BAB IV
GELIAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOTA MOJOKERTO
C. Pembangunan Desa Eks-Gelandangan
Daerah atau kawasan yang menjadi tempat tinggal eks-gelandangan
secara geografis berada di Kota Mojokerto bagian barat. Tempat tinggal
eks-gelandangan terdiri dari dua lingkungan, yaitu Lingkungan Cakarayam Baru dan
Lingkungan Balongcangkring 2166. Kawasan yang menjadi tempat tinggal
eks-gelandangan ini dikelola di bawah lembaga sosial yang bernama Yayasan
Majapahit. Yayasan ini bekerja sama dengan Pemerintah Kota Mojokerto dalam
membinan aneka tuna, seperti tuna wisma, gelandangan, pengemis dan tuna
susila167.
Pendirian Yayasan Majapahit mulai dirintis oleh Lurah Mentikan yang
bernama Suwono Blong pada tahun 1966. Pendiriannya diawali dengan
keberadaan gelandangan di wilayah teritorial Desa Mentikan sebanyak tujuh
kepala keluarga dengan jumlah 21 orang. Keberadaan gelandangan ini, kemudian
oleh Lurah Mentikan yang saat itu dijabat oleh Suwono Blong memperbolehkan
untuk tinggal di lembaga sosial desa berupa ruangan yang terdapat di Kantor
166 Lingkungan Cakarayam baru secara administratif masuk dalam Kelurahan
Mentikan, sedangkan Lingkungan Balongcangkring masuk dalam Kelurahan Pulorejo. Pemakaian istilah lingkungan sama dengan istilah dukuh yang secara administratif wilayahnya berada di bawah desa atau kelurahan.
167 Yayasan Majapahit merupakan sebuah yayasan sosial yang didirikan Oleh
Kelurahan Mentikan. Pada tahun 1970an, jumlah gelandangan yang tinggal di
Yayasan Majapahit semakin meningkat. Peningkatan itu disebabkan karena
banyak gelandangan yang berasal dari daerah Kabupaten atau Kota Mojokerto,
daerah Krian, dan Sidoarjo yang meminta kepada pengurus yayasan agar
diperbolehkan tinggal di Yayasan Majapahit. Adanya jumlah yang semakin
meningkat tersebut kemudian pada tahun 1971 dilakukan pemindahan ke lokasi
yang baru168. Pemindahan Yayasan Majapahit ke lokasi atau lahan yang baru ini
merupakan usaha dari Lurah Suwono Blong yang membeli lahan persawahan
dengan dana pribadi169.
Pemindahan Yayasan Majaphit ke lahan yang baru ini kemudian di bagi
menjadi dua lingkungan, yaitu Lingkungan Cakarayam Baru dan Lingkungan
Balongcangkring. Di Lingkungan Cakarayam Baru digunakan untuk menampung
aneka tuna seperti tuna wisma, gelandangan, dan pengemis. Kemudian di
Lingkungan Balongcangkring digunakan sebagai tempat khusus lokalisasi
tunasusila. Awalnya tuna susila ini beredar di dalam Kota Mojokerto yang
tersebar di beberapa tempat. Pusat persebaran lokasi tuna susila pada tahun
1970-an berada di pasar burung y1970-ang berada di Sent1970-an1970-an, oleh masyarakat tempat ini
dikenal dengan nama Gang Titi’an. Pada tahun 1972, tuna susila dipindahkan di
Lingkungan Balongcangkring yang dibina oleh Lembaga Sosial Yayasan
168 Wahyudi Sudomo, “Rehabilitasi Pondok Sosial Yayasan Majapahit di
Mojokerto”, (Skripsi, tidak diterbitkan pada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Kristen Petra, 1987), hlm. 13.
169 Wawancara dengan Bapak Sentot (50 tahun) pada tanggal 14 Mei 2014 di
Majapahit170. Sejak pemindahan tuna susila ke kawasan Balongcangkring yang dijadikan sebagai tempat lokalisasi mempunyai ijin yang resmi dari Pemerintah
Kota Mojokerto171.
Pembangunan baik infrastuktur maupun suprastruktur di Yayasan
Majapahit ini sangat lambat karena bantuan dari pemerintah sangat terbatas. Di
dua daearah ini kemudian oleh pemerintah bekerja sama dengan pengurus yayasan
mendirikan tempat tinggal berupa barak-barak berkotak-kotak yang dibangun
dengan dana sumbangan pemerintah daerah dan dana yayasan. Dalam
keberlangsungan selanjutnya, Lurah Suwono Blong menggagas untuk memenuhi
kebutuhan rumah bagi kalangan tuna wisma dengan mendirikan wadah arisan
yang difungsikan untuk membangun rumah murah bagi para tuna. Arisan itu
setiap harinya menyisihkan uang dari pendapatannya sejumlah Rp 100, dikalikan
10 hari dengan jumlah kepala keluarga yang saat itu mencapai 175 kepala
keluarga. Sehingga setiap 10 hari sekali berhasil didirikan 1 rumah yang
kemudian terus bergilir172. Rumah ini didirikan di atas tanah milik Yayasan
Majapahit, sehingga masyarakat yang tinggal di yayasan ini hanya berhak
170 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugiyanto (60 tahun) pada tanggal 1 Maret
2014 di Jalan Argopuro 1 Nomor 11 Kota Mojokerto.
171 Wawancara dengan Bapak Sentot (50 tahun) pada tanggal 14 Mei 2014 di
Cakarayam Baru, RT: 3, RW: 3 Kelurahan Mentikan, Kota Mojokerto.
172 Wawancara dengan Bapak Edi Meimunandar (54 tahun) pada tanggal 11
menempati, merawat dan tidak berhak untuk menjual, sedangkan status tanah
tetap menjadi hak milik yayasan173.
Gambar. 5.
