ABSTRACT
Indonesia is a nation inhabited by people with diverse religious, ethnic, and social backgrounds. Plurality is an indisputable reality in this archipelago. On the one hand, this pluralism becomes the social capital of nation-building, and on the other hand the latent potential of social conflict. Humans are both indiviudu creatures as well as social beings. As social beings of course human beings are required to be able to interact with other individuals in order to meet their needs. In living a social life in society, an individual will be faced with groups of different colors with him one of which is the difference of religion. Live his social life can not be denied there will be friction-friction that will occur between groups of people, both related to race and religion. In order to maintain unity and unity in society it is necessary to respect each other and respect each other, so that friction-friction that can lead to disputes can be avoided. Communities are also required to keep each other’s rights and obligations between them from each other. All religions come from God Almighty who is revealed through His revelation or holy word to glorify human life. Through His holy teachings, it is hoped that human beings will become human beings who possess noble character. As long as the doctrine which is practiced by man does not deviate from the path of truth, then the differences that exist in every religion need not be disputed. By living side by side without questioning religious differences, it actually shows the implementation of the teachings of religion itself. Religious people are human beings capable of dampening any emotional upheaval arising from differences in patterns of religious life that differ from individual to individual, so violence in the name of religion can be avoided. Is not the flowers of the garden looks beautiful precisely because the colors of different flowers. Differences are not a barrier to knit the ropes of the brotherhood and build a harmony of life. Keywords: Optimizing, Tolerance, Interfaith People
UMAT BERAGAMA
Oleh I Wayan Sapta Wigunadika Dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja I. PENDAHULUAN Indonesia adalah bangsa yang dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang agama, etnis, dan kelompokkelompok sosial yang beragam. Kemajemukan merupakan realitas yang tak terbantahkan di bumi Nusantara ini. Satu sisi, kemajemukan ini menjadi modal sosial pembangunan bangsa, dan di sisi lain menjadi potensi laten konflik sosial. Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangkamemenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama. menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekangesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga
gesekangesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Olehnya itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Dalam konteks Agama Hindu, paham toleransi tercermin oleh pustaka suci Bhagavadgita sebagai berikut.
“ Ye yatha mam pradyante, tams tathai’ vaa bhajamy aham mama vartma’ nuvartate, manusyah partha sarvasah.” (B.GIV.11) Terjemahannya; Jalan manapun ditempuh manusia ke arahKu semuanya Ku terima Dari mana mana semua mereka menuju jalan Ku oh Partha. “Yo-yo yam yam tanum bhaktah sraddhaya rcitum icchati,
tasya-tasya calam sraddham, tam eva vidadhamy aham.” (B.G.VII.21)
Terjemahannnya.
Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, dengan bentuk apapun keyakinan yang tak berubahubah itu sesungguhnya Aku sendiri yang mengajarnya. Kutipan tersebut menyiratkan bahwa keyakinan untuk memeluk agama, menjalankan keyakinan merupakan hak bagi setiap orang. Agama hindu merupakan agama yang mengayomi budaya lokal dimana segala jenis kegiatan keagamaan disesuaikan dengan keadaan daerah setempat. Seperti misalnya di Bali, Sebuah kearifan lokal yang bernama Desa, Kala, Patra yang bermakna Tempat, Waktu
(lampau,Kini dan Nanti), serta teks otoritas atau kitab suci( bisa juga disebut keadaan) yang selayaknya dijadikan pedoman dalam melakukan sesuatu hal agar dapat tercapai dengan baik
Faktanya, konflik berbasis agama masih ditemukan di negeri ini. Konflik SARA selalu menjadi tantangan yang sangat berat bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Konflik ini menunjukkan kepalsuan atas sikap kita yang mengaku berbhineka tunggal ika. Ada beberapa faktor kenapa agama menjadi salah satu pemicu konflik yang efektif. Pertama, pengalaman sejarah konflik antar agama yang menorehkan kecurigaan di antara pemeluk agama. Kedua, klaim kebenaran mutlak agama yang menganggap agama orang lain salah. Ketiga, klaim agama yang membabi buta menumbuhkan sifat fanatisme agama. Keempat, fanatisme dan klaim kebenaran mendorong seseorang pemeluk agama menyebarkan agama kepada orang yang berbeda agama.
