• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODE PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Sebesi Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung (Gambar 2). Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan selama 6 bulan pada bulan Februari 2010 sampai bulan Juli 2010. Koordinat stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3 dan Gambar 4.

Tabel 1 Koordinat lokasi stasiun penelitian

No Lokasi Stasiun

Koordinat

3 meter 10 meter

Latitude Longitude Latitude Longitude 1 Segenom 05055’22.9’’ 105030’24.8’’ 05055’18.3’’ 105030’23.1’’ 2 Pulau Umang-umang 05055’48.17’’ 105030’50.55’’ 05055’43.9’’ 105030’50.3’’ 3 Gosong Sawo 05056’7.01’’ 105031’6.00’’ 05056’7.30’’ 105031’6.00’’ 4 Regan Lada 05056’32.5’’ 105031’3.40’’ 05056’39.9’’ 105031’6.20’’ 5 Sianas 05057’26.3’’ 105030’43.5’’ 05055’30.2’’ 105030’58.6’’ 6 Sianas Ujung 05057’40.12’’ 105030’32.9’’ 05057’42.5’’ 105030’46.60’’

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat selam Self

Contained Underwater Buoyancy Apparatus (SCUBA), peta dasar (basemap) yang sudah digitasi, perahu motor, peralatan tulis bawah air, Stop watch, Camera

underwater, Hand Global Positioning System (GPS) G 60, Rollmeter 50 meter, alat tulis bawah air (sabak dan pensil), buku identifikasi karang, Secchi disc,

Thermometerdan Refraktometer.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian melalui observasi, survey dan wawancara dengan masyarakat, wisatawan dan stakeholder terkait. Sedangkan data sekunder merupakan jenis data yang diperoleh dari studi kepustakaan di dinas atau instansi terkait dalam bentuk laporan dan publikasi daerah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas

(2)

G am ba r 2 P et a loka si p e ne li ti an P ul au S ebe si P rovi ns i L am pung.

(3)

G am ba r 3 P et a st as iun pe ne li ti an B iof is ik P ul au S ebe si P rovi ns i L am pung.

(4)

G am b ar 4 P et a st as iu n p en el iti an so sek P u lau S eb es i P ro v in si L am p u n g .

(5)

Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Perhubungan, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik, Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lampung Selatan, Kantor Kecamatan Rajabasa, Kantor Desa Tejang Pulau Sebesi dan Badan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Pulau Sebesi. Peta-peta pendukung diperoleh dari instansi BTIC Biotrop, Dishidros TNI AL dan BAKOSURTANAL.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Parameter Lingkungan

Metode pengukuran parameter lingkungan dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan ada komunitas karang dengan jumlah stasiun pengamatan adalah 6 buah (Lihat Gambar 3). Masing pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Data parameter lingkungan yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data parameter lingkungan

No Paremeter Satuan Alat dan Bahan Keterangan

1 Kecerahan meter Secchi disc In situ

2 Kedalaman meter Tali pengukur dan konsul In situ

3 Kecepatan Arus cm/dtk Flow meterdan stop watch In situ

3.4.2. Data Komunitas Karang

Stasiun pengamatan komunitas karang dilakukan 6 stasiun di lokasi penelitian (lihat Gambar 3) yang dianggap mewakili kondisi terumbu karang pada masing-masing kedalaman 10 meter dan kedalaman 3 meter. Transek pengambilan data ditetapkan setelah melihat hasil citra dan observasi pendahuluan dengan mengelilingi Pulau Sebesi sebagai lokasi penelitian. Batasan area studi dilakukan hanya di sisi timur Pulau Sebesi yang tidak membahayakan penyelaman dalam pengambilan data komunitas karang.

