• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK ATAS BUKU TADZKIROH KARYA USTADZ ABU BAKAR BA ASYIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KRITIK ATAS BUKU TADZKIROH KARYA USTADZ ABU BAKAR BA ASYIR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

KRITIK ATAS BUKU TADZKIROH

KARYA USTADZ ABU BAKAR BA’ASYIR

Oleh: H. Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.

(Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Dosen Universitas Negeri Malang)

Buku Tadzkiroh berpotensi besar menjadi rujukan atau paling tidak mewakili pemikiran sebagian kaum radikalis dan pemikiran radikalisme di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan bentuk dan pola peredaran Tadzkiroh, serta ditemukannya buku ini pada penggeledahan rumah tersangka pelaku bom bunuh diri di tanah air.

Seperti dimuat situs al-mustaqbal.net, buku “Tadzkiroh” terdiri dari dua jilid yang saling bertalian. Buku kedua setebal 176 halaman ini ditulis oleh Abu Bakar Ba’asyir sewaktu dirinya masih berada dalam rumah tahanan Bareskrim di Mabes Polri. Tercatat, buku “Tadzkiroh ” jilid 2 pernah dibahas dalam sebuah acara bedah buku, yang lancar-lancar saja pelaksanaannya, yakni pada tanggal 6 Januari 2013, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.

Buku “Tadzkiroh” jilid 1 dan 2, selain dikirimkan ke berbagai relasi dan simpatisan Abu Bakar Ba’asyir secara terbatas, para aparat keamanan dari pusat hingga jajaran terbawah pun dikirimi pula buku yang sampul depannya berwarna hijau itu.

Website al-mustaqbal.net merilis, sejumlah butir yang dimuat dalam buku

“Tadzkiroh” jilid 2 memang cukup membuat heboh, karena di dalamnya ada materi yang ditujukan kepada Ketua MPR/DPR RI beserta semua anggotanya yang mengaku muslim; juga kepada aparat thaghut NKRI di bidang hukum, dan bidang pertahanan yang mengaku muslim.

Khusus kepada aparat thaghut NKRI di bidang hukum misalnya, Abu Bakar Ba’asyir menyebutnya sebagai murtad, karena tugasnya mendakwa, menuntut, dan menghukum dengan hukum jahiliyah (hukum ciptaan manusia yang bertentangan dengan hukum Allah) dan menyingkirkan hukum Allah atau syariat Islam. Untuk itulah kemudian Abu Bakar Ba’asyir menasehati agar mereka ini segera bertaubat sebelum datang sakaratul maut dan kematian.

(2)

2

Selanjutnya Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) melalui Sariyah I’lam telah mengirimkan buku Tadzkiroh ini kepada penguasa. “Buku tadzkiroh tentang bencana ini sudah kami sebar. Mulai dari presiden, pejabat tinggi negara, para menteri, gubernur dan walikota serta sampai tingkat kecamatan khususnya di wilayah Jakarta telah kami kirimkan buku ini,” ujar Ustadz Ahmad Fatih, Juru Bicara JAT.

Buku ini juga dicetak dalam jumlah yang banyak, Ustadz Ahmad Fatih menyampaikan bahwa buku ini akan disebar ke seluruh nusantara mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan sampai ke wilayah timur Indonesia.

Jamaah Ansharut Tauhid membedah buku ini secara perdana pada hari ini Ahad, 06 April 2014 pukul 08:00 WIB di Masjid Al Hikmah Bekasi Timur seperti yang

dilansir di website resmi JAT, www.ansharuttauhid.com.1

Memberi identitas kafir dan thaghut pada simbol-simbol kenegaraan ini, diakui atau tidak, akhirnya memang mengemuka dalam buku “Tadzkiroh” jilid 2 ini. Padahal, pemahaman mengenai thaghut, antara versi Ustadz ABB dengan mayoritas ulama, sejauh ini dianggap berbeda dan malah bertolak-belakang.

Aparat kepolisian memberikan sinyal buku ini dilarang peredarannya. Namun meski dilarang, sampai saat ini buku tersebut masih disebarkan melalui beberapa link, antara lain: http://www.4shared.com/office/Dva8NJZ5ba/Buku_II_Tadzkiroh_Kepada_Thagh.ht ml https://www.mediafire.com/?z57mb8usvu1m3dz http://speedy.sh/bkFJM/Buku-II.-Tadzkiroh-Kepada-Thaghut-Hukum-Dan-Pertahanan-Finished.pdf http://www.sendspace.com/file/uw5ebw

Pengantar Buku II. Tadzkiroh Kepada Thaghut Hukum Dan Pertahanan

http://www.4shared.com/office/S7R1q6bKce/Kata_Pengantar_Buku_Tadzkiroh_.ht ml

https://www.mediafire.com/?oalucl676gnf282

http://speedy.sh/teMKD/Kata-Pengantar-Buku-Tadzkiroh-II-B5-1.pdf

Buku ini berpotensi menjadi acuan kelompok atau kalangan radikalis untuk melakukan aksi-aksinya. Salah satu indikasinya, pada tahun 2017 lalu polisi menyita

1

(3)

3

25 buah judul buku salah satunya Tadzkiroh dalam penggeledahan rumah salah satu

pelaku bom bunuh diri berinisial AS di Kampung Melayu.2

Tak dapat dipungkiri bahwa tindakan teror dan ekstrimisme di negara ini dan juga negara lain salah satunya berangkat dari keyakinan bahwa aparat negara yang dianggap tidak menjalankan syariat Islam adalah thaghut. Buku Tadzkiroh Abu Bakar Ba’asyir dapat dikatakan mewakili model pemikiran semacam ini. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran itu harus dikritisi pula melalui pemikiran.

