas Pendidikan Indonesia Ranking 69 Tingkat Dunia. Diperoleh dari :

http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html pada 5 maret 2015.

Badan Pusat Statistik. (2012). “Pembangunan Fasilitas Pendidikan”. Diperoleh dari :

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=28&notab=7 pada tanggal 4 Maret 2015.

Effendi, Z. (2014). Animo Warga Surabaya Belajar Bahasa Asing Gratis Tinggi. Diperoleh dari

http://news.detik.com/read/2014/08/27/142406/2674088/475/animo-warga-surabaya-belajar-bahasa-asing-gratis-tinggi pada tanggal 6 Maret 2015.

Evans, Martin. (1980). Housing, Climate and Comfort. Architectural Press. London.

Hansanuwat, R. (2010). Kinetic Facades as Environmental Control Systems: Using Kinetic Facades to Increase

Energy Efficiency and Building Performance in Office Buildings. Tesis tidak diterbitkan. University

of Southern California.

IEA (International Eergy Agency). (2000). Daylight in Bildings; A Source Book on Daylighting Systems and

Components. California.: The Lawrence Berkeley National Library.

Iqbal, M. (2010). Kenyamanan Manusia dalam Bangunan. Diperoleh dari

http://materiarsitek.blogspot.com/2010/01/kenyamanan-manusia-dalam-bangunan.html pada 4 Maret 2015.

Latifah, N. (2015). Fisika Bangunan 2. Jakarta. Swadaya Group.

Mandagie, R. (2014). “AFTA 2015: Perdagangan Bebas dan Kesiapan SDM Indonesia. Diperoleh dari : http://manadopostonline.com/read/2014/09/02/AFTA-2015-Perdagangan-Bebas-dan-Kesiapan-SDM-Indonesia/5408 pada tanggal 4 Maret 2015.

Moloney, Jules. (2011). Designing Kinetics for Architectural Facade : State Change. See Leatherbarrow, D.

and Mostafavi 2002. M., Surface Architecture. Cambridge. MA: MIT Press.

Ochoa, C.E., Capeluto, I.G. (2008). Strategic decision- making for intelligent buildings: Comparative impact of

passive design strategies and active features in a hot climate. Building and Environment. 43, 829–

1839.

Padmanaba, CGR. (2006). Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Jurnal Petra. Diperoleh dari

http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT pada tanggal 6 Maret 2015.

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan. (n.d.). Diperoleh pada 15 April dari

(16)

Riadi. (2013). Sistem Pencahayaan Alami”. Diperoleh dari http://www.kajianpustaka.com/2013/12/sistem-pencahayaan-alami.html pada tanggal 4 Maret 2015.

Riandito. et al. (2013). EFISIENSI ENERGI PADA RUANG PERPUSTAKAAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL

DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA MELALUI OPTIMASI PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN. Diperoleh dari

http://e-journal.uajy.ac.id/375/7/6MTA00017.pdf pada tanggal 3 Maret 2015. Rusyanti, H. (2013). “Pengertian Bahasa Menurut Ahli”. Diperoleh dari :

http://www.kajianteori.com/2013/03/pengertian-bahasa-menurut-ahli.html pada tanggal 5 Maret 2015.

Santoso, I. (n.d.). Pembelajaran Bahasa Asing di Indonesia Antara Globalisasi dan Hegemoni. Diperoleh dari: http://www.academia.edu/5180839/Pembelajaran_Bahasa_Asing_di_Indonesia_antara_Globalisasi_ dan_Hegemoni pada tanggal 5 Maret 2015.

Sari, Hilma. et al. (2007). Penilaian Kenyamanan Pencahayaan Alami Pada Ruang Dalam. Diperoleh dari http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/50028 pada tanggal 4 Maret 2015. Seno, B. (2007). Pengaturan Tata Ruang Kelas & Optimalisasi Pencahayaan Alami. Diperoleh dari

file:///C:/Users/USER/Downloads/uas_energy_school-libre%20(1).pdf pada tanggal 6 Maret 2015. Sukawi. et al. (2013). “Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan. Diperoleh dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=96408&val=2301 pada tanggal 3 Maret 2015. Syaifudin. (2014). Gratis, Rumah Bahasa Pemkot Surabaya Kian Diminati. Diperoleh dari :

http://www.bangsaonline.com/berita/4394/gratis-rumah-bahasa-pemkot-surabaya-kian-diminati pada tanggal 3 Maret 2015.

Syukro, R. (2013). Kualitas Pendidikan di Indonesia Masih Rendah. Diperoleh dari :

http://www.beritasatu.com/pendidikan/144143-kualitas-pendidikan-di-indonesia-masih-rendah.html pada tanggal 4 Maret 2015.

Valentina, H. (2014). Penataan Land Use dan Sistem Transportasi Pada Kawasan Muara Angke di Jakarta. Tersedia di Binus Library. (No. 2014-2-00693-AR).

Watson, D. (1993). The Enery Design Handbook. The America Institute of Architects Press: New York.

RIWAYAT PENULIS

Gambar

Tabel  diatas  adalah  penelitian  terhadap  1  ruang  kelas  jika  ruang  kelas  menggunakan  lampu

Referensi

Dokumen terkait