• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan

dipaparkan olahan data berupa grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor

terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam yang akan

dikonversi menjadi grafik panjang logam (L) terhadap temperatur logam (T)

untuk tiap logam yang memiliki panjang bervariasi dari 80 mm, 100 mm dan 120

mm. Selain itu juga nantinya akan didapatkan grafik hubungan ∆L (perubahan

panjang logam besi) terhadap ∆T (selisih perubahan temperatur pada rongga

logam besi) untuk tiap logam yang memiliki variasi panjang dari 80 mm, 100 mm

dan 120 mm. Dari grafik inilah nilai ekspansi linear untuk masing-masing logam

dapat ditentukan. Penjelasan mengenai hasil uji X-Ray Flourescent (XRF) logam

juga akan diulas pada akhir bab keempat ini.

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dari pengukuran koefisien ekspansi linear logam besi

dan besi tuang dengan menggunakan fiber coupl er, yaitu berupa data

(2)

data tegangan keluaran detektor terhadap perubahan temperatur logam besi

dan besi tuang. Data karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap

pergeseran cermin (L) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Gambar 4.1

berikut merupakan plot grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor (V)

terhadap pergeseran cermin (L).

Gambar 4.1. Grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi

tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 2 dan plot grafik tegangan

keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm

dapat dilihat pada Gambar 4.2.

0

(3)

Gambar 4.2. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi

tuang 100 mm dapat dilihat pada Lampiran 3 dan plot grafik tegangan

keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm

dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm.

Temperatur logam (ºC)

0

(4)

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi

tuang 120 mm dapat dilihat pada Lampiran 4 dan plot grafik tegangan

keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm

dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80

mm dapat dilihat pada Lampiran 5 dan plot grafik tegangan keluaran

detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada

Gambar 4.5.

(5)

Gambar 4.5. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm.

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi

100 mm dapat dilihat pada Lampiran 6 dan plot grafik tegangan keluaran

detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada

Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm.

Temperatur Logam (ºC)

8

(6)

Data tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi

120 mm dapat dilihat pada Lampiran 7 dan plot grafik tegangan keluaran

detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada

Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm.

4.2 Analisa dan Pembahasan

Sebelum melakukan eksperimen “pengukuran koefisien ekspansi

linear logam besi dan besi tuang”, terlebih dahulu melakukan “karakterisasi

tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin”. Tujuan dari

eksperimen karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran

cermin adalah untuk mencari daerah linier tegangan keluaran detektor

terhadap pergeseran cermin serta menentukan faktor konversi tegangan ke

panjang logam. Faktor konversi tersebut berfungsi sebagai faktor pembagi

terhadap tegangan keluaran detektor yang didapat dari eksperimen

pengukuran nilai koefisien ekspansi linear logam besi dan besi tuang.

7,3

(7)

Hasil dari pengolahan data karakterisasi tegangan keluaran detektor

(V) terhadap pergeseran cermin (L) diperoleh daerah linier tegangan

keluaran detektor (V) terhadap pergeseran cermin (L). Data karakterisasi

dari daerah linier tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan plot

grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor (V) terhadap

pergeseran cermin (L) serta hasil dari regresi liniernya dapat dilihat pada

Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin.

Pada plot grafik daerah linier karakterisasi tegangan keluaran detektor

(V) terhadap pergeseran cermin (L), diperoleh persamaan regresi linier V =

-8,144 L + 0,995 dan R2 = 0,9982. Hasil regresi linier pada Gambar 4.8

menunjukkan nilai koefisien korelasi (R2) mendekati 1, artinya hubungan

antara tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin linier. Nilai

kemiringan (slop) grafik sebesar 8,144 mm/mV adalah faktor konversi

tegangan keluaran detektor ke pergeseran.

V = -8,144L + 0,995

Pergeseran cermin (mm)

V

(8)

Karena hasil dari grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap perubahan

temperatur logam (T) tidak sesuai dengan yang diinginkan, yaitu nilai b

pada persamaan linear V=aL+b, tidak sama dengan 0. Maka pada analisis

yang dilakukan adalah dengan mengkonversi tegangan menjadi panjang

logam, dengan menggunakan Persamaan 3.1. yaitu L=(V-b)/a, dengan

𝑉,𝑎,𝐿 berturut-turut adalah tegangan keluaran detektor, faktor konversi

tegangan ke pergeseran data karakterisasi, pertambahan panjang logam dan

𝑏 adalah konstanta data karakterisasi. Berikut akan ditampilkan data dan

grafik panjang logam terhadap temperatur logam dengan mengambil daerah

linear dari data tegangan keluaran detektor terhadap temperatur logam.