Konten Utama Buku “Tadzkiroh: Peringatan dan Nasehat karena Allah”

Buku Tadzkiroh yang disusun oleh Abu Bakar Ba’asyir memiliki dua seri (jiilid). Sedangkan yang menjadi fokus pada review ini adalah jilid kedua, yang memiliki judul lengkap “Tadzkiroh (Peringatan dan Nasehat karena Allah) Kepada 1. Ketua MPR/DPR & Semua Anggotanya Yang Mengaku Muslim, 2. Aparat Thaghut N.K.R.I Di Bidang Hukum & Pertahanan Yang Mengaku Muslim.”

Seperti disebutkan dalam daftar isi, buku setebal 177 halaman ini berisi peringatan penulis kepada Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang muslim; Ketua Mahkamah Agung dan Semua Staf-nya yang muslim; Jaksa Agung dan Semua Staf-nya yang muslim; Kapolri dan Semua Staf-nya yang muslim: Panglima TNI dan Semua Staf-nya yang muslim; Kepada Pimpinan MPR/DPR dan semua anggotanya yang muslim; Kepada Aparat Thaghut di Bidang Hukum dan Pertahanan.

Selanjutnya Abu Bakar Ba’asyir merilis “Dalil-dalil yang menunjukkan kafirnya pembela dan pembantu-pembantu thaghut, baik dari al-Qur’an d a n dalil Sunnah tentang kafirnya pembela dan penolong aparat- aparat thaghut; Dalil pernyataan ulama Ahli Sunnah; Ummat Islam yang bekerja di Bidang Hukum Thaghut; Ummat Islam yang bekerja di bidang pertahanan; Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk bertaubat.”

Penulis lalu menyertakan beberapa lampiran fatwa-fatwa tentang “kafirnya penguasa yang berhukum selain syari’at Islam”. Ia merilis fatwa beberapa ulama Saudi, serta fatwa Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Syaikh Abdulloh al-Jibrin, Syaikh

2

(4)

4

Abdurrohman as-Sa’dy, Imam Qurtuby, Imam Baidhowy, dan Syaikh Abdullah Azzam.

Pada bagian berikutnya, penulis kitab ini menegaskan tentang kafirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menyebutkan beberapa artikel tokoh semisal Abu Sulaiman Aman Abdurrahman dan Abu Dujanah Ash Shamy. Sementara pada bagian akhir, penulis menutup bukunya dengan artikelnya yang berjudul “Perbedaan Karakter Ulama Robbaniyyiin dan Karakter Ulama Syaitoniyyiin”.

Dalam buku Tadzkiroh ini, Abu Bakar Ba’asyir secara jelas

mengakafirkan beberapa pihak “yang terlibat” di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara gamblang ia mengatakan:

Dengan izin Allah SWT saya sampaikan kepada kaum muslimin dan muslimat tadzkiroh saya kepada: (a) Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang mengaku muslim, (b) Aparat thaghut N.K.R.I di bidang hukum dan pertahanan yang mengaku muslim, yang intinya adalah: 1. Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang mengaku muslim MURTAD karena

menyekutukan Allah dalam menetapkan hukum yakni kedaulatan menetapkan hukum di tangan Allah di alihkan ke tangan anggota MPR/DPR.

2. Aparat thaghut N.K.R.I di bidang hukum MURTAD karena tugasnya mendakwa, menuntut dan menghukum dengan hukum jahiliyah (hukum ciptaan manusia yang bertentangan dengan hukum Allah) dan membuang hukum Allah/ syari’at Islam. Dan menghukum mujahidiin dengan isu bohong memberantas teroris karena berjuang menegakkan syari’at Islam di Indonesia.

3. Aparat thaghut N.K.R.I di bidang pertahanan MURTAD karena tugasnya mempertahankan thaghut, tidak kafir kepada thaghut seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT, mempertahankan sistem pemerintahan kafir/syirik dan mempertahankan tegaknya hukum-hukum jahiliyah, menghalangi tegaknya hukum-hukum Allah/syari’at Islam dan memerangi mujahidiin/jamaah-jamaah Islamiyah yang berjuang menegakkan syari’at Islam secara kaffah (100%) di Indonesia.

Mereka tidak boleh beralasan tidak tahu karena sudah diberi tadzkiroh.

4. Saya menasehati agar mereka segera bertaubat sebelum datang sakaratul maut dan kematian.3

Dalam meneguhkan pendapatnya bahwa pejabat pada “pemerintah thaghut” yang ia sebutkan itu telah keluar dari Islam (murtad), Abu Bakar Ba’asyir menyertakan beberapa ayat al-Qur’an, hadits dan penjelasan para ulama yang menurutnya menjadi dalil kemurtadan mereka itu. Berikut ini beberapa ayat, hadits, dan pendapat ulama yang dia kutip tersebut.

1. Dalil Al Qur’an

1.1. QS. Al-Baqarah: 256 dan an-Nisa: 60

3 Abu Bakar Ba’asyir, Tadzkiroh (Peringatan Dan Nasehat Karena Allah), (Jakarta: JAT Medi Center,

(5)

5

“...Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat

yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.