Metode yang digunakan untuk penentuan kondisi komunitas karang adalah metode Line Intercept Transect (LIT) dengan menentukan bentuk pertumbuhan (lifeform) karang dan persentase luasan penutupan karang dengan melihat nilai kategori (English et al. 1994). Teknis pelaksanaan dilapangan yaitu seorang penyelam meletakan meteran sepanjang rataan terumbu (reef flat) horizontal garis

(6)

pantai sampai daerah tubir (reef crest). Kemudian dilakukan pencatatan karang yang berada tepat digaris meteran dengan ketelitian hingga sentimeter, pengamatan biota pengisi habitat dasar didasarkan pada bentuk pertumbuhan (lifeform) yang memiliki kode-kode tertentu (English et al. 1994), dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya

Sumber: English et al. (1994)

3.4.3. Data Ikan Karang

Data ikan karang dalam penelitian ini diperoleh dengan metode

Underwater Visual Census(UVC) pada transek terumbu karang yang sama yaitu metode untuk mengidentifikasi ikan karang melalui pengamatan terhadap ikan-ikan karang yang ditemukan pada jarak 2.5 meter ke kiri dan kanan di garis

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor

Dead Coral with Alga DCA Karang masih berdiri, struktur skeletal masih terlihat

Acropora

Branching ACB Paling tidak 2

o

Percabangan. Memiliki axial dan radial coralit

Encrusting ACE Biasanya merupakan dasar dari bentuk acropora belum

dewasa

Submassive ACS Tegak dengan bentuk seperti baji

Digitae ACD Bercabang tidak lebih 2o

Tabulate ACT Bentuk seperti meja datar

Non-Acropora

Branching CB Paling tidak 2

o Percabangan. Memiliki axial dan radial

coralit

Encrusting CE Sebagian besar terikat pada substrat (mengerak). Paling

tidak 2opercabangan

Foliose CF Karang terikat pada satu atau lebih titik, seperti daun, atau

berupa piring

Massive CM Seperti batu besar atau gundukan

Submassive CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji

Mushroom CMR Soliter, karang hidup bebas dari genera

Heliopora CHL Karang biru

Millepora CML Karang api

Tubipora CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil

Soft Coral SC Karang bentuk lunak

Sponge SP

Zeanthids ZO

Others OT Ascidians, anemon, georgoniandan lain-lain

Alga Alga assemblage AA Corallinee alga CA Halimeda HA Macroalga MA Turf Alga TA Abiotik Sand S Pasir

Rubble R Patahan karang yang ukuran kecil

Silt SL Pasir berlumpur

Water W Air

(7)

transek. Keberadaan ikan karang dicatat berdasarkan gambar panduan jenis-jenis ikan karang yang dibawa oleh penyelam dan penentuan jumlah jenis ikan karang tersebut dilakukan berdasarkan nama latin spesiesnya (English et al. 1994).

3.4.4. Data Sosial

Pengumpulan data sosial sebagai bahan analisis persepsi masyarakat, Nilai Visual Objek Wisata Bahari (SBE) dan penentuan prioritas alternatife strategi dan kebijakan bagi pengembangan wisata bahari melalui wawancara menggunakan kuesioner (lihat Lampiran 14, 15, dan 16). Responden yang diambil untuk analisis persepsi masyarakat, nilai visual objek wisata bahari berdasarkan teknik purposive sampling (lokasi stasiun penelitian sosek lihat Gambar 4). Dalam penentuan jumlah responden didasarkan pada pendapat atau saran para ahli riset yaitu menyarankan untuk pengambilan sampel sebesar 10% dari populasi atau minimal 30 orang (Azwar S 1999 in Anggaini 2009). Diperoleh responden berjumlah 35 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, pemerintah, pedagang, nelayan, pemandu wisata, wisatawan dan karang taruna. Responden dalam penentuan prioritas arahan strategi dan kebijakan pengembangan wisata bahari dipilih secara purposive sampling yaitu penentuan responden dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku (individu atau lembaga) yang mempengaruhi pengambilan kebijakan baik langsung maupun tidak langsung, responden memiliki keahlian khusus dan dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait dengan pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi.

