• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. a) Pengertian Auditing. yang kompeten dan independen (Arens, 2011:4).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. a) Pengertian Auditing. yang kompeten dan independen (Arens, 2011:4)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Auditing

a) Pengertian Auditing

Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen (Arens, 2011:4).

Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara sukarela melakukan audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan. Audit dilakukan oleh auditor yang jati dirinya adalah manusia, computer atau robot sekalipun bias saja membantu proses pengauditan, tetapi tetap saja manusia yang menentukan dalam memberikan pertimbangan dan pegambilan keputusan. Manusia dengan segala keterbatasannya akan menentukan kualitas pertimbangan yang dihasilkan, ada faktor human being (keinginan manusia), emisi dan subjektivitas.Auditor seharusnya terlepas dari faktor-faktor personalitas dalam melakukan audit. Personalitas bisa menyebabkan kegagalan audit sekaligus membawa risiko yang tinggi bagi auditor. Untuk itu risiko inheren dalam audit harus diperhitungkan dengan baik. Ada dua tipe keprilakuan yang dihadapi oleh auditor :

(2)

1) Auditor dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit. Misalnya ketika menilai pengendalian intern yang diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan besar akan dianggap memiliki pengendalian intern yang memadai padahal belum tentu demikian.

2) Auditor harus menyelaraskan dan sinergi dalam pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses review didalamnya. Interaksi ini akan banyak menibulkan proses keprilakuan dan social.

b) Jenis-Jenis Audit

Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas 2 (dua) bagian, yaitu :

a) Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan maksud untuk memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

b) Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan.

(3)

Ditinjau dari jenis pemeriksaan maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas:

a. Audit Operasional (Management Audit), yaitu suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditetapkan oleh manajemen dengan maksud untuk mengetahui apakah kegiatan operasi telah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.

b. Pemeriksaan Ketaatan (Complience Audit), yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.

c. Pemeriksaan Intern (Internal Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan yang mencakup laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan yang bersangkutan serta ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

d. Audit Komputer (Computer Audit), yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap perusahaan yang melakukan proses data

(4)

akuntansi dengan menggunakan sistem Elektronic Data Processing (EDP).

c) Jenis-jenis Auditor

Siti dan Ely (2010) menyatakan bahwa auditor dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) Auditor Pemerintah, (2) Auditor Internal(AuditorIntern ), dan (3) Auditor Independen (Akuntan Publik). 2. Standar Auditing

Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing.Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA).Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai SAS (Statement on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh Auditing Standard Board (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pertanyaan standar auditing (sebelumnya disebut sebagai Norma Pemeriksaan Akuntan/NPA). Penyempurnaan terutama sekali bersumber pada SAS dengan penyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan standar auditing internasional.

3. Standar Kompilasi dan Penelaahan Laporan Keuangan

Komite SPAP IAI dan Compilation and Reivew Standard

Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan

mengenai pertanggungjawaban auditor sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit.Pernyataan ini di

(5)

Amerika Serikat disebut Statements on Standard for Accounting and

Rivie Service (SSARS) dan di Indonesia disebut Pernyataan Standar

Jasa Akuntansi dan Riview (PSAR). PSAR 1 disahkan pada 1 Agustus 1945 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama. Bidang ini mencakup dua jenis jasa, pertama untuk situasi dimana auditor membantu kliennya menyusun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenai isinya (jasa kompilasi).Kedua, untuk situasi dimana akuntan melakukan prosedur-prosedur pengajuan pertanyaan dan analitis tertentu sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatas bahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporan keuangan bersangkutan (jasa riview).

4. Standar Atestasi

Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statements on Standard for

Atestation Engagement.IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan

standar atestasi pada 1 Agustus 1994 pernyataan ini mempunyai fungsi ganda.Pertama, sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar yang ada dalam IAI untuk mengembangkan standar yang terinci mengenai jenis jasa atestasi yang spesifik.Kedua, sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi bila tidak terdapat atau belum ada standar spesifik itu.Komite Kode Etik IAI dan Committee on

Profesional Ethics di Amerika Serikan menetapkan ketentuan perilaku

yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan publik yang meliputi standar teknis. Standar auditing, standar atestasi, serta standar jasa

(6)

akuntansi dan riview dijadikan satu menjadi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

5. Pertimbangan Tingkat Materialitas

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 312, materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai denga Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.Salah saji dapat terjadi akibat dari kekeliruan atau kecurangan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialita adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi

(7)

keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.

Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materiaitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, auditor harus menentukan berdasarkan besarnya salah saji laporan keuangan yang dapat dikatakan materil.

a) Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas

Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji laporan keuangan, dalam laporan keuangan yang akan dipandang materil. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena, menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditentukan perkembangan yang baru.

Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai.Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan penting yang diambil oleh auditor yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.

(8)

Menurut Arens et al (2009:197) dalam menetapkan tingkat materialitas ada lima langkah yang dilakukan, yaitu:

a. Tentukan pertimbangan awal mengenai materialitas (Set

preliminary judgment about materiality).

b. Alokasi pertimbangan awal mengenai materialitas keadaan segmen (Allocate preliminary judgment about materialityto

segments).

c. Estimasikan total salah saji dalam segmen (Estimate total

misstatement in segment).

d. Estimasikan salah saji gabungan (Estimate combined

misstatement).

e. Bandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas (Compare combined estimate with

preliminary about materiality)

Gambar 2.1

Langkah penetapan tingkat materialitas

Set preliminary judgment about materiality

Allocate preliminary judgment about materialityto segments

(9)

Estimate combined misstatement

Compare combined estimate with preliminary aboutmateriality

Sumber : A. Arens (2009:197)

Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang disebutkan tadi menjadi pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkan, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.

b) Konsep Materialitas

Materialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan dalam konteks pembuatan keputusan (Frishkoff, 1970 dalam Nur Samsi 2013). Peran konsep materialitas adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti.

(10)

Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi seharusnya dikomunikasikan.Dalam laporan akuntansi hanya informasi material yang seharusnya disajikan.Informasi yang tidak material sebaiknya abaikan atau dihilangkan.Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki.Material seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan keputusan manajemen, baik yang hanya berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metode informasi yang disajikan.

Informasi yang material dibagi menjadi dua, yaitu: a) Informasi yang kurang material

Informasi yang kurang material adalah informasi yang penting yang memerlukan penjelasan dalam laporan audit yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. Informasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja.

b) Informasi yang sangat material

Informasi yang sangat material adalah informasi yang sangat penting terhadap pendapat auditor atas laporan keuangan auditnya.

Pertimbangan yang digunakan oleh auditor dalam menentukan apakah suatu informasi termasuk ke dalam jenis informasi yang kurang atau sangat material meliputi; besar dan sifat informasi, ketidakpastian yang melekat dalam informasi, seberapa jauh dampak informasi

(11)

tersebut meresap, dan kemungkinan kesalahan yang di akibatkan oleh informasi tersebut.

Dengan demikian pertimbangan tingkat materialitas adalah pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan seberapa penting tingkat materialitas, pengetahuan tentang tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

6. Pengalaman Audit

Pengalaman audit merupakan suatu proksi dari keahlian auditor yang akan menentukan pembentukan pertimbangan auditor. Beberapa penelitian menunjukan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor maka semakin mampu ia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin komplek.

Pengetahuan dan pengalaman merupakan keahlian yang berhubungan dengan profesionalisme dalam akuntansi yang diperlukan dalam auditing.Karena itu pengetahuan dan pengalaman merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam tugas-tugas yang dilaksanakan oleh seorang auditor.

Pengalaman audit harus dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengan tugas audit yang spesifik. Auditor dengan tingkat pengalaman yang hampir sama saja ternyata memiliki tingkat pengetahuan yang

(12)

berbeda tentang penyebab ataupun pengaruh dari sesuatu hal (Ashton 1991). Karena itu diperlukan kriteria yang tepat utuk mendreskripsikan pengalaman audit.Dalam penelitian ini, pengalaman audit diukur dengan kriteria yang dikembangkan oleh Suci Marsela (2013), melalui lamanya waktu pengalaman di bidang audit dan banyaknya penugasan yang ditangani oleh auditor yang bersangkutan.

7. Independensi

Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B Wilcox adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini auditor independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993) dalam Alim, dkk (2007). Kode Etik Profesi Akuntan Publik tahun 2008 merupakan sikap mental yang memungkinkan pertanyaan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2005).Dalam Arens dkk. (2004) menyatakan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik akan independensi yang dimiliki auditor. Sikap independen meliputi

(13)

independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in

appearance).

Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu:

a) Independensi sikap mental

Indenpendensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.

b) Independensi penampilan

Indenpendensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.

1. Independensi praktisi (practitioner independence)

Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan.Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi

(14)

(practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence).Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan program, independensi investigasi, dan independensi pelaporan.

2. Independensi profesi (profession independence)

Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.Shockey (1981) dalam Alin, dkk (2007) melakukan penelitian tentang empat faktor yang berpengaruh terhadap independensi akuntan publik dimana responden penelitiannya adalah kantor akuntan publik, bank dan analis keuangan. Faktor yang diteliti adalah pemberian jasa konsultasi kepada klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan lama hubungan audit dengan klien.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa KAP yang memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang tidak memberikan jasa tersebut.

(15)

Nur Samsi (2013) telah melakukan penelitian mengenai independensi auditor di Indonesia. Penelitian ini mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor yaitu (1) ikatan keputusan keuangan dan hubungan usaha dengan klien; (2) persaingan antar KAP; (3) pemberian jasa lain selain jasa audit; (4) lama pengalaman audit; (5) besar kantor akuntan; dan (6) besarnya audit fee. Responden yang dipilih meliputi direktur keuangan perusahaan yang telah go public, partner KAP, pejabat kredit bank dan lembaga keuangan non bank, dan Bapepam.

8. Etika Profesi

Bartens (1985) menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.

Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman.

(16)

Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan dan ini perwujudan moral yang hakiki, yang tidak dapat dipaksakan dari luar.Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.

Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota kelompok profesi.Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi.Sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan kewajibannya.

Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan secara baik, sehingga memuaskan semua pihak. Ada 3 alasan fungsi kode etik profesi yaitu:

1. Sebagai sarana kontrol sosial.

2. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain. 3. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.

Kelemahan kode etik profesi:

a. Idealisme terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional, sehingga harapan

(17)

sangat jauh dari kenyataan. Hal ini cukup mengelitik para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi tidak lebih dari pajangan tulisan berbingkai.

b. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.

Prinsip dasar di dalam etika profesi :

1) Prinsip standar teknis, profesi dilakukan sesuai keahlian.

2) Prinsip kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan. 3) Prinsip tanggungjawab, profesi melaksanakan

tanggung jawabnya sebagai profesional.

4) Prinsip kepentingan publik, menghormati kepentingan publik.

5) Prinsip integritas, menjunjung tinggi nilai tanggung jawab professional.

6) Prinsip objektivitas, menjaga objektivitas dalam pemenuhan kewajiban.

(18)

7) Prinsip kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi.

8) Prinsip prilaku profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi.

9. Penelitian Terdahulu

Telah banyak peneliti yang terlebih dahulu melakukan penelitian untuk melihat bagaimana pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Nur Samsi (2013) meneliti tentang Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi,dan Kompetensi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas : Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa pengalaman kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Kemudian Independensi berpengaruh positif terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

2. Iriyadi dan Vannywati (2011) meneliti tentang Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi Auditor Terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Profesionalisme Auditor

(19)

terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas berpengaruh positif dan signifikan. Kemudian Etika Profesi Auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

3. Herawaty dan Susanto (2009) meneliti tentang Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Profesionalisme mempunyai koefisien regresipositif dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004).

4. Kinanti (2010) meneliti tentang Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Motivasi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Independensi auditor berpengaruh signifikan dengan p-value 0,013 < 0,05.

5. Victor (2010) meneliti tentang Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Pengalaman Auditor berpengaruh signifikan dengan koefisien koleras 0,045 < 0,05.

(20)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Alat

Analisis Hasil Penelitian

1 Nur Samsi (2013) Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas : Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi Analisis Linier Berganda 1. Pengalaman kerja berpengaruh negatif terhadap pertimbangan tingkat materilitas 2. Independensi berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materilitas 3. Interaksi pengalaman kerja dan kepatuhan etika auditor berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas 2 Iriyadi dan Vannywati (2011) Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi Auditor Terhadap Tingkat Pertimbangan Materialitas Analisis Linier Berganda 1. Profesionalisme mempunyai pengaruh sebesar 50,7% terhadap pertimbangan tingkat materialitas 2. Etika profesi mempunyai pengaruh 75% terhadap pertimbangan tingkat materialitas 3. Profesionalisme dan etika profesi auditor secara bersamaan mempunyai pengaruh 77,5% terhadap pertimbangan tingkat materialitas 3 Herawaty dan Susanto (2009) Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Analisis Linier Berganda 1. Profesionalisme mempunyai koefisien regresibernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004).

(21)

Sumber: Jurnal SNI & penulis Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik 2. Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruanmempunyai koefisien regresi bernilai positif (0,613) dan signifikan pada pvalue di bawah 0,05 (p=0,01). 3.Etika Profesi mempunyai

koefisienregresi bernilai positif (0,233) dan

signifikan pada p-value di bawah 0,05(p=0,002). 4 Kinanti (2010) Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Motivasi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Analisis Linier Berganda 1.Bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan berkorelasi positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 2. Independensi memiliki pengaruh secara signifikan berkorelasi positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

3. Motivasi Auditor tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas 5 Victor (2010) Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Analisis Linier Berganda Pengalaman Auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas, dengan koefisien kolerasinya sebesar 0,045 < 0,05.

(22)

B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan logika dari pernyataan di atas maka dikembangkan suatu kerangka pemikiran atas penelitian ini, yaitu:

1) Pengalaman AuditBerpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman seorang auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat.

Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri.

H1:Pengalaman Audit Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat

Materialitas.

2) Independensi Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

(23)

Setiap auditor diharapkan memiliki independensi yang kuat dalam melaksanakan tugas audit yang berkaitan dengan laporan keuangan klien.

Dengan diterapkannya independensi diharapkan seorang auditor dapat memberikan pendapat yang sesuai dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi Independensi dijunjung oleh auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas juga akan semakin tepat.

H2: Independensi Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat

Materialitas.

3) Etika Profesi Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

Setiap auditor juga diharapkan memegang teguh Etika Profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidakakan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.

Dengan menjunjung tinggi etika profesi diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para auditor, sehingga dapat memberikan pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.Jadi, dalam menjalankan pekerjaannya,

(24)

seorang auditor dituntut untuk mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan diantara para akuntan yang menjurus pada sikap curang.

Dengan diterapkannya etika profesi diharapkan seorang auditor dapat memberikan pendapat yang sesuai dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi Etika Profesi dijunjung oleh auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas juga akan semakin tepat.

H3: Etika Profesi Berpengaruh Terhadap Pertimbangan Tingkat

Materialitas.

Sehingga berdasarkan logika di atas maka, pengalaman audit, independensi, dan etika profesi memiliki pengaruh dalam pertimbangan tingkat materialitas.

Dari uraian tersebut, untuk menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi, Etika Profesi dan Profesionalisme Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dapat dilihat pada gambar 2.3

(25)

.Gambar 2.2 Model Penelitian

H1

H2

H3

C. Hipotesis Penelitian

H1 : Pengalaman Audit berpengaruhterhadap pertimbangan tingkat

materialitas.

H2 : Independensi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat

materialitas.

H3 : Etika Profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat

materialitas. PENGALAMAN AUDIT INDEPENDENSI ETIKA PROFESI PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Suyatmini (2002: 15), berpendapat bahwa biaya jasa audit dan ikatan keuangan yang besar dapat mempengaruhi independensi auditor, dengan alasan : (1) kantor akuntan publik

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2003) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang

Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama

“Kepercayaan masyarakat umum atas indepedensi sikap auditor independen sangat penting bagi kepentingan profesi akuntan publik, kepercayaan masyarakat akan menurun jika

Sikap mental independensi integritas dan objektivitas yang dipertahankan oleh akuntan publik akan meningktakan kepercayaan pemakai laporan keuangan yang telah di

Pelaksanaan penugasan audit sering terjadi benturan-benturan yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik dimana klien sebagai pemberi kerja berusaha

Kecukupanterkait dengan pertimbangan Pemeriksa Pajak ( auditor judgment ) dan biasanya didasarkan pada materialitas dan kecukupan sistem pengendalian internal.

Berdasarkan pengertian para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian Efektivitas Kinerja Operasi Dana Pensiun adalah rencana yang telah ditetapkan manajemen dalam