Al-Baqarah: 256)

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka

(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisaa’: 60)

Berdasarkan kedua ayat ini, Abu Bakar Ba’asyir berpendapat bahwa Allah telah menjadikan syarat sahnya iman adalah kafir kepada thaghut. Maka barang siapa yang tidak kafir kepada thaghut tidak sah ikatan Islamnya kecuali benar-benar kafir kepada thaghut. Maka karena mereka tidak kafir kepada thaghut menjadi kafir kepada Allah.4 Ia mengatakan, “Karena anda sekalian menjadi aparat thaghut berarti anda

sekalian tidak kafir kepada thaghut, maka akibatnya anda sekalian kafir kepada Allah.5

1.2. QS. Al-Baqarah: 257

“Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 257)

Berdasarkan ayat ini Abu Bakar Ba’asyir berpendapat, Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir itu adalah wali-walinya thaghut yakni pecinta-pecintanya, penolong-penolongnya dan pembela-pembelanya. Maka dari ayat itu Allah menerangkan bahwa barang siapa membelanya (thaghut), menolongnya (thaghut), ia menjadi kafir seperti mereka (thaghut-thaghut itu).

Ia mengatakan, “Karena anda sekalian menjadi aparat thaghut (walinya thaghut) dan membela thaghut maka anda sekalian murtad menjadi kafir seperti thaghut.”

4Tadzkiroh, hal. 27

(6)

6

1.3. QS. Al-Maa’idah: 81

“Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah

orang-orang yang fasik.(QS. Al-Maa’idah: 81)

Abu Bakar Ba’asyir berpendapat:

Pengambilan dalil dari ayat ini ialah bahwa pembela-pembela thaghut dan penolong-penolongnya (aparat-aparatnya) jika mereka benar-benar beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada Al Qur’an tidak mungkin mereka mau menjadi wali-wali (aparatnya) thaghut. Karena mereka rela menjadi wali-walinya thaghut maka dengan demikian hilanglah keimanan dari hati mereka sebab iman dan rela menjadikan thaghut sebagai walinya tidak mungkin bisa berkumpul dalam hati seorang mukmin.6

Selanjutnya ia menegaskan, “Karena anda sekalian rela menjadi aparatnya (walinya) thaghut maka hilanglah keimanan dari hati anda, berarti anda sekalian murtad.”7

1.4. QS. Ali Imran: 100 – 101

“Hai orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang-orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul- Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya

ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Ali-Imran: 100-101)

Menurut penulis buku, pengambilan dalil dari ayat ini ialah bahwa penguasa-penguasa thaghut mentaati wali-wali mereka yakni Yahudi dan Nasrani khususnya Amerika, maka ketaatan mereka kepada Yahudi dan Nasrani adalah kemurtadan yang jelas dari dien Islam. Maka barang siapa taat (menjadi aparat) penguasa-penguasa yang taat kepada Yahudi dan Nasrani, maka dia seperti mereka (sama-sama kafir) karena berarti mereka (aparat-aparat thaghut) rela bersama thaghut dalam taat kepada orang-orang kafir.8

6Tadzkiroh, hal. 28.

7Ibid.

(7)

7

Abu Bakar Ba’asyir menegaskan, “Karena anda sekalian rela menjadi aparatnya (walinya) thaghut yang mentaati Amerika bahkan kerjasama dengan kafir Amerika untuk memerangi mujahidiin yang berjuang menegakkan dienul Islam khususnya di indonesia dengan isu bohong memberantas teroris, berarti anda sekalian juga mentaati dan kerjasama dengan kafir Amerika terutama untuk memerangi

mujahidiin, maka anda sekalian murtad.”9

2. Dalil Sunnah Tentang Kafirnya Pembela dan Penolong (aparat-aparat thaghut) Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata: Saya telah mendengar Rasululloh Saw bersabda: “Kemudian di akhir zaman akan ada polisi berangkat pagi hari dalam kemurkaan Allah dan kembali sore hari dalam kemarahan Allah, maka jangan

sekali-sekali kamu jadi orang kepercayaan mereka. (HR. Thabroni)

Menurut Abu Bakar Ba’asyir, hadits ini menerangkan keadaan polisinya negara kafir (polisinya thaghut), kerja mereka menjaga keamanan thaghut dan memerangi mujahid yang membela Islam, oleh karena itu selalu dalam kemurkaan Allah.

Ia menyatakan:

Polisi Indonesia terutama Densus 88 dan BNPT yang banyak memusuhi dan memfitnah ummat Islam termasuk kategori polisi ini karena tugas mereka menjaga keamanan thaghut dan undang-undang jahiliyah, memfitnah dan memerangi ummat Islam yang berjuang menegakkan syari’at Islam. Maka saya yakin polisi negara kafir N.K.R.I terutama Densus 88 dan BNPT yang banyak memusuhi, memfitnah ummat Islam dan membantai mujahidiin karena berjuang menegakkan hukum Allah di Indonesia setiap berangkat ke markaznya pagi hari dalam kemarahan Allah dan setiap pulang dari bertugas sore hari juga dalam kemurkaan Allah, karena tugasnya menjaga N.K.R.I yang kafir (karena N.K.R.I menegakkan hukum jahiliyah membuang hukum Allah untuk mengatur negara), memfitnah dan memerangi mujahid dan ummat Islam yang berjuang menegakkan daulah islamiyah / khilafah dengan isu bohong memberantas teroris.10

3. Dalil Pernyataan Ulama Ahli Sunnah 3.1. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz:

“Telah sepakat bulat para ulama Islam bahwa barang siapa membantu orang-orang kafir yang memerangi muslimin dan menolong mereka dengan berbagai macam bentuk pertolongan maka dia kafir seperti mereka, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT: “Hai orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka

9Ibid. hal. 30.

(8)

8

adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS.