Responden dalam analisis penentuan strategi dan kebijakan dalam pengembangan wisata bahari berjumlah 11 orang yang terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat dan swasta. Responden dari unsur pemerintah di lingkup pemerintah Kabupaten Lampung Selatan berjumlah 6 orang yaitu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lampung Selatan, Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Lampung Selatan, Kasi Bidang Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung Selatan, Sekretaris Bapedalda Kabupaten Lampung Selatan, Dinas Bappeda Kabupaten Lampung Selatan, dan Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi. Responden dari unsur swasta berjumlah 2 orang. Sedangkan responden dari unsur masyarakat berjumlah 3 orang terdiri dari tokoh masyarakat Pulau Sebesi.

(8)

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Komunitas Karang

Persentase penutupan karang berdasarkan kategori dan persentase tutupan karang keras (lifeform), semakin tinggi persen penutupan karang keras maka kondisi ekosistem terumbu karang semakin baik. Pengolahan data persentase penutupan karang dengan menggunakan Microsof Office Excel 2007. Data persentase tutupan komunitas karang diperoleh berdasarkan metode Line Intersept

Transect(LIT) berdasarkan persamaannya :

Keterangan:

N = Persen penutupan karang

li = Panjang total lifeform ke-i

L = Panjang transek 50 meter

Data kondisi penutupan terumbu karang yang diperoleh dari persamaan diatas kemudian dikategorikan mengacu pada formulasi Gomez dan Yap (1988). Kategori kondisi terumbu karanag berdasarkan persentase penutupan karang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang keras

No Persentase Karang Keras (%) Kategori

1 0-24.9 Rusak

2 25-49.9 Sedang

3 50-74.9 Baik

4 75-100 Sangat Baik

Sumber: Gomez dan Yap (1988)

3.5.2. Analisis Kesesuaian Kawasan

Analisis terhadap kesesuaian kawasan ini ditujukan untuk kegiatan wisata bahari berbasis ekologi. Kegiatan wisata bahari berbasis ekologi yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya serta memiliki persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang akan dikembangkan. Analisis kesesuaian kawasan wisata bahari berbasis ekologi

% 100 x L li N 

(9)

mencakup penyusunan matrik kesesuaian yang ada pada setiap stasiun pengamatan, pembobotan dan pengharkatan serta analisis indeks kesesuaian setiap kategori wisata bahari berbasis ekologi.

Dalam penentuan parameter, pemberian bobot dan skor ditentukan berdasarkan hasil studi empiris dan justifikasi para ahli (expert) yang berkompeten dibidang wisata bahari. Langkah awal yang dilakukan yaitu membangun sebuah matrik kriteria kesesuaian pemanfaatan untuk mempermudah pembobotan (weighting) dan pengharkatan (scoring) yang berisi informasi parameter, bobot, kategori kelas kesesuaian dan skor. Besaran nilai bobot disesuaikan dengan penting tidaknya parameter yang bersangkutan bagi kesesuaian kegiatan wisata bahari berbasis ekologi. Pembobotan setiap parameter dan skoring berdasarkan kelas kesesuaian.

3.5.2.1. Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori WisataDiving

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving mempertimbangkan enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving No Parameter Bobot Kategori

S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor Kategori N Skor 1 Kecerahan perairan (%) 5 >80 3 50-80 2 20-<50 1 <20 0 2 Tutupankomunitas karang (%) 5 >75 3 >50-75 2 25-50 1 <25 0 3 Jenis life form 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 4 Jenis ikan karang 3 >100 3 50-100 2 20-<50 1 <20 0 5 Kecepatanarus (cm/dtk) 1 0-15 3 >15-30 2 >30-50 1 >50 0 6 Kedalamanterumbu karang (m) 1 6-15 3 >15-20 3-<6 2 >20-30 1 >30 <3 0 Sumber: Yulianda (2007)

(10)

Keterangan:

