• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Hirarki Wilayah

Melalui analisis skalogram akan diperoleh gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah, yaitu dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan tingkat hirarki wilayah. Penentuan struktur hirarki wilayah ini berdasarkan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah, sehingga dapat diidentifikasi wilayah yang berfungsi sebagai pusat/inti dan wilayah-wilayah hinterlandnya.

Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi atau wilayah yang lebih maju akan membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik dibandingkan wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah atau wilayah yang belum maju. Sarana dan prasarana dibutuhkan antara lain: bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas wilayah.

Tingkat perkembangan wilayah dapat dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Desa/Kecamatan (IPD/IPK) pada analisis skalogram, semakin tinggi IPD/IPK maka semakin berkembang atau maju desa atau kecamatan tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya atau bagi wilayah yang memiliki nilai IPD/IPK yang lebih rendah.

Hasil analisis skalogram di Kabupaten Purwakarta, diperoleh IPD antara 3.40 sampai dengan 295.52. Nilai tertinggi diperoleh Desa Nagrikaler di Kecamatan Purwakarta dan terendah oleh Desa Wanawali di Kecamatan Cibatu, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan hirarki wilayah menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum berdasarkan perhitungan skalogram diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi/maju dibandingkan desa-desa pada hirarki yang lebih rendah. Desa-desa-desa yang termasuk pada hirarki ini memiliki IPD antara 97.25 sampai dengan 295.52, yaitu sebanyak 6 desa dari 192 desa yang ada di Kabupaten Purwakarta (3.13 % dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) terdapat di 2 Kecamatan antara lain: 5

(2)

kelurahan di Kecamatan Purwakarta dan 1 desa di Kecamatan Wanayasa. Desa-desa ini memiliki tingkat tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih memadai, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Desa-desa ini memiliki aksesibitas yang tinggi terhadap pusat pemerintahan karena hampir delapan puluh persen terdapat di pusat ibukota kabupaten, sehingga merupakan wilayah perkotaan.

2. Wilayah yang termasuk pada hirarki II merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sedang, memiliki nilai IPD antara 20.83 sampai dengan 76.65. Desa-desa yang termasuk pada hirarki ini sebanyak 90 desa (46.88 % dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) yang tersebar pada semua kecamatan kecuali di Kecamatan Campaka seperti terlihat pada Tabel 9 di bawah. Kecamatan-kecamatan yang desa-desanya didominasi desa pada hirarki ini terdapat 6 kecamatan, antara lain: Kecamatan Jatiluhur (90.00 %), Plered (62.50%), Bungursari (80.00%), Sukatani (71,43%), Darangdan (73.33) dan Kecamatan Bojong (78.57%). Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana dan fasilitas pelayanan umum relatif lebih rendah dibandingkan desa-desa pada hirarki I dan berada di dekat desa-desa yang berhirarki I. 3. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan desa-desa yang memiliki

tingkat perkembangan wilayah paling rendah, memiliki nilai IPD antara 3.40 sampai dengan 20.62. Di Kabupaten Purwakarta Desa-desa pada hirarki III paling banyak jumlahnya, yaitu sebanyak 96 desa (50.00% dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) yang tersebar pada semua kecamatan kecuali di Kecamatan Purwakarta. Kecamatan-kecamatan yang desa-desanya didominasi desa pada hirarki ini terdapat 10 kecamatan, antara lain: Wanayasa (53.33%), Pasawahan (75.00%), Babakancikao (55.56%), Tegalwaru (61.54%), Pondoksalam (90.91%), Campaka (100.00%), Maniis (62.50%), Cibatu (90.00%), Kiarapedes(80.00%) dan Kecamatan Sukasari (80.00%). Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif kurang dibandingkan desa-desa pada hirarki yang lebih tinggi. Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 8.

(3)
(4)

Pada Gambar 8 di atas tampak bahwa desa-desa yang berhirarki I hanya terdapat di dua tempat (dua kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan wanayasa) dan desa-desa yang berhirarki II berada pada wilayah pada umumnya menyebar pada wilayah tengah Kabupaten Purwakarta, sedangkan desa-desa yang berhirarki III pada umumnya menyebar pada wilayah-wilayah pinggiran Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan umum terpusat pada pusat kota, juga menyebar sepanjang jalur transportasi utama Jakarta - Bandung.

Pada Tabel 12 di atas terlihat bahwa hasil pengelompokan berdasarkan hirarki wilayah menunjukkan bahwa sebagian besar desa-desa yang ada di Kabupaten Purwakarta berada pada hirarki III yaitu mencapai 50.00%, dengan wilayah-wilayah yang dominan hirarki III-nya antara lain: Kecamatan Wanayasa, Pasawahan, Babakan Cikao, Tegalwaru, Pondoksalam, Campaka (bahkan seluruh desanya berhirarki III), Kecamatan Maniis, Cibatu, Kiarapedes dan Kecamatan Sukasari. Desa-desa berhirarki II sebanyak 46.88%, dengan wilayah-wilayah yang dominan hirarki II-nya antara lain: Kecamatan Jatiluhur, Plered, Bungursari, Sukatani, Darangdan dan Kecamatan Bojong.

Sedangkan desa-desa yang berhirarki I hanya sebanyak 3.13% yaitu 5 kelurahan yang berada di Kecamatan Purwakarta dan 1 desa di Kecamatan Wanayasa. Hal ini menunjukan struktur pusat pelayanan yang memusat di pusat pertumbuhan yang ada di Kecamatan Purwakarta, sedangkan di luar Kecamatan Purwakarta hanya ada 1 desa yang termasuk Desa berhirarki I yaitu Desa Wanayasa di Kecamatan Wanayasa, yang menurut sejarah merupakan ibukota Kabupaten Purwakarta sebelum ibukota Kabupaten Purwakarta dipindah ke Desa Cipaisan Kecamatan Purwakarta. Sebagai ibukota kabupaten, dimana pusat pemerintahan berada biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan umum dan infrastruktur yang lebih baik. Wilayah ini memiliki aksesibilitas yang baik, terletak pada jalur utama Jakarta – Bandung dengan kondisi jalan yang baik dan saat ini ditunjang dengan dibukanya akses ke jalan tol.

Sedangkan secara rekapitulasi jumlah desa-desa berdasarkan hirarki wilayah dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini :

(5)

Tabel 12. Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta Jumlah Desa Persentase Desa No Kecamatan

I II III Total I II III Total

1 Purwakarta 5 5 - 10 50.00 50.00 - 100.00 2 Jatiluhur - 9 1 10 - 90.00 10.00 100.00 3 Plered - 10 6 16 - 62.50 37.50 100.00 4 Bungursari - 8 2 10 - 80.00 20.00 100.00 5 Wanayasa 1 6 8 15 6.67 40.00 53.33 100.00 6 Sukatani - 10 4 14 - 71.43 28.57 100.00 7 Darangdan - 11 4 15 - 73.33 26.67 100.00 8 Bojong - 11 3 14 - 78.57 21.43 100.00 9 Pasawahan - 3 9 12 - 25.00 75.00 100.00 10 Babakancikao - 4 5 9 - 44.44 55.56 100.00 11 Tegalwaru - 5 8 13 - 38.46 61.54 100.00 12 Pondoksalam - 1 10 11 - 9.09 90.91 100.00 13 Campaka - - 10 10 - - 100.00 100.00 14 Maniis - 3 5 8 - 37.50 62.50 100.00 15 Cibatu - 1 9 10 0.00 10.00 90.00 100.00 16 Kiarapedes - 2 8 10 0.00 20.00 80.00 100.00 17 Sukasari - 1 4 5 0.00 20.00 80.00 100.00 Jumlah 6 90 96 192 3.13 46.88 50.00 100.00 Sumber : Podes 2003 (diolah)

Tabel 13. IPK Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 dan 2006

Tahun 2002 Tahun 2006 No Kecamatan

IPK Hirarki IPK Hirarki

1 Purwakarta 215.26 I 132.52 I 2 Plered 76.82 II 48.53 II 3 Jatiluhur 76.17 II 36.29 II 4 Darangdan 65.38 II 32.52 II 5 Wanayasa 62.18 II 28.69 II 6 Sukatani 56.77 II 29.92 II 7 Bojong 55.12 II 29.86 II 8 Bungursari 52.66 II 28.55 II 9 Tegalwaru 31.14 II 26.63 III 10 Babakancikao 30.93 III 29.30 II

11 Pasawahan 28.57 III 17.40 III

12 Maniis 20.33 III 16.29 III

13 Kiarapedes 17.75 III 16.16 III

14 Pondoksalam 17.75 III 17.98 III

15 Campaka 15.44 III 18.35 III

16 Cibatu 13.54 III 22.04 III

17 Sukasari 6.10 III 5.46 III

49.52 31.56

Ket : Tahun 2002 Data Podes 2003 (diolah)

(6)

Struktur yang memusat ini diperkuat lagi dengan hasil perhitungan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), pada tahun 2002 menunjukan wilayah yang berada pada hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dengan IPK 215.26. Nilai IPK ini sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai IPK yang dimiliki kecamatan lainnya dan IPK rata-rata Kabupaten saja yang hanya mencapai 49.52, sedangkan IPK hirarki II memiliki selang nilai antara 31.14 sampai dengan 76.82 meliputi 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Plered, Jatiluhur, Darangdan, Wanayasa, Sukatani, Bojong, Bungursari dan Kecamatan Tegalwaru dan Hirarki III memiliki selang nilai antara 6.10 sampai dengan 30.93 meliputi 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Babakancikao, Pasawahan, Maniis, Kiarapedes, Pondoksalam, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Sukasari. Indeks Perkembangan Kecamatan di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 13 dan Peta sebaran Hirarki wilayah tahun 2002 dapat dilihat pada Gambar 9.