Al-Maa’idah: 51)11

Abu Bakar Ba’asyir memberikan keterangan atas fatwa ini sebagai berikut: “Semua aparat thaghut N.K.R.I yang bertugas di bidang hukum dan pertahanan terutama Densus 88 dan BNPT membantu kafir Amerika memfitnah dan memerangi mujahidiin dan menegakkan hukum jahiliyah membuang hukum Allah untuk mengatur

negara, maka jelas bahwa aparat thaghut ini kafir seperti Amerika.”12

3.2. Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisy

“Peringatan: Bahwa kaidah “Hukum asal pasukan thaghut dan anshornya adalah kufur tidak ada kesamaran padanya. Sesungguhnya kaidah menurut kami bahwa hukum asal pada mereka adalah kufur sampai nampak pada kami yang menyelisihi hal itu, karena bahwa pengambilan hukum asal ini tegak di atas nash dan dalil-dalil yang jelas, bukan atas dasar semata-mata mengikuti hukum dar (negeri). Sesungguhnya yang nampak pada pasukan thaghut dan polisi mereka dan intelijen mereka dan aparat keamanan mereka bahwa mereka termasuk wali-wali (pelindung) syirik dan orang-orang musyrik.

“Mereka (tentara dan polisi thaghut) adalah mata yang selalu waspada mengawasi undang-undang buatan kufur yang mereka jaga, kokohkan, dan praktekkan dengan senjata dan kekuatan mereka. Mereka (tentara dan polisi thaghut) juga adalah para pelindung dan pasak-pasak yang menguatkan singgasana para thaghut dan orang- orang yang para thaghut melindungi diri dengan kekuatan dengan mereka dari kewajiban melaksanakan syari’at Islam dan menjadikannya sebagai hukum.

“Mereka (tentara dan polisi thaghut) adalah senjata dan anshornya yang selalu membantu dan menolong mereka dalam menjadikan syari’at kufur sebagai hukum dan membolehkan hal-hal yang haram yaitu riddah, riba, khomer, ..., dll.

“Mereka (tentara dan polisi thaghut) adalah orang-orang yang membela pembunuhan orang yang keluar dari hamba-hamba Allah mengingkari kekufuran para

11 Fatwa Ibnu Baz, Jilid 1, hal. 274 dalam Tadzkirah, hal. 13. 12Ibid., hal. 32.

(9)

9

thaghut dan kesyirikan mereka, yang berusaha menjadikan syari’at Allah sebagai

hukum dan menolong din-Nya yang dibatalkan.”13

Abu Bakar Ba’asyir memberikan komentar pada pendapat Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisy yang dia kutip tersebut. Menurutnya:

Ini adalah hakikat pekerjaan mereka (tentara dan polisi thaghut), pengukuhan dan perbuatan mereka (tentara dan polisi thaghut) yang murni dalam dua sebab dari sebab-sebab kufur yang terang yaitu: menolong kesyirikan dengan berwala’ (loyal) pada undang-undang kufur thaghut; menolong para pelaku syirik, berwala’ (loyal) pada mereka dan membantu mereka memerangi muwahhidin (muslimin yang membela dan berpegang teguh kepada tauhid dan keras menentang syirik). TNI dan POLRI N.K.R.I terutama Densus 88 dan BNPT yang mengaku muslim murtad karena membela, menjaga dan loyal pada undang-undang kufurnya thaghut (K.U.H.P) dan membela thaghut memerangi dan membunuhi mujahidin dengan isu bohong memberantas teroris di bawah komando setan Amerika.14

Selain mengkafirkan pihak-pihak yang dia sebut di atas, Abu Bakar Ba’asyir juga mengkafirkan umat Islam yang bekerja di bidang “hUkum thaghut”. Dia memberikan rincian yaitu:

a. Ketua Mahkamah Agung dan seluruh hakim-hakim.

b. Jaksa Agung dan seluruh jaksa-jaksa.

Dalam asumsi Abu Bakar Ba’asyir, mereka semua murtad dari agama Islam karena:

a. Para hakim mengadili dan memvonis terdakwa dengan hukum jahiliyah, tidak

dengan hukum Allah (hukum Islam) dan menghukum para mujahid karena menegakkan Islam.

b. Para Jaksa mendakwa dan menuntut terdakwa dengan hukum jahiliyah, tidak

dengan hukum Allah (hukum Islam) dan menuntut para mujahid karena

menegakkan Islam.15

Mereka semua divonis oleh Allah sebagai orang-orang yang kafir, zhalim, dan fasik, dengan beberapa dalil yang dikutip dalam buku tersebut, yaitu:

“...barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah: 44)

“...barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Maidah: 45)

13 Asy Syaikh Abu Dujanah As syamy, Risalah Fii Riddatis Syurthah wal Hukkam, dalam Tadzkiroh,

hal. 33.

14Tadzkiroh, hal. 33-34. 15Ibid

(10)

10

“...barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al- Maidah: 47)

Abu Bakar Ba’asyir juga menyebut beberapa fatwa tentang kafirnya penguasa yang berhukum dengan selain syari’at Islam. Salah satunya adalah fatwa Imam Qurthubi data menafsirkan firman Allah dalam Surat an-Nisa: 140:

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu

serupa dengan mereka‛ (QS. An-Nisaa’: 140)

Al-Qurthubi – seperti dikuti buku Tadzkiroh – menjelaskan: “Ini menunjukkan kewajiban-kewajiban menjauhi orang- orang yang bermaksiat kepada Allah jika telah nyata-nyata kemungkaran mereka, karena barangsiapa yang tidak menjauh dari mereka berarti meridhoi tindakan mereka dan ridho kepada kekufuran adalah kufur.”

Penulis memberikan catatan kaki, dengan mengutip pendapat Syaikh Abdul Aziz al-Maliki bahwa yang dimaksud “maksiat” dalam penjelasan Imam Qurthuby itu maksudnya adalah maksiat yang menyebabkan pelakunya kafir murtad, bukan maksiat biasa.16

Kajian Kritis atas Tadzkiroh

Pikiran utama yang disampaikan oleh Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya adalah pengkafiran terhadap pemerintah yang dia sebut sebagai thaghut. Dengan kata lain, thaghut itu kafir sehingga pemerintah yang disebutnya sebagai thaghut adalah kafir. Menurut hemat penulis, inilah letak ketidaktepatan pandangan Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya tersebut.

