• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Sektor Informal

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya.

2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah.

3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian

4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanent dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.

5. tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah

7. tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan (Departemen Kesehatan RI, 2002)

(2)

Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

1. kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat

2. skala usaha relative kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha kecil-kecilan

3. biasanya tidak memiliki izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas atau CV

4. sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relative lebih mudah daripada formal.

Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Permasalah ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengah penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal (DepKes RI, 1994).

(3)

2.2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi atau disebut rancang-bangun faktor manusia adalah studi untuk peningkatan teori dan fisik dalam hal bekerja yang berguna untuk memastikan suatu tempat kerja aman dan produktif. Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi-teknologi buatannya (Wignjosoebroto, 1995).

Menurut Nurmianto (1998) dalam Santoso (2004), istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain/perancangan.

Menurut Suma’mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang (Suma’mur, 1996).

Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju keberhasilan tujuan perusahaan.

Menurut Santoso (2004), terdapat tiga hal yang penting dalam mempelajari ergonomi, antara lain :

(4)

a. Ergonomi menitikberatkan manusia (human-centered)

Ini diterapkan pada manusia dan fokus ergonomi pada manusia merupakan hal yang utama, bukan pada mesin atau peralatan. Ergonomi hanya cocok untuk pengembangan sistem kerja.

b. Ergonomi membutuhkan bangunan sistem kerja yang terkait dengan pengguna.

Mesin dan peralatan yang merupakan fasilitas kerja harus disesuaikan dengan performen manusia.

c. Ergonomi menitikberatkan pada perbaikan sistem kerja.

Suatu perbaikan proses harus disesuaikan dengan perbedaan kemampuan dan kelemahan setiap individu. Hal ini harus dirumuskan dengan cara diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam jangka waktu tertentu (Santoso, 2004).

2.2.2 Tujuan Ergonomi

Dari urian di atas, tujuan utama ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki perfomance kerja manusia seperti menambahkan kecepatan dan ketepatan (accuracy), meningkatkan keselamatan kerja, mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan. Ergonomi mampu memperbaiki pemanfaatan sumber daya manusia atau human error (Wignjosoebroto, 2003).

(5)

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas

2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja, dan kualitas hidup.

Penerapan ergonomi pada umumnya baru dilaksanakan pada perusahaan-perusahaan menengah dan besar sedangkan pada perusahaan-perusahaan kecil dan sektor informal belum mendapat perhatian yang layak . Interaksi antara sarana dan prasarana dengan tenaga kerja tidak sepenuhnya diperhatikan (Pamuji, 1988).

2.3. Sikap Tubuh Dalam Bekerja

Sikap tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipenaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan(Suma’mur, 1996).

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang.

(6)

Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh bisa dikatakan efisien jika :

a. menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang berbeda,

b. membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan, c. terasa nyaman bagi masing-masing orang.

Menurut Santoso (2004) posisi tubuh dalam bekerja terdiri dari : a. Posisi kerja duduk

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari mekanika sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya. Menurut Tichauler (1978) yang dikutip (Panero dan Zelnik) sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal, melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberosities) di atas permukaan tempat duduk.

Gambar 2.1. Posisi Duduk ketika bekerja Sumber : Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work And Health

(7)

Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskletal ) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Eko Nurmianto, 1998) .

Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya kelelahan pada kaki

b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah c. Berkurangnya pemakaian energi

d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1989)

Namun sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian bisa menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan.

b. Posisi kerja berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, apalagi jika memakai sepatu dengan bentuk atau ukuran yang tidak sesuai.

Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya seperti yang diungkapkan Granjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, tinggi meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan yang ringan, tinggi meja diatur

(8)

sejajar dengan tinggi siku. Dan untuk pekerjaan berat, tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku.

Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara 230-270 ke arah bawah dari garis horizontal.

Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.

2.4. Sikap Tubuh Alamiah

Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Baird dalam Merulalia, 2010).

a. Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah tidak miring ataupun mengalami fleksi atau ekstensi.

(9)

b. Pada leher.

Sikap atau posisi normal leher, lurus dan tidak miring atau memutar ke samping kiri atau kanansehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang cervical.

c. Pada bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah dalam keadaan tidak mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.

d. Pada punggung

Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan.

Kasus umum yang berkaitan dengan sikap kerja adalah :

a) Leher dan kepala inklinasi ke depan karena medan display terlalu rendah dan objek terlalu kecil.

b) Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek diluar medan jangkauan.

c) Lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada muskulus trapesius dan levator pada skapula seratus anterior, deltoid dan supra spinator bisep. Ketentuan bahu terangkat dan terabduksi.

(10)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan adalah :

a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian.

b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani,

melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :

a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.

b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau leher/kepala).

(11)

Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :

a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah. b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri.

