• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN MANDIRI CITRALAND SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN MANDIRI CITRALAND SURABAYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN

MANDIRI CITRALAND SURABAYA

Adelia E. Matondang1), Happy R. Santosa2), dan Ispurwono S.3) 1) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology

Jl . Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111, Campus ITS Sukolilo e-mail: adeliaenjelina@gmail.com

2) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology 3) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology

ABSTRAK

Kawasan mandiri merupakan kawasan yang dirancang sebagai solusi berkelanjutan. Hal ini dikarenakan kawasan mandiri memiliki fasilitas pendukung dalam kawasan sehingga dapat mengurangi jarak tempuh dan penggunaan kendaraan bermotor. Kawasan mandiri harus mampu mendorong penggunaan jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan kendaraan umum sebagai upaya mencapai keberlanjutan. Namun pada kenyatannya, kawasan mandiri belum dapat memberikan bukti empiris pengurangan penggunaan kendaraan bermotor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem sirkulasi yang ada di kawasan mandiri Citraland Surabaya ditinjau dari keberlanjutan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) mengenai konektivitas dan aksesibilitas. Dari penelitian ini ditemukan dari total 24 nilai yang dikeluarkan oleh GBCI, Citraland Surabaya hanya memenuhi 9 nilai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kawasan mandiri Citraland Surabaya belum mencapai sistem sirkulasi berkelanjutan, yaitu sistem sirkulasi yang dapat mendorong penggunaan jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan kendaraan umum.

Kata kunci: Berkelanjutan, Jalur Pejalan Kaki, Kawasan Mandiri, Kendaraan Umum, Jalur Sepeda, Sistem Sirkulasi.

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep pembangunan berkelanjutan dibahas sebagai inti dari perencanaan tata ruang di seluruh dunia. Saat ini, penggunaan kendaraan bermotor secara berlebihan, terutama di negara-negara berkembang merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap lingkungan (Saghapour, 2013). Untuk mengatasi hal ini kemudian perancang kota dan ahli tranportasi berupaya untuk menciptakan sistem sirkulasi berkelanjutan melalui pembentukan kawasan mandiri (Tewdwr-Jones dan Williams, 2001).

Kawasan mandiri dianggap sebagai salah satu solusi dari keberlanjutan karena mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup, bekerja, rekreasi, berbelanja dalam satu kawasan lokal. Dengan demikian hal ini dapat mengurangi mobilitas manusia yang juga menurunkan penggunaan kendaraan bermotor (Manaugh, 2009). Menurut Kamil (2008), kawasan mandiri juga perlu mempertimbangkan konsep sirkulasi dengan menyediakan transportasi publik internal yang terhubung dengan jaringan transportasi publik kota.

(2)

Kawasan mandiri harus mampu mendorong penggunaan jalur pejalan kaki dan bersepeda sebagai upaya mencapai sistem sirkulasi keberlanjutan (Burton, 2003).

Sistem sirkulasi berkelanjutan harus mampu meningkatkan kesehatan manusia, baik mental maupun fisik, serta memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dan memperkaya pengalaman perkotaan. Perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu (Ritchie dan Thomas, 2009):

• Pertama: pengurangan kebutuhan penggunaan kendaraan bermotor, dalam jarak keseluruhan, terutama bagi mereka yang pergi untuk bekerja, sekolah dan berbelanja.

• Kedua: kebutuhan untuk mengubah modus perjalanan. Ini berarti mengubah dari mengemudi ke berjalan atau bersepeda untuk perjalanan pendek, dan menggunakan transportasi umum untuk yang lebih lama.

Pada kenyataanya, kawasan mandiri belum dapat memberikan bukti empiris pengurangan kendaraan bermotor (Saghapour, 2013). Pendapat ini didukung oleh Acker (2013), yang mengatakan bahwa kawasan mandiri bukanlah jaminan akan terjadinya penurunan penggunaan kendaraan bermotor. Hal inilah yang mendasari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan kawasan mandiri Citraland Surabaya dalam menciptakan sistem sirkulasi berkelanjutan dalam kawasannya dengan menggunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian apakah konsep pengembangan kawasan mandiri dapat menjadi solusi sistem sirkulasi berkelanjutan.

GBCI adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang didirikan pada tahun 2009. Lembaga ini berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi sistem sirkulasi Citraland Surabaya terdiri dari (Green Building Council Indonesia , 2013):

• Konektivitas jaringan jalan • Utilitas dan fasilitas umum • Aksisibilitas universal • Transportasi umum

• Jaringan dan fasilitas pedestrian • Jalur dan tempat penyimpanan sepeda • Parkir Lokal

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif studi kasus. Metode kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell (2013). Sementara alat yang digunakan untuk menilai keberlanjutan sistem sirkulasi Citraland Surabaya adalah alat ukur yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) mengenai konektivitas dan aksesibilitas.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

• Konektivitas Jaringan Jalan (nilai 4)

- Konektivitas pejalan kaki memiliki nilai rata-rata Route Directness Index (RDI) minimal sebesar 0,65. (nilai 2)

Gambar 1. Route Directness Index Cluster Waterfront UC (Citraland Surabaya, 2014).