Pada Gambar 9 tampak bahwa wilayah Kabupaten Purwakarta didominasi wilayah yang termasuk hirarki II dan hirarki III, yang menyebar mengelilingi wilayah hirarki I. Wilayah hirarki II terletak sepanjang jalur transportasi utama di Kabupaten Purwakarta dan wilayah hirarki III menyebar pada wilayah-wilayah pinggiran kabupaten yang berbatasan langsung dengan kabupaten tetangga. Sedangkan wilayah yang memiliki hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dimana ibukota Kabupaten Purwakarta berada, dengan demikian pusat pertumbuhan di Kabupaten Purwakarta terletak di Kecamatan Purwakarta.

Pada tahun 2006, pemusatan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum masih terjadi dimana hasil perhitungan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) pada tahun 2006 wilayah yang berada pada hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dengan IPK 132.52. Nilai IPK ini sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai IPK yang dimiliki kecamatan lainnya dan IPK rata-rata Kabupaten saja yang hanya mencapai 31.56, sedangkan IPK hirarki II memiliki selang nilai antara 28.54 sampai dengan 48.53 meliputi 8 kecamatan dan Hirarki III memiliki selang nilai antara 5.46 sampai dengan 26.62 meliputi 8 Kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang dibangun masih belum merata dinikmati seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.

(7)
(8)

Pada kurun waktu tahun 2002-2006, wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta memiliki struktur hirarki yang relatif tidak berubah, dimana IPK tertinggi tetap dimiliki Kecamatan Purwakarta, IPK terendah dimiliki Kecamatan Sukasari dan Kecamatan-kecamatan lain tetap pada posisi hirarki yang sama, kecuali Kecamatan Tegalwaru berubah dari hirarki II pada tahun 2003 menjadi Hirarki III pada tahun 2006 dan Kecamatan Babakancikao berubah dari hirarki III pada tahun 2003 menjadi Hirarki II pada tahun 2006. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah dan cenderung monoton dari tahun ke tahun.

Perkembangan Wilayah

Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menganalisa pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang ekonomi dan sosial serta bidang-bidang lain, salah satumya dengan menggunakan analisis indeks entropi.

Perkembangan aktivitas perekonomian pada suatu wilayah dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Prinsip indeks entropi ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin berimbang. Aktivitas suatu wilayah dapat dicerminkan dari perkembangan sektor-sektor perekonomian dalam PDRB. Semakin besar indeks entropinya maka dapat diperkirakan semakin berkembang dan semakin proporsional komposisi antar sektor-sektor perekonomiannya, sebaliknya semakin kecil indeksnya maka dapat diperkirakan terdapat sektor perekonomian yang dominan di wilayah tersebut.

Aktivitas perekonomian pada suatu wilayah akan membentuk sistem kegiatan dimana masing-masing komponen sistem saling terkait. Perkembangan

(9)

suatu sistem dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen sistem serta penyebaran (jangkauan spasial) komponen sistem tersebut. Kedua hal tersebut pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas komponen serta perluasan hubungan spasial dari komponen di dalam sistem maupun dengan di luar sistem. Artinya suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah dari komponen/aktivitas sistem tersebut bertambah atau aktivitas dari komponen sistem tersebar lebih luas (Saefulhakim 2005).

Hasil perhitungan indeks entropi kecamatan di Kabupaten Puwakarta pada tahun 2002 dan sektor-sektor perekonomiannya, tampak pada tabel 14.

Tabel 14. Indeks entropi Kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2002 Sektor

No Kecamatan

Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa Jumlah 1 Plered 0.367 0.106 0.243 0.032 0.097 0.328 0.190 0.195 0.257 1.814 2 Purwakarta 0.142 0.005 0.036 0.114 0.294 0.345 0.135 0.349 0.326 1.746 3 Tegalwaru 0.365 0.111 0.310 0.031 0.085 0.299 0.139 0.110 0.225 1.675 4 Sukatani 0.362 0.166 0.143 0.022 0.107 0.345 0.135 0.124 0.231 1.636 5 Pasawahan 0.368 0.023 0.030 0.036 0.068 0.241 0.206 0.330 0.309 1.610 6 Pondoksalam 0.349 0.016 0.032 0.030 0.064 0.262 0.193 0.279 0.268 1.493 7 Darangdan 0.343 0.025 0.069 0.037 0.077 0.286 0.202 0.139 0.297 1.474 8 Cibatu 0.331 0.029 0.350 0.031 0.058 0.306 0.084 0.121 0.115 1.426 9 Bojong 0.332 0.006 0.069 0.023 0.078 0.268 0.191 0.145 0.295 1.406 10 Wanayasa 0.341 0.002 0.040 0.023 0.047 0.219 0.200 0.162 0.340 1.373 11 Kiarapedes 0.297 0.004 0.049 0.027 0.052 0.254 0.152 0.179 0.250 1.265 12 Bungursari 0.068 0.001 0.352 0.060 0.134 0.368 0.099 0.130 0.023 1.234 13 Jatiluhur 0.106 0.002 0.312 0.206 0.027 0.354 0.033 0.036 0.041 1.117 14 Campaka 0.220 0.004 0.275 0.022 0.032 0.295 0.045 0.145 0.075 1.113 15 Babakancikao 0.086 0.006 0.224 0.069 0.032 0.312 0.013 0.053 0.067 0.861 16 Maniis 0.316 0.010 0.333 0.031 0.241 0.038 0.034 0.187 1.190 17 Sukasari 0.211 0.042 0.020 0.084 0.241 0.075 0.039 0.193 0.904 Maksimum 0.368 0.166 0.352 0.333 0.294 0.368 0.206 0.349 0.340 1.814 Minimum 0.068 0.001 0.010 0.020 0.027 0.219 0.013 0.034 0.023 0.861 Rata-Rata 0.271 0.034 0.152 0.066 0.081 0.292 0.125 0.151 0.206 1.373 Simpangan Baku 0.108 0.051 0.130 0.083 0.063 0.046 0.067 0.095 0.104 0.280

Sumber : BPS 2002 ( data di olah) Keterangan

Tani : Pertanian Dag : Perdagangan

Tmb : Pertambangan dan Pengalian Akt : Angkutan dan Komunikasi

Ind : Industri Pengolahan Keu : Lemb.Keu Persewaan dan Jasa perusahaan Ligas : Listrik, gas dan air minum Jasa : Jasa-jasa

(10)

Berdasarkan data-data pada Tabel 14, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut :

a. Indeks entropi Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta yang berkisar antara 0.861 – 1.814, yang berarti secara umum cukup tinggi dan masih di atas rata-rata nilai indeks (ada 9 Kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Purwakarta memiliki nilai indeks entropi lebih dari 1.373). Hal ini menunjukkan, secara umum perkembangan proporsi keragaman sektor perekonomiaan di Kabupaten Purwakarta cukup baik. b. Kecamatan Plered mempunyai indeks entropi yang paling tinggi, padahal

nilai PDRBnya hanya menduduki peringkat ke 7. Hal ini berarti bahwa Kecamatan Plered merupakan wilayah yang paling berimbang dan terdiversifikasi perkembangan sektor-sektor perekonomian dengan baik sehingga tidak didominan oleh sektor tertentu saja.

c. Kecamatan Bungursari mempunyai nilai PDRB yang paling tinggi, ternyata indeks entropinya di bawah rata-rata nilai indeks entropi Kabupaten. Hal ini berarti bahwa di Kecamatan Bungursari sektor perekonomiannya di dominasi oleh sektor tertentu, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Terbukti bahwa di Kecamatan Bungursari sektor tersebut memberi kontribusi lebih dari 85% dari total PDRB kecamatan tersebut. d. Sektor pertanian di Kabupaten Purwakarta secara umum menyebar merata di

seluruh wilayah, demikian juga dengan sektor angkutan, keuangan dan jasa. Sektor perdagangan memiliki indeks entropi maksimum cukup tinggi 0.368 dan rata-rata nilai indeks entropi 0.292 dan simpangan bakunya 0.046.

e. Sektor industri pengolahan meskipun memiliki nilai indeks entropi maksimum tinggi yaitu 0.352 tetapi memiliki rata-rata nilai indeks entropi yang rendah yaitu 0.152 dan simpangan bakunya yang tinggi yaitu 0.130 berarti bahwa sektor tersebut hanya spesifik dan terkonsentrasi di suatu wilayah serta tidak bersifat menyebar di sebagian besar wilayah. Fenomena ini akan nampak jelas bila dilakukan analisis LQ.