Nilai maksimum = 54

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83-100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50-<83 %

S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17-<50% N = Tidak sesuai, dengan nilai <17%

3.5.2.2. Matriks Kesesuaian Wisata Bahari Kategori WisataSnorkling

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang lihat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Matriks kesesuaian wisata bahari kategori snorkling No Parameter Bobot Kategori

S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor Kategori N Skor 1 Kecerahan perairan (%) 5 100 3 80-<100 2 20-<80 1 <20 0 2 Tutupankomunitas karang (%) 5 >75 3 >50-75 2 25-50 1 <25 0 3 Jenis life form 3 >12 3 <7-12 2 4-7 1 <4 0 4 Jenis ikan karang 3 >50 3 30-50 2 10-<30 1 <10 0 5 Kecepatanarus (cm/dt) 1 0-15 3 >15-30 2 >30-50 1 >50 0 6 Kedalamanterumbu karang (m) 1 1-3 3 >3-6 2 >6-10 1 >30 <1 0 7 Lebar hamparan datar karang (m) 1 >500 3 >100-500 2 20-100 1 <20 0 Sumber: Yulianda (2007) Keterangan: Nilai maksimum = 57

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83-100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50-<83 %

S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 17-<50% N = Tidak sesuai, dengan nilai <17%

(11)

Beberapa nilai parameter kesesuaian kegiatan diving seperti jenis lifeform, ikan karang dan tutupan komunitas karang disesuaikan dengan kondisi potensi terumbu karang dan jenis ikan yang menjadi daya tarik wisata bahari berbasis ekologi di wilayah penelitian.

3.5.2.3 Indeks Kesesuaian Wisata

Analisis indeks kesesuaian wisata (IKW) merupakan lanjutan dari matriks kesesuaian wisata diving dan wisata snorkling. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesesuaian wisata (Yulianda 2007).

100%

Ni Nmaks

IKW

Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian wisata

Ni = Nilai parameter ke-I (bobot x skor)

Nmaks= Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

3.6. Analisis Nilai Visual Objek Wisata Bahari

Menentukan nilai visual pengembangan wisata bahari berbasis ekologi dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Tahapan yang dilakukan dalam menentukan nilai Scenic Beauty Estimation (SBE) diawali dengan menentukan titik pengamatan, pengambilan foto, seleksi foto, penilaian oleh responden dan diakhiri dengan perhitungan nilai Scenic Beauty Estimation (SBE).

Perhitungan nilai visual dengan menggunakan metode Scenic Beauty

Estimation (SBE) dimulai dengan tabulasi data, perhitungan frekuensi setiap skor (f), perhitungan frekuensi kumulatif (cf) dan cumulative probabilities (cp) (Bock dan jones 1988, Daniel dan Boster 1976 in Khakhim 2009). Penentuan nilai Z melalui nilai cp (mengunakan Microsoft office excel 2007). Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap foto kemudian dihitung dengan rumus Scenic Beauty

(12)

Z Z

x100

SBEXXO

Keterangan:

SBEX = Nilai penduga nilai keindahan objek ke-x

ZX = Nilai rata-rata z untuk objek ke-x

Zo = Nilai rata-rata suatu objek tertentu sebagai standar

Dibuat klasifikasi menjadi tiga yaitu Scenic Beauty Estimation (SBE) tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana (simplified

rating) menurut Hadi 2001 in Khakim 2009.

3.7 Analisis Daya Dukung Kawasan

Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari berbasis ekologi tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung terbatas.

Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisatai berbasis ekologi dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). Daya Dukung Kawasan (DDK) merupakan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda 2007). Persamaan Daya Dukung Kawasan (DDK) dalam bentuk rumus :

Keterangan:

DDK = Daya dukung kawasan (orang/hari)

K = Potensi ekologis pengunjung persatuan unit area

Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan

Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk setiap kegiatan

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan Wp Wt x Lt KxLp DDK

(13)

Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan (Tabel 7 dan Tabel 8). Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga.