Rancagan Perumahan Tuna Wisma di Yayasan Majapahit
Sumber: Koleksi Badan Arsip Kota Mojokerto
Program yang digagas Suwono Blong ini kemudian dilanjutkan dalam
meja kerja Pemerintah Kota Mojokerto. Pada masa pemerintahan Walikota
Samioedin berhasil mendirikan sejumlah 9 rumah dibangun di Lingkungan
Cakarayam Baru, kemudian program perumahan murah ini diperluas untuk tukang
becak di Kota Mojokerto174. Keberhasilan pemeliharaan dan pendirian rumah
murah untuk aneka tuna dan tukang becak di Kota Mojokerto ini kemudian
mendapatkan penghargaan kalpataru. Pada tahun 1984 Kota Mojokerto menjadi
pemenang I tingkat nasional dalam kategori peningkatan kualitas pemukiman dan
173 Wawancara dengan Bapak Sentot (50 tahun) pada tanggal 14 Mei 2014 di
Cakarayam Baru, RT: 3, RW: 3 Kelurahan Mentikan, Kota Mojokerto.
174 Wawancara dengan Bapak Edi Meimunandar (54 tahun) pada tanggal 11
martabat manusia. Monumen kalpataru ini kemudian di abadikan di depan Kantor
Pemerintah Kota Mojokerto yang berada di Jalan Gajahmada175.
Pada tahun 1982, berbagai program pembinaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga terus dilakukan pemerintah.
Pembinaan yang dilakukan di yayasan ini antara lain program menjahit dengan
upaya pemerintah memberikan bantuan berupa mesin jahit serta perlatannya
kepada para pengangguran yang terdiri banyak anak putus sekolah, serta bantuan
peralatan dan pelatihan pembuatan krupuk176. Untuk bantuan paket mesin jahit
dan peralatan perbengkelan sepeda diberikan kepada para Karang Taruna
Kelurahan Mentikan. Pemberian bantuan ini diserahkan oleh Sumantri yang saat
itu menjabat sebagai Kepala Sub-bagian Direktorat Pemerintah di Balai
Kelurahan Mentikan yang terletak di Jalan Brawijaya Kota Mojokerto. Bantuan
yang diserahkan ini tidak menjadi hak milik pribadi, tetapi berstatus menjadi milik
bersama dan berhak untuk memakai, serta tidak berhak untuk menjual177.
Pada tahun 1980an di Yayasan Majapahit ini dibangun satu unit gedung
sekolah sebagai tempat belajar anak-anak yang tinggal di yayasan ini. Semula
gedung sekolah ini berdinding bambu. Atas kebijakan Walikota Samioedin,
gedung sekolah ini dibangun menjadi berdinding tembok. Gedung sekolah yang
175 Wawancara dengan Bapak Edi Meimunandar (54 tahun) pada tanggal 11
Desember 2013 di Kantor Pemerintah Kota Mojokerto Bagian Pembangunan, Jalan Gajah Mada Nomor 145, Kota Mojokerto.
176 Wawancara dengan Bapak Edi Meimunandar (54 tahun) pada tanggal 11
Desember 2013 di Kantor Pemerintah Kota Mojokerto Bagian Pembangunan, Jalan Gajah Mada Nomor 145, Kota Mojokerto.
berukuran 10 m kali 6 m digunakan untuk menampung pendidikan anak-anak
kompleks yang dinaungi oleh Yayasan Majapahit. Pemakainan gedung ini
dilakukan secara bergantian. Tidak hanya itu, bantuan berupa alat alat tulis juga
sering diterima murid-murid.
D. Renovasi Pasar
Pasar adalah suatu tempat bertemunya penjual atau lembaga niaga
dengan pembeli atau konsumen, yang diusahakan secara berkelompok dan terbuka
untuk umum baik yang bersifat sementara atau permanen178. Pasar memiliki peran
penting dalam kelangsungan hidup penduduk Kota Mojokerto, dimana proses
distribusi merupakan proses yang sangat penting dalam menyalurkan barang
produksi kepada masyarakat yang dilakukan melalui pasar.
Dalam hubungannya dengan kekuasaan yang ditimbulkan oleh
pelapisan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat, pasar dapat menjadi makna
simbolis dari penguasa atau pemerintah. Dengan adanya pasar dapat dikatakan
bahwa diwilayah tersebut keamanan terjamin untuk melakukan transaksi. Dengan
demikian penguasa atau pemerintah dianggap berhasil memberikan perlindungan
terhadap rakyatnya untuk melakukan kegiatan ekonomi secara damai, selain itu
pasar juga digunakan sebagai mekanisme kontrol oleh pemerintah yang dapat
mempengaruhi pemasukan pajak179.
178 Rudi, P Lilananda, Transformasi Pasar Tradisional Perkotaan di Surabaya,
(Surabaya: Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra, Pusat Studi Pemukiman dan Perencanaan, 1997), hlm. 6.
179 Titi Surti Nastiti, Pasar di Jawa: Masa Mataram Kuno Abad VII-XI Masehi,
Pasar yang berada di Kota Mojokerto mempunyai letak yang strategis.
Pasar Kliwon adalah salah satu pasar yang berada di pusat pertokoan Kota
Mojokerto, serta berada pada pada jalur lalu lintas utama di tepi Jalan Majapahit.
Kawasan ini merupakan kawasan pecinan yang sejak dulu menjadi pusat
perdagangan yang paling ramai di Kota Mojokerto. Sejak awal didirikan, Pasar
Kliwon merupakan pasar tradisional yang hanya memiliki beberapa toko dan
hanya terdapat tiga los pasar180.