Panjang logam yang dimaksud merupakan panjang mula-mula logam yang

ditambahkan dengan skala pergeseran pada mikrometer. Data panjang

logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm dapat dilihat

pada Lampiran 9 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T)

logam besi tuang 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 80 mm.

(9)

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm

dapat dilihat pada Lampiran 10 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap

temperatur (T) logam besi tuang 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm.

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm

dapat dilihat pada Lampiran 11 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap

temperatur (T) logam besi tuang 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 120 mm.

Temperatur logam (ºC)

120,64

(10)

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm dapat

dilihat pada Lampiran 12 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap

temperatur (T) logam besi 80 mm dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 80 mm.

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm dapat

dilihat pada Lampiran 13 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap

temperatur (T) logam besi 100 mm dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 100 mm.

Temperatur logam (ºC)

100,88

(11)

Data panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm dapat

dilihat pada Lampiran 14 dan plot grafik panjang logam (L) terhadap

temperatur (T) logam besi 120 mm dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14. Grafik panjang logam (L) terhadap temperatur (T) logam besi 120 mm.

Pergeseran cermin diakibatkan oleh perubahan temperatur di dalam

rongga logam besi. Pergeseran cermin ini tidak lain adalah pertambahan

panjang dari logam besi (∆L) yang diakibatkan oleh perubahan temperatur

(ΔT) di dalam rongga logam besi.

Langkah berikutnya adalah mencari hubungan ∆L (perubahan panjang

logam besi) terhadap ∆T (selisih perubahan temperatur pada rongga logam

besi). Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi (∆T) untuk logam besi

tuang 80 mm dapat dilihat pada Lampiran 15 .Dan Gambar 4.15 merupakan

plot grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi terhadap selisih perubahan

120,805

(12)

temperatur (∆T) logam besi tuang 80mm, dapat diketahui bahwa

pertambahan panjang (∆L) logam besi terhadap selisih perubahan

temperatur (∆T) logam besi berbanding lurus. Pernyataan ini sesuai dengan

perumusan yang terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0 α

∆T, pertambahan panjang suatu logam berbanding lurus dengan perubahan

temperatur pada logam tersebut.

Gambar 4.15 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 80 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi tuang 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi

linier ΔL = 0,0013 ΔT + 0,0192, sedangkan di dalam perumusan yang

terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0α ∆T. Hal ini berarti

nilai ∆L/∆T =c=0,0013. Dengan L0=80mm, maka diperoleh nilai

α=1,625x10-5 (°C-1

Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

(13)

tuang 100mm dapat dilihat pada Lampiran 16 .Dan Gambar 4.16 merupakan

plot grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi tuang 100mm terhadap

selisih perubahan temperatur (∆T) logam besi tuang 100mm.

Gambar 4.16 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 100 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi tuang 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi

linier ΔL = 0,0023 ΔT + 0,003. Sedangkan di dalam perumusan yang

terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0α ∆T. Hal ini berarti

nilai ∆L/∆T =c=0,0023. Dengan L0=100 mm, maka diperoleh nilai

α=2,3x10-5 (°C-1

Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi (∆T) untuk logam besi

(14)

plot grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi tuang 120mm terhadap

selisih perubahan temperatur (∆T) logam besi tuang 120mm.

Gambar 4.17 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi tuang 120 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi tuang 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi

linier ΔL = 0,0014 ΔT + 0,0106. Sedangkan di dalam perumusan yang

terdapat pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0α ∆T. Hal ini berarti

nilai ∆L/∆T =c=0,0014. Dengan L0=120 mm, maka diperoleh nilai

α=1,167x10-5 (°C-1

Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi (∆T) untuk logam besi

80mm dapat dilihat pada Lampiran 18 .Dan Gambar 4.18 merupakan plot

grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi 80mm terhadap selisih

(15)

Gambar 4.18 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 80 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi 80 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL

= 0,0006 ΔT + 0,001. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada

teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0 α ∆T. Hal ini berarti nilai ∆L/∆T

=c=0,0006. Dengan L0=80mm, maka diperoleh nilai α=7,5x10-6(°C-1

Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi (∆T) untuk logam besi

100mm dapat dilihat pada Lampiran 19 .Dan Gambar 4.19 merupakan plot

grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi 100mm terhadap selisih

perubahan temperatur (∆T) logam besi 100mm.