Sedangkan hasil perhitungan indeks entropi untuk tiap sektor perekonomian di Kabupaten Puwakarta pada kurun waktu tahun 2002-2006, tampak pada Tabel 15 di bawah ini :

(11)

Tabel 15. Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002-2006 Sektor Perekonomian 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 0.24 0.23 0.25 0.23 0.23 2 Pertambangan & Penggalian 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 3 Industri Pengolahan 0.36 0.36 0.37 0.36 0.36

4 Listrik Gas dan Air Bersih 0.11 0.09 0.10 0.09 0.09 5 Bangunan/Kontruksi 0.10 0.11 0.14 0.12 0.11 6 Perdagangan,Hotel dan

Restoran 0.35 0.35 0.35 0.35 0.34

7 Pengangkutan &

Komunikasi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12

8 Keuangan, Persewaan &

jasa Perusahaan 0.13 0.15 0.16 0.15 0.14

9 Jasa-jasa 0.15 0.15 0.16 0.15 0.15

Total PBRB 1.58 1.59 1.65 1.58 1.55

Sumber : BPS 2002 ( data di olah)

Pada tahun 2002-2006 perubahan angka indeks yang relatif stabil, yang mengindikasikan bahwa secara umum komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta kurang banyak mengalami perkembangan atau bisa dikatakan stagnan. Pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi indeks terbesar yakni sebesar 0.34–0.37, kemudian sektor pertanian 0.23-0.25 pada urutan ketiga sedangkan sektor-sektor lain relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan perdagangan mendominasi perekonomian daerah. Keadaan seperti ini menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta belum memberi prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu serta beragamnya aktivitas sektor-sektor perekoniomian memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta untuk menentukan prioritas pengembangan pada suatu sektor-sektor perekonomian tertentu.

(12)

Sektor Unggulan

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah.

Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan bagi suatu daerah atau tidaknya, dapat dilihat melalui analisis Location Quotient (LQ). Hasil perhitungan LQ dengan data dasar PDRB per kecamatan berdasarkan sektor-sektor perekonomian tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini: Tabel 16. Nilai LQ Per Sektor-sektor Perekonomian di Kabupaten Purwakarta

Tahun 2002

Sektor N

o

Kecamatan

Tani Tmb Ind Ligas Kons Dag Akt Keu Jasa

1 Sukasari 6.87 0.00 0.02 0.12 0.69 0.43 0.78 0.16 1.55 2 Kiarapedes 5.63 0.19 0.02 0.17 0.37 0.47 2.12 1.28 2.43 3 Maniis 5.26 0.00 0.00 7.36 0.19 0.43 0.33 0.13 1.48 4 Bojong 4.93 0.26 0.04 0.14 0.63 0.52 3.00 0.93 3.40 5 Wanayasa 4.70 0.07 0.02 0.14 0.32 0.36 3.25 1.09 4.90 6 Darangdan 4.64 1.48 0.04 0.25 0.62 0.60 3.30 0.87 3.44 7 Pondoksalam 4.47 0.85 0.01 0.19 0.48 0.50 3.07 2.80 2.78 8 Sukatani 3.93 19.05 0.10 0.13 0.97 0.97 1.77 0.74 2.12 9 Tegalwaru 3.79 10.57 0.41 0.20 0.71 0.66 1.85 0.62 2.02 10 Pasawahan 3.46 1.33 0.01 0.24 0.52 0.43 3.41 4.18 3.78 11 Plered 3.15 9.89 0.24 0.21 0.84 0.83 2.99 1.47 2.56 12 Cibatu 1.97 1.79 1.09 0.21 0.43 0.70 0.90 0.71 0.72 13 Campaka 0.84 0.16 1.47 0.13 0.20 0.64 0.40 0.93 0.40 14 Jatiluhur 0.28 0.10 1.31 2.77 0.16 1.07 0.27 0.14 0.18 15 Babakancikao 0.21 0.25 1.64 0.57 0.20 0.73 0.09 0.23 0.34 16 Bungursari 0.15 0.03 1.07 0.47 1.33 1.47 1.14 0.79 0.09 17 Purwakarta 0.42 0.20 0.02 1.12 5.08 0.97 1.77 4.98 4.34

Sumber : PDRB Kabupaten Purwakarta tahun 2002 Diolah

Berdasarkan data-data pada Tabel 16, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut :

(13)

a. Terdapat nilai-nilai LQ>1, hal ini menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut dapat menjadi sektor unggulan bagi wilayah kecamatan yang bersangkutan. Sektor pertanian, angkutan dan jasa memiliki nilai LQ>1 pada beberapa kecamatan sehingga sektor-sektor ini merupakan sektor unggulan pada kecamatan-kecamatan tersebut (pada 12 kecamatan dari 17 kecamatan).

b. Kecamatan-kecamatan yang memiliki sektor pertanian sebagai sektor unggulan ternyata sektor angkutan dan atau sektor jasanya juga menjadi sektor unggulan pada kecamatan tersebut, kecuali pada Kecamatan Cibatu yang menjadi sektor unggulan sektor pertambangan dan industri selain sektor pertanian.

c. Sektor jasa juga menjadi sektor unggulan di Kecamatan Purwakarta, selain sektor ligas, kontruksi, angkutan dan sektor keuangan, sehingga pada Kecamatan Purwakarta hampir semua sektor perekonomian berkembang dengan baik.

d. Sedangkan sektor-sektor lain hanya menjadi sektor unggulan pada beberapa kecamatan saja, misalnya sektor listrik hanya pada kecamatan Maniis, Jatiluhur dan Purwakarta karena ada waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Beberapa kecamatan memiliki lebih dari satu sektor perekonomian yang potensial menjadi sektor unggulan bagi masing kecamatan tersebut, seperti Kecamatan Plered, Pasawahan dan Kecamatan Purwakarta memiliki 5 sektor unggulan. Akan tetapi pada Kecamatan Babakancikao dan Campaka hanya memiliki 1 sektor unggulan yaitu sektor industri pengolahan. Secara rinci sektor-sektor perekonomian unggulan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut:

Tabel 17. Sektor-Sektor Perekonomian Unggulan Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta

No Kecamatan Sektor Unggulan

1 Jatiluhur 1. Sektor Industri Pengolahan 2. Sektor Listrik, gas dan Air Minum 3. Sektor Perdagangan

2 Sukasari 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Jasa-jasa 3 Maniis 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Listrik, gas dan Air Minum 3. Sektor Jasa-jasa

(14)

Tabel 17. Lanjutan

No Kecamatan Sektor Unggulan 4 Tegalwaru 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Pengalian 3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Jasa-jasa

5 Plered 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Pengalian 3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Keuangan

5. Sektor Jasa-jasa 6 Sukatani 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Pengalian 3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Jasa-jasa

7 Darangdan 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Pengalian 3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Jasa-jasa

8 Bojong 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Angkutan dan Komunikasi 3. Sektor Jasa-jasa

9 Wanayasa 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Angkutan dan Komunikasi 3. Sektor Keuangan

4. Sektor Jasa-jasa 10 Kiarapedes

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Angkutan dan Komunikasi 3. Sektor Keuangan

4. Sektor Jasa-jasa 11 Pasawahan 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Pengalian 3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Keuangan

5. Sektor Jasa-jasa 12 Pondoksalam 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Angkutan dan Komunikasi 3. Sektor Keuangan

4. Sektor Jasa-jasa

13 Purwakarta 1. Sektor Listrik, gas dan Air Minum 2. Sektor Kontruksi

3. Sektor Angkutan dan Komunikasi 4. Sektor Keuangan

5. Sektor Jasa-jasa

14 Babakancikao 1. Sektor Industri Pengolahan 15 Campaka 1. Sektor Industri Pengolahan

(15)

Tabel 17. Lanjutan

No Kecamatan Sektor Unggulan 16 Cibatu 1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor Industri Pengolahan Perdagangan 17 Bungursari 1. Sektor Industri Pengolahan

2. Sektor kontruksi 3. Sektor Perdagangan

4. Sektor Angkutan dan Komunikasi Sumber : Hasil Olahan

Sedangkan berdasarkan sektor perekonomian dapat diketahui sektor-sektor perekonomian tertentu memiliki potensi untuk dikembangkan sekaligus di beberapa kecamatan antara lain :

1. Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kecamatan Sukasari, Kiarapedes, Maniis, Bojong, Wanayasa, Darangdan, Pondoksalam, Sukatani, Tegalwaru, Pasawahan, Plered dan Kecamatan Cibatu.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian dapat dikembangkan di Kecamatan Sukatani, Tegalwaru, Plered, Cibatu, Darangdan dan Kecamatan Pasawahan. 3. Sektor Industri Pengolahan dapat dikembangkan di Kecamatan

Babakancikao, Campaka, Jatiluhur, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. 4. Sektor Listrik, gas dan Air Minum dapat dikembangkan di Kecamatan

Maniis, Jatiluhur dan Kecamatan Purwakarta.

5. Sektor Kontruksi dapat dikembangkan di Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan Bungursari.

6. Sektor Perdagangan dapat dikembangkan di Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Jatiluhur.

7. Sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dikembangkan di Kecamatan Pasawahan, Darangdan, Wanayasa, Pondoksalam, Bojong, Plered, Kiarapedes, Tegalwaru, Purwakarta, Sukatani dan Kecamatan Bungursari. 8. Sektor Keuangan dapat dikembangkan di Kecamatan Purwakarta,

Pasawahan, Pondoksalam, Plered, Kiarapedes dan Kecamatan Wanayasa. 9. Sektor Jasa dapat dikembangkan di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta,

Pasawahan, Bojong, Darangdan, Pondoksalam, Plered, Kiarapedes, Sukatani, Tegalwaru, Sukasari dan Kecamatan Maniis.

