• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Investigatif Eyes on the Forest. Diterbitkan Maret 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Investigatif Eyes on the Forest. Diterbitkan Maret 2018"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

‘Legalisasi’ perusahaan sawit melalui perubahan peruntukan Kawasan Hutan

menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau (2)

Menelisik ilegalitas bertahun-tahun kebun sawit di 29 lokasi

Laporan Investigatif Eyes on the Forest

Diterbitkan Maret 2018

Eyes on the Forest (EoF) merupakan koalisi LSM di Riau, Sumatra: WALHI Riau, Jikalahari “Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau” dan WWF-Indonesia Program Sumatra Tengah.

EoF membentuk jaringan kelompok anggota di Sumatra (KKI Warsi) dan Kalimantan : Environmental Law Clinic, Lembaga Gemawan, JARI Indonesia Borneo Barat, Kontak Rakyat Borneo, POINT, Swandiri Institute, Yayasan Titian, Gapeta Borneo dan

WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat.

EoF memonitor deforestasi dan status dari hutan alam yang tersisa di Sumatra dan Kalimantan dan mendiseminasi informasi secara luas.

Untuk lebih banyak informasi tentang Eyes on the Forest, silahkan kunjungi:

Website EoF: EoF website: http://www.eyesontheforest.or.id Peta interaktif EoF: http://maps.eyesontheforest.or.id

Email: editor(at)eyesontheforest.or.id

(2)

2

Sampul depan

Peta hasil survey pada kebun sawit PT Surya Intisari Raya, sebelum keluarnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014

tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, areal kebun PT Surya Intisari Raya berada pada kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap. Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, PT Surya Intisari Raya menjadi Areal Penggunaan Lain.

(3)

3

RINGKASAN EKSEKUTIF

Serial investigasi oleh koalisi Eyes on the Forest (EoF) yang terdiri Jikalahari, WALHI Riau dan WWF Indonesia kembali melanjutkan pemantauan terhadap dugaan puluhan kebun sawit tidak memiliki izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan (sebelum dilebur jadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014). Kebun sawit ini sudah beroperasi bertahun-tahun meski tidak memiliki izin perubahan dari kawasan hutan menjadi non-hutan (kebun). Artinya, sawit diproduksi di kawasan hutan tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang digariskan oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Selain itu ditemukan perusahaan atau mitra perusahaan mengembangkan sawit tanpa adanya izin Hak Guna Usaha (HGU). Kalaupun ada, luas kebun yang dikembangkan lebih besar dari ketentuan yang ada di HGU.

Selama periode Juni hingga Agustus 2017, tim EoF melakukan investigasi pada 29 lokasi atau areal yang secara kajian GIS (geographic information system; sistem informasi geografis) mengalami perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 673/Menhut-II/2014.

Pilihan lokasi investigasi merujuk hasil analisis tumpang susun SPOT (Satellite Pour l’Observation de la Terre) 2015 dengan kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan. Ada beberapa kabupaten yang diinvestigasi EoF terkait dengan kejanggalan dalam operasi kebun sawit seperti Kampar, Pelalawan, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, dan Bengkalis.

Dari tabel di bawah menggambarkan bahwa investigasi EoF pada 29 perusahaan dan pemodal yang teridentifikasi mencapai 77.911 hektar. Adapun luas areal teridentifikasi yang telah dilakukan pelepasan seluas 101.156 hektar di delapan (8) kebun sawit dari total 29 kebun. Anehnya, luas pelepasan kawasan hutan tersebut bukan hanya pada lokasi yang teridentifikasi tetapi indikasinya juga untuk izin lokasi lain. Karena perusahaan tersebut memiliki sebaran lokasi yang menyebar. Misalnya, PT Perkebunan Nasional III Sei Meranti, pelepasan kawasan mencapai 29.962 hektar. Padahal pada lokasi ini luas kebun hanya mencapai 1.244 hektar dan sisanya terdapat pada lokasi lain.

Dari luas kebun 77.911 hektar yang teridentifikasi oleh pemantauan EoF yang berdasarkan data BPN Provinsi Riau tahun 2016 maka terdapat 62.835 hektar yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang berada di 15 dari 29 lokasi yang dipantau EoF. Dari tumpang susun HGU pada kebun yang teridentifikasi dengan Keputusan Menhut Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 (Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau) dan Keputusan Menhut Nomor

7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 (Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau), maka terdapat HGU dalam

kawasan hutan sekitar 27.377 hektar. Angka ini dirinci menjadi 2.829 hektar pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), 5.216 pada Hutan Produksi (HP), 19.296 hektar pada Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dan Hutan Lindung (HL) 36 hektar.

Pada tumpang susun (overlay) Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 dengan areal kebun yang teridentifikasi, masih terdapat

areal kebun yang berada dalam kawasan hutan, antara lain 2.619 hektar di HP, 112 hektar di HPT, 4.174 hektar di HPK dan 36 hektar di HL.

(4)

4

Sejumlah grup besar sawit, baik investasi nasional maupun investasi Singapura tercantum dalam 29 kebun sawit yang diinvestigasi EoF, meskipun masih ada perusahaan yang belum teridentifikasi afiliasinya. Sejumlah grup sawit yang diindikasikan melakukan dugaan perubahan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Bukan Hutan dengan bermasalah ini adalah: PTPN, First Resources, Indofood, Astra, Darmex, Sarimas, Wira, Borneo Pasific, Provident Agro dan Peputra Masterindo.

PT Sumatera Sawit Sejahtera memiliki usia pohon sawit termuda yang sudah ditanam di kawasan hutan. Sementara PT Budi Murni Panca Jaya memiliki usia kebun tertua dengan kisaran 25 tahun, disusul oleh PT Cilandra Perkasa dan PT Sugih Indah Jati. PT Cilandra Perkasa (Wilmar) satu-satunya kebun sawit yang EoF pantau memiliki lahan di Hutan Lindung seluas 36 hektar.

Koalisi EoF meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut dan meninjau ulang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar dan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi

Riau. Selain itu KLHK diminta untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.

(5)

5

PENDAHULUAN

Eyes on the Forest telah mempublikasikan laporan “Legalisasi Perusahaan Sawit Melalui Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau” pada Desember 2016. Dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa terdapat sekitar 26 perusahaan kebun kelapa sawit yang telah mengembangkan kebun sawit sejak lama pada kawasan hutan, sebelum areal tersebut dilakukan perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan tahun 2014 yaitu melalui kebijakan Menteri Kehutanan melalui SK 673/Menhut-II/2014 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar dan 878/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Temuan Eyes on the Forest (EoF) dalam laporan 2016 mengindikasikan sejumlah perusahaan telah memanfaatkan peluang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan untuk memenuhi kepentingan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau sebagai pelegal atau pemutihan kebun sawit pada kawasan hutan.

