• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III INTERPRETASI SEISMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III INTERPRETASI SEISMIK"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPRETASI SEISMIK

3.1 Menentukan Marker Seismik

Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa terlebih dahulu harus diketahui marker sebelum memulai pick horizon dalam suatu section seismik. Sebagai horizon pertama adalah top Formasi A. Berdasarkan data log dari sumur T-1, diketahui marker formasi tersebut pada kedalaman 570 m. Setelah dilakukan konversi dengan menggunakan data checkshot dari sumur tersebut, didapatkan marker formasi tersebut jatuh pada domain two-way time 649 ms. Selanjutnya pada sumur L-1, R-IX, D-1, dan K-1 marker formasi masing-masing adalah 510 m, 192 m, 1164 m, dan 1248 m. Dengan konversi menjadi two-way time didapatkan 602ms untuk sumur L-1, 195 ms untuk sumur R-IX, 1254ms untuk sumur D-1, dan 1273ms untuk sumur K-1.

Dengan menggunakan cara yang sama seperti pada horizon pertama, maka akan didapatkan pula marker seismik untuk horizon seismik Formasi B, Formasi C, dan Basement. Untuk lebih lengkapnya, data-data log sumur dan marker untuk dapat dilihat pada bagian Lampiran.

3.2 Pick Horizon Seismik

Salah satu cara untuk memudahkan sebagai picking awal, yakni dengan dimulai dari salah satu line seismik (garis kuning tebal, pada Gambar 3.1) yang memiliki marker seismik paling banyak, sebab pada line ini terdapat satu sumur yang

(2)

d s b m m m s d K S d dilewati, da sejauh 4000 berwarna hij marker untu memulai p menunjukka seismik ini d Men dilakukan be Kemudian d Setelah sele dengan pick an dua sumu 0 meter). Pad jau muda de uk top form picking inte an horizon s dapat dilihat ggunakan ca erawal dari s diselesaikan esai pick hor king seismik Gambar 3 ur yang dap da Gambar engan nama s masi A (be erpretasi ho eismik hasil pada Gamb ara yang sam setiap line se menyeluruh rizon seismi untuk horizo 3.1. Posisi L pat direflek 3.2(A), terli sumur di ata erwarna ku orizon pert l picking per ar 3.1 denga ma seperti li eismik yang h dalam area ik untuk top on berikutny Lintasan Seis ksikan (refle ihat bahwa t asnya) denga uning) sehin tama. Dan rtama. Loka an garis berw ine pertama, g terdapat sum a studi eksp p formasi A ya.

smik dan Lok

ksi sumur d terdapat tiga an masing-m ngga memud

pada Ga asi dan posis warna kuning , maka picki mur dan me plorasi secara A, maka dap kasi Sumur dengan radi a sumur (ga masing terdap dahkan unt ambar 3.2( si dari lintas g tebal. ing awal dap emiliki mark a ekstrapola pat dilanjutk ius aris pat tuk (B) san pat er. asi. kan

(3)

Gambar

(a)

3.2. Penamppang Seismik

k Sebelum PPicking (a) d

(b)

(4)

Untuk pick horizon kedua, ketiga, dan keempat menggunakan cara yang sama seperti horizon pertama. Horizon kedua merupakan top formasi B, horizon ketiga adalah top formasi C, sedangkan untuk horizon terakhir adalah basement. Dan hasil picking untuk keseluruhan horizon dapat terlihat seperti dalam Gambar3.3.

Dari illustrasi Gambar 3.3 sudah dapat menjelaskan kondisi perlapisan batuan bawah permukaan yang membentang secara keseluruhan dari utara ke selatan, diindikasikan dengan top formasi A (berwarna merah), top formasi B (berwarna biru), top formasi C (berwarna hijau) dan top basement (berwarna ungu). Dari hasil picking ini, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa cekungan X memiliki struktur monoklinal, yakni daerah cekungan bagian selatan lebih dangkal daripada bagian utara cekungan.