Dalam meneguhkan pendapatnya itu, ia merilis pendapat beberapa tokoh ulama yang apabila diamati kesemuanya berparadigma Salafi, yaitu beberapa ulama Saudi, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy, Syaikh Abdulloh Al Jibrin, Syaikh Abdurrohman As Sa’dy, Syaikh Abdullah Azzam (hal. 61 – 67), Abu Sulaiman Aman Abdurrahman, dan Syaikh Abu Dujanah Ash Shamy (hal. 102 dan 126). Padahal tokoh

16 Lihat: Tadzkiroh, hal 66.

(11)

11

yang lain yang beraparadigma sama tidak berpandangan bahwa semua thaghut itu kafir, sebagaimana pengertian thaghut juga masih mereka perselisihkan.

Abu Bakar Ba’asyir juga merilis pendapat dua ulama yang “lebih klasik” dalam dunia literatur Islam, yaitu Imam Qurthubi dan Imam Baidhowi (hal 66). Padahal Imam Qurthubi misalnya memiliki pandangan cukup moderat dalam menafsirkan Surat al-Maidah ayat 45, 46, dan 47 yang justru digunakan oleh Abu Bakar Ba’asyir sebagai dalil bahwa negara dan apparat yang tidak menerapkan “hukum Allah” sebagai kafir, zhalim, dan fasiq.

Oleh karena itu terdapat dua hal utama yang perlu dijelaskan untuk

mengkritisi buku Tadzkiroh tersebut. Pertama adalah upaya meluruskan pendapat

ulama klasik seperti Imam Qurthubi yang seakan merestui pengkafiran terhadap negara dan aparatnya. Kedua adalah meluruskan makna dan hukum thaghut. Kedua hal ini akan penulis paparkan untuk memberikan kajian kritis terhadap buku Tadzkiroh tersebut.

Tentang Pendapat Imam Qurthubi

Kelompok radikalis takfiri itu menyimpulkan bahwa penguasa yang berhukum pada selain syariat Islam dinilai kufur, demikian pula yang ridha pada keputusan mereka. Mereka berdalih pada keterangan al-Qurthubi berikut ini:

ِرْيَغ ْيَأ }ِه ِرْيَغ ٍثي ِد َح يِف اوُضو ُخَي ىَّت َح ْمُهَعَم اوُدُعْقَت لاَف{ :ىَلاَعَت ُهُلوق

َهِب َّلَدَف }ْمُهُلْث ِم ًاذِإ ْمُكَّنِإ{ . ِرْفُكلا

ي ِصاَع َملا ِبا َح ْصَأ ِباَنِت ْجا ِب ْو ُج ُو ىَلَع اَذ

ِرْفُكلاِب اَض ِ رلا َو ،ْمُهَلْعِف َي ِض َر ْدَقَف ْمُهْبِنَت ْجَي ْمَل ْن َم َّنَ ِلِ ؛ ٌرَكْنُم ْمُهْن ِم َرَهَظ اَذِإ

. ٌرْفُك

(

يبطرقلا ريسفت

5/417

)

“Allah berfirman (yang artinya): ‘Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain’, yaitu pembicaraan lain selain kekufuran. (Bila berbuat demikian)‘Tentulah kamu serupa dengan mereka. Ayat ini menjelaskan kewajiban meninggalkan para pelaku maksiat jika muncul dari mereka suatu perbuatan munkar, karena orang yang tidak menjauhi mereka maka dia telah

merestui perbuatan mereka. Sementara meridhai kekufuran adalah kufur.” 17

17 Al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1964), jilid 5, hal.

(12)

12

Secara eksplisit, penjelasan al-Qurthubi ini memang seakan memberikan kesimpulan bahwa merestui perbuatan munkar adalah munkar, merestui perbuatan kufur adalah kufur. Jadi, penguasa yang berhukum pada selain syariat Islam dinilai kufur, demikian pula yang ridha pada keputusan mereka.

Benarkah mutlak demikian? Ternyata al-Qurthubi sendiri pada bagian lain menjelaskan, tidak semua orang yang ridha pada orang kafir itu dihukumi kafir. Dalam ayat yang sama, terdapat ‘potongan’ ayat:

}ْمُهُلْثِم ًاذِإ ْمُكَّنِإ{

“Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” Menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi menjelaskan:

ىَّتَح ي ِصاَعَملا ِةَب ْوُقُعِب َي ِضاَّرلا َو َلِعاَفلا ُذ ِخاَؤُي اَذَهِل َو ؛ٌةَي ِصْعَم ِةَي ِصْعَملاِب اَض ِ رلا َّنِإ ْيأ

َّظلا ِمْكُحِب ٍهْبِش ُماَزْلِإ ُهَّنِكَل َو ،ِتاَف ِ صلا ِعْيِمَج يِف ْتَسْيَل ُةَلَثاَمُملا ِهِذَه َو .ْمِهِعَمْجَأِب ا ْوُكِلهي

ا

ِرِه

َن ِم

.ِةَن َراَقُملا

(

يبطرقلا ريسفت

5/417

)

“Artinya, rela pada perbuatan maksiat adalah maksiat. Oleh karena itu, pelaku dan orang yang rela itu diberi sanksi kemaksiatan (sanksi sama, penj), sehingga mereka semua binasa. Dan persamaan ini tidak pada semua sifat, namun (hal ini adalah) menyamakan sesuatu yang sama dengan suatu hukum yang tampak melalui adanya qarinah atau bukti.”18