Agama yang sejatinya lahir untuk memberikan kedamaian, justru diekspresikan secara tidak pas oleh pemeluknya. Selain faktor etnisitas, agama turut menyumbang konflik sosial. Faktor sosial, ekonomi dan politik menyumbang konflik. Faktor sosial, lingkungan, pendidikan dan politik ikut andil dalam mempengaruhi pemahaman keagamaan seseorang. Lingkungan juga akan mempengaruhi pemahaman seseorang. Demikian pula pendidikan, orang yang berpendidikan tinggi berbeda memahami agama dengan orang yang berpendidikan rendah. Agama adalah alat yang efektif dalam menggerakkan kepentingan politik guna mencapai tujuan tertentu.
II. PEMBAHASAN
Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain
lakukan. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompokkelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agamaagama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lainlain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsipprinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif.
Proses penyebaran dan perkembangan agamaagama di Indonesia berlangsung dalam suatu rentangan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi pertemuan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pertemuan agama agama tersebut timbullah potensi integrasi dan potensi kompetisi tidak sehat yang dapat mengakibatkan disintegrasi. Potensi integrasi diartikan sebagai suasana keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan terutama intern umat beragama dan antar umat beragama. Potensi integrasi tersebut tidak dapat dipisahkan dari nilainilai luhur bangsa Indonesia sebagaimana tercermin dalam suasana hidup kekeluargaan, hidup bertetangga baik dan gotong royong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan harmonis dalam kehidupan beragama seperti saling hormat menghormati, kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, saling bersikap toleransi, sehingga dalam sejarah bangsa Indonesia tidak pernah terjadi perang antar penganut agama. Hubungan kerjasama antar pemeluk agama terlihat dalam kehidupan seharihari, seperti saling tolong menolong dalam pembangunan tempat ibadah dan dalam membangun bangsa dan negara. Potensi kompetisi berarti suasana saling persaingan dalam dinamika pergaulan, baik intern umat beragama maupun antar umat beragama. Kompetisi ini dapat berjalan secara
baik atau dalam suasana damai, dan dapat pula terjadi dalam berbagai bentuk pertentangan, benturan atau friksi. Dalam sejarah kehidupan keagamaan di Indonesia diakui pernah terjadi ketegangan atau friksi, namun masih dalam batasbatas kewajaran sebagai suatu dinamika dalam hubungan pergaulan atau interaksi antar umat beragama. Salah satu penyebab terjadinya ketegangan atau konflik dalam kehidupan beragama adalah akibat politik pecah belah (devide et impera) penjajah. Dalam usaha politik tersebut pihak penjajah sering memanfaatkan perbedaan agama atau paham agama untuk menumbuhkan atau mempertajam konflikkonflik di kalangan bangsa Indonesia yang sedang berjuang meraih kemerdekaan.
Dalam terminologi yang digunakan oleh Pemerintah secara resmi, konsep kerukunan hidup beragama mencakup 3 kerukunan. yaitu : kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat yang berbeda beda agama, dan kerukunan antara (pemuka) umat beragama dengan Pemerintah. Tiga kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah “Tri Kerukunan “. Upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama tidak terlepas dari faktor penghambat dan penunjang. Faktor penghambat kerukunan hidup beragama selain warisan politik penjajah juga fanatisme dangkal, sikap kurang bersahabat, caracara agresif dalam dakwah agama yang ditujukan kepada orang yang telah beragama, pendirian tempat ibadah tanpa meng¬indahkan peraturan perundangundangan yang berlaku, dan pengaburan nilainilai ajaran agama antara suatu agama dengan agama lain; juga karena munculnya berbagai sekte dan faham keagamaan kurangnya memahami ajaran agama dan peraturan Pemerintah dalam hal kehidupan beragama. Faktorfaktor pendukung dalam upaya kerukunan hidup beragama antara lain adanya sifat bangsa Indonesia yang religius, adanya nilainilai luhur budaya yang telah berakar dalam masyarakat seperti gotong royong, saling hormat menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, kerjasama di kalangan intern umat beragama, antar umat beragama dan antara umat beragama dengan Pemerintah. Pada zaman kemerdekaan dan pembangunan sekarang ini, faktorfaktor pendukung adalah adanya konsensus konsensus nasional yang sangat berfungsi dalam pembinaan kerukunan hidup beragama, yakni Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Peraturan Perundangundangan yang berlaku di bidang atau yang berkaitan dengan kerukunan hidup beragama.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upayaupaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk :
1. Memperkuat dasardasar kerukunan internal dan antar umat
beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilainilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai¬nilai kemanusiaan itu selalu tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya
selektifitas kualitas moral seseorang dalam komunitas masyarakat mulya, yakni komunitas warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilainilai solidaritas sosial. 5. Melakukan pendalaman nilainilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilainilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan nilainilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktorfaktor tertentu. 7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu
realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.
Adapun langkahlangkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:
1) Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
2) Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial.
3) Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.
4) Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadahwadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
Dalam upaya memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama, hal yang cukup serius kita perhatikan yakni fungsi pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat. Diakui secara jujur bahwa masyarakat kita yang relegius memandang bahwa pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa yang diperbuat oleh mereka akan dipercaya dan diikuti secara taat dan loyal. Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat dirumuskan bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual kita semua mengetahui bahwa agama memiliki nilainilai universal yang dapat mengikat dan merekatkan berbagai komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal suku bangsa, letak geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial. Hanya saja dalam implementasi, nilai nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas sosial tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain. Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik, disamping faktorfaktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan prinsipprinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu pada proporsinya. Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : A. Memberdayakan institusi keagamaan,
artinya lembagalembaga keagamaan kita
daya gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan persatuan dan kesatuan yang hakiki tentang tugas dan fungsi masingmasing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat beragama.
B. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama.
C. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama. D. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama. E. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama. F. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan.
G. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
H. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara pimpinan majelismajelis dan organisasiorganisasi keagamaan dalam rangka untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama. I. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi. J. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
K. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan normanorma sosial yang mendukung upaya kerukunan umat beragama.
L. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan potensi yang dimiliki masing¬ masing melalui kegiatankegiatan dialog, musyawarah, tatap muka, kerja sama sosial dan sebagainya.
M. Bersamasama para pimpinan majelis majelis agama, melakukan kunjungan bersamasama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama.
N. Melakukan mediasi bagi kelompok kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa dihentikan dan tidak berulang di masa depan. O. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompokkelompok masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka karena dilanda konflik sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
P. Membangun kembali saranasarana ibadah yang rusak di daerahdaerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan kembali rumah rumah ibadah tersebut.
Pada dasarnya, tidak ada agama apapun di dunia ini yang secara normatif mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan terhadap sesama manusia, sekalipun terhdap orang yang memiliki perbedaan keyakinan. Apabila ajaran agama dipahami secara sempit, mengutamakan subjektifitas pribadi dan mengesampingkan objektifitas, serta berupaya memaksakan kemutlakan ajarannya pada orang lain yang berbeda keyakinan, maka hal inilah yang memunculkan sikap intoleransi dan berujung pada konflik.