(16)

Pengembangan sektor-sektor unggulan di Kabupaten Purwakarta tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana penunjang lain misalnya transportasi. Kabupaten Purwakarta merupakan segitiga penghubung dari jalur transportasi pantura (pantai utara) yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Jawa Tengah dan Jalur tengah yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Jawa Barat, sehingga sebagian besar sistem transportasi dan pengangkutan adalah transportasi Darat. Untuk jaringan transportasi antar kecamatan dan telah tersedia jalur transportasi darat. Total panjang jalan yang tersedia adalah 814,284 km dimana 35.23% dalam kondisi baik dan 14.05% diantaranya merupakan jalan negara dan 20.76% jalan propinsi. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta.

Jika dipadankan antara Struktur hirarki wilayah, perkembangan wilayah dan sektor unggulan, terlihat semakin banyak sektor berkembang maka semakin banyak peluang menjadi sektor unggulan dan IPKnya cenderung tinggi. Dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 18 Nilai IPK, entropy dan sektor unggulan per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta

No Kecamatan IPK Entropy Sektor Unggulan 1 Plered 76.82 1.814 Pertanian, pertambangan, angkutan,

keuangan & jasa

2 Purwakarta 215.26 1.746 Listrik, kontruksi, angkutan, keuangan dan jasa

3 Tegalwaru 31.14 1.675 Pertanian, pertambangan, angkutan dan jasa 4 Sukatani 56.77 1.636 Pertanian, pertambangan, angkutan dan Jasa 5 Pasawahan 28.57 1.610 Pertanian, pertambangan, angkutan,

keuangan, jasa

6 Pondoksalam 17.75 1.493 Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa 7 Darangdan 65.38 1.474 Pertanian, Pertambangan, angkutan dan Jasa 8 Cibatu 13.54 1.426 Pertanian, pertambangan, industri dan

perdagangan

9 Bojong 55.12 1.406 Pertanian, angkutan dan jasa

10 Wanayasa 62.18 1.373 Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa 11 Kiarapedes 17.75 1.265 Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa 12 Bungursari 52.66 1.234 Industri, kontruksi, perdagangan dan

angkutan

13 Jatiluhur 76.17 1.117 Industri, listrik dan perdagangan 14 Campaka 15.44 1.113 Industri

15 Babakancikao 30.93 0.861 Industri

16 Maniis 20.33 1.190 Pertanian, listrik dan jasa 17 Sukasari 6.10 0.904 Pertanian dan jasa Sumber : Hasil Olahan

(17)

Tipologi Wilayah Kabupaten Purwakarta

Penentuan tipologi suatu wilayah dapat dilakukan berdasarkan analisis multivariat melalui metode analisis komponen utama atau Principal Components

Analysis (PCA), analisis gerombol (cluster analysis) dan analisis diskriminan

(discriminant analysis).

a. Hasil Analisis Komponen Utama

Proses analisis multivariat untuk Kabupaten Purwakarta didasarkan pada faktor-faktor yang menggambarkan pengembangan suatu wilayah, antara lain diperoleh dari data Podes 2003 dan faktor fisik wilayah yang dikelompokkan ke dalam 29 variabel yaitu variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik wilayah.

Variabel bidang kependudukan terdiri atas kepadatan penduduk dan persentase keluarga pertanian. Variabel keuangan kecamatan diwakili oleh variabel pendapatan asli tiap kecamatan per jumlah penduduknya. Variabel sarana komunikasi dan informasi terdiri atas rasio sarana komunikasi (wartel, warnet, kantor pos) terhadap 1000 penduduk, persentase keluarga yang berlangganan PLN, telp dan keluarga yang memiliki TV. Variabel kesehatan terdiri atas rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi), rasio tempat pelayanan kesehatan (RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu) dan rasio tempat penjualan obat terhadap 1000 penduduk. Variabel pendidikan terdiri atas rasio sarana pendidikan dasar dan menengah, rasio murid, rasio guru, rasio pondok pesantren, rasio mesjid terhadap 1000 penduduk. Variabel ekonomi terdiri atas rasio lembaga keuangan (bank, BPR, KUD, koperasi) dan rasio toko dan perbelanjaan (toko, kios, supermarket, restoran/kedai makan) terhadap 1000 penduduk. Variabel aksesibilitas terdiri atas jarak kecamatan terhadap ibukota kabupaten, jarak lurus ke Jakarta, jarak lurus ke Bandung, rasio panjang jalan dan jalan kondisi baik terhadap luas wilayah. Variabel faktor fisik terdiri atas persentase luas sawah, luas pemukiman, luas areal dengan lereng 0-8%, 8-15%, 15-40% dan >40% secara rinci dilihat pada tabel 5.

(18)

Berdasarkan perhitungan metode analisis komponen utama diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Berdasarkan eigenvalue pada tabel 19 diperoleh hasil bahwa untuk menjelaskan keragaman sampai dengan 100% dari 29 variabel yang diamati diperoleh 16 Faktor baru, kemudian dengan melihat pada nilai eigen yang lebih besar dari 1 maka diperoleh 7 Faktor baru dimana masing-masing bersifat ortogonal (tidak berkorelasi). Faktor-faktor tersebut mampu menjelaskan keragaman sampai dengan 87.53 %. Hal ini berarti hasil tersebut cukup signifikan untuk dianalisa. Faktor 1 dapat dikelompokkan sebagai indikator sarana perkotaan, Faktor 2 sebagai indikator keuangan daerah, Faktor 3 sebagai indikator fisik wilayah, Faktor 4 sebagai indikator pendidikan, Faktor 5 sebagai indikator aksesibilitas, Faktor 6 sebagai indikator kesehatan dan Faktor 7 sebagai indikator pertanian.

Tabel 19. Eigenvalues. Extraction : principal components

Value Eigenvalue % Total Cumulative Eigenvalue Cumulative %

1 11.33923 39.10079 11.33923 39.1008 2 4.10679 14.16133 15.44601 53.2621 3 2.84800 9.82067 18.29401 63.0828 4 2.39382 8.25456 20.68783 71.3374 5 1.98515 6.84533 22.67298 78.1827 6 1.51243 5.21529 24.18541 83.3980 7 1.19764 4.12978 25.38305 87.5278 8 0.96842 3.33938 26.35147 90.8671 9 0.84664 2.91945 27.19811 93.7866 10 0.57009 1.96581 27.76820 95.7524 11 0.35637 1.22888 28.12457 96.9813 12 0.28057 0.96749 28.40515 97.9488 13 0.19178 0.66131 28.59693 98.6101 14 0.17127 0.59060 28.76820 99.2007 15 0.12037 0.41506 28.88857 99.6157 16 0.11143 0.38425 29.00000 100.0000

2. Berdasarkan hasil factor loading sebagaimana nampak pada Tabel 20 dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor utama wilayah Kabupaten Purwakarta adalah sebagai berikut :

Faktor 1 dapat dikelompokkan sebagai indikator sarana perkotaan, terdiri dari 5 variabel asal yaitu kepadatan penduduk, rasio sarana

(19)

komunikasi, rasio panjang jalan, persentase keluarga yang berlangganan telpon dan rasio lembaga keuangan. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin lengkap sarana perkotaannya. Indikator sarana perkotaannya suatu daerah secara nyata berkorelasi positif dengan dengan kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan daerah tersebut. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 1 ini adalah sebesar 39.10 %.

Tabel 20 Factor loadings (varimax normalized) Extraction: Principal Components

Factor Factor Factor Factor Factor Factor Factor

Variabel 1 2 3 4 5 6 7 Kpdtn 0.95 0.02 0.01 0.07 0.20 0.03 -0.13 Telp 0.90 0.29 0.03 0.11 0.27 0.09 -0.02 jln 0.89 0.07 -0.01 0.07 0.16 -0.06 -0.21 lkeu 0.86 0.02 0.08 -0.16 0.22 0.02 0.29 sarkom 0.73 0.32 0.02 0.06 0.03 0.39 0.24 Pak 0.16 0.84 -0.01 0.30 0.18 0.11 0.05 jbdg -0.02 0.86 0.13 -0.39 -0.16 0.10 0.04 PLN 0.33 0.86 -0.08 -0.02 -0.11 0.16 -0.22 jjkt -0.15 -0.73 -0.52 0.13 -0.20 -0.17 0.20 ler8 -0.38 -0.07 0.86 -0.01 0.02 -0.25 0.06 ler40 -0.23 -0.21 -0.73 0.30 -0.17 -0.23 0.23 dikdas 0.28 0.03 0.13 0.84 -0.10 0.04 0.12 jlnbaik 0.45 0.31 -0.15 -0.11 0.78 -0.07 0.00 temkes -0.07 0.07 -0.25 -0.01 -0.82 -0.18 0.10 mes -0.39 -0.06 -0.14 -0.10 -0.74 -0.14 0.27 tenkes -0.22 -0.22 -0.17 0.10 -0.24 -0.80 0.15 KP 0.06 0.19 0.12 0.07 0.19 0.03 -0.86 obat 0.57 0.47 -0.11 0.01 0.44 -0.04 -0.10 ponpes -0.19 -0.44 -0.22 0.66 -0.10 -0.19 -0.12 murid 0.68 0.35 0.21 0.32 -0.39 0.15 -0.25 Guru 0.26 -0.11 0.39 -0.65 -0.02 0.00 0.05 jpwk -0.43 -0.41 -0.64 -0.09 -0.09 -0.39 0.13 saw 0.00 -0.55 0.27 0.11 -0.05 -0.64 -0.31 hutan -0.20 0.09 -0.10 -0.69 -0.28 0.15 0.45 mukim 0.66 0.49 0.16 -0.05 0.13 0.11 -0.32 ler0 0.61 0.57 0.09 -0.16 0.38 -0.03 -0.26 Ler15 -0.29 -0.55 -0.38 -0.01 -0.40 0.45 0.12 TV 0.37 0.59 0.48 0.12 0.26 0.07 -0.21 Toko 0.42 0.14 -0.31 0.43 0.42 -0.41 0.21 Expl.Var 6.94 5.39 2.99 2.82 3.26 2.09 1.89 Prp.Totl 0.24 0.19 0.10 0.10 0.11 0.07 0.07

(20)

Faktor 2 sebagai indikator keuangan daerah, yang secara nyata berkorelasi positif dengan pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung dan persentase keluarga yang berlangganan PLN serta berkorelasi negatif dengan jarak tiap kecamatan ke Jakarta. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi tingkat keuangan daerah, semakin banyak pelanggan PLN dan fenomena ini terjadi jika semakin dekat ke Jakarta atau menjauh dari Bandung. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 2 ini adalah sebesar 14.16 %.