(16)

Gambar 4.19 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 100 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi 100 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier ΔL

= 0,002 ΔT + 0,0039. Sedangkan di dalam perumusan yang terdapat pada

teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0 α ∆T. Hal ini berarti nilai ∆L/∆T

=c=0,002. Dengan L0=100 mm, maka diperoleh nilai α=2x10-5 (°C-1

Data dari perubahan panjang logam besi (∆L) terhadap selisih

perubahan temperatur pemanasan pada rongga besi (∆T) untuk logam besi

120mm dapat dilihat pada Lampiran 20 .Dan Gambar 4.20 merupakan plot

grafik pertambahan panjang (∆L) logam besi 120mm terhadap selisih

perubahan temperatur (∆T) logam besi 120mm.

(17)

Gambar 4.20 Grafik pertambahan panjang (ΔL) logam besi terhadap selisih perubahan temperatur (ΔT) logam besi 120 mm.

Pada grafik pertambahan panjang logam besi tuang terhadap perubahan

temperatur logam besi 120 mm diatas, diperoleh persamaan regresi linier

ΔL = 0,0008 ΔT + 1E-05, sedangkan di dalam perumusan yang terdapat

pada teori ekspansi linier logam yaitu ∆L = L0 α ∆T. Hal ini berarti nilai

∆L/∆T =c=0,0008. Dengan L0=120 mm, maka diperoleh nilai α=6,67x10-6

(°C-1

Untuk mempermudah membandingkan hasil perhitungan nilai

ekspansi linear dari logam besi dan besi tuang dengan panjang

masing-masing logamnya, maka dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut : ).

ΔL = 0,0008ΔT+ 1E-05 R² = 0,9604

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04

0 10 20 30 40 50

ΔL

(mm)

ΔT (ºC)

ΔL

(18)

Jenis

Tabel 4.1 Tabel nilai ekspansi linear logam besi dan besi tuang hasil eksperimen

Sedangkan nilai α besi dan besi tuang pada literatur masing-masing adalah

αbesi=11,8.10-6(ºC-1) dan αbesi tuang=9.10-6(ºC-1

Selain itu, sampel logam besi dan besi tuang tersebut juga diuji X-Ray

Flourescent (XRF) untuk diketahui komposisi unsur-unsur apa saja yang

terkandung didalamnya. Tabel 4.2 berikut merupakan hasil uji XRF untuk

logam besi dan besi tuang :

). Bila temperaturnya

dinaikkan, maka akan terjadi peningkatan energi yang disebabkan oleh

atom-atom pada logam besi dan besi tuang mengalami peristiwa vibrasi

atomik sehingga membuat jarak antar atom semakin melebar, hal ini

mengakibatkan logam mengalami pemuaian karena jarak rata-rata antar

(19)

Unsur Persen Berat (%) Besi Besi Tuang

Al (Aluminium) 0,9 -

Si (Silicon) 0,48 0,35

P (Phosporus) 0,14 0,35

Ca (Calcium) 0,5 0,27

Cr (Chromium) 0,037 0,11

Mn (Manganese) 0,815 0,25

Fe (Ferrum) 90,09 98,25

Cu (Cuprum) 0,093 0,21

Br (Bromine) 6,9 -

K (Kalium) - 0,1

Ni (Nickel) - 0,11

Tabel 4.2 Tabel persen berat komposisi unsur penyusun logam besi dan besi tuang

Berdasarkan hasil uji XRF (Lampiran 21), dapat dilihat bahwa unsur

Sibesi > Sibesi tuang selisih 0,13%, unsur Pbesi < Pbesi tuang selisih 0,21%, unsur

Cabesi > Cabesi tuang selisih 0,23%, unsur Crbesi < Crbesi tuang selisih 0,073%,

unsur Mnbesi > Mnbesi tuang selisih 0,565%, Febesi < Febesi tuang selisih 8,16%,

unsur Cubesi > Cubesi tuang selisih 0,117%. Dari data di atas diketahui bahwa

sampel yang digunakan bukan logam besi murni. Dari tabel diatas juga bisa

dilihat adanya perbedaan komposisi unsur penyusun dari logam besi dan

besi tuang. Pada logam besi terdapat unsur Al (Aluminium) dan Br

(Bromine), sedangkan pada logam besi tuang tidak terdapat kedua unsur itu.