Pada laporan tersebut, juga ditemukan beberapa group perusahaan kebun sawit yang teridentifikasi mengembangkan sawit dalam kawasan hutan sebelum perubahan kawasan hutan. Beberapa group perusahaan tersebut antara lain: Panca Eka Group, Sarimas Group, Peputra Masterindo, First Resources, Bumitama Gunajaya Agro, Wilmar, Golden Agro Resources (GAR) dan lain-lainnya.

Laporan legalisasi 2016 telah disampaikan kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kantor Staf Presiden (KSP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau dan Kepolisian Daerah Riau oleh koalisi EoF pada rentang waktu Februari hingga November 2017. EoF meminta KLHK untuk mencabut dan meninjau ulang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.

EoF meminta KLHK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan sebelum diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Meminta BPN Provinsi Riau untuk melakukan evaluasi terhadap HGU yang telah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan kabupaten di kawasan hutan. EoF meminta KPK untuk melakukan penyelidikan terhadap aparatur negera dan koorporasi atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam proses perubahan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan hutan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014, Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.

Selain itu laporan legalisasi yang dipublikasikan Desember 2016 telah menjadi masukan bagi KLHK terkait persetujuan terhadap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau 2017-2037. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan ialah perubahan kawasan hutan di Riau berpotensi memiliki masalah hukum dan adanya indikasi melakukan ”pemutihan” (baca: melegalkan) kebun sawit pada kawasan hutan.

(6)

6

Kepolisian Daerah Riau dan aparat penegak hukum lainnya dari berbagai sumber media telah melakukan proses penegakan hukum terhadap perusahaan yang terindikasi melakukan pengembangan sawit pada kawasan hutan, antara lain bersumber dari:

http://m.klikriau.com/read-25749-2017-07-06-kuasai-lahan-tanpa-izin-direktur-pt-peputra-supra-jaya-diadili.html#sthash.pJVG3wCW.dpbs

https://www.goriau.com/berita/peristiwa/sejumlah-saksi-dimintai-keterangan-oleh-polda-riau-terkait-penyidikan-pt-hutahaean.html

Mengingat perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan di Provinsi Riau melalui SK 673/Menhut-II/2014 lebih dari 1,6 juta hektar, maka masih diperlukan untuk melakukan serangkaian investigasi pada kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan. Karena disadari bahwa dari laporan legalisasi sebelumnya belum menjangkau semua kawasan yang mengalami perubahan peruntukan.

Laporan investigasi 2017/2018 ini masih mengikuti pola yang sama dari laporan legalisasi sebelumnya, dimana tim EoF melakukan kajian dan pemantauan lapangan untuk memperoleh data dan informasi otentik. Areal yang dilakukan pengecekan di lapangan oleh EoF adalah bagian dari areal perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1,6 juta hektar yang mengacu pada SK Menhut 673/Menhut-II/2014 dan SK Menhut 878/Menhut-II/2014. EoF menelisik: Apakah pada areal perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan

hutan telah dikuasai oleh perusahaan atau cukong sawit sejak lama? Hal ini untuk menjawab

pertanyaan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan hanya terkesan melegalkan perusahaan dan pemodal sawit yang sudah menduduki kawasan sejak lama. Adakah dari

proses ini mengindikasikan terjadinya korupsi dan praktik pencucian uang dalam perubahan peruntukan kawasan hutan di Riau?

Laporan ini mengingatkan kembali beberapa peraturan di Indonesia yang tidak membolehkan pengembangan kebun sawit di dalam kawasan hutan:

• Undang-undang No. 18/2013 “Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan”

Pasal 17, (2) Setiap orang dilarang: b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan;

• Undang-undang No 41/1999 “Kehutanan”

Pasal 50, (3) Setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; dimana yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya.

Dalam data Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, terdapat 1,7 juta hektar kebun rakyat dan 800.000 hektar perkebunan sawit besar yang berada dalam kawasan hutan (Kompas, 31 Maret 2017). Data per Maret 2017 menyebutkan hanya 226 perusahaan dan dua koperasi –dengan total luas 1,4 juta hektar-- yang mendapat sertifikat ISPO sejak berlaku 2012. Ini jumlahnya cukup kecil, 12,39 persen jika dibandingkan total luas sawit versi data pemerintah 11,91 juta hektar.

(7)

7

Temuan Hasil Investigasi

Dalam kurun Juni hingga Agustus 2017, tim Eyes on the Forest yang terdiri dari Jikalahari, WALHI Riau dan WWF Indonesia melakukan investigasi pada 29 lokasi atau areal yang secara kajian GIS mengalami perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan melalui SK 673/Menhut-II/2014. Pilihan lokasi investigasi berdasarkan hasil analisis tumpang susun SPOT 2015 (Satellite Pour l’Observation de la Terre) dengan kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan menjadi bukan kawasan hutan.

Peta 1. Target investigasi terhadap perusahaan dan pengusaha kebun sawit yang beroperasi di dalam Kawasan Hutan

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Selain itu, areal kebun mereka termasuk dalam Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014; dan menjadi Areal Penggunaan Lain berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014. Laporan investigatif EoF terkini menelisik kebun sawit di lingkaran warna biru (nomor 27-55)

(8)

8

Berikut tabel 1. Hasil investigasi terhadap Perusahaan dan pengusaha kebun sawit yang arealnya berada di

dalam Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, kemudian arealnya termasuk perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan menjadi areal Penggunaan Lain berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Sumber: hasil investigasi Eyes on the Forest Juni-Agustus 2017 dan analisis GIS

Tabel diatas menggambarkan bahwa investigasi EoF pada 29 perusahaan dan pemodal yang teridentifikasi mencapai 77.911 hektar. Dari luas teridentifikasi tersebut terdapat areal yang telah dilakukan pelepasan seluas 101.156 hektar. Luas pelepasan kawasan hutan tersebut bukan hanya pada lokasi yang teridentifikasi tetapi indikasinya juga untuk lokasi lain. Karena perusahaan tersebut memiliki sebaran lokasi yang lain. Misalnya, PT Perkebunan Nasional III Sei Meranti, pelepasan kawasan mencapai 29.962 hektar. Padahal pada lokasi ini luas kebun hanya mencapai 1.244 hektar dan sisanya terdapat pada lokasi lain.