Penjelasan tersebut secara tegas menyatakan bahwa penyamaan perbuatan itu tidak pada semua hal. Penjelasan semacam ini terkadang memang muncul dari permasalahan, apakah berarti orang yang tidak berhukum pada hukum Allah, dihukumi kafir? Secara tegas al-Qurthubi mengatakan tidak demikian. Al-Qurthubi menjelaskan pada bagian lain dalam kitab tafsirnya:

ْحَي ْمَل ْنَم َو{ :ىَلاَعَت ُهُل ْوَق

}َنوُقِساَفْلا{ و }َنوُمِلاَّظلا{ و }َنوُرِفاَكْلا ُمُه َكِئَلوُأَف ُ َّاللَّ َلَزْنَأ اَمِب ْمُك

َذَه ىَلَع َو .َمَّدَقَت ْدَق َو ،ِءاَّرَبلا ِثْيِدَح ْنِم ٍمِلْسُم ِحْي ِحَص يِف َكِلَذ َتَبَث ؛ ِراَّفُكلا يِف اَهُّلُك ْتَلَزَن

ا

ُمِلْسُملا اَّمَأَف .ُمَظْعُملا

.ًة َرْيِبَك َبَكَت ْرا ِنِإ َو ُرَّفَكُي َلاَف

يبطرقلا ريسفت

6/188

“Firman Allah SWT (yang artinya): ‘Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.’ (QS. Al-Maidah: 44), ‘mereka itu zalim’ (QS. Al-Maidah: 45), dan ‘mereka itu fasiq’ (QS. Al-Maidah: 47), semua ayat ini turun mengenai orang-orang kafir. Hal itu

18Tafsir al-Qurthuby, jilid 5, hal. 417.

(13)

13

disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits al-Barra. Pemahaman inilah yang kebanyakan diambil (bahwa ayat-ayat tersebut berbicara mengenai orang kafir). Adapun orang Islam, (bila tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah),

maka tidak dihukumi kafir, meskipun ia telah melakukan dosa besar.”19

Berdasarkan penjelasan tersebut, kita tidak boleh mengkafirkan orang Islam atau suatu pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Islam. Dalam ranah tertentu

orang Islam tersebut memang berdosa, sehingga padanya perlu ditegakkan amar

ma’ruf nahyi munkar. Namun tidak boleh menyerang bahkan membunuh mereka dengan alasan jihad terhadap orang kafir.

Thaghut, Apakah Kafir?

Abu Bakar Ba’asyir menyatakan bahwa penguasa yang berhukum pada selain syariat Islam dinilai kufur, demikian pula yang ridha pada keputusan mereka. Sehingga dia dalam bukunya mengkafirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pemerintah, dan para pejabat yang berafiliasi pada negara yang disebutnya sebagai negara thaghut ini.

Salah satu ayat yang dikutip oleh ABB adalah firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 256 berikut ini:

ا َنَّيَبَت ْدَق ِنيِ دلا يِف َهاَرْكِإ َلَ

َكَسْمَتْسا ِدَقَف ِ َّللَّاِب ْنِمْؤُي َو ِتوُغاَّطلاِب ْرُفْكَي ْنَمَف ِ يَغْلا َنِم ُدْشُّرل

ٌميِلَع ٌعيِمَس ُ َّاللَّ َو اَهَل َماَصِفْنا َلَ ىَقْث ُوْلا ِة َو ْرُعْلاِب

/ةرقبلا[

256

]

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)

Ayat tersebut mengandung perintah agar seorang mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah. Pada ayat ini secara ekslipit dijelaskan bahwa sesuatu selain Allah yang diimani adalah thaghut.

Ayat lain yang menyebutkan kata thaghut yang dijadikan dalil Abu Bakar Ba’asyir tentang kekafiran NKRI dan pemerintahnya adalah Surat al-Baqarah ayat

19Tafsir al-Qurthuby, jilid 6, hal. 188)

(14)

14

257. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah adalah Pelindung orang-orang beriman. Sementara orang-orang kafir pelindung-pelindungnya adalah thaghut.

Surat an-Nisa ayat 60 kembali menyebut kata thaghut dan dijadikan sebagai salah satu dalil Abu Bakar Ba’asyir untuk menegaskan pendapatnya. Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu.

Ayat lain yang menyebut kata thaghut dan dia jadikan dalil adalah Surat an-Nisa ayat 76 (bahwa orang kafir berperang di jalan thaghut); Surat al-Maidah ayat 60 (terdapat manusia yang menyembah thaghut); Surat an-Nahl ayat 36 (perintah agar manusia menjauhi thaghut); dan Surat az-Zumar ayat 17 (kabar gembira bagi manusia yang menjauhi thaghut).

Beberapa ayat tersebut meniscayakan makna secara umum bahwa thaghut adalah sesuatu yang tidak baik dan harus dijauhi manusia. Hal ini tentu sudah menjadi kesepakatan bersama. Namun yang menjadi masalah dewasa ini adalah munculnya pemikiran dan tindakan teror, dengan menuduh pihak yang dia serang sebagai thaghut. Dengan kata lain, mereka mengkafirkan thaghut tersebut.

Makna thaghut tidak boleh diartikan secara sepihak atau satu versi saja, dengan menutup mata dari pendapat lainnya. Padahal thaghut memiliki banyak makna, dan belum ada satu pun definisi yang disepakati oleh para ulama.

1. Beberapa Makna Thaghut

Para ulama, baik ulama terdahulu (salaf) maupun kontemporer (khalaf), memberi beberapa versi pengertian tentang thaghut ini. Berikut ini beberapa makna thaghut menurut para ulama.