- Perbandingan antara ruas jalan dan simpul total kawasan > 1,25. (nilai 2)

Gambar 2. Perbandingan Ruas dan Simpul Cluster Waterfront UC (Citraland Surabaya, 2014).

RDI sesuai namun perbandingan antara ruas dan simpul tidak sesuai dengan kriteria >1,25.

• Utilitas dan fasilitas umum (nilai 2)

- Terdapat minimal delapan jenis prasarana dan sarana di dalam kawasan. (nilai 1)

 Jaringan jalan

 Jaringan drainase

 Jaringan air bersih

 Jaringan penerangan dan listrik

 Jaringan telepon

 Sistem pembuangan sampah terintegrasi

 Sistem pemadam kebakaran

 STP kawasan RDI (x/y) Jarak A-B Terdekat (x) Jarak Tempuh A-B (y) 0.87 228,6 m 262,7 m

CI (a/b) Ruas (a) Simpul (b)

(4)

- Terdapat minimal enam jenis fasilitas umum. (nilai 1)

 Sarana pendidikan

 Sarana peribadatan,

 Sarana perdagangan (pertokoan, pusat pertokoan, pasar, pusat perbelanjaan,

 Sarana olahraga dan rekreasi,

 Tempat makan/kantin/restoran

 Perbankan (Bank, ATM),

 Warung/toko

 Kantor

 Sarana niaga jasa (jasa perbengkelan, reparasi, fotokopi, salon, pangkas rambut, dan binatu).

Kriteria utilitas dan fasilitas umum telah terpenuhi. • Aksisibilitas universal (nilai 3)

- Mengakomodasi kemudahan jalur bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia pada ruang publik. (nilai 2)

- Menyediakan fasilitas khusus pada titik-titik tertentu bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia. (nilai 1)

Kawasan Citraland Surabaya tidak memiliki jalur pemandu terstruktur pada jalur pedestrian yang berkesinambungan tanpa terputus. Masih terdapat jalur pejalan kaki yang memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak keseluruhan jalur menggunakan ramp sehingga tidak dapat mengakomodasi kemudahan bagi pengguna kursi roda. Fasilitas penyebrangan juga tidak ditandai rambu-rampu yang memudahkan aksessibilitas penyandang cacat, orang tua, dan anak-anak. Fasilitas khusus seperti tempat duduk yang dapat dijadikan tempat beristirahat juga tidak disediakan di Citraland Surabaya. Oleh karena itu kawasan Citraland Surabaya tidak dapat memenuhi kriteria aksesibilitas universal.

Gambar 3. Jalur Pejalan Kaki dan Penyebrangan (Foto Lapangan, 2014). • Transportasi umum (nilai 4)

- Mendorong penggunaan kendaraan umum dalam melakukan perjalanan, sehingga mengurangi emisi dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.

Kawasan mandiri Citraland Surabaya tidak memiliki kendaraan umum dalam kawasan sehingga tidak memenuhi kriteria ini.

- Kawasan memiliki akses terhadap transportasi umum dalam jangkauan 400m

(5)

• Jaringan dan fasilitas pedestrian (nilai 4)

- Menyediakan jalur pedestrian di dalam kawasan (nilai 1)

- Menyediakan fasilitas jalur pedestrian yang aman dan nyaman dengan ketentuan: pemenuhan 5 (lima) strategi jalur pedestrian atau, (nilai 1)

pemenuhan 7 (tujuh) strategi jalur pedestrian dan, (nilai 2)

setiap persimpangan jalan tersedia penyeberangan jalan yang lengkap. (nilai 1) Kawasan Citraland menyediakan jalur khusus pejalan kaki namun tidak menerus diseluruh kawasan. Strategi jalur pedestrian yang terpenuhi:

 Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin 100%.

- Pencahayaan yang cukup untuk keamanan 100%.

 Drainase untuk mencegah genangan jalur pedestrian 100%.

- Lebar bersih minimum 120 cm untuk jalur searah; 160 cm untuk dua arah 100%.

 Bebas dari benda-benda yang menghalangi.

 Jalur pedestrian dilengkapi teduhan minimal 40%.

 Rambu dan marka untuk arah dan tujuan pedestrian.

Tidak seluruh persimpangan yang ada tersedia penyebrangan jalan yang lengkap. • Jalur dan tempat penyimpanan sepeda (nilai 4)

Kawasan Citraland tidak memiliki jalur khusus sepeda didalam kawasan. Parkir khusus sepeda berupa rak sepeda juga tidak terdapat di dalam kawasan.