(5)

3.3 Pick Fault

Picking fault dilakukan berbarengan dengan picking horizon seismik. Dengan mengetahui karakter frakturasi batuan dalam penampang seismik, serta dengan menggunakan referensi peta geologi, maka fault dapat di-pick untuk menyempurnakan hasil interpretasi. Tentu saja dengan memperhatikan sudut kemiringan fault, dan naik-turunnya perlapisan batuan. Salah satu hasil picking fault yang dikompilasi dengan hasil picking horizon seismik dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Secara keseluruhan dalam area yang diteliti, ada dua fault yang sangat terlihat. Fault yang pertama dan yang paling panjang membentang sepanjang pesisir timur cekungan yang juga merupakan garis batas antara cekungan X dengan pegunungan D. Fault ini diindikasikan dengan tidak terlihat lagi adanya reflektor seismik sehingga horizon menjadi tidak kontinu dan terhenti di fault. Berdasarkan referensi peta geologi, diketahui bahwa formasi A hingga formasi C terlihat pada outcrop di Pegunungan Meratus, jadi chaotic yang tampak di seismik setelah fault merupakan basement. Fault kedua terletak di tengah cekungan, dan hanya merupakan indikasi pergerakan menurun dari basement, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

(6)

c d m m 3 s b 3 m d Sebe cekungan in data seismik mengetahui melakukan c 3.4, dimana sumur D-1. basement m 3.4 Time Dari maka selanj dengan men enarnya terd ni, tapi fault-k, sehingga dengan pas cross check horizon bas . Maka dap enjadi tie. e Structure hasil picki jutnya dapa nggunakan k Gamb dapat kemun -fault terseb cukup sulit sti adanya f dengan pic sement dari pat diambil Map ng menyelu at dilakukan kontur wakt ar 3.4. Picki ngkinan ma but tidak tere t menginterp fault, terutam cking horizon arah barat t l suatu ana uruh secara n gridding tu, yakni tw ing Fault asih ada fa ekam dan te rpretasi fault ma yang be n. Seperti y tidak tie den alisa adanya ekstrapolas untuk mem wo-way time ault-fault ya erlihat denga t. Oleh kare erskala kecil yang terlihat ngan marker a fault sehi i ke semua mbuat suatu e yang bera ang berada an jelas dala ena itu, unt l, dengan ca pada Gamb r seismik pa ingga horiz line seism peta strukt asal dari ha di am tuk ara bar ada zon ik, tur asil

(7)

picking. Dari hasil picking yang dilakukan dengan modul Charisma dari software Geoframe, kemudian ditransfer menggunakan Geoframe Link ke modul CPS3. Dengan modul ini dapat dilakukan gridding hasil picking horizon dan fault dan kemudian mapping peta struktur. Proses ini dilakukan satu per satu untuk masing-masing horizon dengan grid yang digunakan berukuran 100 x 100 meter. Sehingga akan didapatkan empat peta struktur waktu sebagaimana terlihat pada Gambar 3.5, 3.6, 3.7, dan 3.8.

Gambar 3.5-3.8 menunjukkan hasil mapping kontur berdasarkan hasil picking horizon seismik untuk masing-masing top formasi dan basement. Dalam peta tersebut ditunjukkan pula posisi atau letak sumur yang digunakan sebagai acuan marker seismik untuk menyelesaikan interpretasi di dalam area studi eksplorasi ini. Serta tampak pula adanya area putih (blank) di setiap peta ini, kecuali basement, ini menunjukkan bahwa formasi tersebut outcrop di permukaan. Hal ini dibenarkan dengan referensi peta geologi daerah tersebut. Begitu pula halnya dengan bentuk dan lokasi fault yang tampak di pesisir timur peta-peta ini.

(8)
(9)

Gam Gam mbar 3.6. Pet mbar 3.7. Pet ta Struktur W ta Struktur W Waktu Top F Waktu Top F Formasi B Formasi C

(10)

d m i t s Hasi dengan mem menggunaka ilustrasi stru two-way tim struktur ked Gam l gridding mperbaiki pi an bantuan p uktur cekung me ini selanj alaman untu mbar 3.8. Pe dan mappin ick horizon program smo gan yang ter

utnya akan uk masing-m eta Struktur W ng ini sudah seismik, me oothing. Nam rekam dalam menjadi acu masing horizo Waktu Top B h melalui t engedit kontu mun, hasil i m data-data s uan dalam m on. Basement tahap koreks ur-kontur at ni tetap mur seismik. Peta membuat de si diantaran taupun deng rni merupak a-peta strukt esain peta-pe nya gan kan tur eta

(11)

3.5 Depth Conversion (Konversi dari Waktu ke Kedalaman)

Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab 2.4.3, konversi kedalaman dalam studi ini menggunakan metode layer cake, yakni dengan mengkonversi satu per satu horizon seismik dengan menggunakan permodelan kecepatan (velocity modelling). Dalam studi ini menggunakan dua strategi layering. Untuk perlapisan formasi A dan B menggunakan persamaan 2.2, sedangkan untuk perlapisan formasi C dan Basement menggunakan persamaan 2.3.