Pertama, thaghut berarti dukun yang didatangi oleh setan. Pengertian ini sesuai dengan hadits riwayat Jabir:

ٍ يَح ِ لُك يِف َو ،ٌد ِحا َو َمَلْسَأ يِف َو ،ٌد ِحا َو َةَنْيَهُج يِف :اَهْيَلِإ َنوُمَكاَحَتَي يِتَّلا ُتيِغا َوَّطلا ْتَناَك

ُناَطْيَّشلا ْمِهْيَلَع ُل ِزْنَي ٌناَّهُك ،ٌد ِحا َو

.

20

20 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar Thuq al-Najah, 1422), nomor

(15)

15

“Thaghut-thaghut yang dijadikan rujukan hukum dulunya di Juhainah satu orang, di Bani Aslam satu orang, dan di setiap kam,pung ada satu orang. (Mereka adalah) dukun-dukun yang didatangi oleh setan.”

Kedua, thaghut bermakna setan. Pengertian ini berdasarkan pendapat Sayyidina Umar.

ُناَطْيَّشلا : ُتوُغاَّطلا َو ، ُرْحِ سلا : ُتْب ِجْلا

،ٌناَطْيَش :ِةَشَبَحْلا ِناَسِلِب ُتْب ِجْلا :ُةَم ِرْكِع َلاَق َو .

ُنِهاَكْلا : ُتوُغاَّطلا َو

.

21

“Al-Jibt adalah sihir, sementara thaghut adalah setan. Menurut Ikrimah, al-Jibt dalam Bahasa orang Habasyah adalah setan, sedang thaghut adalah dukun.”

Ketiga, thaghut adalah setiap sesuatu yang disembah selain Allah. Pendapat

ini diriwayatkan dari Imam Malik, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qurthubi.22

Keempat, thaghut adalah sekutu dan berhala, dan setiap sesuatu yang disembah

selain Allah karena seruan setan. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Katsir.23

Kelima, Thaghut itu macamnya banyak. Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan:

اَعَد ْنَم َو ، ٍضاَر َوُه َو َدِبُع ْنَم َو ،ُ َّاللَّ ُهَنَعَل ُسْيِلْبِإ :ٌةَسْمَخ ْمُهُس ْوُؤُر َو ،َن ْوُرْيِثَك ُتْيِغا َوَّطلا َو

َّدا ْنَم َو ،ِهِسْفَن ِةَداَبِعِل َساَّنلا

.ُ َّاللَّ َلَزْنَأ اَم ِرْيَغِب َمَكَح ْنَم َو ،ِبْيَغلا ِمْلِع ْنِم ًائْيَش ىَع

24

“Thaghut-thaghut itu banyak. Pimpinan mereka ada lima, Iblis la’natullah, setiap yang disembah dan dia ridha, orang yang menyeru orang lain untuk menyembah dirinya, orang yang mengklaim sesuatu dari ilmu ghaib, dan orang yang menghukumi dengan selain yang diturunkan oleh Allah.”

Keenam, Ibnu al-Qayyim menjelaskan:

.ٍعاَطُم ْوَأ ٍع ْوُبْتَم ْوَأ ٍد ْوُبْعَم ْنِم ُهُّدَح ُدْبَعلا ِهِب َز َواَجَت اَم ُّلُك ُت ْوُغا طلا َو

25

“Thaghut adalah setiap sesuatu yang seseorang melampaui batasnya, baik berupa sesuatu yang disembah (ma’bud), diikuti (matbu’), atau dipatuhi (mutha’).”

Lalu berikutnya, ketujuh, ternyata Muhammad bin Abdul Wahhab memiliki

pengertian lain tentang thaghut. Ia mengatakan:

21 Shahih al-Bukhari, Kitab al-Tafsir, nomor 4583. 22 Tafsir al-Qurthubi, hal 44.

23 Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H), jilid 2, hal. 446-447. 24 Muhammad bin Abdul Wahhab, Tsalasah al-Ushul, lihat: Ibn Utsaimin, Majmu’ al-Fatawa, jilid 6,

hal. 156.

25 Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, (Beirut: Darul Kutub a;-‘Ilmiyah, 1991),

(16)

16

َّرلا ُلِكآ َو ِر ْوُجلا ُمِكاَح َو ُناَطْيَّشلا ْمُهُل َّوَأ :ٌةَسْمَخ ْمُهْنِم اَنَل ُنِ يَبَتُملا َو ,ٌةَرْيِثَك ُتْيِغا َو طلا َو

ِة َوْش

ٍمْلِع ِرْيَغِب ُلِماَعلا َو َي ِضَرَف َدبُع ْنَم َو

26 .

“Thaghut itu banyak, yang jelas bagi kita di antara mereka ada lima, utamanya adalah setan, pemerintah yang lalim, pemakan riba, orang yang disembah dan dia rela, dan orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu.”

Ibnu Taimiyah juga memiliki versi lain tentang pengertian thaghut.

Menurutnya thaghut adalah setan, berhala, dukun, dinar dan dirham, serta lainnya.27

Menurut beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan, thaghut dapat berarti dukun, setan, segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan berhala. Sementara menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, pentolan thaghut ada lima, yaitu: Iblis; orang yang diibadahi selain Allah dan ia rela pada penyembahan kepadanya itu; orang yang menyeru manusia untuk menyembah dirinya; orang yang mengklaim mengetahui ilmu ghaib; dan orang yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah.

Sementara menurut Ibnu Qayyim, thaghut adalah segala sesuatu yang

menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Bahkan menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, thaghut dapat berupa penguasa yang zhalim, pemakan suap (risywah), dan orang yang beramal tanpa ilmu.