• Parkir Lokal (nilai 2)

-Menyediakan shared car parking. (nilai 1)

-Adanya penempatan lokasi tempat parkir umum pada jarak tempuh maksimal 700 m dari simpul aktivitas. (nilai 1)

Shared car parking yaitu fasilitas parkir berupa satu gedung parkir yang dapat

digunakan lebih dari satu bangunan. Kawasan Citraland Surabaya tidak menyediakan fasilitas parkir berupa gedung parkir. Area parkir yang bisa digunakan lebih dari satu bangunan adalah area terbuka disepanjang GWalk.

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

Tabel 1. Penilaian Pergerakan dan Konektivitas Citraland Surabaya Berdasarkan Kriteria GBCI

Kriteria Nilai

MAC P Kajian Dampak Lalu Lintas P =1

MAC 1 Konektivitas Jaringan Jalan 2

MAC 2 Utilitas dan Fasilitas Umum 2

MAC 3 Aksesibilitas Universal -

MAC 4 Transportasi Umum 1

MAC 5 Jaringan dan Fasilitas Pedestrian 2

MAC 6 Jaringan dan Tempat Penyimpanan Sepeda -

MAC 7 Parkir Lokal 1

Sub Total 9

Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan kawasan Citraland Surabaya hanya memenuhi 9 nilai dari total 24 nilai dari kriteria yang dikeluarkan oleh GBCI. Berdasarkan analisa ini dapat disimpulkan bahwa sistem sirkulasi kawasan Citraland Surabaya belum memenuhi seluruh kriteria yang dapat menjadikan sistem sirkulasi di Citraland Surabaya menjadi berkelanjutan. Penelitian in hanya menggunakan satu kriteria yaitu kriteria yang dikeluarkan Green Building Council Indonesia. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan lebih dari satu kriteria sehingga dapat disandingkan untuk mendapatkan kriteria sistem sirkulasi yang jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Acker, V.Veronique, Derudder, B, Witlox F, (2013), “What Makes Travel ‘Local’: Defining And Understanding Local Travel Behavior”, The Journal Of Transport

And Land Use, Vol.6, No.1, doi 10.5198/jtlu.v6i1.288.

Burton, E. (2003). “Housing for an urban renaissance: Implications for social equity”.

Housing Studies, 18, 537-562, http://dx.doi.org/10.108 0/02673030304249

Creswell, Joh.W, (2013), Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Green Building Council Indonesia. (2013), Draf Perangkat Penilaian Kawasan

Berkelanjutan di Indonesia, Directorate of Rating Development.

Kamil, R, (2008), Superblok Sebagai Modal Kendali Pembangunan Kota, http:// ridwankamil .wor dpress.com

Manaugh, K, (2009), “What is mixed use? Presenting an interaction method for measuring land use mix”, The Journal of transport and land use, Vol.6, No.1, pp

63-72.

Ritchie, A dan Thomas, R, (2009), Sustainable Urban Design: An Environmental

Approach, Taylor and Francis, London.

Saghapour, Tayebeh, (2013), “Achievement of Sustainable Transportation Through Land-Use Mix at Local Level: Case Studies of Two Urban Districts in Shiraz City, Iran”, Journal of Sustainable Development; Vol. 6, No. 11, ISSN 1913-9063 E-ISSN 1913-9071.

Gambar

Gambar 1.   Route Directness Index Cluster Waterfront UC  (Citraland Surabaya,  2014)
Gambar 3. Jalur Pejalan Kaki dan Penyebrangan (Foto Lapangan, 2014).  •  Transportasi umum (nilai 4)
Gambar 4. Parkir GWalk (Foto Lapangan, 2014)
Tabel 1.   Penilaian Pergerakan dan Konektivitas Citraland Surabaya  Berdasarkan Kriteria GBCI

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 9 Puskesmas di Kabupaten Lumajang yang tidak memenuhi target cakupan murid SD/MI mendapat pelayanan gigi dan mulut. Tujuan Penelitian ini adalah

AROMATERAPI KOMBINASI MINYAK KULIT BATANG KAYU MANIS ( Cinnamomum burmanni Nees ex BI) DAN MINYAK RIMPANG JAHE MERAH ( Zingiber officinale Roxb. Rubrum) (1:1) TERHADAP LIBIDO

This study uses secondary data as follows: the initial share allocation to institutional inves- tors and individual investors, the IPO price, the number of shares sold, the

memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian. 2) Stratified sampling adalah cara pengambilan sampel dari populasi yang terdiri dari strata

Hasil penelitian menyimpukan (1) pemahaman guru tentang bencana gempabumi relatif baik dengan jawaban yang cendrung mengarah pada jawaban sangat sesuai atau dengan

1. Kampung Douwbo dan Syurdori adalah bagian dari Distrik Supiori Timur Kabupaten Supiori berdasrkan aspirasi murni dari masyarakat dan telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum

  Pembangunan sarana pengolahan air limbah domestik komunal di Kota Probolinggo dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum mendapatkan akses layanan air limbah

Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak