BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pasar Modal
Pasar modal merupakan alternatif investasi yang paling populer saat ini. Hal
ini dikarenakan dalam pasar modal, perusahaan emiten dapat memperoleh dana untuk
menjalankan aktivitas operasi dan bisnisnya dengan cara menjual saham. Sebaliknya,
para calon investor membeli saham dari perusahaan emiten disebabkan kepercayaan
mereka terhadap kinerja manajemen perusahaan emiten yang diyakini akan
memberikan tingkat keuntungan (return) yang optimal.
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.
Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk
memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun,
seperti saham dan obligasi. Sedang tempat di mana terjadinya jual beli sekuritas
disebut dengan bursa efek. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar
modal secara fisik (Tandelilin, 2001: 13).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran utama dari
pasar modal adalah sebagai sarana penghubung antara perusahaan emiten dengan
para investor sehingga kedua belah pihak secara bersama dapat menikmati
Pembagian pasar modal dalam mekanisme perdagangan sekuritas, yaitu:
a. Pasar Perdana
Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan emiten menjual sekuritasnya
kepada investor umum untuk pertama kalinya (Tandelilin, 2001: 14). Proses ini
dikenal dengan sebagai Penawaran Saham Perdana atau istilah asingnya adalah Initial
Public Offering (IPO). Penawaran saham perdana didahului dengan dikeluarkannya
prospektus, yaitu informasi mendetail mengenai perusahaan. Prospektus berfungsi
untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada calon investor,
sehingga calon investor dapat mengetahui prospek perusahaan di masa datang dan
selanjutnya, tertarik untuk membeli sekuritas yang ditawarkan emiten (Tandelilin,
2001: 14).
b. Pasar Sekunder
Pasar sekunder merupakan tempat jual-beli sekuritas emiten oleh dan antar
investor setelah sekuritas emiten tersebut dijual di pasar perdana (Tandelilin, 2001:
16). Sekuritas yang umumnya diperdagangkan di pasar sekunder Indonesia antara
lain: saham biasa, saham preferen, obligasi, obligasi konversi, waran, bukti right, dan
reksadana (Tandelilin, 2001: 16).
Investasi dalam bentuk saham memberikan dua keuntungan bagi investor
berupa:
a. Deviden
Deviden adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan emiten
perusahaan dalam suatu jangka waktu tertentu. Deviden merupakan salah satu daya
tarik pemegang saham untuk orientasi jangka panjang. Pembagian deviden harus
melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
b. Capital Gain
Capital Gain adalah selisih lebih antara harga beli dengan harga jual. Capital Gain terbentuk dari aktivitas perdagangan saham yang terjadi di pasar sekunder.
Investor dengan orientasi jangka pendek biasanya cenderung mengejar keuntungan
melalui capital gain.
2.1.2. Penilaian Harga Saham
Tujuan dari penilaian harga saham adalah untuk membantu investor dalam
menentukan saham mana yang paling menguntungkan. Investor akan selalu
membandingkan nilai intrinsik dengan harga pasar saham yang bersangkutan dalam
perdagangan saham. Saham yang memiliki nilai pasar lebih tinggi daripada nilai
intrinsiknya (overvalued) merupakan saham yang layak untuk dijual dan sebaliknya,
saham yang memiliki nilai pasar lebih rendah daripada nilai intrinsiknya
(undervalued) merupakan saham yang layak untuk dibeli. Kenyataan tersebut
mengharuskan para investor untuk menganalisis harga saham secara akurat. Analisis
terhadap harga saham terbagi atas: analisis teknikal dan analisis fundamental.
a. Analisis Teknikal
Analisis teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data
atau catatan pasar untuk mengestimasi permintaan dan penawaran saham suatu
analisis teknikal merupakan data yang dipublikasikan seperti harga saham, volume
perdagangan, indeks harga saham baik secara individual maupun gabungan, serta
faktor teknis lainnya. Model analisis teknikal lebih menekankan sisi psikologis dari
investor, yaitu memutuskan pembelian dan penjualan suatu saham di masa datang
berdasarkan kebiasaannya di masa lalu. Para pegikut analisis ini menyatakan bahwa
harga saham mencerminkan informasi yang relevan. Informasi tersebut ditunjukkan
oleh perubahan harga di waktu lalu. Perubahan-perubahan tersebut nantinya akan
memiliki pola yang berulang (Natarsyah dalam Husnan, et.al, 2002: 537). Ketepatan
waktu dalam memprediksi harga (price movement) jangka pendek suatu saham
merupakan sasaran yang ingin dicapai dari analisis ini. Keinginan untuk mencapai
sasaran inilah yang membuat faktor-faktor teknis menjadi penting bagi seorang
investor untuk menentukan waktu yang tepat untuk pembelian dan penjualan saham.