Tabel 7 Potensi ekologi pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Sumber: Yulianda (2007)

Tabel 8 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari

Sumber: Yulianda (2007)

Setelah diperoleh hasil kesesuaian kawasan dan daya dukung maka dilakukan arahan pengembangan kawasan wisata bahari. Pendekatan analisis keruangan dengan menggunakan software ArcGIS.

3.8. Analisis Arahan Strategi dan Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari

Atas dasar hasil analisis sebelumnya yaitu kesesuaian kawasan, daya dukung dan supply demand selanjutnya dibuat suatu arahan strategi dan kebijakan pengembangan wisata bahari berbasis ekologi di Pulau Sebesi. Dalam penentuan arahan pengembangan wisata bahari berbasis ekologi di Pulau Sebesi dilakukan dengan teknik gabungan AHP (Analytical Hierarchy Process) dan SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities dan Threats) atau disebut A’WOT.

A’WOT (AHP-SWOT) adalah metode yang dibangun sebagai upaya penggabungan metode AHP dengan SWOT untuk dapat mendukung pengambilan keputusan melalui analisis AHP dengan memperhatikan unsur (analisis SWOT). Proses analisis A’WOT pada prinsipnya sama dengan prosesl analisis AHP konvensional, mulai dari perumusan dan penguraian masalah menjadi kriteria-kriteria, membangun struktur hierarki, melakukan perbandingan berpasangan anatar komponen kriteria dan proses sintesa pendapat untuk memperoleh prioritas

No Jenis kegiatan

K (

pengunjung)

Lt

(unit area) Keterangan

1 Wisata Diving 2 2.000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m 2 Wisata Snorkling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

No Jenis kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp (jam) Total waktu 1 hari Wt (jam) 1 Wisata Diving 2 8

(14)

alternatif keputusan yang akan diambil. Software yang dikembangkan untuk analisis ini adalah Expert choice 2000.

A’WOT merupakan suatu analisis yang mengintegrasikan SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities dan Threats) ke dalam kerangka AHP (Analytical Hierarchy Process). Analisis ini terbukti mampu dilakukan dalam merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain di Kepulauan Seribu (Priyono 2004), Papua (Soselisa 2006), Sulawesi Selatan (Saru 2007), Kutai Timur (Wijaya 2007) dan Deli Serdang (Susilo 2007). Analisis dilakukan dengan dua tahapan. Pertama, identifikasi faktor-faktor komponen SWOT dan merumuskan alternatif kegiatan pengembangan wisata bahari berbasis ekologi Pulau Sebesi. Kedua, melakukan AHP terhadap faktor-faktor komponen SWOT dan alternatif kegiatan pengembangan untuk menentukan prioritas kegiatan.

Tahapan metode A’WOT adalah 1.) Mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pemberdayaan masyarakat pesisir dengan metode SWOT, dan 2.) Melakukan AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan tujuan tahapan sebagai berikut merinci permasalahan kedalam komponen-komponennya, kemungkinan mengatur bagian dari komponen komponen tersebut kedalam bentuk hierarki. Hierarki yang paling atas diturunkan kedalam beberapa elemen set lainnya shingga akhirnya terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen yang dapat dikendalikan dicapai dalam situasi konflik

Adapun proses/ prinsip kerja A’WOT dalam menentukan prioritas arahan strategi dan kebijakan dalam pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi Provinsi Lampung aradalah sebagai berikut, yaitu;

3.8.1. Penyusunan hierarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi suatu struktur hierarki. Dalam penelitian ini persoalan yang akan diselesaikan adalah arahan strategi dan kebijakan dalam pengembangan wisata bahari dengan kriteria adalah faktor internal dan eksternal pengembangan wisata bahari di Pulau dan alternatif kegiatan pengembangan adalah pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang secara optimal, upaya pencegahan kerusakan terumbu karang, peningkatan SDM,

(15)

pengelolaan wisata terpadu, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan peraturan dan kelembagaan.

3.8.2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise

comparison). Menurut Saaty (1983) in Marimin (2004), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala banding berpasangan Saaty dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala berpasangan Saaty Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya (equal) Dua mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainnya (moderate)

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen disbanding elemen lainya

5 Elemen satu lebih penting dari pada elemen lainnya (strong)

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemn lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya (very strong)

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting pada elemen lainnya (extreme)

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6 dan 8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya disebanding dengan i

Sumber: Saaty (1983) in Marimin (2004)

Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara membandingkan dengan faktor lain (komponen kiri dari baris yang sama pada kolom isian) dan dilihat mana yang lebih berperan antar faktor-faktor tersebut untuk penentuan level atasnya.

3.8.3. Menentukan prioritas

Setiap kriteria dan alternatif, perlu dikakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan prioritas (peringkat relatif) dari seluruh kriteria dan alternatif. Baik

(16)

kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan

judgementyang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.

3.8.4. Konsistensi logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Kajian mengenai arahan strategi dan kebijakan pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi merupakan hal yang penting demi kelestarian sumberdaya alam laut yang ada di Provinsi Lampung. Diagram hierarki dari analisis A’WOT arahan strategi dan kebijakan pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 5.

(17)

Gambar 5 Diagram Hierarki dari Analisis A’WOT arahan strategi dan kebijakan dalam pengembangan wisata bahari Pulau Sebesi.

i j k l m n

a b c d e f g h

PENENTUAN PERIORITAS

KEGIATAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI PULAU SEBESI Tingkat 1 Tujuan Utama Tingkat 2 Komponen SWOT Tingkat 3 Kriteria Tingkat 4 Alternatif Prioritas Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) ) Kekuatan (Strength) ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 5 5

(18)

Keterangan :

a. Kualitas perairan yang relatif baik

b. Keanekaragaman karang dan ikan karang serta biota laut lainnya c. Aksesibilitas mudah

d. Partisipasi dan keinginan dari masyarakat yang tinggi

e. Kurangnya koordinasi dan implementasi dalam pengelolaan wisata bahari berbasis ekologi sesuai dengan aturan f. Kurang mendapat dukungan dari Pemerintah

g. Lemahnya penegakan hukum

h. Rendahnya SDM pengelolaan kawasan wisata bahari

i. Target Pemda Lampung Selatan untuk mengembangkan kawasan wisata bahari berbasis ekologi j. Tingginya dukungan dari LSM setempat dan donator international

k. Trigerpeningkatan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) l. Degradasi sumberdaya akibat aktivitas wisata bahari yang tidak dikelola dengan baik m. Meningkatnya pencemaran lingkungan baik dari darat maupun laut (kapal)

n. Umumnya spesies yang dilindungi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi

5

Gambar

Tabel 1 Koordinat lokasi stasiun penelitian
Tabel 2 Data parameter lingkungan
Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun ekosistem terumbu karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya
Tabel 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving
+5

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

Kandungan asam lemak tak jenuh khususnya omega-3 seperti EPA dan DHA didalam minyak ikan 6 menjadikan minyak tersebut memiliki nilai jual tinggi, disebabkan karena

Metode BATIK (baca, tulis dan karya) dapat meningkatkan minat siswa dan mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia, dengan menggunakan dan mengenalkan budaya masayarakat

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,

Hasil belajar siswa menggunakan nilai post test dengan teknik analisis data statistik uji-t satu sampel (one sample t-test). Hasil penelitian ini menunjukan penuntun

Pengumpulan data dilakukan dengan mendeskripsikan langkah pengembangan dengan model ADDIE dengan mengintegrasikan matakuliah Bioteknologi berbasis bioinformatika

Kesimpulan penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan media modul dapat diterapkan untuk (1) meningkatkan kualitas proses belajar siswa pada materi