Pemerintah Kota Mojokerto memberikan perhatian khusus terhadap
Pasar Kliwon. Terlebih dengan kondisi pasar yang tidak teratur telah membuat
Pemerintah Kota Mojokerto merencanakan pembangunan di dalam pasar ini. Di
Pasar Kliwon terdapat dua jenis pedagang, yang pertama adalah pedagang liar
yang sebagian besar merupakan pedagang kecil dengan modal yang sangat
terbatas. Keberadaan pedagang kecil ini sulit dihilangkan begitu saja, karena
sektor yang tidak mampu menampung mereka. Pedagang jenis ini tidak
memerlukan warung tetap atau toko tetapi hanya bermodalkan rombong atau
keranjang sunggi. Jenis pedagang lainnya adalah pedagang tetap yang berada di
dalam pasar. Pedagang jenis ini termasuk pedagang yang mengerti tentang
peraturan pasar, organisasi pasar dan struktur pasar, serta mereka mau di organisir
secara baik di dalam pasar181. Untuk mengatasi segala permasalahan pedagang
terutama yang ditimbulkan oleh pedagang kecil tersebut Pemerintah Kota
180 “Pasar Kliwon dipugar dengan Rp. 55 Juta”, dalam Jawa Pos, 7 Mei 1979.
181 “Pembentukan Bank Pasar: Untung dan Ruginya”, dalam Pewarta Surabaya,
11 Agustus 1952. mengutip Takun Musdha Wirhantoro, “Pasar Wonokromo
1950-1955”, (Skripsi, tidak diterbitkan pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,
Mojokerto pada tahun 1978 mengambil kebijakan untuk mengatur kembali
kondisi Pasar Kliwon agar teratur dan tertata dengan baik.
Pada akhir tahun 1978, pemerintah mengambil kebijakan untuk
melakukan pembaharuan (renovasi) terhadap pasar Kliwon yang dibangun dengan
dana Inpres tahun 1977 dimana pembangunannya dimulai sejak tanggal 6
November 1978. Pemugaran Pasar Kliwon dilakukan oleh CV Sinar Mojokerto.
Pada waktu pemugaran atau renovasi ini kemudian didirikan 6 los pasar
berukuran 7 meter kali 21 meter dengan konstruksi besi dan beratap asbes
bergelombang serta dilengkapi dengan kantor, kamar mandi dan WC182.
Gambar. 6.
Renovasi Pasar Kliwon tahun 1979
Sumber: Koleksi Badan Arsip Kota Mojokerto
Pasar Kliwon yang awalnya hanya mempunyai beberapa toko. Pasca
renovasi memiliki 16 toko atau bedak yang masing-masing berukuran 3,5 kali 5
meter dan 2 toko atau bedak berukuran 3,5 kali 6 meter. Bangunan Pasar kliwon
182 “Pasar Kliwon Untuk Menampung Golongan Ekonomi Lemah”, dalam
setelah di renovasi juga dilengkapi dengan saluran got-got untuk pembuangan air,
pemasangan instalasi listrik, serta pengaspalan jalan di sekeliling pasar183.
Jumlah pedagang yang dapat ditampung dalam Pasar Kliwon semakin
banyak, yaitu sejumlah 115 orang dengan rincian untuk pedagang yang akan
menempati los sebanyak 97 orang, untuk pedagang kios sebanyak 18 orang184.
Sedangkan yang dimanfaatkan untuk pedagang kaki lima yang berupa pedagang
kain menempati bedak berukuran 3,5 meter kali 5 meter, dan ditambah 2 bedak
berukuran 3,5 meter kali 6 meter. Pembagian tempat dan toko serta bedak diatur
dengan rincian untuk palen, buku-buku dan buah-buahan sebanyak 23 orang yang
semula menempati pinggir-pinggir pasar lama185.
Gambar. 7.
Pasar Kliwon Setelah di Renovasi tahun 1979
Sumber: Jawa Pos, 7 Mei 1979
183“Pasar Kliwon dipugar dengan Rp. 55 Juta”, dalam Jawa Pos, 7 Mei 1979.
184 “Pasar Kliwon Untuk Menampung Golongan Ekonomi Lemah”, dalam
Surabaya Post, 12 Maret 1981.
Pembangunan Pasar Kliwon menurut laporan Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Kota Mojokerto menghabiskan dana sebesar Rp 55.000.000 termasuk
biaya peluncuran. Pembangunan selesai pada tanggal 30 April 1979, kemudian
pada hari Sabtu tanggal 21 Juli 1979 Pasar Kliwon diresmikan. Dalam peresmian
itu dihadiri oleh Samioedin selaku Walikota Mojokerto, Pembantu Gubernur di
Surabaya Susanto Hariasmono beserta istrinya, Bupati Fatchurrochman beserta
istrinya. Para calon penghuni pasar juga hadir unruk menyaksikan acara
peresmian Pasar Kliwon yang baru. Pemakaian Pasar Kliwon secara resmi
ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pengguntingan pita oleh Ibu
Susanto. Setelah penandatangan prasasti kemudian panitia melepaskan balon
untuk memeriahkan acara peresmian Pasar Kliwon yang baru186.
Selain kebijakan perbaikan Pasar Kliwon, pada masa pemerintahan
Walikota Samioedin juga mengambil kebijakan untuk melakukan penataan di
Pasar Tanjung Kota Mojokerto. Pasar Tanjung pada tahun 1960an pernah
mengalami kebakaran. Renovasi pasca kebakaran di Pasar Tanjung telah
dilakukan pada masa pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini. Renovasi pasar
dilakukan atas kesepakatan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta.
Pihak swasta berperan sebagai pemodal yang membiayai seluruh pembangunan,
tetapi pedagang nantinya harus membayar sewa los dengan sistem mencicil
selama tiga tahun187.
186 “Pasar Kliwon Untuk Menampung Golongan Ekonomi Lemah”, dalam
Surabaya Post, 12 Maret 1981.
187 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
Pada masa pemerintahan Walikota Samioedin tidak banyak mengambil
kebijakan pembangunan terhadap Pasar Tanjung. Perbaikan terfokus pada
pembentukan tim khusus pengaturan penempatan pedagang di Pasar Tanjung
yang dibentuk pada tanggal 1 Maret 1982 berdasarkan Surat Keputusan Nomor
511.2/ 344/ 416.31/ 82188. Susunan keanggotaan tim khusus pengaturan
penempatan pedagang Pasar Tanjung itu antara lain:
Tabel. 9.
Susunan Keanggotaan Tim Pengaturan Penempatan Pedagang Pasar Tanjung
Jabatan Nama Instansi
Pelindung H. R. Moch. Samioedin B.A Walikota Mojokerto
Penasehat - Badan Pertimbangan Kota Mojokerto
Ketua Drs. Slamet Harijadi Sekretaris Kota Mojokerto
Wakil Ketua Drs. Masdra M. Jasin Kepala Inspektorat Kota Mojokerto
Sekretaris Drs. Achmad Salim Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Mojokerto
Anggota-anggota Sawardi Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kota Mojokerto
A. Syakir Mukti, S.H Kepala Bagian Pembangunan Kota Mojokerto
Y. Danang Sumarto Kepala Sub. Bag Ketertiban Kota
Mojokerto
Soetrisno Kepala Unit Pasar Kota Mojokerto
Poernomo, S Kepala Masrkas wilayah pertahanan Sipil Kota Mojokerto
Sri Hadi Sedjati, B. A Kepala bagian perekonomian Kota Mojokerto
M. I. Subono, B. A. Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kota Mojokerto.
Sumber: Tabel diolah dari Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Mojokerto Nomor HK. 32 Tahun 1982.
Pembentukan tim khusus tersebut mempunyai tugas antara lain:
1. Mengadakan pengaturan penempatan terhadap kios/ toko/ bedak dan los
pasar tanjung di sebelah timur, barat dan selatan.
2. Mengadakan rumusan sistim pembayaran sewa menyewa kios/ toko/
bedak/ dan los pasar tanjung di sebelah timur, barat dan selatan.
3. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan mengenai hasil
pelaksanaan tugas pengaturan tempat dan sistim pembayaran kepada
Walikota Mojokerto189.
Atas kebijakan walikota dengan pembentukan tim khusus pengaturan
penempatan pedagang di Pasar Tanjung di sebelah timur digunakan sebagai
tempat atau kios buah-buahan, disebelah utara dekat dengan pintu masuk pasar
ditempati sebagai kios pedagang pakaian dan sejenisnya, di bagian barat
digunakan sebagai tempat kios pedagang palawija, sayur-sayuran, daging dan
lain-lain, dibagian tengah digunakan sebagai tempat toko/kios grosir kebutuhan
sehari-hari190.
C. Perluasan Wilayah Kota
Istilah perluasan dipakai untuk menggambarkan sebuah daerah yang
mengalami pertambahan luas secara administratif. Dalam hal ini tidak dipakai
istilah pemekaran karena dalam istilah “pemekaran daerah” lazim digunakan
untuk menggambarkan fenomena pertambahan daerah otonom baru dimana dalam
189 Arsip Nomor HK. 32. Tahun 1982, Koleksi Badan Arsip Kota Mojokerto.
190 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
proses tersebut terjadi perpisahan atau perpecahan suatu wilayah untuk
membentuk unit administrasi lokal baru191.
Wilayah Kota Mojokerto sejak ditetapkan menjadi daerah otonomi kota
kecil berdasarkan Undang Undang Nomor 17 Tahun 1950192 merupakan sebuah
kota terkecil di Jawa Timur. Luas wilayah Kota Mojokerto pada tahun 1950
adalah 7,25 km2. Dari luas wilayah tersebut, Kota Mojokerto yang hanya terdiri
dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Kota Mojokerto yang membawahi 12
kelurahan. Pada tahun 1974, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
statusnya berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto. Selama
beberapa kali mengalami perubahan status hingga tahun 1981, wilayah Kota
Mojokerto tetap dan tidak mengalami perkembangan dalam arti perluasan
wilayah193. Peta wilayah kota Mojokerto sebelum mengalami perluasan wilayah
dapat dilihat pada gambar 8.
191 H. R. Makagansa, Tantangan Pemekaran Daerah, (Yogyakarta: FusPad,
2008), hlm. 17.
192 Arisp Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 tahun 1982 tentang perubahan batas
wilayak Kotamadya Mojokerto.
193 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya, Karya Lima Tahun DPRD
Kotamadya Dati II Mojokerto (Kurun Waktu Tahun 1977-1982) Sebagai Wakil Rakyat,
Gambar. 8.
Peta Kota Mojokerto Sebelum Perluasan Wilayah (1950-1981)
Sumber: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya, Karya Lima Tahun
DPRD Kotamadya Dati II Mojokerto (Kurun Waktu Tahun 1977-1982) Sebagai
Wakil Rakyat, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1982), hlm.17.
Wilayah Kota Mojokerto yang sempit dengan penduduk yang terus
berkembang dengan pesat. Urbanisasi yang selalu menjadi problem kota yang
disebabkan adanya keterpusatan kesempatan kerja di kota. Jumlah penduduk di
Kota Mojokerto pada tahun 1971 sejumlah 57.295 jiwa, jumlah ini kemudian
terus mengalami kenaikan. Pada tahun 1979 menjadi 66.289 jiwa, tahun 1980
sejumlah 68.507, kemudian pada tahun 1981 menjadi 68.642 jiwa194. Mojokerto
sendiri yang hanya terdiri satu kecamatan dengan luas wilayah hanya 7,25 km²,
194 Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah
jika dikalkulasi kepadatan penduduk saat itu mencapai 9000 jiwa/ km2, dengan
keadaan penduduk yang hampir 80% berada di wilayah kota195. Adanya
perkembangan penduduk yang terus mengalami kenaikan tersebut pasti akan
mempengaruhi perkembangan kota. Kepadatan penduduk ini juga telah menjadi
menghambat pembangunan yang terbentur masalah tersedianya tanah. Kepadatan
penduduk Kota Mojokerto sebelum perluasan wilayah tersaji dalam tabel berikut:
Tabel. 10.
Data Penduduk Wilayah Kota Mojokerto Tahun 1980
No Kelurahan Luas (Ha) Jumlah Penduduk
1. Magersari 32,892 6. 121 Jiwa
Sumber: Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 2.
195 “Mojokerto Kota terpadat penduduknya”, dalam Surabaya Post, 6 februari
1980. Kepadatan penduduk di Kota Mojokerto telah melebihi kepadatan penduduk Kota Surabaya yang saat itu sekitar 7000 jiwa/km2 dan Kota jakarta yang mencapai sekitar
Usaha perluasan wilayah Kota Mojokerto sudah muncul sejak masa
pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini dan pada masa pemerintahan Walikota
Soehartono196. Gagasan Walikota Chabib Sjarbini untuk terlaksananya
pembangunan kota diperlukan perluasan wilayah kota untuk dua kecamatan lagi.
Untuk menunjang gagasannya tersebut, Walikota Chabib Sjarbini mendatangkan
tim riset dan perencanaan dari ITB yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Bina Marga dan Instansi lintas sektor setempat. Tim riset dan perencanaan Kota
Mojokerto ini menghasilkan sebuah masterpalan dan menyimpulkan bahwa Kota
Mojokerto akan diperluas dengan dua kecamatan lagi. Secara alami perluasan itu
bergerak ke arah timur atau selatan. Wacana perluasan wilayah kota tersebut
semakin kuat dengan dibentuknya BAPEDA melalui Surat Keputusan Nomor
28/11/1969 tertanggal 24 Februari 1969. Namun rencana ini gagal karena terdapat
beberapa proses dan prosedur yang harus ditaati dengan mengacu pada Instruksi
Gubernur197.
Menurut Gubernur Jawa Timur perluasan fisik wilayah administrasi
Kota Mojokerto dan kota lainnya harus berjalan melalui proses konstitusi, dimana
pelaksanaannya mengacu pada Instruksi Gubernur Nomor PM.012.4/142/1978
tanggal 19 Oktober 1978, upaya perluasan wilayah Kota Mojokerto kembali
dilakukan masa pemerintahan Walikota Soehartono. Meskipun instruksi dan
196 Chatib Sarbini merupakan Walikota Mojokerto periode tahun 1968-1974, dan
Soehartono merupakan walikota Mojokerto periode tahun 1974-1979, kemudian walikota setelahnya adalah Samioedin tahun 1979-1989. Wahyudi, Seraut Wajah Kota Mojokerto
dalam Sorotan Pers, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1982), hlm. 261.
197 Abdullah Masrur, Birokrat Tanpa Keberanian Tanpa Hati Nurani, (Bogor:
wacana perluasan sudah matang dilakukan, namun kesepakatan antara bupati dan
walikota juga gagal dilakukan.
Pada tahun 1978, berdasarkan Instruksi Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Timur Nomor: PM. 012.4/1421/1978 tanggal 19 Oktober 1978
tentang usaha dan upaya pemekaran wilayah daerah, atas instruksi gubernur ini
kemudian Kepala Dearah Tingkat II Kabupaten dan Kota Mojokerto mengadakan
tukar pendapat tentang persiapan-persiapan pemekaran kota, baik sebagai pihak
yang akan menyerahkan atau menerima. Dalam pertemuan ini kedua-duanya telah
sepakat untuk menyerahkan 6 desa, meskipun kesepakatan antara dua belah pihak
telah dicapai namun masalah pemekaran kota belum ada keputusan yang konkrit
dari pemerintah pusat198. Sampai pada masa pemerintahan Walikota Soehartono
berakhir, rencana perluasan wilayah Kota Mojokerto belum dilakukan, kemudian
dilanjutkan pada masa pemerintahan Walikota Samioedin.
Usaha perluasan Wilayah yang dilakukan pada masa pemerintahan
Walikota Samioedin dilakukan dengan menugaskan Masdra M. Jasin untuk
menemui pemerintah pusat dan tim ahli di Jakarta. Hasil yang diperoleh dalam
pertemuan itu adalah perluasan wilayah akan dilakukan ke arah selatan meliputi
Desa Sooko, Japan, Jampirogo, kemudian ke arah barat ke Desa Surodinawan,
Prajurit Kulon, ke arah timur ke Desa Meri199. Ketika Masdra M. Jasin kembali ke
Mojokerto, Walikota Samioedin pada tanggal 5 Maret 1979 di depan muspida
Kota dan Kabupaten Mojokerto memaparkan hasil dari wacana pemerintah pusat
198 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Mojokerto, log. cit.
199 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
yang mengarahkan agar perluasan wilayah dilakukan ke daerah Kecamatan Sooko
dan Puri. Perluasan ini belum mendapat persetujuan dari Bupati Mojokerto,
karena beberapa aset kabupaten banyak terdapat di daerah Kecamatan Sooko.
Kondisi ini menimbulkan sedikit konflik, terlebih lagi banyak media yang
mengekspose. Kondisi ini membuat Bupati Fatchurrohman tersinggung dan
terkesan memperlambat proses perluasan wilayah Kota Mojokerto200.
Usaha perluasan wilayah kembali di bahas dalam sidang paripurna
DPRD Kabupaten dan Kota Mojokerto ke 35. Dalam sidang tersebut Bupati
Mojokerto memutuskan bahwa berdasarkan pertimbangan tentang batas wilayah,
perluasan dilakukan ke arah barat dan timur. Perluasan tidak mungkin dilakukan
ke utara sungai brantas, karena dapat mengganggu kelangsungan perbatasan
tersebut. Juga tidak dilakukan ke arah timur karena akan terbentur pada desa-desa
yang merupakan daerah industri penting yang telah di rencanakan Pemerintah
Kabupaten Mojokerto201. Hasil kesepakatan perluasan wilayah ini tidak sesuai
dengan wacana pemerintah pusat, karena perluasan wilayah tidak mungkin
dilakukan ke wilayah Kecamatan Sooko bagian selatan yang banyak terdapat aset
milik Kabupaten Mojokerto.
Kesepakatan yang diperoleh antara Bupati dan Walikota Mojokerto
dengan memasukkan 6 desa. Enam desa tersebut terdiri dari 2 desa yang berasal
dari Kecamatan Puri yaitu Desa Gunung Gedangan dan Desa Meri. kemudian 4
200 Wawancara dengan Bapak Abdullah Masrur (62 tahun) pada tanggal 11
desember 2013 di Jalan Sawunggaling Nomor 14 Kota Mojokerto.
201 “Pemekaran Wilayah Kotamadya Mojokerto dibahas DPRD”, dalam
Surabaya Post, tanggal 7 Maret 1979,
desa berasal dari Kecamatan Sooko diantaranya adalah Desa Surodinawan, Desa
Blooto, Desa Pulorejo, dan Desa Prajurit Kulon202.
Pada tahun 1982, kesepakatan akhir antara Walikota Mojokerto dan
Bupati Mojokerto tercapai dengan kesepakatan bahwa Kota Mojokerto terdiri dari
dua kecamatan yang dibagi menjadi Kecamatan Mojokerto Barat yang
berkedudukan di Prajurit Kulon, dan Kecamatan Mojokerto Timur yang
berkedudukan di Kecamatan Magersari. Kecamatan Prajurit kulon terdiri dari
Kelurahan Kauman, Mentikan, Miji, Kranggan, Pulorejo, Prajurit Kulon, Blooto
dan Surodinawan. Sedangkan Kecamatan Magersari terdiri dari Kelurahan
Magersari, Gedongan, Purwotengah, Sentanan, Balongsari, Jagalan, Wates,
Kedundung, Gunung gedangan, dan Meri.203.
Perluasan wilayah Kota Mojokerto ditetapkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1982 tentang perubahan wilayah
dan batas Kota Mojokerto yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto204. Peta
wilayah dan batas Kota Mojokerto pasca peruasan wilayah dapat dilihat pada
gambar 9. Berdasarkan peraturan tersebut wilayah Kota Mojokerto terbagi
menjadi 2 kecamatan, 18 kelurahan dan 65 lingkungan. Daftar nama seluruh
kelurahan dan lingkungan di Kota Mojokerto dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
202 “Enam Desa Baru Untuk Kodya Mojokerto”,dalam Karya Darma, 17 Maret
1979
203“Kodya Mojokerto Akan Menjadi Dua Kecamatan”, dalam Surabaya Post, 13
maret 1979.
204 Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto : Pemerintah
Tabel. 11.
Daftar Wilayah Kelurahan dan Lingkungan Kota Mojokerto Pasca Perluasan Tahun 1982
Kecamatan Kelurahan Lingkungan
1. Magersari 1. Meri Meri, Kuwung, dan Trosobo.
2. Gunung
Gedangan Gedangan, Gununganyar, Kedungturi, Kuti, dan Keboan.
3. Kedundung Balongrawe, Sekarputih,
Randegan, dan Kedundung.
4. Balongsari Sumolepen, Balongcok,
Gembongsari dan Mangunsari.
5. Jagalan Jagalan dan Kalimati.
6. Sentanan Sentanan Kidul dan Sentanan
Lor.
7. Purwotengah Galuhan, Pangeranan,
Purwosari.
8. Gedongan Gedongan Timur dan Gedongan
Barat.
9. Magersari Magersari, Suronatan,
Margosari, dan Mulyosari.
10. Wates Wates, Karanglo, Banjaranyar,
Bancang, Perumnas Wates Timur, Perumnas Wates tengah, dan Perumnas Wates Barat.
2. Prajurit Kulon 1. Surodinawan Surodinawan, Pekuncen,
Murukan dan Kedungmalang.
2. Kranggan Kranggan, Suratan, Pekayon dan
Penarip.
3. Miji Miji, Miji Baru, Sinoman,
Kedungkwali.
7. Kauman Kauman, Sidogede, dan
Keradenan
8. Pulorejo Balongkrai, Balongcangkring I,
Balongcangkring 2, Pulowetan dan Pulokulon.
Sumber : BPS dan Bapeda Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Mojokerto Dalam
Angka 1991,(Mojokerto: Badan Pusat Statistik Kotamadya Mojokerto, 1991),
Gambar. 9.
Peta Kota Mojokerto Pasca Perlusan Wilayah (1982)
Mengacu pada gambar 9, dapat dilihat wilayah Kota Mojokerto
sebelum mengalami perluasan wilayah, batas wilayahnya di tunjukkan dengan
garis berwarna coklat. Batas wilayah Kota Mojokerto pasca perluasan wilayah
ditunjukkan dengan garis titik-titik paling luar. Batas wilayah yang berubah
adalah batas sebelah selatan, barat dan timur. Perubahan batas wilayah Kota
Mojokerto sebelum dan pasca perluasan dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. 12.
Batas-Batas Wilayah Kota Mojokerto Sebelum dan Sesudah Perluasan Wilayah
Batas-Batas Sebelum perluasan Sesudah perluasan
Utara Sungai Brantas, daerah
Sumber : diolah dari Wawancara dengan Bapak Irfan Sugiyanto (60 tahun)
Pasca perluasan wilayah Kota Mojokerto pada tahun 1982, luas Kota
Mojokerto juga mengalami perubahan dari 7,25 km2 menjadi 16,48 km2. Luas
Kota Mojokerto itu terdiri dari: tanah sawah seluas 9,02 km2, tanah tegalan seluas
0,64 km2, tanah pekarangan seluas 6,08 km2, tanah lainnya seluas 0,72 km2205.