Faktor 3 sebagai indikator fisik wilayah, yang secara nyata berkorelasi positif persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan berkorelasi negatif dengan persentase luas areal dengan lereng >40%. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 3 ini adalah sebesar 9.82%.

Faktor 4 sebagai indikator pendidikan, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD, SMP,SMA/SMK negeri dan swasta) terhadap 1000 penduduk Korelasi Positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih maju cenderung memiliki fasilitas pendidikan yang lebih banyak. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 2 ini adalah sebesar 8.25%.

Faktor 5 sebagai indikator aksesibilitas, terdiri dari 3 variabel asal yaitu rasio jalan dengan kondisi baik, rasio tempat pelayanan kesehatan seperti RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/bidan dan posyandu dan rasio jumlah mesjid. Faktor ini secara nyata berkorelasi positif dengan panjang jalan dengan kondisi baik serta berkorelasi negatif dengan rasio jumlah mesjid dan rasio tempat kesehatan terhadap 1000 penduduk. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 4 adalah sebesar 6.84%.

Faktor 6 sebagai indikator kesehatan, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi) terhadap 1000 penduduk. Semakin besar skor suatu daerah pada

(21)

faktor ini, semakin lengkap sarana kesehatan yang dimilikinya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 5 ini adalah sebesar 5.22%.

Faktor 7 sebagai indikator pertanian, yang secara nyata berkorelasi negatif dengan persentase keluarga pertanian. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin kecil persentase keluarga pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin maju suatu wilayah maka keluarga yang berkerja di sektor pertanian akan semakin sedikit. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 7 ini adalah sebesar 4.13%.

b. Hasil Analisis Gerombol

Untuk menentukan tipologi wilayah (dalam hal ini wilayah kecamatan) yang ada di Kabupaten Purwakarta dilakukan dengan analisis gerombol (clustering analysis), yang bertujuan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah ke dalam beberapa kelompok (wilayah/kawasan) tertentu yang memiliki kemiripan ciri dan sifat fisik dan sosial-ekonomi antar wilayah.

Tabel 21. Factor Scores (Rotation : varimax normalized) Extraction: Principal Components

Case F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 Jatiluhur -0.18 0.11 1.18 0.73 1.12 1.29 2.77 Sukasari -0.06 0.35 -1.72 -1.46 -2.01 0.97 1.40 Maniis -0.43 0.31 -1.35 -0.10 0.00 -1.45 0.62 Tegalwaru -0.34 -1.04 -0.10 -0.46 -0.81 -0.11 -0.45 Plered 0.70 -0.98 -0.36 -0.23 0.48 -0.41 -1.00 Sukatani -0.47 -0.03 -0.01 1.21 -0.22 0.12 -0.43 Darangdan -0.21 -1.89 -0.85 -0.38 1.28 1.74 -0.93 Bojong -0.68 0.08 -1.55 2.22 -0.03 -0.80 -0.03 Wanayasa 0.08 -0.60 0.08 1.35 -0.07 -0.04 0.48 Kiarapedes -0.03 -0.85 0.67 -1.65 -0.01 -1.16 0.88 Pasawahan 0.22 -0.03 1.82 0.39 -0.94 -1.47 -0.01 Pondoksalam -0.38 -0.94 0.86 -0.34 -0.10 -0.59 -0.29 Purwakarta 3.56 0.40 -0.17 0.12 0.40 0.09 -0.06 Babakancikao 0.17 1.31 0.72 0.53 -1.84 1.51 -1.16 Campaka -0.72 1.00 0.55 -0.85 0.33 -0.12 -0.97 Cibatu -0.97 0.55 0.87 -0.33 0.66 0.99 -0.53 Bungursari -0.26 2.24 -0.65 -0.76 1.78 -0.55 -0.29

(22)

Variabel yang digunakan dalam analisis gerombol adalah factor score untuk faktor utama tiap kecamatan yang diperoleh dari hasil analisa komponen utama, seperti terlihat pada Tabel 21.

Berdasarkan analisis gerombol terhadap ketujuh faktor di atas mengelompokkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta menjadi tiga gerombol (cluster), yaitu: (1). Cluster 1 meliputi: Kecamatan Jatiluhur, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan, Wanayasa, Kiarapedes, Pasawahan, Pondoksalam dan Kecamatan Purwakarta (2). Cluster 2 meliputi:Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari, (3) Cluster 3 meliputi: Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil analisis cluster

No Kecamatan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 Cluster 1 Jatiluhur -0.18 0.11 1.18 0.73 1.12 1.29 2.77 1 2 Tegalwaru -0.34 -1.04 -0.10 -0.46 -0.81 -0.11 -0.45 1 3 Plered 0.70 -0.98 -0.36 -0.23 0.48 -0.41 -1.00 1 4 Sukatani -0.47 -0.03 -0.01 1.21 -0.22 0.12 -0.43 1 5 Darangdan -0.21 -1.89 -0.85 -0.38 1.28 1.74 -0.93 1 6 Wanayasa 0.08 -0.60 0.08 1.35 -0.07 -0.04 0.48 1 7 Kiarapedes -0.03 -0.85 0.67 -1.65 -0.01 -1.16 0.88 1 8 Pasawahan 0.22 -0.03 1.82 0.39 -0.94 -1.47 -0.01 1 9 Pondoksalam -0.38 -0.94 0.86 -0.34 -0.10 -0.59 -0.29 1 10 Purwakarta 3.56 0.40 -0.17 0.12 0.40 0.09 -0.06 1 11 Babakancikao 0.17 1.31 0.72 0.53 -1.84 1.51 -1.16 2 12 Campaka -0.72 1.00 0.55 -0.85 0.33 -0.12 -0.97 2 13 Cibatu -0.97 0.55 0.87 -0.33 0.66 0.99 -0.53 2 14 Bungursari -0.26 2.24 -0.65 -0.76 1.78 -0.55 -0.29 2 15 Sukasari -0.06 0.35 -1.72 -1.46 -2.01 0.97 1.40 3 16 Maniis -0.43 0.31 -1.35 -0.10 0.00 -1.45 0.62 3 17 Bojong -0.68 0.08 -1.55 2.22 -0.03 -0.80 -0.03 3 Mean Cluster 1 0.30 -0.58 0.31 0.08 0.11 -0.05 0.10 Mean Cluster 2 -0.44 1.27 0.37 -0.35 0.23 0.46 -0.74 Mean Cluster 3 -0.39 0.25 -1.54 0.22 -0.68 -0.43 0.66 Sumber : Data Olahan

Perbedaan karakteristik setiap cluster hasil penggerombolan terhadap faktor utama tiap kecamatan, dapat terlihat pada gambar 10 yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap faktor untuk masing-masing cluster.

(23)

Gambar 10. Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap cluster.

Dengan melihat grafik nilai tengah dari faktor utama maka dapat diidentifikasi karakteristik atau perbedaan/penciri pada setiap cluster. Penciri antar cluster antara lain varibel F2, F3, F5 dan F7, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. F2 merupakan variabel indikator keuangan daerah, terdiri dari variabel pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN. F2 menjadi penciri pada cluster 2, berdasarkan indikator keuangan daerah maka pendapatan asli daerah dan persentase pelanggan PLN dominan terdapat pada cluster 2 yaitu di Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. Karakteristik tingginya tingkat keuangan daerah juga terjadi karena kecamatan-kecamatan tersebut relatif dekat ke Kota Jakarta dan relatif jauh dari Kota Bandung.

2. F3 merupakan variabel indikator fisik wilayah, terdiri dari persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%. F3 menjadi penciri pada cluster 3, berdasarkan indikator fisik wilayah persentase luas wilayah dengan kelerengan >40 % paling dominan dan persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % paling sedikit

Plot of Means for Each Cluster

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 Variables -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

(24)

terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong.

