• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PENGARUH DOLPHIN MOORING SYSTEM DAN TOWER MOORING SYSTEM TERHADAP PERILAKU GERAK FSRU PGN DAN LNG CARRIER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KOMPARASI PENGARUH DOLPHIN MOORING SYSTEM DAN TOWER MOORING SYSTEM TERHADAP PERILAKU GERAK FSRU PGN DAN LNG CARRIER"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak - FSRU (Floating Storage Regasifcation Unit) merupakan hasil perkembangan teknologi bangunan apung yang berfungsi untuk menerima, menyimpan dan memroses gas dan menyalurkan ke darat melalui pipa bawah laut, baik dalam bentuk gas ataupun cair. Teknologi ini sudah mulai marak untuk dapat diterapkan di perairan Indonesia. Pada penelitian ini telah dilakukan studi kasus perbandingkan perilaku FSRU dan LNGC dalam operasi side by side dengan menggunakan sistem tambat tower mooring system dan dolphin mooring system. FSRU yang dioperasikan adalah milik PGN di Labuhan Maringgai, Provinsi Lampung dengan kedalaman perairan di lokasi ini adalah 25 m terhadap MSL (Mean Sea Level). Analisis perilaku ini dilakukan dengan membandingkan kekuatan tali tambat, pemilihan jenis fender dan relative motion yang terjadi antar FSRU dan LNGC. Variasi pre tension dianalisa untuk mengetahui apakah ada pengaruh terhadap besarnya tegangan tali dan juga besarnya gerak relatif yang terjadi. Analisis dilakukan dengan memposisikan struktur apung yang ditambatkan menggunakan tower mooring dan dolphin mooring dengan time domain 600 detik. Dari hasil pemodelan tersebut didapatkan tegangan tali tambat yang digunakan pada dolphin mooring akan lebih besar jika dibandingkan tower mooring, yaitu sebesar 65.06 ton dengan safety factor 2.2. Harga ini masih memenuhi kriteria dari OCIMF, di mana untuk synthetic nilai safety factornya tidak boleh kurang dari 2.0. Selanjutnya hasil pemodelan juga menunjukkan besarnya berthing energy sebesar 54.15 kNm pada tower mooring dan 609.52 kNm pada dolphin mooring. Untuk menyangga beban ini maka disarankan untuk menggunakan fender dengan tipe net berukuran 3.3 m x 6.5 m, sebanyak 5 buah atau lebih. Hasil analisis lebih jauh menunjukkan nilai maksimum gerakan relatif untuk arah longitudinal dan vertikal yang terjadi pada mooring tower adalah berturut turut sebesar 0.042 m dan 0.117 m, sedangkan untuk gerakan transversal nilai maksimum terjadi pada dolphin mooring yaitu sebesar 0.071 m. Kriteria operabilitas memperbolehkan gerakan relatif antara dua struktur terapung mempunyai harga sebesar ± 2 m, sehingga

sistem yang dikaji pada dasarnya dapat memenuhi persyaratan ini.

Kata Kunci—FSRU, tower mooring, dolphin mooring, side by side

PENDAHULUAN

SRU (Floating Storage and Regasification Unit) merupakan hasil perkembangan teknologi bangunan terapung yang berfungsi untuk menerima, menyimpan, memroses gas dan menyalurkan gas ke terminal di daratan melalui pipa bawah laut. FSRU sendiri merupakan struktur terapung yang mempunyai karakter mudah bergerak mengikuti gerakan hidrodinamis [1]. Proses regasifikasi LNG dari cair menjadi gas dilakukan di FSRU. Gas tersebut berasal dari LNG yang dibawa oleh LNG Carrier/kapal LNG dari tempat produksi gas alam yang ditransferkan ke FSRU melalui loading arm saat kondisi side by side ataupun tandem.