Dari luas kebun 77.911 hektar yang teridentifikasi, berdasarkan data BPN Provinsi Riau yang diterima tahun 2016, terdapat 62.835 hektar yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Tumpang susun HGU pada kebun yang teridentifikasi dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986, Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011, Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, terdapat HGU dalam kawasan hutan sekitar 27.377 hektar. Antara lain 2.829 hektar pada Hutan

Analisis Citra, Interview, & Pengamatan di

lapangan

Pelepasan

kawasan hutan HGU APL HPT HP HPK HL APL HP HPT HPK HL

1 PT Surya Intisari Raya First Resources 206 183 22 183 22 6

2 PT Kaliagung Perkasa 741 220 521 278 463 20

3 PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih PTPN 737 12 205 521 673 64 18

4 PT Ciliandra Perkasa First Resources 6,759 5,520 3,860 3,249 1,835 1,209 430 36 5,470 1,206 47 36 24 5 PT Surya Intisari Raya 2 First Resources 1,147 628 659.00 301 32 155 1,115 32 5

6 PT Indrawan Perkasa 9 9 5 4 8

7 PT Gunung Mas Raya Indofood 625 625 27 402 196 327 298 23

8 KUD Sakato Jaya Lestari 523 523 417 106 13

9 PT Sari Lembah Subur - Tampoi Astra 874 104 210 560 665 210 11

10 PT Johan Sentosa Darmex 7,122 4,023 5,764 5,696 16 1,193 217 7,122 22

11 Ucok Pane 180 180 64 117 8

12 S. Pane 316 316 299 16 14

13 PT Agro Sarimas Indonesia Sarimas 932 932 182 750 17

14 PT Sari Lembah Subur - Mak Teduh Astra 686 4 682 255 431 8

15 PT Perkebunan Nasional V Sei Lala PTPN 921 921 921 572 349 16

16 PT Sumber Sawit Sejahtera 1,948 7,500 3,876 4 1,944 1,948 5

17 PT Sugih Indah Sejati Wira 633 633 23 610 633 23

18 PT Bintang Riau Sejahtera Borneo Pasific 2,162 2,162 18 2,144 1,535 18 610 8

19 PT Berlian Mitra Inti 765 765 744 21 20

20 PT Kosta Palmira 613 247 22 344 592 22 7

21 PT Budi Murni Panca Jaya 533 533 28 505 533 25

22 PT Perkebunan Nasional V Sei Parit PTPN 2,748 2,748 1,676 1,072 1,929 819 18

23 PT Perkebunan Nasional III Sei Meranti PTPN 1,244 29,962 1,244 1,244 20

24 PT Langgam Inti Hibrindo Provident Agro 8,511 15,037 8,511 6,333 2,178 7,525 985 20 25 PT Murini Wood Indah Industries First Resources 7,835 7,835 6,041 6 1,788 7,770 6 58 22 26 PT Serikat Putera 13,174 9,330 13,174 11,659 41 1,474 12,994 41 139 20 27 PT Perkebunan Nasional V Sei Rokan PTPN 7,979 22,407 7,979 7,903 76 7,970 9 20 28 PT Astra Agro Lestari Astra 3,586 7,377 3,586 3,255 61 270 3,522 61 2 22

29 PT Perputra Masterindo dan KUD Sawit Jaya Peputra Masterindo 4,402 3,614 788 4,402 18

77,911

101,156 62,835 50,534 2,829 5,216 19,296 36 70,968 2,619 112 4,174 36 TOTAL

No Perusahaan /Koperasi / Pemodal Umur

sawit (thn) GorupMitra

Kawasan Hutan dan Bukan Kawasan Hutan Berdasarkan SK No 173/Kpts-II/1986 & No

7651/Menhut-VII/KUH/2011

Kawasan Hutan dan Bukan Kawasan Hutan Berdasarkan SK No 878/Menhut-II/2014 Luas (ha)

(9)

9

Produksi Terbatas (HPT), 5.216 pada Hutan Produksi (HP), 19.296 hektar pada Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK) dan Hutan Lindung 36 hektar.

Dengan tumpang susun Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, dengan areal kebun yang teridentifikasi, masih terdapat areal kebun yang berada dalam kawasan hutan, antara lain 2.619 hektar di HP, 112 ha di HPT, 4.174 ha di HPK dan 36 ha di HL.

Berikut penjelasan masing-masing perusahaan dan pengusaha kebun sawit yang arealnya berada dalam kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau; kemudian arealnya termasuk perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan menjadi Areal Penggunaan Lain berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014:

1. PT SURYA INTISARI RAYA (SIAK)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan hutan; tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU)

PT Surya Intisari Raya merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari First Resources, korporasi berbasis Singapura, di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi perusahaan berada pada wilayah Desa Teluk Kacang, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Temuan lokasi perkebunan milik PT SIR berada pada salah satu titik koordinat N0°49'18.17" E101°45'49.45".

Analisa SPOT 2015 dan pengamatan lapangan EoF Juli 2017, diperkirakan luas PT SIR mencapai 206 hektar dan umur sawit sekitar 6 tahun atau penanaman dimulai tahun 2011. Tumpang susun areal PT SAR dengan peta Kawasan Hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal PT SAR berada dalam kawasan hutan. Diantaranya 183 hektar pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan 22 hektar pada Hutan Produksi (HP).

Setelah keluarnya SK Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan di Riau Nomor 673/Menhut-II/2014 dan SK tentang Kawasan Hutan Riau berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, maka areal PT SIR telah berubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) lebih kurang 183 hektar dan sisanya 22 hektar masih HP.

Temuan ini menunjukkan bahwa PT SIR telah mengembangkan kebun sawit sebelum adanya Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan tanggal 29 September 2014. SK Nomor 673/Menhut-II/2014 telah mengakomodir Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan pada areal kebun sawit yang sudah ada (existing) dan dimiliki oleh PT SIR. Hal ini mengindikasikan bahwa PT SIR telah melanggar Undang-undang No. 18/2013 “Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan”

Pasal 17, Ayat (2) Setiap orang dilarang: huruf b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan. Undang-undang No 41/1999 “Kehutanan” Pasal 50, Ayat (3) Setiap orang dilarang, huruf a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

(10)

10

Tim Eyes on the Forest menyimpulkan bahwa kuat dugaan kebun sawit PT SIR belum memiliki izin, hal ini ditunjukan tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT SIR berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016. Begitu pula berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau tahun 2016, PT SIR belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Peta 2. Foto 1, 2 dan 3 ditemukan tanaman sawit yang berumur sekitar 6 tahun. Foto 4, 5 dan 6 tanaman sawit dan patok

penanaman di masing–masing blok penanaman. Sebelum keluarnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto ini masih merupakan HPT dan HP. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto ini sudah menjadi APL.

2. PT KALI AGUNG PERKASA (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan hutan dan tidak memiliki HGU

PT Kali Agung Perkasa merupakan perkebunan kelapa sawit yang secara administratif termasuk wilayah Desa Kabun, Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°26'48" E100°51'48".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan milik PT Kali Agung Perkasa sekitar 741 hektar. Diperkirakan tanaman sawit telah berumur 20 tahun atau penanaman pada 1997-1998. Pada tumpang susun areal PT Kali Agung Perkasa dengan peta Kawasan Hutan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka hasilnya areal perkebunan milik PT Kali Agung Perkasa berada pada kawasan hutan. Diantaranya 220 hektar pada HPT dan 521 hektar pada HP.