3.5.1 Membuat Kurva Kecepatan Interval vs Two-way Time

Terlebih dahulu dilalukan perhitungan kecepatan interval pada masing-masing checkshot sumur dengan menggunakan persamaan 2.4, hasilnya dapat dilihat secara lengkap di dalam tabel data checkshot pada bagian Appendiks. Setelah itu baru dapat membuat kurva kecepatan interval (m/s) terhadap two-way time (ms) untuk setiap sumur tersebut. Kurva ini digunakan untuk mendapatkan nilai k, Vo dan Vinterval yang diperlukan dalam tahapan proses konversi berikutnya.

Gambar 3.9 merupakan tampilan kurva Vinterval vs two-way time untuk seluruh sumur. Secara keseluruhan tampak tren kemiringan yang benar walaupun terdapat beberapa data yang menyimpang jauh dari tren.

(12)

Gambar 3.9. Kurva Vinterval vs Two-way Time

3.5.2 Menentukan nilai k, Vo, dan Vinterval

Ketiga parameter ini dapat diketahui dari kurva pada Gambar 3.9. Nilai k diketahui dari gradien kurva, nilai Vo didapat dari besar kecepatan interval pertama pada garis linear gradien, sedangkan Vinterval didapat dari besar kecepatan interval pada posisi marker seismik. Lebih jelasnya dengan memperhatikan gambar dan langkah-langkah berikut.

Gambar 3.10 merupakan kurva kecepatan interval seismik terhadap two-way time pada sumur T-1, dilengkapi dengan marker-marker seismik. Marker untuk top formasi A ditunjukkan dengan warna merah, formasi B dengan warna biru, formasi C dengan warna hijau, dan Basement dengan warna ungu.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Two ‐way  Time  (ms) Kecepatan Interval (m/s) Sumur T‐1 Sumur R‐IX Sumur L‐1 Sumur D‐1 Sumur K‐1

(13)

Gambar 3.10. Kurva Vinterval vs Two-way Time (Sumur T-1) dengan Marker Karena formasi A dan B menggunakan strategi layering Vo + kT, maka menentukan nilai k dengan cara membuat garis linear sebagai tren gradien pada kurva di atas garis masing-masing marker. Dan menentukan besar Vo pada saat TWT= 0. Untuk formasi A, garis gradien dibuat di atas marker berwarna merah, sedangkan untuk formasi B dibuat di atas marker biru. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 3.11. (formasi A) dan Gambar 3.12 (formasi B), garis tren ditunjukkan dengan warna kuning dan titik Vo dengan warna putih.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 1000 2000 3000 4000 5000 Tw o-w ay T ime ( m s ) Kecepatan Interval (m/s)

(14)

Gambar 3.11 Menentukan k dan Vo untuk Formasi A

Gambar 3.12 Menentukan k dan Vo untuk Formasi B

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 1000 2000 3000 4000 5000 Tw o-w ay T ime ( m s ) Kecepatan Interval (m/s) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 1000 2000 3000 4000 5000 Tw o-w ay T ime ( m s ) Kecepatan Interval (m/s)

(15)

Jadi didapatkan nilai k dan Vo untuk formasi A adalah 0,32 dan 1640 m/s. Untuk formasi B didapat k dan Vo sebesar 0,74 dan 1530 m/s. Ini baru didapat dari satu sumur, untuk keempat sumur yang lain menggunakan cara yang sama. Sehingga didapatkan lima nilai Vo untuk masing-masing formasi A dan B, serta lima nilai k untuk masing-masing formasi. Namun, untuk nilai k dalam satu formasi diambil nilai k rata-rata, maka diperoleh nilai k rata-rata untuk formasi A sebesar 0,37 dan formasi B sebesar 0,7.