Pada studi ini, dikaji mengenai sistem tambat berjenis mooring tower dan dolphin mooring yang akan digunakan untuk sistem tambat dari FSRU yang akan dibuat. Pada saat operasi, FSRU ini dikondisikan side by side dengan LNG carrier. Pada kondisi side by side seperti ini maka harus dikaji mengenai gerak relatif yang terjadi antara FSRU dan LNG Carrier terhadap beban lingkungan. Kunci pertimbangan dari studi ini terdiri dari gerakan struktur dalam keadaan mandiri (single), gerakan dalam keadaan offloading (side by side) serta besarnya tegangan tali tambat dan fender antar FSRU dan LNG Carrier untuk tiap sistem tambat. [2]

(a) (b)

Gambar 1. (a) Tower mooring , (b) Dolphin mooring [3]

STUDI KOMPARASI PENGARUH DOLPHIN MOORING SYSTEM DAN

TOWER MOORING SYSTEM TERHADAP PERILAKU GERAK FSRU

PGN DAN LNG CARRIER

Taufiq A. Azhar, Eko B. Djatmiko, dan Murdjito

Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: ebdjatmiko@oe.its.ac.id

(2)

FSRU yang berada di indonesia adalah FSRU teluk Jakarta dan Untuk menjaga dan menahan pergerakan FSRU agar tetap dalam kondisi stabil, maka dibangun fasilitas mooring system. FSRU di teluk Jakarta dirancang menggunakan tipe dolphin mooring atau jetty . Pilihan sistem tambat tipe ini diambil berdasarkan kondisi oseanografi di pantai utara Jakarta yang relatif moderat. Sedangkan pada proyek dimana Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai yang berperan sebagai owner akan membangun FSRU yang bertempat di labuhan Maringgai Provinsi Lampung (gambar 2) dengan kedalaman 25 m. FSRU ini menggunakan sistem Mooring tower sebagai sistem tambatnya yang memiliki karakteristik untuk kedalaman laut sekitar 18- 40 m.

Gambar 2. Kondisi geografis di sekitar lokasi FSRU [4]

I. DASARTEORI

Metode yang dipakai dalam analisis studi komparasi mooring FSRU pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode numeris yang dilakukan untuk analisis gerak kapal. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Analisa Gerak Relatif

Gerak relatif merupakan salah satu pertimbangan utama dalam desain yang menggunakan sistem lengan dan memiliki hubungan dengan operabilitas pada sistem offloading dalam kondisi lingkungan tertentu. Gerakan relatif antara dua benda mengambang terjadi di sekitar daerah frekuensi rendah dan ditambah frekuensi resonansi daerah tersebut. pengaruh interaksi hidrodinamik antara dua benda mengambang berasal dari hamburan dan refleksi gelombang serta resonansi standing wave karena adanya dua struktur yang berdekatan. Resonansi puncak ini dapat terjadi karena standing wave di antara FLNG dan operator LNG. Maka dari itu terdapat gerak sway dan roll dalam kondisi side by side . persamaan untuk mengetahui gerakan relatif diantara dua struktur terapung akan di jelaskan pada Persamaan (1) [5]

(1)

Gambar 3 Definisi dari koordinat relatif motion [10] B. Fender energy

Analisis gaya fender dilakukan untuk mengetahui apakah fender yang digunakan cukup untuk meredam benturan antara FSRU dan LNG Carrier akibat menerima beban lingkungan. Analisis fender ini dibagi menjadi 2 prosedur untuk perhitungannya yaitu : Ship to ship procedure dan ship to jetty procedure [5] . ship to ship procedure digunakan pada saat FSRU dan LNGC di side by side menggunakan tower mooring. sedangkan untuk ship to jetty procedure di gunakan pada saat FSRU dan LNGC di side by side menggunakan dolphin mooring. Pada tabel 1 disajikan data properti fender yang digunakan dan untuk Persamaan fender energy ship to ship procedure dapat ditulis dengan persamaan (2) dan untuk ship to jetty procedure dapat ditulis dengan persamaan (3) sebagai berikut :

V

DisplLNGC DisplFSRU xDisplLNGC DisplFSRU E 2 ) 8 . 1 ( ) 8 . 1 ( ) 8 . 1 ( ) 8 . 1 ( 025 . 0         (2) Dimana :

E : Berthing Energy (ton) v : Relative Velocity (m/s)

E = W x x x x x (3) Dimana :

W : Displacement kapal (ton) V : Relative Velocity (m/s) : Encounter Factor Ce = k = ((0,19 . Cb) + 0,11) . Lbp R = Cm : Cs : Softnes factor (Cs = 0.9) Cc : Berth configuration factor

(3)

Tabel 1. Data Properties Fender [5]

Type Fender net type

Vendor data Yokohama pneumatic fender

Diameter 3,3 x 6,5

Quantity 5 or more

(Sumber : Yokohama, 2006)