3. F5 merupakan variabel indikator aksesibilitas, terdiri dari jalan dengan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan rasio jumlah mesjid. F5 menjadi penciri pada cluster 3, berdasarkan indikator aksesibilitas maka persentase panjang jalan dengan kondisi paling buruk di Kabupaten Purwakarta dominan terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Namun meskipun demikian tempat-tempat kesehatan tersedia cukup memadai bagi masyarakatnya pada kecamatan-kecamatan ini. Sedangkan persentase kondisi jalan baik paling tinggi terdapat pada cluster 2 meliputi: Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. Hal ini dapat dimengerti karena kecamatan ini merupakan daerah pengembangan industri dan pengolahan sehingga membutuhkan infrastruktur jalan yang baik.

4. F7 merupakan variabel indikator pertanian, yaitu persentase keluarga pertanian. F7 menjadi penciri pada cluster 2 dan cluster 3. Berdasarkan varibel ini, persentase keluarga pertanian paling tinggi terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Sedangkan pada cluster 2 yaitu pada Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari persentase keluarga pertanian sangat rendah, hal ini karena pada kecamatan tersebut berkembangan sektor non pertanian (industri dan pengolahan).

5. Sedangkan variabel F1 yaitu variabel indikator sarana perkotaan seperti: kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, persentase keluarga yang berlangganan telpon dan lembaga keuangan, F4 yaitu variabel pendidikan (jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah) dan F6 yaitu variabel kesehatan (tenaga kesehatan) menyebar secara merata pada semua cluster. Namun pada cluster 1 sarana indikator perkotaan lebih memadai dibandingkan pada cluster lain baik jumlah maupun jangkauan pelayanannya. Jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah pada cluster 3 tersedia lebih baik, sedangkan tenaga kesehatan tersedia lebih baik pada cluster 2.

(25)

Dari pemaparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa cluster 1 yaitu meliputi: Kecamatan Jatiluhur, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan, Wanayasa, Kiarapedes, Pasawahan, Pondoksalam dan Kecamatan Purwakarta merupakan tipologi wilayah yang relatif maju memiliki kelengkapan fasilitas perkotaan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, memiliki sarana komunikasi dan informasi yang lengkap dan infrastruktur jalan yang baik dan dilengkapi dengan ketersediaan lembaga keuangan. Tipologi wilayah ini memiliki tingkat kesehatan yang cukup baik, ketersediaan tenaga kesehatan maupun tempat kesehatan. Namun tipologi wilayah ini juga memiliki pendapatan perkapita dan persentase keluarga pertanian yang sedang dan wilayahnya sebagian besar terletak pada kelerengan 8-15% dan 15-40% dan terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan tapi masih berbasis pertanian.

Cluster 2 yaitu meliputi: Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari, merupakan tipologi wilayah yang sedang berkembang, ditandai dengan kepadatan penduduk yang sedang dan jumlah keluarga pertanian yang rendah, memiliki sarana pendidikan dasar dan menengah relatif lengkap. Sebagian besar tipologi wilayah ini berada pada dataran rendah dan relatif dekat dengan Jakarta dan terletak di bagian utara Kabupaten Purwakarta. Tipologi wilayah ini juga memiliki sarana kesehatan yang sangat memadai, baik tempat-tempat pelayanan kesehatan maupun ketersediaan tenaga kesehatan karena di dukung oleh infrastruktur jalan dalam kondisi baik yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Tipologi wilayah ini ternyata terletak pada daerah pengembangan industri dan pengolahan di Kabupaten Purwakarta di luar kecamatan Jatiluhur. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan dan berbasis industri

Cluster 3 yaitu meliputi: Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong merupakan tipologi wilayah yang relatif lambat perkembangannya ditandai dengan kepadatan penduduk yang rendah, tingginya keluarga pertanian, sarana komunikasi dan informasi yang minim dan prasarana jalan yang buruk, sehingga aksesibilitasnya rendah dan ketersediaan tenaga kesehatan dan tempat pelayanan kesehatan yang rendah. Tingkat keuangan daerah masih rendah dan

(26)

ditambah lagi keberadaan lembaga keuangan masyarakat yang minim. Namun pada tipologi wilayah ini memiliki tingkat pendidikan penduduknya relatif tinggi. Dengan demikian tingkat perekonomian pada tipologi wilayah ini masih rendah. Cluster ini merupakan wilayah perbukitan dan sebagian besar berada pada kemiringan lereng >40% dan terletak relatif jauh dari pusat Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah pedesaan berbasis pertanian.. Peta tipologi wilayah Kabupaten Purwakarta berdasarkan analisis cluster dapat dilihat pada Gambar 11.

c. Hasil Analisis Diskriminan

Setelah dilakukan analisis gerombol maka dilanjutkan dengan analisis diskriminan yang berfungsi untuk menentukan faktor-faktor yang paling mencirikan tipologi wilayah hasil analisis gerombol atau faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap masing-masing tipologi wilayah tersebut. Selain itu analisis diskriminan juga dilakukan terhadap kelompok wilayah hasil pengelompokan yang lain, yaitu pengelompokan berdasarkan hasil analisis skalogram dan pengelompokan berdasarkan Wilayah Pengembangan Pembangunan yang dibentuk Bapeda Kabupaten Purwakarta. Hal ini untuk mengetahui ketepatan pengelompokan yang dilakukan oleh metode pengelompokan tersebut. Dalam analisis diskriminan ini data yang digunakan data hasil analisis komponen utama yaitu tujuh faktor utama.

Hasil analisis diskriminan memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan berbagai kelompok menghasilkan ketepatan klasifikasi yang berberbeda. Persentase ketepatan yang paling tinggi terjadi pada pengelompokan hasil analisis cluster yaitu mencapai 100%, sedangkan paling rendah terjadi pada pengelompokan secara alami hasil pembentukan oleh Bapeda Kabupaten Purwakarta yaitu pengelompokan wilayah pembangunan yang hanya mencapai 82.35 %. Pada pengelompokan wilayah berdasarkan hasil analisis cluster yang mengelompokan wilayah Kabupaten Purwakarta menjadi tiga cluster, ternyata terklasifikasi dengan tepat karena persentase ketepatanya telah mencapai 100%, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 23.

(27)
(28)

Tabel 23 Hasil Dugaan Klasifikasi Kelompok Di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan Cluster, Hirarki dan WP

Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 Cluster Hasil Klasifikasi p=.58824 p=.23529 p=.17647 G_1:1 100.00 10 0 0 G_2:2 100.00 0 4 0 G_3:3 100.00 0 0 3 Total 100.00 10 4 3 Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 Hirarki Hasil Klasifikasi p=.11765 p=.41176 p=.47059 G_1:1 100.00 2 0 0 G_2:2 85.71 0 6 1 G_3:3 100.00 0 0 8 Total 94.12 2 6 9 Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 WPP Hasil Klasifikasi p=.17647 p=.35294 p=.47059 G_1:1 88.89 8 1 0 G_2:2 80.00 0 4 1 G_3:3 66.67 1 0 2 Total 82.35 9 5 3

Sumber : Hasil Analisa

Untuk pengelompokan berdasarkan hasil analisis skalogram ketepatan pengelompokan adalah 94.12 % dimana hirarki 1 dan 3 terklasifikasi dengan tepat (100 %) dan hirarki 2 hanya 85.71 % terklasifikasi dengan tepat, sehingga sekitar 14.29 % (1 kecamatan) terklasifikasi tidak tepat yaitu kecamatan Tegalwaru. Kecamatan ini termasuk hirarki 2 seharusnya masuk ke hirarki 3, hal ini mungkin disebabkan secara kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana lebih mirip hirarki 2, namun secara rasio terhadap penduduk atau luas wilayah lebih mirip hirarki 3. Sedangkan pengelompokan berdasarkan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) ketepatan pengelompokan adalah 82.35 % dimana WPP 1 hanya 88.89 % terklasifikasi dengan tepat, WPP 2 hanya 80.00 % terklasifikasi dengan tepat dan WPP 3 hanya 66.67 % terklasifikasi dengan tepat. Sekitar 17.65 % (3 kecamatan) terklasifikasi tidak tepat yaitu kecamatan Maniis yang termasuk WPP 2 tetapi lebih mirip karakteristik WPP 3, Kiarapedes termasuk 3 tetapi lebih mirip karakteristik WPP1 dan demikian juga dengan Kecamatan Pondoksalam yang termasuk WPP 1 tetapi lebih mirip karakteristik WPP 2. Dalam hal ini karena disebabkan pengelompokan berdasarkan WPP hanya tidak

(29)

mempertimbangkan penyebaran sarana dan prasarana pelayanan umum atau kebutuhan masyarakat, akan tetapi ditetapkan hanya secara kedekatan spasial atau bahkan hanya kelompok kumpulan kecamatan-kecamatan saja.

Analisis diskriminan juga dapat menduga fungsi diskriminan lain untuk membedakan antar kelompok satu dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan analisis kanonikal yang akan menghasilkan fungsi diskriminan yang jumlahnya sama dengan kelompok dikurangi satu. Untuk pembagian kelompok berdasarkan hasil cluster diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 24. Koefisien Hasil Standarisasi untuk pembeda antar kelompok Varibel Akar 1 Akar 2

F1 -0.80 -0.75 F2 1.81 0.75 F3 1.20 -1.10 F4 -0.97 0.01 F5 0.89 -0.63 F6 1.30 -0.18 F7 -1.91 0.24 Eigenvalue 20.16 4.38 Cum.Prop 0.82 1.00

Tabel 25. Tes Chi-Square untuk masing-masing akar

Eigen- Canonicl Wilks' Chi-Sqr. df p-level

value R Lambda

0 20.161 0.976 0.009 52.077 14 0.000

1 4.377 0.902 0.186 18.503 6 0.005

Berdasarkan fungsi diskriminan seperti terlihat pada tabel 24, maka varibel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan cluster adalah F2, F3, F6 dan F7 yaitu : variabel pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN; persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%; tenaga kesehatan seperti: dokter, bidan dan dukun bayi serta persentase keluarga pertanian.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi wilayah kecamatan di Kabupaten Purwakarta, diperoleh karakteristik tiap tipologi, seperti tercantum dalam Tabel 26.