2.5. Kerja Otot Statis dan Dinamis.

Pada kerja otot dinamis, kerutan dan pengenduran suatu otot terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara kontinyu. Untuk kerja otot dinamis, energi kerja adalah hasil perkalian diantara selisih panjang otot sebelum dan pada keadaan maksimum kontraksi dengan besarnya kekuatan. Pada pekerjaan statis, panjang otot tetap dan seolah-olah tidak kelihatan kerja luar sehingga energi tidak bisa diperhitungkan dari besarnya kekuatan (Suma’mur, 1984).

Dalam kehidupan sehari-hari, selalu terjadi aneka ragam kegiatan otot statis. Pada keadaan berdiri sejumlah otot kaki, paha, punggung dan leher berada dalam kontraksi statis. Oleh karena kerja otot statis inilah bagian-bagian tubuh dapat dipertahankan berada dalam posisi yang tetap.

Keadaan peredaran darah berbeda pada otot statis dan dinamis. Dalam otot yang bekerja statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot. Dengan begitu peredaran darah dalam otot tersebut menjadi berkurang.

(12)

Sebaliknya otot yang berkontraksi secara dinamis berlaku sebagai pompa bagi peredaran darah kerutan disertai pemompaan keluar otot. Pengenduran adalah kesempatan bagi darah untuk masuk dalam otot. Jelaslah bahwa otot yang berkontraksi dinamis memperoleh glukosa dan oksigen sehingga kaya akan tenaga dan sisa-sisa metabolisme akan segera dibuang. Otot –otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukosa dan oksigen dari darah sehingga harus menggunakan cadangan yang ada. Sisa metabolisme tidak bisa diangkut keluar tubuh melainkan tertimbun. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada otot. Rasa nyeri ini memaksa untuk menghentikan kerja otot statis. Sebaliknya kerja otot dinamis dengan irama yang tepat dapat bertahan lama, berkelanjutan tanpa kelelahan otot (Almatsier, 2002).

2.5. Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai keluhan sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat amenyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan inilah yang disebut denga keluhan muskuloskeletal atau muskuloskeletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal.

(13)

Secara garis besar, keluhan pada otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis . Namun, keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan , namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu pembebanan yang panjang. Keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Sehingga suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur, 1989).

Menurut Peter (2000) yang dikutip Rizki (2007), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1. Peregangan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga

(14)

yang besar. Apabila hal ini sering terjadi, maka dapat meningkatkan terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan terus-menerus. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja yang tidak alamiah dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder a. Tekanan

Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak saat harus memegang alat, dapat menyebabkan nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan meneyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Sum’mur, 1989).

(15)

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin atau panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dngan lingkunga tersebut. Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan energi ke otot. Akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

2.6. Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi.

Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi.

Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja.

(16)

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu :

a) Leher b) Bahu

c) Punggung bagian atas d) Siku

e) Punggung bagian bawah f) Pergelangan tangan/tangan g) Pinggang/pantat

h) Lutut i) Tumit/kaki

Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut.

Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh pekerja yang terdapat pada stasiun kerja. Setiap responden harus mengisi ada atau tidaknya keluhan yang diderita.

(17)

Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri

3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung

6. Lengan atas kanan 7. Pinggang

8. Bawah pinggang 9. Pantat

10. Siku kiri 11. Siku kanan 12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri 17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan

Gambar 2.2. Nordic Body Map

(18)

2.7. Kerangka Konsep BA Pekerja Pembuat Roti Sikap Kerja Pada saat membuat roti Keluhan Muskuloskeletal

Gambar

Gambar 2.1. Posisi Duduk ketika bekerja  Sumber : Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work And Health

Referensi

Dokumen terkait

Produktivitas tambak untuk rumput laut tertinggi didapatkan pada salinitas 25,6 ppt dan oksigen terlarut 8,39 mg/L dan rumput laut masih tumbuh baik pada kisaran pH

Sedangkan simulasi lintasan berkas pada bentuk inti H dengan bentuk kutub magnet segi empat dan arah berkas seperti ditunjukkan pada Gambar 10, partikel akan mengalami pembelokan 60 

spesies murbei tergolong moderat dan berkisar antara 60-65%. Taraf kecernaan bahan kering keempat spesies murbei berkisar antara 60-65% dan tergolong moderat. Taraf

Karakteristik shoaling ikan pelagis kecil di Perairan Selat Bangka pada musim timur adalah sebagai berikut : Kelompok pertama, berbentuk elips dengan ukuran panjang 4.3 m, berada

Bagian penting dari sebuah strategi atau kebijakan baru adalah untuk memastikan apakah kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan dan tepat sasaran. Oleh karena itu,

ing Road Selatan yang dihasilkan lebih tinggi, bukan berarti model dikatakan terbaik mengingat data yang dimiliki Ring Road Selatan lebih sedikit. Jumlah data yang dimiliki

Kelebihan dari sistem alat akuisisi data panel surya ini adalah hasil pengukuran dari setiap sensor dapat diproses secara langsung disimpan oleh SD Card dari nilai tegangan dan

Sehingga dengan ini memperkuat alasan penulis untuk meneliti apakah pemberitaan K-pop Idol dapat memberikan pengaruh positif, yang dapat ditunjukkan dengan