C. Analisa Gerakan FSRU dan LNGC

Dari hasil dengan mengintegrasikan tekanan pada seluruh body, akan didapatkan gaya hidrodinamis pada body. Pada tahap ini dihitung matriks dari added mass damping yang akan melengkapi properti hidrodinamis. Properti hidrodinamis dihitung dengan menggunakan teori difraksi tiga dimensi [6]. Berdasarkan gaya hidrodinamis, linear motion pada enam derajat kebebasan diperkirakan dalam bentuk Response Amplitude Operator (RAO). Hal ini dilakukan dengan menggunakan persamaan gerak (4)

, 1 6 1     

j e F C B A M j iwt n k jk k jk k jk jk    (4) dengan,

Mjk = komponen matriks massa kapal

Ajk, Bjk = matriks koefisien massa tambah dan redaman Cjk = koefisien-koefisien gaya hidrostatik pengembali Fj = amplitudo gaya eksitasi dalam besaran kompleks

RAO disajikan dalam bentuk diagram transfer fungsi dengan menyelesaikan terlebih dahulu persamaan gerak di atas pada setiap frekuensi. Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi dapat dituliskan dalam persamaan (5)

RAO(ω) = Xp(ω) (5) η(ω)

dengan,

Xp(ω) = amplitudo gerakan pada mode tertentu η(ω) = amplitudo gelombang

D. Dolphin mooring system

Dolphin mooring merupakan dolphin yang digunakan untuk menambat kapal dan tidak untuk dibenturkan ke kapal. Dolphin

mooring membutuhkan jetty untuk menghubungkan dermaga

dengan darat. Ada dua jenis Dermaga pada dolphin mooring, yaitu L-jetty dan fingerpier. Struktur Dermaga dolphin mooring dikatagorikan sebagai light structure (struktur ringan) karena struktur dermaga dolphin mooring direncanakan hanya untuk menerima beban-beban ringan seperti pipa-pipa penyalur minyak dan gas serta conveyors. Untuk design dari dolphin mooringnya sendiri mengikuti

Gambar 4. Design dolphin mooring [7] E. Tower mooring system

merupakan suatu tower yang terpancang pada seabed dan difungsikan sebagai titik tambat permanen untuk tanker dan FSRU. Desain atas dari suatu Tower mooring dibuat dapat berotasi (rotate) sedangkan untuk bagian bawah dibuat terpancang (fixed). Penggunaan Tower mooring sesuai untuk perairan dengan kedalaman dangkal hingga medium dengan arus yang tinggi. [8]

F. Tegangan tali tambat

OCIMF [9] telah menetapkan safety factor Setiap tali tambat yang digunakan. Dikarenakan setiap tali tambat memiliki kekuatan yang berbeda beda. Untuk itu diperlukan pemilihan tali tambat yang tepat yang sesuai dengan keriteria yang di butuhkan agar dapat dipilih jenis tali tambat yang benar benar efektif dari sisi perfomance dan juga ekonomi. Konfigurasi tali tambat yang digunakan disajikan pada tabel 2 dan dari setiap jenis tali tambat terdapat batasan yang telah di tetapkan pada seperti pada tabel 3

Tabel 2. Data Tali Tambat Kapal [8]

Type Synthetic rope

Diameter 40 mm

Minimum breaking Load 142.5 ton Safety factor (OCIMF) 2,0 (Sumber : OCIMF ,1997)

Tabel 3 Safety factor tegangan tali tambat kapal [8]

(Sumber : OCIMF ,1997) FITTING SWL SF ON DRY MBL NOTES Mooring lines Highest load calculated for adopted

standard environmental criteria Steel: 1,82 Nylon: 2,2 Other synth: 2,0 for general application, safety factors of ropes must be higher Tails for Mooring Lines As above Polyester: 2,3 Nylon: 2,5

(4)

II. HASILDANDISKUSI

A. Analisa Respon Gerak free floating di Gelombang Reguler

Analisis respon gerakan terapung bebas FSRU DAN LNGC dilakukan dengan menganalisis kondisi secara full, tabel 4 dan 5 menyajikan principle dimension dari FSRU dan LNGC yang akan di analisis. Hasil dari RAO gerakan free floating di tampilkan dalam grafik pada gambar 5 – gambar 10. Dari hasil free floating ini di dapat maksimal respon terdapat pada gaya roll yang bisa mencapai 3.573 deg/m yang di susul mode gerak heave yang mencapai 1.28 deg/m, untuk mode gerak lainnya nilainya berada dibawah 1 dapat dilihat di gambar dimana FSRU dan LNGC yang notabanenya kedua struktur ini mendekati identik.