Gambar 3.13. Menentukan Nilai Vinterval Formasi C

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0 1000 2000 3000 4000 5000 Tw o-w ay T ime ( m s ) Kecepatan Interval (m/s)

(16)

Untuk formasi C dan Basement, strategi layering metode konversi dengan menggunakan Vinterval. Untuk menentukan nilainya dengan cara melihat titik kurva kecepatan interval saat berpotongan dengan garis marker, seperti terlihat pada Gambar 3.13. Dalam gambar tersebut menunjukkan nilai Vinterval yang didapat untuk marker formasi C ditandai dengan simbol segitiga berwarna kuning, dengan nilai sebesar 3650 m/s. Dengan cara yang sama pula maka diperoleh nilai Vinterval untuk Basement sebesar 2500 m/s.

Vinterval yang diperoleh tersebut hanya berasal dari sumur T-1, sedangkan untuk keempat sumur yang lain juga dengan menggunakan cara yang sama. Sehingga akan diperoleh lima nilai Vinterval untuk masing-masing formasi C dan Basement. Untuk lebih lengkap mengenai nilai Vo dan Vinterval dari semua sumur dapat dilihat pada bagian Appendiks.

3.5.3 Membuat Permodelan Vo dan Vinterval

Setelah memiliki seluruh nilai Vo untuk formasi A dan formasi B, serta Vinterval untuk formasi c dan Basement maka dilanjutkan dengan membuat peta permodelan kecepatan tersebut, baik Vo maupun Vinterval. Secara umum, nilai Vo atau Vinterval dalam satu formasi diplot dan kemudian dibuat suatu peta permodelan dengan kontur. Sebagai acuan, permodelan kontur ini memiliki tren yang mirip dengan tren geologi yang diperlihatkan dalam peta struktur TWT. Hasil dari permodelan ini tampak seperti pada Gambar 3.14 - 3.17.

(17)

Gambar 3.14 Gambar 3.1 4. Peta Vo T 5. Peta Vo T Top Formasi Top Formasi A B

(18)

Gam Ga mbar 3.16. P ambar 3.17. P Peta Vinterva Peta Vinterv al Top Form

val Top Base masi C

(19)

Hasil permodelan yang didapat pertama kali dengan menggunakan CPS3 tidak sesuai dengan tren geologi, maka dari itu perlu dilakukan beberapa perbaikan kontur untuk mengarahkan supaya mendekati tren geologinya. Hal ini cukup sulit karena titik kontrol, dalam hal ini adalah kelima sumur, hanya sedikit. Sehingga harus diarahkan dengan menambahkan kontur-kontur baru sebagai acuan.

3.5.4 Pengolahan Konversi Kedalaman

Dengan persamaan 2.2 untuk formasi A dan formasi B, serta persamaan 2.3 untuk formasi C dan Basement maka dapat dihasilkan suatu peta struktur kedalaman. Namun hasil ini bukan merupakan hasil akhir. Setelah ini masih perlu dilakukan pengolahan peta residual terhadap peta kedalaman tersebut.

a) Top Formasi A dan Top Formasi B

Untuk formasi A dan formasi B, karena komponen dalam persamaan 2.2 sudah lengkap, maka pengolahan dapat dilakukan. Dengan menggunakan CPS3, peta struktur waktu dikalikan dengan nominal k rata-rata kemudian ditambahkan dengan permodelan peta kecepatan Vo. Hasilnya masih merupakan kecepatan yang akan dikalikan dengan peta struktur. Namun peta struktur waktu ini terlebih dahulu dibagi dengan nominal 2000, hal ini bertujuan untuk menyamakan dimensi karena peta struktur waktu merupakan TWT dalam dimensi milisekon sedangkan kecepatan yang dihasilkan dari pengolahan berdimensikan m/s. Maka diperolehlah peta struktur kedalaman untuk masing-masing formasi A dan B.

(20)

p d b a p Dari peta residua dari log den berupa lima acuan terseb pada Gamba

peta kedala al. Yakni den

gan yang did a titik kontr but kemudia ar 3.18 dan 3 Gambar 3 aman yang d ngan cara m dapatkan da rol sumur p an dibuat pe 3.19. 3.18. Peta R dihasilkan se menghitung s ari hasil konv

ada masing ermodelan k Residual Ked elanjutnya m selisih nilai k versi kedalam -masing top kontur. Hasi dalaman Top membuat suat kedalaman y man. Jadi se p formasi. D ilnya akan t Formasi A tu permodel yang diketah elisih ini han Dari lima tit tampak sepe lan hui nya tik erti

(21)

G t p s Gambar 3.1 tampak pada peta sebelum sesuai dikar Gambar 3 18 merupaka a 3.19. Kedu mnya. Pada renakan han 3.19. Peta R an permode ua permodel a awal perm nya memiliki Residual Ked elan untuk t lan tersebut j modelan res i lima titik dalaman Top top A sedan juga mengik idual tidak kontrol. Seh Formasi B ngkan perm kuti tren geo mendapatka hingga diper

modelan top ologi dari pet

an hasil ya rlukan adan B ta-ang nya

(22)

b p m ( G beberapa ko pada peta-pe Untu menambahk (hasil pengo Gambar 3.20 ntur tambah eta sebelumn uk menyele kan peta ked

olahan deng 0 dan 3.21. Gambar han sebagai a nya. esaikan pro alaman resid gan persam 3.20. Peta S acuan untuk oses konver dual tersebu maan 2.2). H truktur Keda mengarahka rsi kedalam ut dengan pe Hasilnya ak alaman Top an tren seper man ini ad eta kedalama kan tampak Formasi A

rti tren geolo

dalah deng an sebelumn seperti pa ogi gan nya ada

(23)

b p t p s t d s b) Top F Untu persamaan 2 top formasi perlu dibua struktur wak top formasi dengan cara seluruh kom Gambar Formasi C d uk menyele 2.3 yang sud A dan B, s t peta isoch ktu. Untuk k C dengan a mengurang mponen lengk 3.21. Peta S

dan Top Base

esaikan pro dah dimiliki sedangkan m hron tersebu konversi form peta top fo gkan peta to kap, maka p Struktur Keda ement oses konve adalah perm masih dibutu ut dengan c masi C, mak ormasi B. S op basement engolahan d alaman Top ersi kedalam modelan Vint uhkan suatu cara mengh ka dengan m Sedangkan u t dengan pe dapat dilakuk Formasi B man, komp terval dan p u peta isochr hitung selisi mengurangkan untuk konve ta top form kan hingga d ponen dala eta kedalam ron. Untuk ih antara pe n peta strukt ersi baseme asi C. Setel dihasilkan pe am man itu eta tur nt, lah eta

(24)

s m b d struktur ked milisekon, berdimensik dibagi denga dalaman. De sedangkan kan meter d an nominal 2 Gambar 3 engan catata peta ke dan m/s, ma 2000. 3.22. Peta R

an, peta iso dalaman d aka terlebih Residual Ked ochron terse dan permo dahulu peta dalaman Top but masih b odelan Vin a isochron t Formasi C berdimensik nterval sud tersebut har kan dah rus

(25)

d p D d t s Sama dari pengola permodelan Dengan cara dan B yakn temporary, seperti pada Gambar a seperti pad ahan konver residual te a yang sama ni dengan m maka untuk Gambar 3.2 3.23. Peta R da peta top f rsi ini bukan erhadap ked a seperti pad menghitung s k top forma 22 dan 3.23. Residual Ked formasi A da n merupaka dalaman unt da pembuata selisih antara asi C dan B dalaman Top an B, peta k an hasil akhi tuk masing-an peta resi a marker log Basement ha p Basement kedalaman ya ir. Harus di -masing pet dual untuk g dengan pe asil peta re ang dihasilk ilakukan sua ta kedalama top formasi eta kedalam sidual tamp kan atu an. A man pak

(26)

Peta hasil permodelan yang ditunjukkan pada gambar tersebut sudah merupakan hasil penyesuian untuk mengikuti pola kontur tren geologi peta struktur kedalamannya. Dengan menggunakan program matematis dalam CPS3, maka hasil residual ini dapat digabung dengan peta kedalaman temporary dengan cara penjumlahan biasa. Hasil akhir peta struktur kedalaman untuk top formasi C dan Basement dapat dilihat pada Gambar 3.24 dan 3.25.

