• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TAYANGAN MEDIA TELEVISI TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3 - 6 PERIODE 2008 – 2009 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH TAYANGAN MEDIA TELEVISI TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3 - 6 PERIODE 2008 – 2009 SKRIPSI"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3 - 6 PERIODE 2008 – 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun Oleh :

Yustina Dina Yunianti NIM 051124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3 - 6 PERIODE 2008 – 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun Oleh :

Yustina Dina Yunianti NIM 051124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

Keluargaku Tercinta Bapak, Ibu, Mbak, Adik-adikku

Sahabat-sahabatku, Cowokku SD Xaverius 3 Palembang

(6)

v

“Aku ingin menjadi yang lebih baik hari ini dari pada hari sebelumnya”.

“Hidup adalah suatu pilihan yang harus diperjuangkan, Jangan mudah menyerah”.

“Membuat kedua orangtua dan keluargaku tersenyum melihat keberhasilanku”.

(7)
(8)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama :Yustina Dina Yunianti

Nomor Mahasiswa : 051124001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH TAYANGAN MEDIA TELEVISI TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3 - 6 PERIODE 2008 – 2009

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 04 September 2009

Yang menyatakan

(9)

vii

TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK-ANAK SD XAVRIUS 3 PALEMBANG KELAS 3-6 PERIODE 2008-2009.” Latar belakang penulisan skripsi ini keprihatinan yang terjadi pada anak-anak jaman sekarang khususnya di SD Xaverius 3 Palembang. Banyak anak yang kurang aktif untuk mengikuti kegiatan agama. Hal ini juga penulis amati dan alami sendiri saat misa beberapa kali di Gereja Santo Fransiskus de Sales Palembang. Pada hari Minggu banyak anak yang tidak pergi ke Gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi dan banyak pula anak yang tidak mengikuti kegiatan Sekolah Minggu. Anak-anak justru lebih memilih menghabiskan waktunya berjam-jam untuk menonton tayangan media televisi dari pada 2 jam untuk mengikuti kegiatan agama. Dalam satu hari mereka menghabiskan waktu untuk menonton tayangan media televisi lebih dari 6 jam. Selain itu juga banyak anak mengeluh bahwa pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) sangat membosankan dan membuat anak-anak mengantuk. Padahal dari pelajaran agama tersebutlah anak-anak banyak memperoleh pengetahuan agama.

Menanggapi hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai seberapa besar pengaruh/dampak dari tayangan media televisi terhadap perkembangan iman anak-anak. Apakah tayangan media TV ini mampu menjadi madu yang membawa pengaruh positif bagi perkembangan iman anak, atau malah tayangan media TV ini menjadi racun yang berpengaruh negatif bagi perkembangan iman anak. Oleh karena itu penulis mengadakan studi pustaka dan observasi yang berkaitan dengan dampak tayangan media televisi terhadap perkembangan iman anak-anak SD Xaverius 3 Palembang kelas 3-6. Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara, dapat diketahui bahwa tayangan media televisi membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan iman anak. Tayangan media televisi yang menarik membuat anak-anak menjadi malas untuk mengikuti kegiatan agama.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut penulis membuat usulan program katekese audio visual yang digunakan dalam pelajaran PAK dengan menggunakan sarana audio visual seperti VCD ”Mother Theresa dari Calcuta India” dan ”Yesus menurut Injil Lukas”. Selain itu juga penulis menggunakan metode group media dan naratif eksperinsial.

(10)

viii

DEVELOPMENT OF THE ELEMENTARY STUDENTS SCHOOL GRADE 3 TO 6 IN XAVIER 3 PALEMBANG PERIOD 2008-2009” was chosen based on the concern of what happened to children now days in religious activity according to the observation experiencing of the researcher during the time of attenting Sunday Mass in Saint Francis De Sales Church, Palembang. On Sunday Mass, there is much children did not present them self, even missed the Sunday School activity. Children prefer sitting in front of their TV and enjoying the programme for hours. Even many of them spent more than six hours only watching the TV’s programms. On the other hand, children were complaining all the time that about religious education is boring and make them fall a sleep. In fact they do not realize that they get more than just a knowledge from the religious education.

Responding to such situation, the researcher was interested to do a research about how far the influence of the TV’s programm for the faith development of the children is especially in Elementary School of Xavier 3, grade 3 to 6 in Palembang. The TV’s programm might be a Sweet Honey which can give positive influence for the faith development of the students or the other hand as a poison for their faith development. The researcher do both, books study and field observation in the Elementary School of Xavier 3 Palembang, through interviews and questioners which is will give result about the influence of the TV’s programm, both negative and positive for the faith development of the children.

To react to this matter, the writer suggests audio visual catechese using VCD (Video Compact Disk) of ”Mother Theresa of Calcuta” and ”The Life of Jesus According to Gospel of Luke”. The researcher also used Group Media and Narative Experincial Metode.