Tabel 4. Principle dimension dari FSRU

deskripsi kuantitas satuan

Length Between perpendicular 282 Meter Length of all (manual) 294 meter

Breadth 46 Meter

Depth 26 Meter

Draught (Design) 11.6 Meter

Draught (Scantling) 12.6 Meter

Deadweight 93100 MT

cargo capasities 170000 M3

Tabel 5. Principle dimension dari LNGC

deskripsi kuantitas satuan

Length Between perpendicular 274.000 Meter Length of all (manual) 285.101 meter

Breadth 43.4 Meter

Depth 26.0 Meter

Draught (Scantling) 12.5 Meter Draught (Design) 11.5 Meter

(a) (b) Gambar 5. RAO surge (a) FSRU dan (b) LNGC

(a) (b) Gambar 6. RAO sway (a) FSRU dan (b) LNGC

(a) (b) Gambar 7. RAO heave (a) FSRU dan (b) LNGC

(a) (b) Gambar 8. RAO roll (a) FSRU dan (b) LNGC

(a) (b) Gambar 9. RAO pitch (a) FSRU dan (b) LNGC

(a) (b) Gambar 10. RAO yaw (a) FSRU dan (b) LNGC

(5)

B. Analisa Respon Gerak tertambat menggunakan mooring tower dan dolphin mooring

Analisis gerakan pada saat dimana FSRU telah di side by side kan dengan LNG Carrier yang ditambatkan ke tower yoke atau mooring dolpin . Dalam analisis ini hanya dilakukan dalam satu arah pembebanan, yaitu head seas (1800). Karena efek dari pembebanan pada saat side by side sama seperti pada saat FSRU ditambatkan ke tower yoke, yaitu weathervaning. Pada kondisi tertambat seperti ini di lakukan 3 macam skenario dengan membedakan pre-tension dimana MBL (minimum breaking load) yang digunakan adalah sebesar 142.5 ton

Pada skenario pertama diberikan pre-tension sebesar 10% dari MBL (Minimum Breaking Load) yaitu sebesar 14.2 Ton. Lalu di skenario kedua diberikan pre-tension sebesar 20% dari MBL (Minimum Breaking Load) yaitu sebesar 28.5 Ton .Untuk skenario yang terakhir diberikan pre-tension sebesar 40% dari MBL (Minimum Breaking Load) atau setara SWL (Safety Working Load) yaitu sebesar 57 Ton.

Tabel 6 Tabel besar pretension pada tiap skenario Skenario Besar pre tension (ton)

Pre-tension 10% 14.2

Pre-tension 20% 28.5

Pre-tension 40% 57

(a) (b)

Gambar 11 FSRU dan LNG carrier pada saat side by side (a) mooring

tower dan (b) dolphin mooring

Gambar 12 RAO surge side by side dengan variasi pre tension

Gambar 13 RAO sway side by side dengan variasi pre tension

Gambar 14 RAO heave side by side dengan variasi pre tension

Gambar 15 RAO roll side by side dengan variasi pre tension

(6)

Gambar 17 RAO yaw side by side dengan variasi pre tension

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pengaruh dolphin mooring dan juga tower mooring sangatlah signifikan. Pada dolphin mooring nilai surge dan roll masih cukup besar yaitu sekitar 0.8 m/m dan 0.9 deg/m. Pada tower mooring nilai pitch dan surge nya sangatlah terbatas dikarenakan yoke yang terdapat di tower mooring sehingga nilainya cukup kecil

C. Analisa tegangan tali tambat

Untuk mencari safety factor (SF) yaitu Breaking load / Tension. Breaking load yang di gunakan adalah 1387.5 KN atau sama dengan 142.5 ton3 . dan magnitude merupakan tension yang terjadi di tegangan tali tambat. berikut merupakan hasil dan perbandingan nilai dari analisis dengan menggunakan tower mooring dan mooring dolpin serta 3 skenario yang berbeda.