(11)

11

Setelah terbitnya SK Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan Nomor Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Kali Agung Perkasa yang sebelumnya merupakan HPT dan HP telah berubah menjadi APL lebih kurang 278 hektar dan sisanya 463 hektar masih berfungsi sebagai HP.

Temuan EoF telah mengindikasikan 278 hektar kebun PT Kali Agung Perkasa ditanam pada kawasan hutan sebelum Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan tahun 2014. EoF pun menilai kuat dugaan kebun PT Kali Agung Perkasa belum memiliki izin, indikasinya adalah berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan

kawasan hutan untuk PT Kali Agung Perkasa. Begitu pun pada data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Kali

Agung Perkasa tidak ditemukan memiliki HGU.

Dalam SK Kawasan Hutan Provinsi Riau Nomor 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, sebagian besar atau sekitar 521 hektar kebun PT Kali Agung Perkasa masih berada dalam kawasan hutan. Tentunya, dalam hal ini pengembangan kebun PT Kali Agung Perkasa mesti mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Peta 3. Foto 1, 2 dan 3: hamparan tanaman sawit yang sudah berumur 20 tahun milik PT Kali Agung Perkasa. Foto 4 dan 5:

salah satu perumahan karyawan di dalam kebun sawit milik PT Kali Agung Perkasa. Foto 6, 7 dan 8: plang nama PT Kali Agung Perkasa. Sebelum terbitnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, maka lokasi foto 1-8 ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, maka lokasi foto 1-8 dari Hutan Produksi Terbatas seluas 278 hektar sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.

3. PT Perkebunan Nusantara V Kabun dan KUD BUMI ASIH (ROHUL)

(12)

12

PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) Kabun dan KUD Bumi Asih merupakan usaha perkebunan kelapa sawit pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA). Areal kebun secara administratif termasuk wilayah Desa Bumi Asih, Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan ini berada pada salah satu titik koordinat N0°27'29" E100°51'0".

Analisis SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, luas pola KKPA PT PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih mencapai sekitar 737 hektar. Diperkirakan umur tanaman sawit telah mencapai 18 tahun atau penanaman diperkirakan tahun 1999. Tumpang susun areal perkebunan PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih hanya 12 hektar berada pada APL dan selebihnya berada pada kawasan hutan. Kawasan hutan tersebut diantaranya 205 hektar pada HPT dan 521 hektar pada HP.

Terbitnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal perkebunan milik KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih telah berubah menjadi APL lebih kurang 673 hektar dan sisanya 64 hektar masih berfungsi sebagai HP.

Kuat dugaan pengembangan KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih tidak memiliki pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan

pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih. Begitu juga

berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, tidak ditemukan memiliki HGU.

Peta 4. Foto 1,2,3 dan 4 tanaman sawit didalam areal KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih yang berumur sekitar 11-18

tahun. Padahal sebelum keluarnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto 1,2,3 dan 4 ini merupakan Hutan Produksi Terbatas. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1,2,3 dan 4 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain. Foto 5,6 dan 7 tanaman sawit KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih didalam Hutan Produksi sebelum SK Menhut 673/Menhut-II/2014

(13)

13

tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, namun menjadi APL setelah diterbitkannya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit milik KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih yang diperkirakan berumur 18 tahun dan SK Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan pada 8 Agustus 2014, maka KKPA PTPN V Kabun dan KUD Bumi Asih terindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan.

4. PT CILIANDRA PERKASA (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: Luas perkebunan berdasarkan HGU lebih kecil daripada pengamatan EoF dan data BPN Riau 2016, artinya perusahaan mengolah lebih dari luas HGU.

PT Ciliandra Perkasa merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari First Resources (Singapore) di Provinsi Riau. Secara administratif perkebunan milik perusahaan ini terletak di Desa Kota Padang, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar. Lokasi perkebunan kelapa sawit milik PT Ciliandra Perkasa berada pada salah satu titik koordinat N0°10'50" E101°2'19".

Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, ditemukan pelepasan kawasan

hutan untuk PT Ciliandra Perkasa seluas 5.520 hektar pada tahun 1990. Berdasarkan data BPN

Provinsi Riau 2016, PT Ciliandra Perkasa memiliki HGU 3.860 hektar. Namun berdasarkan analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF pada Juli 2017, luas perkebunan milik PT Ciliandra Perkasa diperkirakan mencapai 6.759 hektar dan umur sawit telah berumur 13 sampai 24 tahun.

Temuan EoF Juli 2017 mengindikasikan bahwa PT Ciliandra Perkasa mengembangkan kebun sawit melebihi dari HGU (3.860 ha) dan pelepasan kawasan hutan (5.520 ha) yaitu sekitar 6.759 hektar atau melebihi dari HGU sekitar 2.899 hektar. Bila areal tersebut ditumpang susun dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, terdapat areal perkebunan milik PT Ciliandra Perkasa berada pada kawasan hutan. Diantaranya 1.835 hektar HPT, 1.209 hektar HP, 430 hektar HPK dan 36 hektar Hutan Lindung (HL). Dan sisanya sekitar 3.249 berada pada APL.

(14)

14

Peta 5. Foto 1,2,3 dan 4 ditemukan tanaman sawit yang berumur sekitar 24 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK Menhut

673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto 1,2,3 dan 4 ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas. Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1,2,3 dan 4 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain. Foto 5 menunjukkan papan himbauan “Awas Api dilarang membakar” di sekitar kawasan ini yang berada di kebun sawit PT Ciliandra Perkasa. Foto 6,7 dan 8 tanaman sawit dan kemp karyawan yang berada di dalam kebun PT Ciliandra Perkasa. Foto 6, 7 dan 8 ini masih merupakan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011. Namun berdasarkan SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, areal pada foto 6-8 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Ciliandra Perkasa yang mulanya hanya memiliki 3.860 hektar APL bertambah menjadi 5.470 hektar APL. Sementara sisanya 1.206 hektar masih berada pada kawasan HP, 47 hektar pada kawasan HPT dan 36 hektar pada kawasan HL.

PT Ciliandra Perkasa terindikasi kuat telah mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan jika menilik umur sawit perusahaan yang diperkirakan berumur 13 sampai 24 tahun, begitupun terkait dengan data perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014.

5. PT SURYA INTISARI RAYA 2 (SIAK)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan diduga mengembangkan sawit lebih besar dari ketentuan di HGU dan mengembangkan sawit di kawasan hutan

PT Surya Intisari Raya 2 merupakan perkebunan kelapa sawit yang secara administratif berada di Desa Makbido, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. PT Surya Intisari Raya 2 tergabung di dalam grup atau mitra dari First Resources (berbasis Singapura) di Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°54'4.47" E101°37'57".