Tetapi pada logam besi tuang ini terdapat unsur K (Kalium) dan Ni (Nickel),

(20)

Masing-masing komposisi unsur yang terkandung di dalam logam besi

dan besi tuang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat-sifat

mekanik, antara lain :

1. Fe (Ferrum)

Unsur Fe (Besi) merupakan silver white metal yang mempunyai sifat

mekanik dapat ditempa, ulet, dapat menerima polish yang tinggi, dan

memungkinkan berkarat di udara lembab.

2. Si (Silicon)

Silicon adalah logam yang berkilau dan berwarna ke abu-abuan. Silicon

merupakan semikonduktor yang baik.

3. Mn (Mangan)

Mangan mempunyai sifat mekanik keras, rapuh (getas), dan dapat

menerima polish yang brilian. Mangan merupakan silver white metal.

4. Cr (Crome)

Crome adalah logam yang berwarna agak ke abu-abuan, dengan sifat

mekanik keras, sangat tidak ulet, dan dapat dipoles.

5. Ni (Nickel)

Unsur Ni (nikel) merupakan silver white metal yang bersifat mekanik

lebih keras dibandingkan dengan besi (Fe), dapat ditempa, ulet,

penghantar panas dan penghantar listrik yang hampir bagus.

6. Cu (Cuprum)

Cuprum adalah logam yang berwarna merah kekuning-kuningan dan

(21)

penghantar listrik yang baik, serta tidak dapat bereaksi dengan udara

kering.

7. Al (Alluminium)

Silver white metal merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh

alluminium. Alluminium memiliki sifat mekanik yaitu tidak berkilau,

tidak magnit, dan mempunyai ketahanan korosi yang baik.

8. P (Phosphorus / fosfor)

Fosfor adalah padatan yang berwarna putih dan larut dalam karbon

disulfida. Unsur ini juga sangat beracun.

9. Ca (Calcium)

Unsur ini tergolong dalam logam alkali tanah yang berwarna

keperakan. Bila Calsium ini dibakar maka logam ini akan

mengeluarkan warna oranye-merah (merah bata) dengan intensitas

cahaya tinggi. Dalam bentuk bubuk calsium ini dapat bereaksi dengan

air sangat cepat. Karena kepadatan dalam logam ini sangat rendah maka

calsium ini merupakan konduktor yang lebih baik dari yang baik.

10. Br (Bromine)

Unsur dari

pada

Dalam bentuk cairan, zat ini bersifat

(22)

11. K (Kalium)

Kalium berbentuk logam lunak berwarna putih. Secara alami, kalium

ditemukan sebagai

di antara logam-logam. Kecuali litium, kalium juga logam yang sangat

ringan. Elemen ini cepat sekali teroksida dengan udara dan harus

disimpan dalam kerosene (minyak tanah). Seperti halnya dengan

logam-logam lain dalam grup alkali, kalium mendekomposisi air dan

menghasilkan gas hidrogen. Unsur ini juga mudah terbakar pada air.

Kalium dan garam-garamnya memberikan warna ungu pada lidah api.

Hubungan komposisi penyusun unsur-unsur kedua logam tersebut

dengan hasil nilai α yang diperoleh dari penelitian ini, terkait pada tingkat

homogenitas dan kemurnian dari logam yang digunakan. Tingkat

kehomogenitasan dan kemurnian kedua logam yang digunakan berpengaruh

pada saat logam dipanaskan untuk diukur nilai α-nya. Hal ini terkait

Gambar

Gambar 4.1. Grafik karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap
Gambar 4.3. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur (T) logam besi tuang 100 mm
Gambar 4.4. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur
Gambar 4.5. Grafik tegangan keluaran detektor (V) terhadap temperatur
+7

Referensi

Dokumen terkait