Gambar 18 Hasil komparasi tegangan tali tambat

FSRU dan LNGC

D. Analisa fender energy

Untuk mendapatkan nilai maksimum fender energy absorption perlu dilakukan perhitungan berthing coefficient (C). perhitungan berthing coeficient sama untuk kondisi mooring tower dan dolphin mooring Dari hasil perhitungan C dengan safety factor (SF) 2 kita mendapatkan relative velocity, ukuran fender dan jumlah fender yang dibutuhkan, seperti pada tabel 7 . Selanjutnya dengan mengetahui ukuran fender yang digunakan,

didapatkan nilai maksimum Guaranted Energy Absorption (GEA) pada tabel 8 .

Tabel 7 Tabel berthing coefficient

Equivalent Displacement Coefficient (C)

Relative

velocity Suggested Fenders

Tonnes m/s Diameterxlength (m) Quantity 50.000 0,20 3,3 x 6,5 4 or more 100.000 0,15 3,3 x 6,5 4 or more 150.000 0,15 3,3 x 6,5 5 or more 200.000 0,15 3,3 x 6,5 5 or more 330.000 0,15 4,5 x 9,0 4 or more 500.000 0,15 4,5 x 9,0 4 or more

Tabel 8 Tabel berthing coefficient

Nominal size Initial internal pressure GEA (mm x mm) (kNm) (kNm) 2500x5500 50 943 3300x4500 50 1175 3300x6500 50 1814 3300x10600 50 3067

Tabel 9 Hasil perhitungan nilai berthing energy (E) Tipe Berthing Energy (E) SF

Tower mooring 54.156 kNm 33.49

Dolpin Mooring 609.52 kNm 2.9

E. Analisa relatif motion

Hasil analisis gerakan relatif berdasar kan gerakannya dapat dilihat di grafik dimana gerakan ini terbagi atas gerakan longitudinal (sumbu X), transversal (sumbu Y) dan vertikal (sumbu Z)

(7)

Gambar 20 . Hasil komparasi gerak relatif Transversal FSRU dan LNGC

Gambar 21 Hasil komparasi gerak relatif transversal FSRU dan LNGC

III. KESIMPULAN/RINGKASAN

Untuk RAO (Response Amplitude Operator) disaat tertambat hampir di seluruh mode gerak terjadi gerakan maksimal pada dolphin mooring. untuk tegangan tali tambat pun terjadi maksimal pada dolphin mooring dengan pre tension yang paling besar yaitu sebesar 65.069 ton. Pada pemilihan fender , nilai berthing energy tidak melebihi dari guaranted energy absorb (GEA) yaitu untuk tower mooring sebesar 54.15kNm dan dolphin mooring sebesar 609.52kNm, berthing energy pada dolphin mooring relatif lebih besar dikarenakan akumulasi dari displacement dua kapal. Gerakan relatif paling besar untuk sumbu x dan z (longitudinal dan vertikal) terjadi pada Tower mooring yang secara berturut turut sebesar 0.042 m dan 0.117m , lalu untuk sumbu y (transversal) terjadi pada dophin mooring sebesar 0.71 m.

DAFTARPUSTAKA

[1] De Pee, Arnout (2005), “Operability of a Floating LNG Terminal”, Shell Global Solutions.

[2] Ariani, Ria Dwi. (2009), Operability Analysis Of Fsru (Floating Storage And Regasification Unit) Due To Wave Impact, Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[3] www.hoeghlng.com, 2012

[4] Perusahaan Gas Negara (2012), Labuhan Maringgai LNG floating Storage and Regasification Facilities Project Doc : LNGC-PGN-1800-SY-SI-001_2

[5] Yokohama (2006), Yokohama Floating Fenders Pneumatic 50 & 80, Japan

[6] Chakrabarti, S.K. 1987.”Hydrodynamics of Offshore Structures”, Computational Mechanics Publications Southampton. Boston, USA.

[7] Perusahaan Gas Negara (2012), Labuhan Maringgai LNG floating Storage and Regasification Facilities ProjectDoc: Dolphin mooring System Detail Drawing

[8] Wahyu nugraha aditya (2009) “studi optimasi desain mooring tower untuk terminal fso di laut jawa” tugas akhir, institut teknologi sepuluh nopember, surabaya

Gambar

Gambar 2. Kondisi geografis di sekitar lokasi FSRU [4]
Tabel 1. Data Properties Fender [5]
Gambar 17 RAO yaw side by side dengan variasi pre tension
Gambar 20  . Hasil komparasi gerak relatif Transversal FSRU dan LNGC

Referensi

Dokumen terkait