(15)

15

Temuan EoF pada Agustus 2017 dan analisa SPOT 2015, luas areal PT Surya Intisari 2 mencapai 1.147 hektar dan umur sawit telah mencapai 5 tahun. Berdasarkan tumpang susun areal perkebunan PT Surya Intisari Raya 2 dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan PT Surya Intisari Raya 2 berada pada kawasan hutan. Diantaranya 301 hektar HPT, 32 hektar HP dan 155 hektar berada pada HPK.

Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan

kawasan hutan untuk PT Surya Intisari Raya 2. Namun ia memiliki HGU seluas 628 hektar

berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau. Sehingga diindikasikan PT Surya Intisari Raya 2 mengembangkan kebun sawit melebihi dari HGU seluas 519 hektar.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Surya Intisari Raya 2 yang mulanya hanya memiliki 659 APL bertambah luasnya menjadi 1.115 hektar APL dan sisanya 32 hektar masih sebagai Hutan Produksi.

Jika dikaitkan dengan umur sawit PT Surya Intisari Raya 2 yang diperkirakan mencapai 5 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PT Surya Intisari Raya 2 diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan.

Peta 6. Foto 1-4: ditemukan tanaman sawit yang berumur sekitar 5 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK

878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto ini masih merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi (HP) dapat dikonversi. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto ini sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.

(16)

16

6. PT INDRAWAN PERKASA (INHIL)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU PT Indrawan Perkasa secara administratif berlokasi di Desa Pengalihan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°47'8.89" E102°39'49.32".

Temuan EoF pada Juli 2017 dan analisa SPOT 2015, diperkirakan luas areal PT Indrawan Perkasa mencapai 9 hektar dan sawit telah berumur 8 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Indrawan Perkasa. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Indrawan Perkasa tidak memiliki HGU.

Tumpang susun areal perkebunan PT Indrawan Perkasa dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, menunjukkan areal perkebunan milik PT Indrawan Perkasa berada pada kawasan hutan. Diantaranya 9 hektar atau seluruh luasan perkebunan milik PT Indrawan Perkasa berada pada HPT.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Indrawan Perkasa yang sebelumnya merupakan HPT telah berubah menjadi APL lebih kurang 5 hektar dan sisanya 4 hektar masih berada di HPT. Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Indrawan Perkasa yang diperkirakan telah berumur 8 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PT Indrawan Perkasa diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Peta 6. Foto 1, 2 dan 3 menunjukkan kebun sawit PT. Indrawan Perkasa yang diperkirakan umur tanaman sekitar 8

tahun. Areal PT. Indrawan Perkasa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan

(17)

17

di Provinsi Riau, lokasi kebun PT. Indrawan Perkasa termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT). Namun areal kebun PT. Indrawan Perkasa pada foto 2 dan 3 menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014. Dan pada foto 3 masih merupakan kawasan hutan.

7. PT GUNUNG MAS RAYA (ROHIL)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan mengembangkan kebun sebagian besar di kawasan hutan

PT Gunung Mas Raya merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Indofood di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi kebun PT Gunung Mas Raya berada di Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N1°51'41.95" E101°0'34.50".

Menurut Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Gunung Mas Raya mencapai luas sekitar 625 hektar dan diperkirakan tanaman sawit telah berumur 22 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak

ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Gunung Mas Raya. Namun berdasarkan data BPN

Provinsi Riau, PT Gunung Mas Raya memiliki HGU lebih kurang seluas 625 hektar.

Tumpang susun areal perkebunan PT Gunung Mas Raya dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik PT Gunung Mas Raya berada pada kawasan hutan. Diantaranya lebih kurang 402 hektar pada HP, 196 hektar pada HPK dan hanya 27 hektar APL.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Gunung Mas Raya yang sebelumnya hanya memiliki 27 hektar APL telah bertambah lebih kurang menjadi seluas 327 APL. Sementara sisanya sekitar 298 masih berada pada HP.

Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Gunung Mas Raya yang diperkirakan telah berumur 22 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PT Gunung Mas Raya diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

(18)

18

Peta 8. Foto.1–4 menunjukkan kebun PT. Gunung Mas Raya berumur lebih kurang 22 tahun dengan indikasi kuat adanya

tanda tulisan di batang tanaman sawit tahun tanam 1995. Sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto 1-4 masih merupakan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, Lokasi foto 1-4 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Foto 5 menunjukkan plang Safety First PT Gunung Mas Raya. Foto 6 Menunjukkan kebun sawit yang tanamannya berumur kurang lebih 22 tahun, Padahal sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 lokasi foto 6 ini masih merupakan Hutan Produksi (HP), namun berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, areal pada foto 6 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

8. KUD SAKATO JAYA LESTARI (SIAK)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan hutan dan tidak memiliki HGU

Lokasi kebun KUD Sakato Jaya Lestari secara administratif berada di Desa Mandiangin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Lokasi kebun ini berada pada salah satu titik koordinat N0°51'59" E101°32'38".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF pada Juli 2017, luas kebun KUD Sakato Jaya Lestari sekitar 523 hektar dan sawit yang telah berumur 13 tahun.

Tumpang susun areal perkebunan KUD Sakato Jaya Lestari dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik KUD Sakato Jaya Lestari berada pada kawasan Hutan Produksi sekitar 523 hektar atau seluruh luas areal kebun KUD Sakato Jaya Lestari.

(19)

19

Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal perkebunan KUD Sakato Jaya Lestari telah menjadi APL lebih kurang 417 hektar dan sisanya 106 hektar masih berada pada kawasan HP.

Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit milik KUD Sakato Jaya Lestari yang diperkirakan berumur 13 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka KUD Sakato Jaya Lestari diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II/2014, Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan

kawasan hutan untuk perkebunan milik KUD Sakato Jaya Lestari. Begitu juga berdasarkan data BPN

2016 Provinsi Riau, KUD Sakato Jaya Lestari tidak memiliki HGU.

Peta 9. Foto 1-6 menunjukkan tanaman sawit yang berada di dalam areal kebun KUD Sakato Jaya Lestari yang berumur

sekitar 13 tahun. Padahal sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, ini masih merupakan Hutan Produksi. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1-6 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.

9. PT SARI LEMBAH SUBUR – TAMPOI (PELALAWAN)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan hutan dan tidak memiliki HGU

PT Sari Lembah Subur Tampoi merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Astra di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi kebun PT Sari Lembah Subur berada di

(20)

20

Desa Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°3'36.43" E102°16'7.42".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Sari Lembah Subur Tampoi lebih kurang 874 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 11 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak

ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Sari Lembah Subur Tampoi. Begitu juga berdasarkan

data BPN Provinsi Riau, PT Sari Lembah Subur Tampoi tidak memiliki HGU.

Peta 10. Foto 1-5 menunjukkan kebun sawit PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi yang diperkirakan umur

tanaman sekitar 8 - 11 tahun. Areal PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, maka lokasi kebun PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi dan Hutan Produksi Dapat Dikonversi. Namun areal kebun PT. Sari Lembah Subur Divisi Pangkalan Tampoi menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014 29 September 2014 dan sisanya sekitar 210 hektar masih Hutan Produksi.

