• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN. dan Kasultanan. Seiring berjalannya waktu, perlawanan Diponegoro meluas juga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN. dan Kasultanan. Seiring berjalannya waktu, perlawanan Diponegoro meluas juga"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI KESIMPULAN

Setelah adanya Perjanjian Giyanti tahun 1776, Bagelen dibagi dua dalam kekuasaan Kasunanan dan Kasultanan. Pembagian ini tidaklah berjalan dengan baik karena terjadi tumpang tindih dalam masalah perbatasan wilayah Kasunanan dan Kasultanan. Seiring berjalannya waktu, perlawanan Diponegoro meluas juga sampai ke Bagelen. Kasunanan Surakarta dimintai bantuan untuk mengamankan wilayah Kasunanan yang berada di Bagelen. Dikirimlah pasukan dari Kasunanan yang dipimpin oleh Pangeran Kusumayuda dan didampingi oleh Cokronegoro sebagai senopati pendamping sekaligus penunjuk jalan. Perlawanan Cokronegoro dilatarbelakangi lima sebab, yaitu keterlibatan Kasunanan Surakarta, sesuai dengan Plan de Campagne Jenderal de Kock, infiltrasi pasukan Diponegoro di Bagelen, untuk mengkonsolidasi perlawanan lokal terhadap pasukan Diponegoro, dan persaingan Tunggal Guru. Keterlibatan Cokronegoro terbagi dalam dua periode yaitu periode konsolidasi dan periode komando. Selama dua tahun pertama perang, praktis gerak pasukan Belanda stagnan dan kurang maksimal sampai diberlakukan strategi benteng stelsel pada 1827.

Periode konsolidasi (23 Agustus 1825-Desember 1828) ditandai dengan kedatangan Cokronegoro di Bagelen, menjadi senopati pendamping di bawah Pangeran Kusumayuda. Kolonel Cleerens sebagai pemimpin pasukan Belanda di Bagelen lebih mempercayai Cokronegoro dalam tugas-tugas penyergapan, membantu penyediaan logistik dan membentuk laskar lokal dengan memanfaatkan hubungan kekerabatan yang ada. Misalnya dalam strategi benteng stelsel, Cokronegoro berperan penting dalam memberikan informasi lokasi

(2)

strategis yang akan didirikan benteng. Selain itu proses pendirian benteng dan ketersediaan logistik menjadi lebih mudah dengan campur tangan dari Cokronegoro.

Periode komando (6 Januari 1829-9 Juni 1830) ditandai dengan kembalinya Pangeran Kusumayuda ke Surakarta. Pemanggilan ini berkaitan dengan keengganan Pangeran Kusumayuda untuk terjun langsung ke medan perang. Cokronegoro kemudian memimpin komando atas seluruh pasukan Kasunanan yang diperbantukan. Selain itu Cokronegoro juga mendapat jabatan sebagai regent/adipati di Brengkelan seiring kesuksesannya menangkap Basah Purwanegara. Peristiwa lain yang menjadi tonggak kesuksesan Cokronegoro adalah berhasil menewaskan salah satu senapati perang pasukan Diponegoro yaitu Pangeran Bei. Perkembangan selanjutnya, daerah sepanjang aliran Sungai Bogowonto yang dijaga pasukan pimpinan Cokronegoro semakin kuat dan berhasil mendesak kekuatan Diponegoro.

Seiring berakhirnya perang dan perubahan status kepemilikan wilayah Bagelen, Cokronegoro menjadi pejabat yang diserahterimakan kepada pemerintah Hindia Belanda. Ini berkaitan dengan kewajiban Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang harus menyerahkan wilayah Banyumas dan Bagelen sebagai ganti rugi perang. Bagelen ditetapkan sebagai karesidenan tersendiri dengan Brengkelan sebagai ibukotanya. Cokronegoro sebagai bupati mengusulkan pergantian nama dari Brengkelan menjadi Purworejo. Secara umum kepemimpinan Cokronegoro sangat berorientasi pada pemulihan wilayah Bagelen yang carut marut oleh perang. Proses pergantian kewenangan militer kepada pemerintahan sipil memang harus dilakukan secara perlahan. Meskipun proses

(3)

96

pemerintah Hindia Belanda, perlahan Bagelen bisa kembali pada keadaan yang kondusif.