(27)

k m p m m d Gam konversi dar masing-mas pengurangan mengulangi menentukan Keem ditemukan a Gambar mbar 3.20, 3 ri waktu me ing horizon n, sebab ini a langkah-lan n nilai k, Vo, mpat peta adanya kejan 3.25. Peta S .21, 3.24, d enjadi kedala seismik. Pe adalah hasil ngkah pengo dan Vinterv struktur ke nggalan. Ad Struktur Ked dan 3.25 me aman, berup eta struktur i akhir. Bila h olahan dalam val hingga m edalaman d da beberapa dalaman Top erupakan ha pa empat pet ini tidak men hasilnya tida m konversi k membuat perm dianggap m faktor yang p Basement asil akhir da ta struktur k ngalami pen ak memuask kedalaman, b modelan res memuaskan dijadikan s ari pengolah kedalaman d nambahan at kan maka har baik dari mu idual. karena tid sebagai qual han ari tau rus ulai dak lity

(28)

control, diantaranya tidak adanya kontur kedalaman yang bernilai minus, memiliki lokasi outcrop yang sama seperti pada peta struktur waktu, serta memiliki tren geologi yang serupa dengan peta struktur waktu. Bila dari ketiga faktor ini tidak ditemukan satu pun yang bermasalah maka hasilnya dianggap benar.

(29)

4 m k k t M p 4.1 Anal Hasi masing-mas keseluruhan kemiripan tr terdapat pat Meratus. Se patahan yang lisis Hasil In l akhir dari ing top for terlihat ba ren geologi d tahan yang elain itu, kh g terletak di nterpretasi interpretasi rmasi dapat ahwa dalam dengan peta memanjang husus pada p sekitar sum Gam

ANALISI

Seismik i seismik be terlihat pa m keempat struktur wak g membatas peta struktu mur K-1. mbar 4.1. Ana

IS

erupa peta s ada Gambar peta kedal ktu (two-way si cekungan ur kedalaman alisis Residu struktur ked r 3.12 dam laman terse y time). Di ini dengan n Top Base ual dalaman unt 3.14. Seca ebut memil pesisir tim n Pegunung ement terdap tuk ara iki mur gan pat

(30)

Sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.1, seluruh residual dalam proses konversi kedalaman menunjukkan bahwa hasil interpretasi pada area seluas 17.232 km2 ini tidak jauh menyimpang dengan data-data riil yang diperoleh dari data log sumur.

Dalam tampilan peta kedalaman di Top Formasi A, Top Formasi B, dan Top Formasi C terlihat adanya outcrop di permukaan yang ditandai dengan warna putih di peta tersebut (kontur nol). Outcrop tersebut terbagi dua, ada yang outcrop batuannya berasal dari Formasi A hingga Formasi C, dan ada yang hanya dari batuan Formasi A. Dugaan awal outcrop ini diakibatkan oleh adanya patahan yang terlihat di pesisir timur. Namun melihat posisi kemiringan patahan serta letak terjadi outcrop maka kecil kemungkinan outcrop tersebut disebabkan oleh patahan. Jika mengacu kepada tampilan data rekaman seismik yang terletak di lokasi outcrop tersebut, terlihat bahwa outcrop terjadi akibat adanya kink, yakni suatu pelipatan hingga terangkat ke permukaan namun tidak sampai terjadi patahan.

4.2 Analisis Prospek Migas Cekungan X

Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa lokasi kitchen utama dari cekungan ini terdapat di sekitar sumur K-1 dengan kedalaman 4000 m. hal itu terbukti seperti terlihat dalam Gambar 4.2. Hal ini juga membenarkan bahwa dari hasil interpretasi yang telah dilakukan tidak terjadi penyimpangan. Namun, di sekitar daerah selatan dari Basement cekungan juga tampak kontur 4000 m.

Karena ditemukan adanya kemungkinan kitchen utama di daerah selatan, maka untuk analisis prospek migas diarahkan kepada struktur-struktur potensial yang ada di sekitar selatan. Dan telah ditemukan dua buah struktur potensial yang

(31)

p G y 6 t t potensial. P Gambar 4.3, yang bercab 600 m, dan t tiga buah lin tersebut, Lin rospek I ad , dibatasi de bang. Prospe total volume ne seismik y ne-1 dan Lin

dalah struktu engan closur ek ini memil e bulk menca yang terdapa ne-2, dapat d (a) K ur dengan lo re titik merah iki luas area apai ± 93x10 at pada lokas ilihat pada G Kitchen Pada okasi yang d h dan terleta a ± 54 km2, 09 m3. Dalam si prospek te Gambar 4.4 d a Formasi C dapat diliha ak di antara p dengan kolo m Gambar 4. ersebut. Dua dan 4.5. at seperti pa patahan utam om maksimu .3 juga tamp a dari tiga li ada ma um pak ine