Selain luas wilayah Kota Mojokerto berubah, jumlah penduduk juga mengalami
perubahan. Jumlah penduduk Kota Mojokerto wilayah Kecamatan Prajurit Kulon
dan Kecamatan Magersari dapat dilihat dapa tabel di bawah ini.
Tabel. 13.
Daftar Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan/ Desa dalam wilayah Kecamatan Prajurit Kulon Pada Tahun 1982 :
No Kelurahan / Desa Luas (Ha) Penduduk Jumlah
1. Desa Pulorejo 142,335 3.842 Jiwa
2. Desa Prajuritkulon 119,530 3.225 Jiwa
3. Desa Surodinawan 145,875 2.091 Jiwa
4. Kelurahan Mentikan 18,900 7.625 Jiwa
5. Kelurahan Kauman 18,635 4.390 Jiwa
6. Desa Blooto 170,065 2.181 Jiwa
7. Kelurahan Miji 39,600 8.327 Jiwa
8. Kelurahan Kranggan 113,307 9.576 Jiwa
Jumlah 776,267 41.576 Jiwa
Sumber : Sumber: Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 3.
Tabel. 14.
Daftar Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan/ Desa Dalam Wilayah Kecamatan Magersari Tahun 1982 :
No Kelurahan / Desa Luas (Ha) Penduduk Jumlah
1. Desa Gunung Gedangan 170,455 2.964 Jiwa
2. Desa Meri 164,841 2.881 Jiwa
3. Kelurahan Kedundung 228,575 5.543 Jiwa
4. Kelurahan Wates 132,095 3.840 Jiwa
5. Kelurahan Magersari 32,892 6.121 Jiwa
6. Kelurahan Balongsari 82,860 8.015 Jiwa
7. Kelurahan Jagalan 16,555 4.825 Jiwa
8. Kelurahan Sentanan 13,469 4.031 Jiwa
9. Kelurahan Purwotengah 13,469 3.031 Jiwa
10. Kelurahan Gedongan 14,679 3.180 Jiwa
Jumlah 870,271 44.431 Jiwa
Sumber: Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 4.
D. Realisasi Kota Mojokerto Sebagai Kota Budiparindra
Pembangunan Kota Mojokerto menjadi Kota Budiparindra pada masa
pemerintahan Walikota Samioedin tidak dapat berjalan lancar karena terdapat
beberapa aspek yang tidak terpenuhi. Dalam bidang pendidikan dari tingkat taman
kanank-kanak hingga perguruan tinggi Kota Mojokerto masih tergolong kota yang
masih dalam tahap perkembangan. Jumlah gedung sekolah mengalami
pertambahan jumlah, namun pertambahan tersebut tidak terlalu besar. Adapun
pertumbuhan jumlah sekolah yang terdapat di Kota Mojokerto sejak tahun 1979
Tabel. 15.
Jumlah Lembaga Pendidikan di Kota Mojokerto Tahun 1979-1989
No. Tingkatan 1979/1980 1983/1984 1988/1989
1. Taman kanak-kanak 22 31 36
2. Sekolah dasar negeri dan swasta 44 60 64
3. Sekolah menegah pertama 16 20 22
4. Sekolah menegah atas 10 22 26
Sumber : Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 39.
Kemajuan dalam bidang pendidikan di Kota Mojokerto pada masa
pemerintahan Walikota Samioedin juga ditunjukkan dengan adanya Universitas
Unsuri atau Sunan Giri Surabaya yang membuka cabang di Mojokerto.
Pembukaan Universitas Sunan giri cabang Mojokerto ini dilakukan di Gedung
Nasional Majapahit oleh wakil rektor I yaitu Mardjiin Syam. Peresmian ini
dilakukan dengan melantik mahasiswa baru tahun akademik 1979-1980206.
Dalam bidang pariwisata belum dapat diwujudkan di Kota Mojokerto
pada masa pemerintahan Walikota Samioedin. Pada tahun 1980an Kota
Mojokerto tercatat hanya mempunyai satu tempat yang bisa dijadikan masyarakat
sebagai tempat rekreasi yakni Kolam Pemandian Sekarsari. Kolam pemandian ini
merupakan kolam pemandian yang secara langsung dikelola oleh Pemerintah
Kota Mojokerto. Dalam perkembangannya kemudian pengunjung di Kolam
Renang Sekarsari belum ramai dikunjungi oleh masyarakat karena minimnya
206 “Mojokerto Kini Mempunyai Perguruan Tinggi”, dalam Surabaya Post, 29
fasilitas yang terdapat di pemandian ini. Kondisi pengunjung yang kurang
memenuhi target ini mempengaruhi pendapatan yang masih rendah. Untuk
intensifikasi fasilitas agar pendapatan meningkat kemudian pengelolaan
pemandian ini sejak tanggal 1 April 1980 dipindahkan kepada Kepala Markas
Wilayah Pertahanan Sipil yang saat itu di jabat oleh Poernomo207. Pemindahan ini
dilakukan agar pengunjung semakin banyak dan pendapatan meningkat.
Upaya perwujudan Kota Mojokerto sebagai Kota Pariwisata yang
dilakukan Walikota Samioedin adalah meremajakan taman yang terdapat di
alun-alun Kota Mojokerto. Alun-Alun Kota Mojokerto awalnya hanya terdapat tugu
peringatan kemerdekaan atau Proklamasi ini dibuat pada tahun 1949 menjelang
penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia (RIS) pada tahun 1949.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya monumen tersebut dihancurkan dan
diganti dengan tugu baru. Pada masa pemerintahan Walikota Samioedin, renovasi
alun-alun dilakukan hanya sebatas pada perbaikan taman untuk menarik banyak
pengunjung dan menjadi salah satu alternatif wisata murah bagi masyarakat Kota
Mojokerto208. Perwujudan Kota Mojokerto sebagai kota pariwisata juga dapat
dilihat melalui tempat-tempat publik yang terdapat di Kota Mojokerto salah
satunya adalah Hotel Slamet dan Pusat Perbelanjaan Kranggan yang dikenal
masyarakat sebagai kawasan Shopping Center Kranggan209.