Keterlibatan Cokronegoro dalam perang di Bagelen menjadi sebuah bagian yang tidak terlepas dari jalannya perlawanan Diponegoro. Kepemimpinan Cokronegoro serta kecakapannya mampu membuat Bagelen yang semula menjadi basis perlawanan menjadi daerah yang aman. Meskipun demikian, bagi sebagian kalangan, keterlibatan Cokronegoro menuai perdebatan. Sikapnya dianggap sebagai perwujudan politik adu domba dari Belanda dalam mematahkan perlawanan mengusir penjajah. Akan tetapi, jika dikaji lebih jauh, keputusan Cokronegoro ini tentu berkaitan dengan tugasnya sebagai abdi dari Kasunanan Surakarta yang mengharuskannya patuh kepada perintah Sunan sebagai kepala negara. Kepatuhan ini dapat dianggap sebagai sebuah contoh bagi generasi mendatang, dimana pemimpin adalah panutan dan menjadi kewajiban bagi setiap warga negara untuk mematuhinya.

(4)

Tanpa penerbit.

BAPPEDA TK II Purworejo. (1982). Konsep Sejarah Bagelen hingga Kabupaten Purworejo. Purworejo: Pemerintah Kabupaten Purworejo.

Capt. R. P. Suyono. (2004). Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta: Grasindo.

Carey, Peter. (1986). The Origin of Java War. a.b. Asal Usul Perang Jawa. Jakarta: Pustaka Azet.

(1986). The Cultural Ecology of Early Nineteenth Century, Javanese Histories of Dipanegara: The Buku Kedhung Kebo. a.b. Ekologi Kebudayaan Jawa dan Kitab Kedung Kebo. Jakarta: Pustaka Azet.

(2012). The Power of Prophecy: Prince Dipanegara and the end of an old order in Java, 1785-1855. a.b. Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Daliman, A. (2006). Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi UNY. Djoko Marihandono & Harto Juwono. (2008) Sultan Hamengkubuwono II

Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa, Yogyakarta: Banjar Aji.

Djoko Surjo, R. M. Soedarsono & Djoko Soekiman. (1985). Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djuliati Suroyo, A.M. (2000). Eksploitasi Kolonial Abad XIX: Kerja Wajib di Karesidenan Kedu 1800-1890. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia. Dudung Abdurrahman. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu.

Dwi Pratomo Putranto. (2005). Militer dan Kekuasaan: Puncak Puncak Krisis Hubungan Sipil-Militer di Indonesia. Yogyakarta: Narasi.

Fabricius, Johan. (1976). Dipanegara: De Java-oorlog van 1825 tot 1830. Den Haag: Leopold.

(5)

98

Gottschalk, Louis. (1975). Understanding History: A Primer of Historical Method. a.b. Nugroho Notosusanto. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hariyono. (1995). Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Jaya. Helius Sjamsuddin. (1996). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Depdikbud. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Hugiono dkk. (1992). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta.

Laksono, P.M. (1985). Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan: Alih-Ubah Model Berpikir Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

M. Imansyah Hadad. (2006). Wisata Ziarah Purworejo. Purworejo: Pemerintah Kabupaten Purworejo.

Margana, S. (2010). Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad Yamin. (1952). Sedjarah Peperangan Dipanegara Pahlawan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Jajasan Pembangunan

Nugroho Notosusanto. (1971). Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan.

Raden Tirto Wenang Kolopaking. (1997). Sejarah Dinasti Kanjeng Adipati Tumenggung Kolopaking 1677-1832. Tanpa penerbit.

Radix Penadi. (1988). Beberapa Hal Tentang Tanah Bagelen. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial Budaya.

(1988). Dinasti Mataram dan Kenthol Bagelen. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial Budaya.

(1993). Menemukan Kembali Jatidiri Bagelen dalam Rangka Mencari Hari Jadi. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial Budaya. (2000). Riwayat Kota Purworejo dan Perang Bharatayudha di Tanah

Bagelen Abad XIX. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial Budaya.

(6)

Saleh A. Djamhari. (2003). Strategi Menjinakkan Diponegoro : Stelsel Benteng 1827 1830. Jakarta: Komunitas Bambu.

Sartono Kartodirdjo. (1988). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. Jakarta: Gramedia.

(1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sayadiman Suryohadiprojo. (1981). Suatu Pengantar dalam Ilmu Perang: Masalah Pertahanan Negara. Jakarta: Intermasa.

Slamet Mulyana. (1968). Nasionalisme Sebagai Modal Perdjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Soegeng. (1982). Geger Lengis 1 Nopember 1828. Yogyakarta: Hidayat. Soekanto. (1953). Sekitar Jogjakarta 1755-1825. Jakarta: Mahabarata. (1984). Hubungan Diponegoro dan Sentot. Jakarta: Bina Aksara.

Sutrisno Hadi. (1987). Pengantar Metodologi Research I. Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi UGM.

Van Der Meulen, W.J. (1988). Indonesia Diambang Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Widja, I Gde. (1989). Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah, Jakarta: Depdikbud.

Artikel Surat Kabar/ Majalah/ Jurnal

Amen Budiman. (1992). Menyingkap Babad Purworejo (1): Dari Brengkelan Lahir Purworejo. Suara Merdeka (6 Februari 1992).

(1992). Menyingkap Babad Purworejo (2): Kelahiran Kabupaten Awal Kemakmuran. Suara Merdeka (7 Februari 1992).

(1992). Menyingkap Babad Purworejo (3): Empat Tahun Setelah Purworejo Lahir Terjadi Pemberontakan Amad Sleman. Suara Merdeka (8 Februari 1992).

Radix Penadi. (1993). Kerajaan Bagelen Didirikan oleh Sanjaya. Kedaulatan Rakyat (19 Oktober 1993). hlm. 10.

(7)

100

(1994). Tanggapan atas Tanggapan Djoko Dwiyanto: Sungai Bogowonto Memang Adalah Sungai Watukura. Kedaulatan Rakyat (11 Februari 1994). hlm 10.

Sartono Kartodirdjo. (1967). Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia Abad XIX-XX. Lembaran Sedjarah ( No 1 Desember 1967). hlm. 5.

Skripsi

Edy Triyono. Peranan Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking IV sebagai Pelindung Perang Diponegoro di Wilayah Panjer Roma (Kebumen) 1825 – 1830. Skripsi. Tidak diterbitkan.

Tito Rio Hartono. Deksa sebagai Markas dan Pertahanan Pangeran Dipanegara (1826). Skripsi. Tidak diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien dewasa, propofol yang diberikan secara intravena dapat digunakan cepat untuk menginisiasi atau pemeliharaan sedasi Monitoring Anesthesia Care (MAC) selama... Propofol bisa

Begitu pula dengan karya yang akan dibuat, penulis berusaha menggambarkan ciri khasnya dengan menciptakan kreativitas dalam membuat karya seni grafis cetak

Instrumenyang dibutuhkan selama penelitian meliputi alat evaluasi proyek siswa, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, catatan lapangan dan jurnal

Piramida Khufu (Cheops) yang berada di Giza, yang merupakan piramida yang terbesar dari lebih 30 piramida besar lainnya. Piramida ini merupakan bangunan

Proses pirolisis sangat banyak digunakan di industri kimia, misalnya, untuk menghasilkan arang, karbon aktif, metanol, dan bahan kimia lainnya dari kayu, untuk

Mentorointi on vaikuttanut ja vastannut aktoreiden työllisyys- ja koulutuskysymyksiin, sillä aktoreille on esitelty muun muassa eri koulutuspolkuja eri kouluasteilta ja käyty

Peneliti Pada saat materi pelajaran qiraah diberikan di kelas, apakah anda selalu memperhatikan. 12

Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,