Alat analisis yang utama digunakan adalah grafik atau chart, seringkali disebut
charist.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka disimpulkan bahwa dalam memprediksi
harga saham di masa mendatang, analisis teknikal cenderung menggunakan data-data
di masa lalu seperti analisis naik-turunnya harga saham atau analisis indeks
perdagangan saham (Francis, 1988: 603).
b. Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan
kinerja keuangan perusahaan yang dituangkan dalam laporan keuangan sebagai
Analisis fundamental menyatakan bahwa setiap investasi saham memiliki
landasan yang kuat yang disebut nilai instrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu
analisa yang sangat hati-hati terhadap kondisi perusahaan pada saat ini dan
prospeknya di masa mendatang. Nilai instrinsik merupakan suatu fungsi dari
faktor-faktor perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu keuntungan
(return) yang diharapkan dengan suatu resiko yang melekat pada saham tersebut.
Nilai inilah yang diestimasi oleh para investor atau analis dan hasil dari estimasi ini
dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (current market price) sehingga dapat
diketahui saham-saham yang overprice atau underprice (Natarsyah dalam Husnan
et.al, 2002: 542).
Berdasarkan pernyataan di atas, menurut Natarsyah dalam Husnan, et.al
(2002: 542) dapat disimpulkan bahwa para analis fundamental mencoba
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang melalui beberapa hal berikut
ini:
1) Mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa mendatang.
2) Menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga
saham.
2.1.3. Faktor Fundamental
Analisis fundamental atau analisis perusahaan adalah analisis untuk
menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data keuangan perusahaan
analisa rasio. Analisis fundamental bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap
investor adalah makhluk rasional. Oleh karena itu, seorang fundamentalis mencoba
mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan. Argumentasi
dasarnya adalah bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai
intrinsik suatu saat tapi juga, dan bahkan lebih penting, harapan akan kemampuan
perusahaan dalam meningkatkan nilai di kemudian hari.
Analisis fundamental sangat berhubungan dengan kondisi keuangan
perusahaan. Menurut (Darmadji dan Fakhrudin, 2006: 189) “analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau
mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri
suatu perusahaan, termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen
perusahaan”. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu
saham.
Beberapa data atau indikator yang umum digunakan dalam analisis
fundamental adalah: pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau
pengembalian atas ekuitas (return on equity), margin laba (profit margin), dan
data-data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi
pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Dengan analisis ini diharapkan calon
investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya
karena biasanya nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja dari perusahaan
yang bersangkutan.
Analisis fundamental memfokuskan pada data laporan keuangan perusahaan
untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasikan secara akurat.
Tujuan analisis fundamental adalah untuk menentukan apakah nilai saham berada
pada posisi underpriced atau overpriced. Saham dikatakan underpriced bilamana
harga saham di pasar modal lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya
(nilai intrinsik), dan harga saham dikatakan overpriced apabila harga saham di pasar
modal lebih besar dari nilai intrinsiknya.
Indikator faktor fundamental yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Return on Asset (ROA)
ROA merupakan rasio yang membandingkan net income dengan total asset
(Sawir, 2005: 33). Jika dihubungkan investasi saham, maka investor cenderung
memilih saham dengan ROA yang tinggi.
b. Return on Equity (ROE)
ROE merupakan rasio yang membandingkan net income dangan stockholder
equity (Sawir, 2005: 33). Jika dihubungkan investasi saham, maka investor cenderung
memilih saham dengan ROE yang tinggi.
c. Earnings per Share (EPS)
Dalam lingkaran keuangan, alat ukur yang paling sering digunakan adalah EPS.
Angka yang ditunjukkan dari EPS inilah yang sering dipublikasikan mengenai
karena investor maupun calon investor berpandangan bahwa EPS mengandung
informasi yang penting untuk melakukan prediksi mengenai besarnya deviden per
saham di kemudian hari dan tingkat harga saham di kemudian hari, serta EPS juga
relevan untuk menilai efektivitas manajemen. Earning Per Share (EPS) merupakan
ukuran yang digunakan untuk menunjukkan jumlah uang yang dihasilkan dari setiap
lembar saham biasa.
2.1.4. Price Earnings Ratio
Price Earning Ratio merupakan salah satu indikator yang sering digunakan
analis sekuritas untuk menilai harga saham yang diperdagangkan di pasar modal.
Jones (2004) menyatakan bahwa Price Earning Ratio is simply the number of times
investors value earnings as expressed in the stock price. Selain itu juga sebagaimana
yang dikemukakan oleh Brealey and Myers (1991: 61) The high P/E shows that
investors think that the firm has good growth opportunities. Dengan demikian sebuah
perusahaan yang mempunyai PER yang tinggi akan menarik investor untuk membeli
saham perusahaan tersebut. Rasio ini dilihat oleh investor sebagai suatu ukuran
menghasilkan laba di masa depan (future earnings) dari suatu perusahaan. Investor
dapat mempertimbangkan rasio tersebut guna memilih saham mana yang nantinya
dapat memberikan keuntungan yang besar di masa yang akan datang.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi (high growth) biasanya
mempunyai PER yang besar, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah
(low growth) biasanya memiliki PER yang rendah (Gibson, 1992: 380-381).
pasar dari setiap lembar saham akan semakin membaik, demikian pula sebaliknya
(Purnomo, 2008: 34). Dalam penelitiannya, Basu (1977: 670) menemukan bahwa
PER dan return adalah berkaitan/berhubungan. Saham dengan PER yang tinggi akan
memperoleh pengembalian lebih tinggi daripada yang diperoleh saham dengan PER
yang rendah. PER digunakan investor untuk menghubungkan laba perusahaan dengan
harga saham yang dapat dirumuskan:
PER = x100% share per Earnings share per price Market
Dari formula tersebut jelas bahwa PER merupakan perbandingan antara harga saham
dengan EPS, di mana hal tersebut dapat diperoleh dari masing-masing neraca
(balance sheet) pada laporan keuangan masing-masing bank yang diobservasi.
Terdapat bukti yang mengindikasikan terjadi penurunan harga saham secara
signifikan selama pengumuman dari pembelanjaan modal yang baru atau hutang yang
dapat dipertukarkan (convertible debt). Penawaran hutang secara terbuka atau saham
preferen menghasilkan reaksi harga saham yang signifikan.
2.1.5. Investment Opportunity Set (IOS)
IOS merupakan pengukuran atas pertumbuhan perusahaan yang diwakilkan
atau diproksikan dengan harga, investasi dan varian, di mana IOS yang memiliki
level yang tinggi cenderung untuk membagikan deviden yang rendah serta IOS yang
memiliki level rendah akan membagikan deviden yang tinggi sehingga investor akan
yang tinggi dan akan menaikkan harga saham dan tentunya akan memberikan capital
gains yang besar.
IOS merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang
dimiliki (assets in place) yang dinilai secara independen dari kesempatan investasi
perusahaan di masa yang akan datang dan pilihan pertumbuhan serta opsi investasi
di masa yang akan datang, di mana IOS tersebut mempengaruhi nilai suatu
perusahaan (value of firm). Nilai perusahaan akan diukur dengan total aktiva atau
total hutang jangka panjang (long term liabilities) dengan jumlah ekuitas, juga
melakukan pengukuran atas leverage perusahaan yang pada akhirnya memberikan
format di dalam struktur modal perusahaan.
Kombinasi aktiva yang dimiliki dan opsi investasi di masa yang akan datang
yang diukur dengan investment opportunity set (IOS) akan menunjukkan nilai
perusahaan. Penelitian yang mengkaji IOS dengan berbagai variabel pertumbuhan
perusahaan dan variabel lainnya yang terkait dengan IOS telah banyak dilakukan.
Penelitian yang mengevaluasi berbagai proksi IOS yang berasosiasi dengan
pertumbuhan perusahaan telah dilakukan oleh Kallapur dan Trombley (1999) dalam
Pagalung (2003). Kebijakan pendanaan (financing), deviden, kompensasi dan
akuntansi (Smith dan Watts, 1992, Gaver dan Gaver, 1993, 1995 dan Skinner, 1993),
Pemilihan kebijakan pengungkapan (Cahan dan Hossain, 1996) kebijakan deviden
dan hutang korporasi konglomerat (Chaebol) Korea (Gul dan Kealey, 1999),
kebijakan korporasi perusahaan-perusahaan di Australia (Jones dan Sharma, 2001),
(Belkaoui dan Picur, 2001), dan model umum kesempatan tumbuh (Al Najjar dan
Belkaoui, 2001).
Investment Opportunity Set (IOS) perusahaan menentukan kemampuannya
memperoleh keuntungan dari prospek pertumbuhan. Nilai opsi perusahaan tergantung
kepada pengeluaran-pengeluaran discretionary selanjutnya oleh manajer akan
menambah besar biaya perusahaan dan tentunya akan memperkecil laba perusahaan
dengan asumsi pendapatan konstan (agency theory), sementara assets in place tidak
memerlukan investasi tersebut (Gaver and Gaver dalam I. Ketut Jati, 2003). Potensi
pertumbuhan dapat ditunjukkan dengan perbedaan antara nilai pasar saham (market
value of share) dengan nilai buku (book value of share). IOS merupakan variabel
yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu diperlukan proksi (Hartono dalam I.
Ketut Jati, 2003).
Proksi IOS itu sendiri bervariasi bentuknya dan diklasifikasikan menjadi tiga
jenis utama proksi (Gaver and Gaver 1993, Jones dan Sharma, 2001, Kallapur dan
Trombley, 2001 dalam Gagaring Palagung, 2003) yaitu:
1. Proksi berdasarkan harga (price based proxies),
2. Proksi berdasarkan investasi (investment based proxies), dan
3. Proksi berdasarkan varian (variance measurement based proxies).
1. IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek
pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang
didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan
yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk
aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan (assets in place). IOS yang didasari pada
harga akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan
nilai pasar perusahaan. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam beberapa
penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah sebagai berikut:
a. Market to book value of equity dihitung dengan formula:
Jumlah Saham Beredar x Harga Penutupan Saham x 100% Total Ekuitas
b. Book to market value of assets dihitung dengan formula:
Total Aktiva-Total Ekuitas+Jumlah Shm Beredar x Harga Penutupan Shm Total Aktiva
c. Earning to price ratios dihitung dengan formula:
Laba Per Lembar Saham Harga Penutupan Saham
d. Tobin’s Q² dihitung dengan formulasi:
(Jumlah Saham Beredar x Harga Penutupan Saham) + (Total Hutang + sediaan) - Jumlah Aktiva Lancar
Total Aktiva
e. Debt ratios dihitung dengan formula:
Total Hutang x 100% Total Aktiva
f. Debt to equity ratios dihitung dengan formula:
Total Hutang x 100% Total Modal Sendiri
g. Gross Profit Margin dihitung dengan formula:
Penjualan – Harga Pokok Penjualan x 100% Penjualan
h. Total Assets Turn Over dihitung dengan formula:
Penjualan x 100% Total Aktiva
2. Proksi IOS kedua berdasarkan investasi yang mengungkapkan bahwa suatu
kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu
perusahaan. Perusahaan yang memiliki suatu IOS yang tinggi seharusnya juga
memiliki suatu tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang
ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama. Bentuk proksi ini
adalah rasio yang membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah
diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi
dari aktiva yang telah diinvestasikan. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam
penelitian yang berkaitan dengan proksi investasi tersebut diantaranya:
a. The ratio of R & D to assets. b. The ratio of R & D to sales.
c. Ratio of capital expenditure to firm value. d. Investment intensity.
e. Ratio of capital expenditure to book value of assets. f. Investment to sales ratios.
g. Rasio capital additional to assets book value. h. Investment to earnings ratio.
i. Log of firm value.