207 Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaa Kota Mojokerto Nomor HK. 44 tahun
1980.
208 Wawancara dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014
di Miji Gang 3, Kota Mojokerto.
Dalam bidang industri, Kota Mojokerto tidak memiliki banyak
perusahaan, hanya terdapat beberapa perusahaan yang secara geografis berada di
dalam Kota Mojokerto, diantaranya yaitu PT Bokormas, PT Dragon, PT Barsindo,
serta home industri yang tersebar di beberapa daerah di Kota Mojokerto. Pada
tahun 1980an terdapat beberapa daerah yang memiliki home industri, diantaranya
industri sepatu yang bayak berdiri di Kedungkwali dan Penarip, industri dandang
yang berada di Desa Suratan210. Untuk menunjang home industri yang berada di
Desa Wates dan Kedundung, pemerintah memperluas jaringan listrik untuk
menunjang pendapatan home industri. Untuk Desa Kedundung dengan daya
76.650 VA sedangkan untuk Desa Wates dengan daya 16.550 VA211.
Konsep yang terakhir adalah konsep Kota Mojokerto sebagai kota
perdagangan. Dalam bidang perdagangan Kota Mojokerto tidak mempunyai
komoditi andalam yang dapat dikirim ke daerah lain. Aktivitas perdagangan di
Kota Mojokerto terjadi di dibeberapa pasar tradisinal, diantaranya Pasar Tanjung
Anyar, Pasar Kliwon, Pasar Pon, Pasar Kranggan, serta di beberapa jalan yang
menjadi pusat pertokoan seperti Jalan Majapahit. Aktivitas perdagangan yang
terjadi di pasar tradisional ini masih didominasi oleh pedagang-pedagang kecil
yang sering kali menimbulkan masalah. Sedangkan aktivitas perdagangan yang
menempati ruko-ruko sepanjang jalan hampir 70% didominasi oleh etnis China.
210 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
2014 di Jalan Argopuro 1 Nomor 11 Wates, Kota Mojokerto.
E. Masa Akhir Pemerintahan Walikota Samioedin
Masa pemerintahan Samioedin sebagai Walikota Mojokerto berakhir
pada tanggal 15 Januari 1989. Sebelum jabatannya berakhir Samioedin telah
memperjuangkan pemindahan Kantor Pemerintah Kota Mojokerto yang semula
berada di Jalan Hayam Wuruk, Kota Mojokerto. Menurut perencanaan kantor ini
akan dipindahkan ke Lapangan Balongsari yang berada Jalan Gajah Mada212.
Pemindahan ini dilakukan karena kantor pemerintahan Kota Mojokerto yang
berada di Jalan Hayam Wuruk terlalu sempit dan letaknya yang kurang
strategis213.
Upaya Walikota Samioedin untuk membangun Kantor Pemerintah Kota
Mojokerto yang baru itu tidak berhasil karena terdapat beberapa hambatan.
Hambatan tersebut terutama dalam hal dana pembangunan yang saat itu subsidi
dari pemerintah pusat untuk penyelenggaraan pembangunan Kota Mojokerto
masih sangat minim. Di akhir masa pemerintahan Walikota Samioedin hanya
berhasil memperlebar Jalan Gajahmada menjadi dua jalur, jalan ini nantinya akan
menjadi jalan utama menuju kantor pemerintahan Kota Mojokerto. Dalam
pembangunan jalan tersebut swadaya masyarakat sangat tinggi, swadaya itu
diwujudkan masyarakat dalam bentuk penyerahan tanah masyarakat yang terkena
212 Lapangan Balong sari merupakan satu-satunya lapangan olahraga yang
dimiliki Kota Mojokerto, ketika muncul kebijakan pemindahan kantor pemerintahan Kota Mojokerto, pada masa Walikota Samioedin telah merintis pembangunan Gelora A. Yani sebagai pengganti dari lapangan Balongsari yang akan digunakan untuk kantor pemerintah Kota mojokerto. Wawancara dengan Bapak Dzakir Mukti (70 tahun) pada tanggal 2 Maret 2014 di Balongsari Gang 8 Nomor 2 Kota Mojokerto.
213 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
pelebaran Jalan Gajah Mada. Tanah masyarakat yang terkena pelebaran Jalan
Gajah Mada tidak mendapat uang pengganti dari pemerintah Kota Mojokerto, hal
ini terjadi karena tidak adanya dana untuk membayar ganti rugi214.
Pada akhir masa pemerintahan Walikota Samioedin juga belum berhasil
menetralisir peralihan fungsi sungai sinoman I dan sinoman II, pada awalnya
sungai sinoman ini merupakan sungai yang digunakan sebagai sarana irigasi yang
mengairi daerah pertanian di Kota Mojokerto sebelah timur, kemudian ada
perkembangannya daerah pertanian tersebut berubah menjadi pemukiman warga
atau perumahan. Perubahan fungsi Sungai Sinoman dari sarana irigasi menjadi
sarana pembuangan sampah masyarakat, kondisi ini menimbulkan masalah karena
sungai ini bermuara di wilayah kabupaten. Hingga akhir masa jabatan Walikota
Samioedin belum bisa menangani masalah ini215.
214 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugijanto (60 tahun) pada tanggal 2 Maret
2014 di Jalan Argopuro 1 Nomor 11 Wates, Kota Mojokerto.
215 Wawancara dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014