2. Jadi, Apakah Semua Thaghut Kafir?

Menurut beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tidak semua thaghut adalah kafir. Apakah patung dapat dihukumi kafir? Ia adalah benda mati yang tak dapat dihukumi sebagai mukmin atau kafir. Demikian pula dinar dan dirham (yang menjadi thaghut bagi orang yang mencintai dan rakus padanya atau pada harta benda), adalah benda mati yang tak dapat dihukumi kafir atau mukmin.

Pemakan suap, meskipun ia adalah pelaku dosa besar, namun memakan suap tak dapat dikatakan menjadi perbuatan yang menyebabkan pelakunya murtad atau kafir. Orang yang beramal tanpa ilmu, juga tak dapat dihukumi kafir secara mutlak.

26 Ulama Najd al-A’lam - Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Durar Saniyyah di Ajwibah

al-Najdiyah, (1996), jilid 1, hal. 137.

27 Lihat: Ibnu Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, (Saudi Arabia: Majma’ al-Malik Fahd, 1995), jilid 16,

(17)

17

Karena meski ia melakukan dosa karena ketidaktahuannya pada ilmu, belum tentu yang ia lakukan itu menyebabkan kemurtadan atau kekafirannya.

Penguasa zhalim juga tak dapat digeneralisasi sebagai orang yang kafir. Rasulullah bersabda:

ِض ْوَحْلا ىَلَع ْيِن ْوَقْلَت ىَّتَح ا ْوُرِبْصاَف ًةَرَثَأ ْيِدْعَب َن ْوَقْلَتَس ْمُكَّنِإ

28

.

“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui “atsarah” (pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di telaga”

Perintah bersabar (dan larangan keluar dari ketaatan) merupakan nash bahwa atsarah (pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat) tersebut tidaklah dihukumi kafir (murtad).

Demikian pula pengertian thaghut menurut Ibnu al-Qayyim – ulama yang

banyak menjadi rukukan kaum Salafi Wahabi. Menurutnya thaghut adalah “segala

sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal yang diibadahi, diikuti, atau ditaati.”29

Bila kita perhatikan, berdasarkan pengertian Ibnu Qayyim di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa tidak semua thaghut itu kafir. Karena tidak semua yang

menyebabkan seseorang melampaui batas itu menjadikan ia kafir atau murtad. Menurut Ibnu Qayyim, seseorang dikatakan thaghut bila ia melampaui batas, bukan karena perbuatan dosa yang dia lakukan. Perbuatan dosa seseorang memang terkadang menjadikan dia kafir, namun terkadang juga tidak.

Lebih dari itu, tidak ada satupun ayat al-Qur’an yang menyatakan secara tegas bahwa thaghut itu kafir. Beberapa ayat yang telah dirilis sebelumnya menjelaskan tentang keharusan untuk ingkar atau kafir pada thaghut, bukan mengkafirkan thaghut itu sendiri.

Inilah ketidaktepatan istidlal Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya Tadzkiroh

dan kelompok takfiry (pengkafiran) dalam menyikapi thaghut. Menurut kelompok

yang mudah mengkafirkan tersebut semua yang disebut thaghut adalah kafir, bahkan halal dibunuh. Padahal fakta ilmiahnya sebagaimana telah dijelaskan tidaklah demikian.

Wallahu a’lam bish-shawab.

28 Shahih al-Bukhari hadits no. 7057 dan Shahih Muslim hadits no. 1845. 29 Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, jilid 1, hal. 50.

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Ba’asyir, Tadzkiroh (Peringatan Dan Nasehat Karena Allah), (Jakarta: JAT Medi Center, Cetakan.II, Shaffar 1434H / Januari 2013)

Al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1964)

al-Anshari, Fauzan. Pokok-Pokok Akidah dan Manhaj Jama’ah Ansharut Tauhid, www.fauzanalanshari.blogspot.com.

Majalah al-Mujtama’ Edisi 7 Th I/25 Ramadhan 1429 H/25 September 2008. al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar Thuq al-Najah,

1422)

Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H)

al-Qayyim, Ibnu. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, (Beirut: Darul Kutub a;-‘Ilmiyah, 1991)

Ulama Najd A’lam - Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Durar Saniyyah di al-Ajwibah al-Najdiyah, (1996)

Ibnu Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, (Saudi Arabia: Majma’ al-Malik Fahd, 1995) https://www.kiblat.net

htttp://www.rapller.com www.wikipedia.org

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah atas hidayah dan anugerah Allah SWT, serta atas izin-N ya pula penulis akhirnya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dengan judul “Upaya Unit Pelaksana Teknis

Ryff (1995), juga mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah suatu kondisi dimana seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau

Implementasi produksi film indie komersial “Aku Cinta Indonesia - Generation” diharapkan dapat menjadi referensi dan informasi dalam memproduksi sinema atau film indie komersial yang

Adakalanya persamaan regresi dalam menganalisis hhubungan anatr variabel tidak hanya dipengaruhi oleh faktor atau peubah bebas tapi dapat pula dipengaruhi oleh dua atau lebih

Even as the Inquisitor moved to attack Elend, her koloss spun, swinging its wedge-like sword, hitting the Inquisitor directly in the face.. It didn’t separate the head from

Pertanyan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Seberapa banyak perkara cerai gugat masyarakat muslim Kota Salatiga tahun 2014?, dan apa

Di India ketika dijajah Inggris, telah bermunculan para cendikawan muslim berpikran modern, yang melakukan usaha-usaha agar umat Islam mapu menguasai Ilmu pengetahuan

It could be concluded that Small group discussion better improved the stud ents’ speaking skill at second semester students of Accounting of Pasir Pengarain University..