3. Proksi IOS ketiga didasarkan kepada pengukuran penyimpangan (variance
measurement) yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih
bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya
opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.
Ukuran yang digunakan dalam beberapa penelitian diantaranya:
a. Variance of returns.
b. Assets beta.
c. The variance of assets deplated sales.
Ketiga jenis proksi di atas yang menggambarkan beragamnya ukuran IOS
sehingga memungkinkan beberapa peneliti menggunakan beragam rasio sebagai
proksi IOS. Hal ini terjadi karena IOS bersifat unobservable (Gaver dan Gaver,
1993). Pendekatan yang digunakan beberapa peneliti sebagian besar menggunakan
ukuran variabel rasio-rasio dalam bentuk pengukuran rasio tunggal (single ratio),
namun demikian beberapa penelitian hanya menggunakan pendekatan pengukuran
komposit (composite measures) yaitu menggabungkan beberapa rasio sehingga
membentuk suatu ukuran baru sebagai proksi. Pendekatan yang dapat digunakan
dalam pengukuran komposit tersebut adalah dengan menggunakan analisis faktor
untuk membentuk suatu varibel komposit yang dapat dikembangkan dan diuji lebih
lanjut. Hal ini dilakukan karena selain IOS bersifat unobservable, IOS kurang tepat
bila diproksi dari satu ukuran empiris tunggal saja, sehingga dibutuhkan proksi-proksi
menggunakan pendekatan proksi komposit akan dapat mengurangi kesalahan
pengukuran yang secara inheren melekat dalam variabel tunggal (single variable)
untuk proksi IOS (Kallapur dan Trombley, 2001).
2.1.6. Harga Saham
Jogiyanto (2003: 80) mengatakan bahwa untuk menghitung nilai buku suatu
saham, beberapa nilai yang berhubungan dengannya perlu diketahui. Nilai-nilai
tersebut adalah:
1. Nilai Nominal (Par Value)
Nilai nominal (par value) dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang
ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Kepentingan dari nilai nominal adalah untuk
kaitannya dengan hukm. Nilai nominal ini merupakan modal per lembar yang secara
hukum harus ditahan di perusahaan untuk proteksi kepada kreditor yang tidak diambil
oleh pemegang saham.
2. Agio Saham (Additional Paid-in Capital)
Agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value)
merupakan selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan
nilai nominal sahamnya.
3. Nilai Modal Disetor (Paid in Capital)
Nilai modal disetor (paid in capital) merupakan total yang dibayar oleh
pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen
atau dengan saham biasa. Nilai modal disetor merupakan penjumlahan total nilai
4. Laba Ditahan (Retained Earnings)
Laba Ditahan (Retained Earnings) merupakan laba yang tidak dibagikan
kepada pemegang saham. Laba yang tidak dibagi ini diinvestasikan kembali ke
perusahaan sebagai sumber dana internal.
a. Nilai Pasar (Market Value)
Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku merupakan
nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah
harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh
pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham
yang bersangkutan di pasar bursa.
b. Nilai Intrinsik (Intrinsic Value)
Nilai intrinsik (intrinsic value) atau nilai fundamental (fundamental value)
merupakan nilai seharusnya dari suatu saham. Ada dua macam analisis yang
banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari suatu saham, yaitu
atau analisis perusahaan (company analysis) dan analisis teknikal (technical
analysis).
1. Analisis Sekuritas Fundamental (Fundamental Security Analysis)
Analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis) atau analisis
perusahaan (company analysis) menggunakan data fundamental, yaitu data yang
berasal dari keuangan perusahaan (misalnya laba, deviden yang dibayar, penjualan
dan lain sebagainya). Untuk analisis fundamental, ada dua pendekatan yang
sekarang (present value approach) dan pendekatan PER (P/E ratio approach).
Pendekatan nilai sekarang disebut juga dengan metode kapitalisasi laba
(capitalization of income method) karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai
masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Pendekatan PER (price
earning ratio) disebut juga dengan pendekatan earnings multiplier. PER
menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan
berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings.