Tumpang susun areal perkebunan PT Sari Lembah Subur Tampoi dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Tampoi berada pada kawasan hutan, diantaranya lebih kurang 210 hektar pada HP dan 560 hektar pada HPK. Terdapat 104 hektar pada Areal Penggunaan Lain APL.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Sari Lembah Subur Tampoi yang sebelumnya hanya memiliki 104 hektar APL telah bertambah lebih kurang menjadi seluas 665 hektar APL. Sementara sisanya sekitar 210 haktar masih berada pada kawasan HP.

(21)

21

Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sari Lembah Subur Tampoi yang diperkirakan telah berumur 11 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PT Sari Lembah Subur Tampoi diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 673/Menhut-II/2014, 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

10. PT JOHAN SENTOSA (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan mengembangkan sawit melebihi ketentuan HGU

PT Johan Sentosa merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Darmex di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi kebun PT Johan Sentosa berada di Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°28'24.85" E100°58'12.68".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF pada Juli 2017, luas perkebunan PT Johan Sentosa lebih kurang 7.122 hektar dan ditemukan sawit yang telah mencapai 22 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, ditemukan pelepasan kawasan

hutan untuk PT Johan Sentosa seluas 4.023 hektar dan data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Johan

Sentosa memiliki HGU seluas 5.764 hektar. Sehingga dari hasil pengamatan lapangan dan analisa SPOT 2015, kebun sawit PT Johan Sentosa mengembangkan sawit melebihi dari HGU sekitar 1.358 hektar.

Tumpang susun areal kebun PT Johan Sentosa dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal kebun PT Johan Sentosa terdapat pada kawasan hutan. Diantaranya 16 hektar pada HPT dan 1.193 hektar pada HP, serta 217 hektar berada pada HPK.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Johan Sentosa yang mulanya hanya memilik 5.696 hektar APL bertambah menjadi 7.122 hektar atau seluruh luasan areal milik PT Johan Sentosa yang sebelumnya berada pada kawasan hutan.

(22)

22

Peta 11. Foto 1,2 dan 3 pamplet dan hamparan tanaman sawit yang diperkirakan berumur 15 tahun. Foto 4,5 dan 6

tanaman sawit yang sudah berumur 22 tahunan yang berada di kawasan Hutan Produksi. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1-7 yang sebelumnya kawasan hutan menjadi APL.

Bila dikaitkan dengan umur sawit PT Johan Sentosa yang diperkirakan telah berumur 10 sampai 22 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PT Johan Sentosa diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan.

11. UP (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU Kebun kelapa sawit milik berinisial UP secara administratif terletak di Desa Sei Raja, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°0'6" E101°2'33". Hasil interview dengan pekerja yang dtemui, menyebutkan kebun UP telah mulai sejak tahun 2010.

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, luas kebun milik UP sekitar 180 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 8 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk kebun milik UP. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, kebun milik UP tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Dengan tumpang susun areal kebun UP dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka keseluruhan areal kebun milik UP berada pada kawasan hutan atau pada HP.

(23)

23

Peta 12. Foto 1-5 menunjukkan tanaman sawit yang berada di dalam kebun sawit milik UP yang telah berumur

8 tahun. Berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal kebun UP berada dalam kawasan hutan (peta kiri). Setelah keluarnya SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 kebun sawit UP sebagian kebun UP menjadi APL (peta kanan).

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal kebun milik UP yang mulanya berada dalam kawasan hutan, kemudian sebagian berubah menjadi APL seluas 64 hektar dan sisanya 117 hektar masih berada di kawasan Hutan Produksi. Jika dikaitkan dengan umur sawit milik UP yang diperkirakan telah berumur 8 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka perkebunan UP diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

12. SP (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan hutan dan tidak memiliki HGU

Kebun kelapa sawit milik SP secara administratif terletak di Desa Sei Jernih, Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Lokasi kebun kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°28'18" E100°56'6". Informasi yang didapat dari lapangan, kebun SP mulai ditanam pada tahun 2004.

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017 menunjukkan luas kebun milik SP sekitar 316 hektar dan diperkirakan tanaman sawitnya telah berumur 14 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan

(24)

24

untuk perkebunan milik SP. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, kebun milik SP tidak memiliki HGU.

Dengan tumpang susun areal kebun SP beserta Kawasan Hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka keseluruhan areal kebun milik SP berada pada kawasan hutan atau pada HP.

Peta 13. Foto 1-4 menunjukkan tanaman sawit yang berumur 8 tahun dan berada dalam kawasan hutan berdasarkan SK

173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011 (peta kiri). Foto 4, terdapat plang nama yang menunjukkan pengelola kebun sawit. SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014 ‘memutihkan’ kebun milik SP menjadi Areal Penggunaan Lain.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal kebun milik SP yang mulanya berada dalam kawasan hutan berubah menjadi APL seluas 299 hektar dan sisanya 16 hektar masih berada di kawasan HP.

Jika dikaitkan dengan umur sawit milik SP yang diperkirakan telah berumur 14 tahun dan SK Menhut 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, maka perkebunan SP diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit sekitar 11 tahun sebelum kedua SK tersebut dikeluarkan.

(25)

25

13. PT AGRO SARIMAS INDONESIA (INHIL)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU. PT Agro Sarimas Indonesia merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Sarimas di Provinsi Riau. Secara administratif berada di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°39'45.24" E102°41'19.89".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, luas perkebunan milik PT Agro Sarimas Indonesia sekitar 932 hektar dan tanaman sawit yang telah berumur 17 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Agro Sarimas Indonesia. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Agro Sarimas Indonesia tidak memiliki HGU.

Peta 14. Foto 1-7 menunjukkan kebun sawit PT. Agro Sarimas Indonesia yang diperkirakan umur tanamannya antara

15-17 tahun. Areal PT. Agro Sarimas Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau berada dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Namun sebagian areal kebun PT. Agro Sarimas Indonesia menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, tanggal 9 September 2014.

Tumpang susun areal perkebunan PT Agro Sarimas Indonesia dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, keselurahan areal perkebunan milik PT Agro Sarimas Indonesia berada pada kawasan hutan atau di HPK. Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Agro Sarimas Indonesia yang terdapat 182 hektar berada pada APL dan sisanya 750 hektar masih berada pada HPK.