(30)

Tabel 26 Karakteristik Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Purwakarta Tipologi Wilayah Karakteristik Wilayah Tipologi Wilayah Transisi berbasis pertanian Tipologi Wilayah Transisi berbasis industri Tipologi Wilayah Pedesaan berbasis Pertanian

Kepadatan penduduk, jumlah sarana komunikasi (wartel, warnet, kantor pos), panjang jalan, persentase keluarga yang berlangganan telpon dan jumlah lembaga keuangan seperti jumlah Bank, BPR, KUD, koperasi

Sedang Sedang Sedang

Pendapatan Asli Daerah tiap kecamatan, persentase keluarga yang berlangganan

PLN, Jarak ke Kota Bandung Rendah Tinggi Sedang

Jarak ke Kota Jakarta Tinggi Rendah Sedang

Persentase luas wilayah dengan

kelerengan 8-15 Sedang Sedang Rendah

Persentase luas wilayah dengan kelerengan >40%

Sedang Sedang Tinggi

Jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD,

SMP,SMA/SMK negeri dan swasta) Sedang Sedang Sedang Panjang jalan dengan kondisi baik Sedang Sedang Rendah

Jumlah mesjid dan jumlah tempat pelayanan kesehatan seperti RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu

Sedang Sedang Tinggi

Jumlah tenaga kesehatan (dokter, bidan

dan dukun bayi) Sedang Sedang Sedang

Persentase keluarga pertanian Sedang Rendah Sedang

Hasil Analisis Disparitas

Permasalahan disparitas antar wilayah dapat juga dianalisa dengan menggunakan indeks williamson. Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika dihasilkan nilai indeks sama dengan nol, berarti tidak adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar wilayah, sedangkan indeks lebih besar dari nol menunjukkan adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar daerah. Semakin besar indeks yang

(31)

dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah di suatu wilayah yang lebih luas.

Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB per Kecamatan Tahun 2002. Berdasarkan hasil perhitungan, Kabupaten Purwakarta memiliki nilai indeks williamson sebesar 1.41. Nilai ini lebih tinggi jika di bandingkan nilai indeks williamson Provinsi Jawa Barat yang hanya mencapai 0.64. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan di Kabupaten Purwakarta masih mengalami disparitas atau kesenjangan antar wilayah kecamatan. Nilai indeks Wiliamson dapat dilihat pada tabel 27 berikut :

Tabel 27 Indeks Wiliamson antar Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Di Kabupaten Purwakarta No Kecamatan PDRB Perkapita WPP IW Per WPP IW Kabupaten IW Propinsi 1 Bungursari 44.79 I 1.05 1.41 0.64 2 Babakancikao 28.89 I 3 Jatiluhur 20.41 I 4 Campaka 12.46 I 5 Cibatu 6.93 I 6 Purwakarta 3.65 I 7 Pondok Salam 2.08 I 8 Pasawahan 1.94 I 9 Sukasari 2.48 I 10 Maniis 3.30 II 0.16 11 Plered 2.30 II 12 Tegalwaru 2.22 II 13 Darangdan 2.09 II 14 Sukatani 2.02 II 15 Wanayasa 2.91 III 0.21 16 Kiarapedes 2.54 III 17 Bojong 2.19 III

Sumber : Data diolah

Sedangkan jika dianalisa pada tingkat Wilayah Pembangunan (WPP) di Kabupaten Purwakarta diperoleh hasil berturut-turut 1.05 untuk WP I, 0.16 untuk WPP II dan 0.21 untuk WPP III. Hal ini menunjukkan bahwa pada Wilayah Pembangunan I (Kecamatan Purwakarta, Babakancikao, Campaka, Bungursari, Cibatu, Jatiluhur, Sukasari, Pasawahan dan Kecamatan pondoksalam) disparitas pembangunan yang terjadi paling besar, hal ini dipahami karena pada WPP ini terdapat Kecamatan dengan tingkat PDRB per kapita tertinggi dan terrendah

(32)

dengan selisih PDRB perkapitanya cukup tinggi. Sedangkan untuk WPP II pembangunan hampir merata pada tiap kecamatan.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah maka dilakukan analisis regresi berganda antara variabel-varibel hasil dari analisis PCA terhadap PDRB perkapita maupun.terhadap tingkat perkembangan Kecamatan (IPK).

Regresi berganda bertujuan untuk mengetahui model persamaan yang menjelaskan hubungan antara PDRB perkapita ataupun IPK sebagai varibel tujuan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat perkembangan Kecamatan atau PDRB perkapita sebagai variabel penjelas. Varibel-variabel penduganya adalah varibel-variebel hasil PCA , sebagai berikut :

8 F1 yaitu indikator sarana perkotaan (kepadatan penduduk, sarana komu-nikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan)

9 F2 yaitu indikator keuangan daerah (PAD kecamatan, jarak ke Bandung-Jakarta, Pelanggan PLN)

10 F3 yaitu indikator fisik wilayah (luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % dan luas wilayah dengan kelerengan >40 %)

11 F4 yaitu indikator pendidikan, (sarana pendidikan dasar dan menengah) 12 F5 yaitu indikator aksesibilitas (jalan kondisi baik, tempat pelayanan

kesehatan dan jumlah mesjid)

13 F6 yaitu indikator kesehatan (tenaga kesehatan)

14 F7 yaitu indikator pertanian (persentase keluarga pertanian)

Hasil analisis regresi berganda terhadap PDRB perkapita menunjukan bahwa dari 7 varibel penduga hanya 1 varibel saja yang berpengaruh nyata terhadap varibel tujuan pada tarap nyata α sebesar = 0.05. Variabel tersebut adalah F2, karena memiliki p-level yang lebih kecil dari tarap nyata α, sedangkan F1, F3, F4, F5 dan F6 memiliki p-level yang lebih besar dari tarap nyata α. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Nilai R² dari persamaan tersebut adalah 0.7149 yang artinya bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 71.49 %. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut :

(33)

Y = 7.77 + 8.44 F2

Dimana : Y = PDRB perkapita

F2 = PAD kecamatan dan Jarak ke Bandung-Jakarta Tabel 28 Variabel yang mempengaruhi PDRB perkapita

Varibel Koefisien p-level

Intercept 7.77 0.00

F2 (PAD kecamatan, persentase pelanggan PLN, Jarak

ke Bandung dan ke Jakarta) 8.44 0.00

Sumber : hasil analisis

Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang berpengaruh terhadap PDRB perkapita kecamatan adalah PAD kecamatan, persentase pelanggan PLN dan Jarak ke Bandung-Jakarta. Semakin tinggi pendapatan asli kecamatannya maka akan semakin tinggi pula PDRB perkapitanya. Demikian juga semakin banyak pelanggan PLN pada kecamatan tersebut dan semakin dekat dengan kota Jakarta maka akan semakin tinggi pila tingkat PDRB perkapita masyarakat kecamatan tersebut.

Hal ini sangat relevan mengingat PDRB merupakan alat untuk mengukur tingkat perekonomian suatu wilayah melalui perhitungan berbagai indikator ekonomi, sedangkan varibel-varibel yang dianalisis merupakan semua variabel yang diduga mempengaruhi perkembangan suatu wilayah. Dengan demikian indikator tingginya PDRB belum cukup mewakili untuk mengukur tingginya tingkat perkembangan suatu wilayah.

Sedangkan hasil analisis regresi berganda terhadap perkembangan wilayah (IPK) menunjukan bahwa dari 7 varibel penduga hanya 4 varibel saja yang berpengaruh nyata terhadap varibel tujuan pada tarap nyata α sebesar 0.05. Variabel tersebut adalah F1, F4, F5 dan F6, seperti tampak pada Tabel 27, karena memiliki p-level yang lebih kecil dari tarap nyata α, sedangkan F2 dan F3 memiliki p-level yang lebih besar dari tarap nyata α. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Nilai R² dari persamaan tersebut adalah 0.9792 yang artinya bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 97.92 %.

(34)

Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut :

Y = 49.52 + 42.53 F1 + 14.01 F4 + 16.07 F5 + 5.54 F6

Dimana : Y = Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)

F1 = Sarana perkotaan

F4 = Sarana pendidikan dasar dan menengah F5 = Aksesibilitas

F6 = Tenaga kesehatan

Tabel 29 Variabel yang mempengaruhi IPK

Varibel Koefisien p-level

Intercept 49.52 0.00

F1 = sarana perkotaan 42.53 0.00

F4 = sarana pendidikan dasar dan menengah 14.01 0.00

F5 = aksesibilitas 16.07 0.00

F6 = tenaga kesehatan 5.54 0.04

Sumber : hasil analisis

Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang paling berpengaruh terhadap indeks perkembangan kecamatan berturut-turut adalah sarana perkotaan, aksesibilitas, sarana pendidikan dasar dan menengah serta tenaga kesehatan.

Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari besarnya koefisien regresi yang dimilikinya, dalam hal ini bertanda positif yang berarti mempengaruhi secara searah dimana peningkatan IPK dipengaruhi oleh peningkatan faktor-faktor F1, F4, F5 dan F6. Pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

• Kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan (F1).

Varibel ini mempengaruhi IPK secara searah, sehingga kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, sarana komunikasi yang lengkap, panjang jalan yang memadai, jumlah pelanggan telpon yang banyak dan jumlah lembaga keuangan yang cukup akan mempunyai indek perkembangan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk akan terkonsentrasi pada wilayah yang memiliki sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lengkap. Varibel ini juga memiliki nilai

(35)

koefisien yang paling besar sehingga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan nilai indek perkembangan kecamatan.

• Sarana pendidikan dasar dan menengah (F4)

Varibel sarana pendidikan dasar dan menengah mempunyai korelasi yang positif artinya peningkatan IPK searah dengan peningkatan jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD, SMP, SMA/SMK negeri dan swasta). Kecamatan-kecamatan yang lebih berkembang mempunyai ketersediaan sarana pendidikan yang memadai sehingga wilayah tersebut memiliki kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik.

• Aksesibilitas (F5)

Varibel ini memiliki nilai koefisien yang positif, yang berarti bahwa Kecamatan-kecamatan yang memiliki aksesibitas yang tinggi akan mempunyai indeks perkembangan kecamatan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kemudahan penduduk dalam mobilitas dan menjangkau fasilitas pelayanan yang tersedia, sehingga penduduk akan terkonsenttasi pada daerah yang lebih berkembang.

• Sarana dan prasarana kesehatan (F6)

Varibel ini memiliki nilai koefisien yang positif, yang berarti bahwa Kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi memiliki ketersediaan sarana kesehatan (baik tenaga kesehatan maupun tempat pelayanan umum) yang tinggi. Tingkat perkembangan suatu wilayah yang tinggi ditandai dengan tinggi kebutuhan penduduk terhadap sarana dan fasilitas pelayanan termasuk pelayanan kesehatan, oleh karena tenaga kesehatan lebih banyak dijumpai di wilayah yang mempunyai tingkat perkembangan yang lebih tinggi.

Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta

Perkembangan suatu wilayah dan kemajuan pembangunan suatu wilayah mempunyai kaitan yang erat dengan perumusan strategi kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh wilayah yang bersangkutan. Merumuskan suatu bentuk kebijakan pembangunan yang tepat, yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan wilayah bukanlah hal yang mudah, karena seringkali dihadapkan

(36)

pada pilihan-pilihan dan keterbatasan-keterbatasan sumberdaya yang dimiliki sehingga perlu dirumuskan prioritas pembangunan.

Dalam merumuskan strategi kebijakan pembangunan yang tepat, perlu adanya kajian untuk mengetahui potensi daerah, keunggulan daerah, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur yang tersedia dan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi.

Hasil kajian terhadap perkembangan wilayah dan indikator-indikator pembangunan di Kabupaten Purwakarta, mengemuka hal sebagai berikut :

1. Terjadi pemusatan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum, pada Kecamatan Purwakarta, hal ini ditandai dengan Nilai Indeks Perkembangan Kecamatan yang sangat mencolok perbedaannya dengan IPK kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang dibangun masih belum merata dinikmati seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.

2. Selama kurun waktu tahun 2003-2006, wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta memiliki struktur hirarki yang relatif tidak berubah, dimana IPK tertinggi tetap dimiliki Kecamatan Purwakarta, IPK terendah dimiliki Kecamatan Sukasari. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah dan cenderung monoton dari tahun ke tahun.

3. Selama kurun waktu tahun 2002-2006, secara umum komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta kurang mengalami perkembangan. Pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan memberikan kontribusi indeks terbesar, kemudian sektor pertanian sedangkan sektor-sektor lain relatif kecil. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh pemerintah daerah belum memiliki prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu.

(37)

4. Sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta yang dapat dikembangkan antara lain: sektor pertanian, sektor angkutan dan sektor jasa, meskipun kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB kecil namun sektor tersebut hampir merata di semua kecamatan dan sektor-sektor tersebut menjadi sektor-sektor unggulan di beberapa kecamatan. Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan meskipun memiliki kontribusi terhadap PDRB besar namun hanya terjadi di beberapa kecamatan saja, misalnya sektor industri pengolahan dominan di Kecamatan Jatiluhur, Babakancikao dan Kecamatan Bungursari dan sektor perdagangan hanya dominan di Kecamatan Jatiluhur dan Bungursari.

5. Berdasarkan hasil PCA diperoleh kaitan yang erat antara perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk, sarana komunikasi, sarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, prasarana jalan, lembaga keuangan, jumlah keluarga pertanian, luas wilayah perbukitan, pendapatan asli daerah, ketersediaan PLN dan aksesibilitas ke luar wilayah Purwakarta.

6. Penciri utama dari tipologi wilayah di Kabupaten Purwakarta antara lain : Pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN; Persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%; Jalan dengan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan rasio jumlah mesjid serta persentase keluarga pertanian.

7. Persentase ketepatan pengklasifikasian terhadap pengelompokan wilayah berdasarkan Wilayah Pengembangan Pembangunan paling rendah dibandingkan persentase ketepatan pengklasifikasian berdasarkan wilayah hasil analisis cluster dan wilayah hasil analisis skalogram. Hal ini menunjukan bahwa pengelompokan wilayah pengembangan pembangunan belum berdasarkan potensi dan keadaan wilayah yang bersangkutan.

Strategi pengembangan wilayah yang perlu dilakukan adalah :

• Untuk memajukan perkembangan wilayah Kabupaten Purwakarta perlu dibangun sarana dan prasarana pelayanan umum dan infrastruktur yang lebih merata terutama sarana pendidikan, kesehatan, komunikasi dan lembaga keuangan.

(38)

• Kecamatan Purwakarta yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Purwakarta dan telah berkembang menjadi wilayah perkotaan, perlu penanganan secara khusus, diantaranya dengan peningkatan pelayanan dan pengadaan sarana perkotaan seperti: fasilitas pemakaman umum, fasilitas taman kota dan pelayanan kebersihan lingkungan, fasilitas rekreasi keluarga, fasilitas pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat, fasilitas angkutan perkotaan, fasilitas perbelanjaan modern dilengkapi sarana perparkiran yang memadai dan lain-lain.

• Sektor-sektor perekonomian yang berpotensi dikembangkan antara lain: sektor pertanian, sektor angkutan dan sektor jasa, karena ketiga sektor tersebut hampir merata di semua kecamatan dan menjadi sektor unggulan di beberapa kecamatan. Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan meskipun memiliki kontribusi yang terhadap besar PDRB namun hanya terjadi di beberapa kecamatan, dengan demikian yang diperlukan adalah dikembangkannya industri hasil pertanian.

• Keberadaan sumberdaya listrik yang besar yang dihasilkan oleh dua waduk yang ada yaitu PLTA Ir. H. Juanda di Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Sukasari serta PLTA Cirata di Kecamatan Maniis, belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan perkembangan wilayah. Hal ini terlihat bahwa sektor listrik, gas dan air minum belum memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian wilayah ketiga kecamatan tersebut. Padahal energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas kehidupan.

• Keterkaitan yang kuat antara berbagai ketersediaan sarana prasarana pelayanan umum dengan peningkatan perkembangan suatu wilayah dan perkembangan dengan wilayah lain, mengisyaratkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum yang dibangun harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan harus diperhitungkan kapasitas atau besarnya jangkauan dari sarana dan prasarana tersebut.

• Perkembangan wilayah juga terkait erat dengan tingkat aksesibilitas wilayah, sehingga perlu ditingkatkan aksesibilitas wilayah untuk mempermudah keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas

(39)

umum dan meningkatkan perekonomian wilayah. Wilayah-wilayah di Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong perlu terus ditingkatkan aksesibilitasnya baik dengan pembuatan jalan-jalan baru maupun perbaikan terhadap jalan-jalan yang kondisinya kurang baik.

Gambar

Gambar 8  Peta Penyebaran Desa-Desa menurut Hirarki di Kabupaten Purwakarta
Tabel 12.  Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta  Jumlah Desa   Persentase Desa  No Kecamatan
Gambar 9. Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Purwakarta
Tabel 14.   Indeks entropi  Kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2002   Sektor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi perusahaan, diharapkan agar hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan tempat penelitian dilakukan, untuk dapat menentukan langkah selanjutnya

Teradu I s.d Teradu IV mengatakan bahwa tidak melakukan pembukaan kotak suara dan melakukan penghitungan surat suara ulang di Kantor KPU Kabupaten Manokwari karena berdasarkan

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Kelemahan dari prosedur pemilihan stepwise ini adalah estimasi maksimum likelihood untuk koefisien dari seluruh variabel yang tidak termasuk dalam model hams dihitung pada setiap

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Sikap tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dari bagian hidup kita, karena sikap tanggung jawab bukan hanya melakukan apa yang kita lakukan untuk diri

 Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek,

Yang dapat menggunakan aplikasi adalah sebagai berikut : a) Bagian Keuangan, yaitu yang menjalankan sistem aplikasi. b) Bagian Pimpinan, yaitu hanya dapat melihat laporan