(32)

Gambar (b) K r 4.2. Peta K Gambar 4. Kitchen Pada Kedalaman D .3. Peta Loka a Basement Dengan Loka asi Prospek si Kitchen I

(33)

G G Gambar 4.4. P Gambar 4.5. P Penampang Penampang Seismik Lin Seismik Lin ne-1 ne-2

(34)

d d p D m m t p Prosp dengan pros dengan clos patahan uta Dibandingka memiliki lua mencapai ± Dala tersebut. Du penampang pek II adala spek I, sebag sure berwar ama, serta b an dengan p as area ± 19 46x109 m3. am Gambar 4 ua dari tig melintang se ah struktur p gaimana yan rna titik me berdekatan d prospek I, se km2, dengan 4.3 tiga bua ga line terse eperti pada G Gambar 4.6 potensial ke ng terlihat d erah dan ber

dengan Sum ecara umum n kolom mak ah line seism ebut, Line-Gambar 4.7 6. Peta Loka edua yang le dalam Gamba rlokasikan m mur R-IX (b m prospek in ksimum 300

mik yang terd 3 dan Line dan 4.8. asi Prospek I etaknya mas at 4.6. Prosp masih berde bulatan berw ni lebih keci 0 m, dan tota dapat pada l e-4, dapat II sih berdekat pek II dibata ekatan deng warna merah il. Prospek i al volume bu lokasi prosp dilihat seca tan asi gan h). ini ulk pek ara

(35)

G G Gambar 4.7. P Gambar 4.8. P Penampang Penampang Seismik Lin Seismik Lin ne-3 ne-4

(36)

Dalam keempat Gambar 4.4, 4.5, 4.7, dan 4.8, terlihat struktur I dan struktur II yang merupakan lokasi terdapatnya prospek migas. Kedua struktur tersebut juga sekaligus merupakan jebakan struktural. Sedangkan lokasi reservoir kedua prospek tersebut kemungkinan berada di lapisan pasir yang ada di Formasi C, sebab berdasarkan referensi geologi dijelaskan bahwa batupasir yang terdapat pada formasi ini memiliki porositas yang baik.

Gambar

Gambar 3.3. Hasil Picking Seluruh Horizon Seismik.
Gambar 3.5-3.8 menunjukkan hasil mapping kontur berdasarkan hasil picking  horizon seismik untuk masing-masing top formasi dan basement
Gambar 3.9 merupakan tampilan kurva Vinterval vs two-way time untuk  seluruh sumur. Secara keseluruhan tampak tren kemiringan yang benar walaupun  terdapat beberapa data yang menyimpang jauh dari tren
Gambar 3.9. Kurva Vinterval vs Two-way Time
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang dimunculkan penggunaan laboratorium komputer di Laboratorium Informatika

Sehingga uji kelayakan tersebut dapat diketahui bahwa dari sisi aspek pasar dan pemasaran pabrik pakan ternak ayam ras petelur termasuk dalam kategori layak.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah kematian larva Aedes aegypti yang mati pada perlakuan dan kontrol setelah dikontakkan dengan ekstrak daun pepaya

Yen dolanan ulartangga ditrepake ing pasinaon basa jawa mligine ngenani materi Aksara Jawa nduweni kauntungan kaya ing ngisor iki: (1) sakabehe siswa bisa urun

a) Seseorang mungkin banyak mengetahui tentang produk dan menggunakan percakapan sebagai cara untuk menginformasikan kepada orang lain. Dalam hal ini word of mouth

Dimensi Sangat memuaskan (A) Memuaskan (B) (Batas) (C) Kurang memuaskan (D) Dibawah standar (E) Skor sistematika Sistematika sesuai dengan pedoman dan jelas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji statistik terhadap parameter komponen, potensi hasil, analisis hara daun indung teh dan tanah (N, P, K, Mg dan Zn) pada tanaman teh

Dengan demikian, penggunaan Pasal-Pasal penghapusan pidana sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 48 maupun Pasal 49 KUHP harus digunakan secara hati-hati