(26)

26

Jika dikaitkan dengan umur sawit PT Agro Sarimas Indonesia yang diperkirakan berumur 17 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada September 2014, maka PT Agro Sarimas Indonesia diindikasikan telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu atau 13 tahun sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

14. PT SARI LEMBAH SUBUR – MAK TEDUH (PELALAWAN)

Dugaan pelanggaran: Tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU PT Sari Lembah Subur di desa Mak Teduh merupakan perusahaan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau bermitra dengan Astra di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi kebun berada di Desa Mak Teduh, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°0'6.37" E102°19'43.83"

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan lapangan oleh EoF Juli 2017, luas perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Mak Teduh sekitar 686 hektar dan tanaman sawit yang telah berumur 8 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan

kawasan hutan untuk PT Sari Lembah Subur Mak Teduh. Begitu juga berdasarkan data BPN 2016

Provinsi Riau, PT Sari Lembah Subur Mak Teduh tidak memilik HGU.

Peta 15. Foto 1- 6 menunjukkan kebun sawit PT. Sari Lembah Subur Divisi Makteduh yang diperkirakan umur

tanaman sekitar 6 - 8 tahun. Areal PT. Sari Lembah Subur Divisi Makteduh berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, lokasi kebun PT. Sari Lembah Subur Divisi Makteduh termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Dapat di Konversi (HPK). Namun areal kebun PT. Sari Lembah Subur Divisi Makteduh menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014 29 September.

(27)

27

Tumpang susun areal perkebunan PT Sari Lembah Subur Mak Teduh dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, hampir keseluruhan areal perkebunan milik PT Sari Lembah Subur Mak Teduh berada pada kawasan hutan, yaitu sekitar 682 hektar berada pada HPK.

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Sari Lembah Subur Mak Teduh yang sebelum arealnya merupakan HPK telah berubah menjadi APL lebih kurang 255 hektar dan sisanya 431 hektar masih berada di kawasan HPK.

Bila dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sari Lembah Subur Mak Teduh yang diperkirakan telah berumur 8 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada September 2014, maka PT Sari Lembah Subur Mak Teduh diindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

15. PTPN V KEBUN AIR MOLEK SEI LALA (INHU)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan

PT Perkebunan Nasional (PTPN) V Sei Lala secara administratif berada di Desa Sei Lala, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit milik PTPN V Sei Lala berada pada salah satu titik koordinat S0°24'51.39" E102°10'17.05".

Analisa SPOT 2015 dan temuan EoF Juli 2017, luas PTPN V Kebun Air Molek Sei Lala lebih kurang 921 hektar dan sawit telah berumur 16 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PTPN V Sei Lala. Namun berdasarkan data BPN 2016 Provinsi Riau, PTPN V Sei Lala memiliki HGU seluas 921 hektar.

(28)

28

Peta 16. Foto 1-6 menunjukkan kebun sawit PT. Perkebunan Nusantara V Kebun Air molek II Afdeling I (Sungai Lala)

yang diperkirakan umur tanaman sekitar 16 tahun. Areal PT Perkebunan Nusantara V Kebun Air molek II Afdeling I (Sungai Lala) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, lokasi kebun PT. Perkebunan Nusantara V Kebun Air molek II Afdeling I (Sungai Lala) termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK). Namun areal kebun PT. Perkebunan Nusantara V Kebun Air molek II Afdeling II (Sungai Lala) sebagian besar menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Tumpang susun areal perkebunan PTPN V Sei Lala dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan milik PTPN V Sei Lala berada pada kawasan hutan, dimana seluruh areal PTPN V Sei Lala atau 921 hektar berada pada Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PTPN V Sei Lala yang mulanya merupakan kawasan HPK berubah menjadi APL lebih kurang seluas 572 hektar. Sementara sisanya 349 hektar masih berada pada kawasan HPK.

Bila dikaitkan dengan umur sawit PTPN V Sei Lala yang diperkirakan berumur 16 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan pada Agustus 2014, maka PTPN V Sei Lala terindikasi telah mengembangkan tanaman sawit pada kawasan hutan.

16. PT SUMBER SAWIT SEJAHTERA (PELALAWAN)

Dugaan pelanggaran: Tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan memiliki HGU atas nama Sari Lembah Subur

(29)

29

Areal kebun PT Sumber Sawit Sejahtera secara administratif berada di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan PT Sumber Sawit Sejahtera berada pada salah satu titik koordinat N0°11'51.07" E102°17'8.69".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Sumber Sawit Sejahtera mencapai 1.948 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 5 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, ditemukan

pelepasan kawasan hutan untuk PT Sumber Sawit Sejahtera seluas 7.500 ha berdasarkan SK

229/Menhut-II/2014. Data BPN 2016 Provinsi Riau, PT Sumber Sawit Sejahtera memiliki HGU seluas 3.876 hektar dengan nama PT Sari Lembah Subur. Namun belum diketahui waktu HGU tersebut diterbitkan.

Peta 17. Foto 2 dan 3 menunjukkan kebun sawit PT. Sumber Sawit Sejahtera yang diperkirakan umur tanaman sekitar

3-5 tahun. Foto 1,4 & 6 menunjukkan sebagian sudah menjadi semak belukar akibat kebakaran pada tahun 2014/2013-5. Areal PT. Sumber Sawit Sejahtera berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, lokasi kebun PT. Sumber Sawit Sejahtera termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Namun areal kebun PT. Sumber Sawit Sejahtera / PT Sari Lembah Subur menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014 29 September 2014.

Dengan tumpang susun areal perkebunan PT Sumber Sawit Sejahtera beserta kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka keseluruhan areal atau 1.948 ha perkebunan PT Sumber Sawit Sejahtera berada pada kawasan hutan pada Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, sekitar 1.948 hektar HPK berubah menjadi APL.

Jika dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sumber Sawit Sejahtera yang diperkirakan telah berumur 5 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan pada Agustus 2014, maka

(30)

30

diindikasikan PT Sumber Sawit Sejahtera telah mengembangkan sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluarnya SK 673/Menhut-II2014, 8 Agustus 2014 dan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

17. PT SUGIH INDAH SEJATI (KAMPAR)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan

PT Sugih Indah Sejati merupakan perusahaan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Wira di Provinsi Riau. Secara administratif areal kebun PT Sugih Indah Sejati berada di Desa Murangaso, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°41'58.57" E100°39'54.87"

Temuan EoF pada Juli 2017 dan analisa SPOT 2015, luas areal PT Sugih Indah Sejati lebih kurang 633 hektar dan tanaman sawit yang telah berumur 23 tahun. Luas ini sama dengan luas HGU yang dimiliki oleh PT Sugih Indah Sejati berdasarkan data BPN 2016. Namun berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Sugih Indah Sejati.

Tumpang susun areal perkebunan PT Sugih Indah Sejati dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan PT Sugih Indah Sejati berada pada kawasan hutan sekitar 610 hektar pada Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Sugih Indah Sejati yang sebelumnya merupakan HPK telah berubah seluruhnya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 633 hektar. Padahal mulanya PT Sugih Indah Sejati hanya memiliki sekitar 23 hektar APL.

Jika dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Sugih Indah Sejati yang diperkirakan telah berumur 23 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan pada Agustus 2014, maka diindikasikan PT Sugih Indah Sejati telah mengembangkan sawit pada kawasan hutan.