Misalnya nilai PER adalah 5, maka ini menunjukkan bahwa harga saham merupakan
kelipatan 5 kali dari earnings perusahaan. Misalnya earnings yang digunakan adalah
earnings tahunan dan semua earnings dibagikan dalam bentuk deviden, maka nilai
PER sebesar 5 juga menunjukkan lama investasi pembelian saham akan kembali
selama 5 tahun. Analisis fundamental banyak digunakan oleh para akademisi dalam
menentukan harga saham.
2. Analisis Teknikal (Technical Analysis)
Analisis teknikal merupakan analisis untuk mengetahui nilai intrinsik dari
suatu saham dengan menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume
transaksi saham). Analisis teknikal banyak digunakan oleh para praktisi dalam
menentukan harga saham.
Menurut Mishkin (2003: 281) “Technical analysis is to study past stock price
data and search for patterns such as trends and regular cycles”. Berdasarkan
pengertian tersebut, bahwa analisis teknikal bertujuan mempelajari data-data
mencari pola pergerakan harga saham seperti kecenderungan pergerakan harga saham
dan siklus yang teratur.
2.2. Review Penelitian Terdahulu (Theoritical Mapping)
Penelitian ini mereview beberapa penelitian terkait diantaranya yang
dilakukan oleh Limbong (2006), Pagalung (2003), Jati (2003), Santoso (2001),
Haryanto (2003), Sasongko dan Wulandari (2003) dan Daniati (2006).
Adapun beberapa literatur penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
& Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil dari Penelitian
1 Albed Eko Limbong (2006) Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematis terhadap Tingkat Keuntungan Saham Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen capital adequacy
ratio, return on risk asset, return to asset
ratio, net profit
margin, return on asset, net interest
margin. Operating
profit margin dan
dependen return
saham.
Secara simultan faktor fundamental dan risiko sistematik berpengaruh terhadap keuntungan saham, sedangkan secara parsial, hanya ROA, NPM, OPM, dan LDR yang berpengaruh terhadap keuntungan saham. 2 Gagaring Pagalung (2003) Pengaruh Kombinasi Keunggulan dan Keterbatasan Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi (IOS). Keunggulan: 1.Reputasi 2.Multinasional 3. Size 4.Profitabilitas Keterbatasan: 1.Leverage 2.Risiko Sistematis 3.IOS
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Keunggulan hanya diwakili oleh satu variabel yaitu reputasi perusahaan dan berkorelasi positif dengan IOS, Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Al Najar dan Belkaoui (2001).
3
I Ketut Jati (2003)
Relevansi nilai
Devidend Yield dan Price Earning Ratio
dengan Moderasi
Investment
Opportunity Set
dalam Penilaian Harga Saham di Bursa Efek Jakarta.
1. Devidend Yield 2. Price Earning
ratio
3. IOS
Tidak ditemukan perbedaan relevansi nilai deviden yield dan
price earning ratio dengan nilai
saham. 4 Rudy Santoso (2001) Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham. 1. GPM 2. NPM 3. ROI 4. ROE 5. Profit Margin 6. Harga Saham
Ada pengaruh yang signifikan antara rasio profitabilitas dengan harga saham. 5 Haryanto (2003) Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Minuman di BEJ. Return On Assets (ROA), Return On
Equity (ROE), dan Net Profit Margin
(NPM) Harga saham merupakan variabel dependen.
Hanya ROE yang berpengaruh terhadap perubahan harga saham, sedangkan ROA dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham.
6 Sasongko dan Wulandari
(2003)
Pengaruh EVA dan Rasio-rasio
Profitabilitas
terhadap Harga Saham.
Return On Assets
(ROA), Earning Per
Share (EPS), Return On Sales (ROS) dan Basic Earning Power
(BEP) Harga saham merupakan variabel dependen.
Hanya EPS yang berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan ROA, ROS, dan BEP tidak berpengaruh terhadap harga saham. 7 Daniati, Ninna dan Suhairi (2006) Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Laporan Arus Kas, Laba Kotor, dan Size Perusahaan terhadap
Expected Return
Saham (Survey pada Industri Textile dan
Automotive yang
Terdaftar di BEJ).
Laporan Arus Kas, Laba Kotor, Size dan
Expected Return.
Adanya pengaruh yang signifikan antara arus kas dari aktivitas operasi terhadap expected return saham.