Semua agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan melalui wahyu atau sabda suciNya untuk memuliakan hidup
manusia. Melalui ajaranajaran suciNya, diharapkan umat manusia menjadi insan yang memiliki budi pekerti yang luhur. Selama ajaran yang diamalkan manusia tidak menyimpang dari jalan kebenaran, maka sesungguhnya perbedaan –perbedaan yang ada dalam setiap agama tidak perlu dipermasalahkan. Dengan hidup berdampingan tanpa mempersoalkan perbedaan agama, sesungguhnya menunjukkan implementasi dari ajaran agama itu sendiri. Manusia yang beragama adalah manusia yang mampu meredam setiap gejolak emosi yang timbul akibat perbedaan pola kehidupan beragama yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya, sehingga kekerasan atas nama agama dapat dihindari. Bukankah bungabunga taman tampak indah justru karena warnawarni bunganya berbedabeda. Perbedaan bukanlah penghalang untuk merajut tali persaudaraan dan membangun keharmonisan hidup.
III. PENUTUP
Dalam konteks Agama Hindu, paham toleransi tercermin oleh pustaka suci Bhagavadgita sebagai berikut. “ Ye yatha mam pradyante, tams tathai’ vaa bhajamy aham mama vartma’ nuvartate, manusyah partha sarvasah.” (B.GIV.11) Terjemahannya; Jalan manapun ditempuh manusia ke arahKu semuanya Ku terima Dari mana mana semua mereka menuju jalan Ku oh Partha.
Yo-yo yam yam tanum bhaktah sraddhaya rcitum icchati,
tasya-tasya calam sraddham, tam eva vidadhamy aham.” (B.G.VII.21)
Terjemahannnya.
Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, dengan bentuk apapun keyakinan yang tak berubahubah itu sesungguhnya Aku sendiri yang mengajarnya.
Diakui secara jujur bahwa masyarakat kita yang relegius memandang bahwa pemuka agama/tokoh agama/tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa yang diperbuat oleh mereka akan dipercaya dan diikuti secara taat dan loyal. Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat dirumuskan bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Pada dasarnya, tidak ada agama apapun di dunia ini yang secara normatif mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan terhadap sesama manusia, sekalipun terhdap orang yang memiliki perbedaan keyakinan. Apabila ajaran agama dipahami secara sempit, mengutamakan subjektifitas pribadi dan mengesampingkan objektifitas, serta berupaya memaksakan kemutlakan ajarannya pada orang lain yang berbeda keyakinan, maka hal inilah yang memunculkan sikap intoleransi dan berujung pada konflik.
Semua agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan melalui wahyu atau sabda suciNya untuk memuliakan hidup manusia. Melalui ajaranajaran suciNya, diharapkan umat manusia menjadi insan yang memiliki budi pekerti yang luhur. Selama ajaran yang diamalkan manusia tidak menyimpang dari jalan kebenaran, maka sesungguhnya perbedaan –perbedaan yang ada dalam setiap agama tidak perlu dipermasalahkan. Dengan hidup berdampingan tanpa mempersoalkan perbedaan agama, sesungguhnya menunjukkan implementasi dari ajaran agama itu sendiri. Manusia yang beragama adalah manusia yang mampu meredam setiap gejolak emosi yang timbul akibat perbedaan pola kehidupan beragama yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya, sehingga kekerasan atas nama agama dapat dihindari. Bukankah bungabunga taman tampak indah justru karena warnawarni bunganya berbedabeda. Perbedaan bukanlah penghalang untuk merajut
tali persaudaraan dan membangun keharmonisan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Mantik, Agus S.2007.Bhagavad Gita. Surabaya:Paramita. Harum, Akhmad.____.Sikap Toleransi Dalam Kehidupan Beragama.(diakses tanggal 14 februari 2014. (http://bukunnq.wordpress.com/sikap toleransidalamkehidupanberagama/) Setiadi,Elly M. Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta Dan Gejala permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: prenada Media Group.
Yamin, Moh. Vivi Aulia.2011.Meretas Pendidikan Toleransi, Pluralisme dan Multikulturalisme sebuah keniscayaan peradaban.Malang:Madani Media.