(31)

31

Peta 18. Foto 2 sampai foto 7 menujukan kelapa sawit milik PT. Sugih Indah Sejati yang ditanam sekitar tahun 1993, selain itu juga tampak

jalan-jalan yang dibangun oleh perusahaan tersebut. Padahal sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, lokasi foto 2 sampai 7 masih merupakan areal Hutan Produksi dapat di Konversi. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1 dan 2 sudah menjadi APL dan berdasarkan BPN Riau 2016 telah memiliki HGU seluas 633 hektar. Foto 1 terdapat tugu penanda tahun tanam di areal PT Sugih Indah Sejati.

18. PT BINTANG RIAU SEJAHTERA (INHU)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan

PT Bintang Riau Sejahtera merupakan perkebunan kelapa sawit yang tergabung dalam grup atau mitra dari Borneo Pasific di Provinsi Riau. Secara administratif lokasi perkebunan ini terletak di Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat S0°26'20.26" E101°56'40.86"

Analisa SPOT 2015 dan temuan EoF Juli 2017, luas kebun PT Bintang Riau Sejahtera lebih kurang 2.162 hektar dan tanaman sawit berumur lebih kurang 8 tahun. Luas ini sama dengan luas HGU yang dimiliki oleh PT Bintang Riau Sejahtera berdasarkan data BPN 2016. Namun berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan pelepasan kawasan hutan untuk PT Bintang Riau Sejahtera.

Tumpang susun areal perkebunan PT Bintang Riau Sejahtera dengan kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, areal perkebunan PT Bintang Riau Sejahtera berada pada kawasan hutan. Diantaranya sekitar 18 hektar berada di kawasan Hutan Produksi (HP) dan 2.144 hektar berada di Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Bintang Riau Sejahtera yang sebelumnya merupakan HPK telah berubah menjadi Areal

(32)

32

Penggunaan Lain (APL) seluas 1.535 hektar. Namun sisanya 610 hektar masih berada pada HPK dan 18 hektar masih berada pada HP.

Jika dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Bintang Riau Sejahtera yang diperkirakan telah berumur 8 tahun dan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan pada Agustus 2014, maka diindikasikan PT Bintang Riau Sejahtera telah mengembangkan sawit pada kawasan hutan.

Peta 19. Foto 1-8 menunjukkan kebun sawit PT. Bintang Riau Sejahtera (BRS) yang diperkirakan umurnya sekitar 6 -8

tahun. Areal kebun PT. Bintang Riau Sejahtera (BRS) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Namun areal kebun PT. Bintang Riau Sejahtera (BRS) menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

19. PT BERLIAN MITRA INTI (SIAK)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU Areal kebun PT Berlian Mitra Inti secara administratif berada di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satutitik koordinat N0°59'40" E101°20'40".

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Berlian Mitra Inti mencapai 765 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 20 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan

pelepasan kawasan hutan untuk PT Berlian Mitra Inti. Begitu pula berdasarkan data BPN Provinsi

(33)

33

Dengan tumpang susun areal perkebunan PT Berlian Mitra Inti beserta kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka seluruh areal atau sekitar 765 hektar kebun PT Berlian Mitra Inti berada pada kawasan hutan pada HPK. Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Berlian Mitra Inti yang sebelumnya merupakan HPK telah berubah menjadi APL seluas 744 hektar. Sisanya 21 hektar masih berada pada HPK.

Jika dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Berlian Mitra Inti yang diperkirakan 20 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan pada Agustus 2014, maka diindikasikan PT Berlian Mitra Inti telah mengembangkan sawit pada kawasan hutan sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Peta 20. Foto 1 dan 2 Pos penjagaan kebun dan plang nama PT Berlian Mitra Inti (PT BMI) yang berada di dalam lokasi

kebun. Foto 3 dan 4 tanaman sawit yang sudah berumur 20 tahunan berada di dalam hamparan tanaman sawit terlihat tanaman yang kurang terawat. Foto 5 dan 6 tanaman sawit yang sudah berumur sekitar 20 tahun. Sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, lokasi foto 1-6 ini masih merupakan Hutan Produksi yang dapat diKonversi. Namun berdasarkan SK 878/MenhutII/2014, 29 September 2014. Lokasi foto 1-6 sudah menjadi Areal Penggunaan Lain.

20. PT KOSTA PALMIRA (PELALAWAN)

Dugaan pelanggaran: tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan tidak memiliki HGU Lokasi PT Kosta Palmira secara administratif berada di Desa Tanjung Air Hitam, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Lokasi perkebunan kelapa sawit ini berada pada salah satu titik koordinat N0°4'14.19" E102°16'21.95"

(34)

34

Analisa Citra SPOT 2015 dan pengamatan di lapangan oleh EoF pada Juli 2017, diperkirakan luas perkebunan PT Kosta Palmira mencapai 613 hektar dan ditemukan tanaman sawit yang telah berumur 7 tahun. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2013 dan 2016, tidak ditemukan

pelepasan kawasan hutan untuk PT Kosta Palmira. Begitu pula berdasarkan data BPN Provinsi Riau

tahun 2016, PT Kosta Palmira tidak memiliki HGU.

Dengan tumpang susun areal perkebunan PT Kosta Palmira beserta kawasan hutan berdasarkan SK 173/Kpts-II/1996 dan SK 7651/Menhut-VII/KUH/2011, maka areal perkebunan PT Kosta Palmira berada pada kawasan hutan. Dimana diantaranya sekitar 22 hektar berada pada HP dan sekitar 344 hektar berada pada HPK. Namun setelah terbitnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, areal PT Kosta Palmira telah berubah menjadi APL seluas 592 hektar. Pada awalnya PT Kosta Palmira hanya memiliki 247 hektar APL. Sisanya 22 hektar masih berada pada kawasan HP.

Jika dikaitkan dengan umur tanaman sawit PT Kosta Palmira yang diperkirakan telah 7 tahun dan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan pada Agustus 2014, maka diindikasikan PT Kosta Palmira telah mengembangkan sawit pada kawasan hutan lebih dulu sebelum keluarnya SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Peta 21. Foto 1 – 8 menunjukkan kebun sawit PT. Kosta Palmira yang diperkirakan umur tanaman sekitar 5 - 7 tahun.

Areal PT. Kosta Palmira berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau, sebagian besar areal kebun PT. Kosta Palmira termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi HPK. Namun areal kebun PT. Kosta Palmira menjadi APL berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014 29 September 2014.

21. PT BUDI MURNI PANCA JAYA (ROHUL)

Gambar

Tabel  diatas  menggambarkan  bahwa  investigasi  EoF  pada  29  perusahaan  dan  pemodal  yang  teridentifikasi  mencapai  77.911  hektar

Referensi

Dokumen terkait