(11)

ix

berkat dan karunia serta bimbinganNya selalu yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Tayangan Media Televisi Terhadap Perkembangan Iman Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang Kelas 3-6 Periode 2008-2009”. Skripsi ini merupakan salah satu usaha penulis untuk membantu pihak SD Xaverius 3 Palembang dan orangtua mengenai seberapa besar pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh tayangan media televisi terhadap perkembangan iman anak serta menyadarkan pihak orangtua bahwa perkembangan iman anak sangat penting dan perlu diperhatikan. Selain itu skripsi ini memberikan sumbangan kepada SD Xaverius 3 Palembang dalam bentuk persiapan pengajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik yang agak berbeda dari sebelumnya yakni menggunakan VCD dan media audio visual lainnya yang mendukung. Hal ini bertujuan agar dapat memotivasi dan meningkatkan semangat belajar anak-anak serta mempermudah anak untuk menangkap isi pelajaran tersebut.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, dukungan dan perhatian serta cinta dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

(12)

x

2. Yoseph Kristianto, SFK selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang dengan begitu sabar, perhatian, mengingatkan, menasihati dan dengan setia membimbing penulis dari awal masuk IPPAK sampai pada akhir penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Dra. Y. Supriyati, M.Pd. selaku dosen penguji III yang telah bersedia serta meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan mendampingi penulis sejak persiapan penelitian sampai pada pertanggungjawaban hasil skripsi ini.

4. Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J dan keluarga besar IPPAK yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. Serta telah membekali penulis dengan berbagai macam pengetahuan, pengalaman demi mendukung panggilan penulis sebagai seorang katekis dan guru agama.

5. Keluargaku tercinta Bapak, Ibu, Mbak, Adik-adikku serta Mas Cyrillus, Mas Dwi, dan sahabat-sahabatku yang selalu setia mendukung secara moril dan materi, semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala sekolah, Dewan Guru, Karyawan, dan Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang yang telah memberi ijin dan mendukung penulis untuk melaksanakan penelitian dan mendapatkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

(13)

xi

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan keterbukaan, penulis menerima kritik maupun saran yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti pula bagi SD Xaverius 3 Palembang .

Yogyakarta, 6 Juli 2009

Penulis

(14)

xii KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

KSPB : Kitab Suci Perjanjian Baru

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AN : Aetatis Novae adalah suatu instruksi pastoral yang baru tentang komunikasi sosial, tanggal 17 Maret 1992. CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese. DCG : Directorum Catechisticum Generale, hasil keputusan Kongregasi Suci Para Klerus tanggal 11 April 1971 yang mengungkapkan bahwa warta keselamatan perlu

mempunyai tempat pada media komunikasi sosial. DV : Dei Verbum, konsitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi EN : Evangelii Nutiandi, dekrit konsili Vatikan II tentang Pewartaan Injil.

(15)

xiii

IM : Inter Mirifica, dekrit tentang upaya-upaya komunikasi Sosial yang disusun oleh Paus Paulus VI bersama dengan Bapa-bapa Konsili Vatikan II

MAWI : Sebuah dokumen nasional hasil dari konferensi uskup- uskup seluruh Indonesia yang sekarang bernama KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia).

C. Singkatan Lainnya

Art : Artikel

AV : Audio Visual CD : Compact Disk

Dokpen : Departemen Komunikasi dan Penerangan

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

KAS : Keuskupan Agung Semarang Komkat : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

NTSC : The National Television Standards Comunitte PAK : Pendidikan Agama Katolik

(16)

xiv

RCA : Radio Corporation of America

S1 : Strata 1

SCJ : Sacerdotum a Sacro Corde Jesu SD : Sekolah Dasar

SEKAMI : Serikat Kepausan Anak-anak Misioner Indonesia SKM : Surat Keputusan Menteri

SKSD : Sistem Komunikasi Satelit Domestik SMA : Sekolah Menengah Atas

SPG : Sekolah Pendidikan Guru SST : Siaran Saluran Terbatas

TV : Televisi

UAS : Ujian Akhir Sekolah

UUD : Undang-undang Dasar Republik Indonesia VCD : Video Compact Disk

(17)

xv

HALAMAN JUDUL SKRIPSI ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

PERSEMBAHAN ……….. iv

MOTTO……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACT ……… viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI……… xii

DAFTAR SINGKATAN ……… xix

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 5

C. Pembatasan Masalah ……… 5

D. Tujuan Penulisan ……….. 6

E. Manfaat Penulisan ……… 6

F. Metode Penulisan……….. 7

(18)

xvi

1. Pengertian Media Televisi ………. 9

2. Ciri Khas Media Televisi ……… 10

3. Sejarah Penemuan Media Televisi ……….. 12

a. Sejarah Penemuan Media Televisi Pertama Kali di Dunia .. 12

b. Sejarah Perkembangan Media Televisi di Indonesia …….. 15

4. Pengertian Tayangan Media Televisi ……… 19

5. Fungsi Tayangan Media Televisi ………. 20

6. Bentuk-bentuk Tayangan Media Televisi ………. 20

7. Media Televisi menurut Pandangan Gereja Katolik ... 24

8. Media Televisi menurut Dokumen Gereja ... 26

a. Evangelii Nuntiandi (EN) ... 26

b. Himpunan Keputusan MAWI ... 27

c. Directorum Catechisticum Generale ... 27

d. Inter Mirifica ... 28

e. Petunjuk Umum Katekese ... 29

9. Dampak Tayangan Media Televisi bagi Anak ... 30

a. Dampak Negatif Tayangan Media Televisi bagi Anak ... 30

b. Dampak Positif Tayangan Media Televisi bagi Anak... 32

10.Usaha-usaha yang Dilakukan untuk Menghindari Pengaruh Tayangan Media Televisi bagi Anak ... 33

(19)

xvii

c. Pendekatan Kritis Idiologis ……….. 36

B. Perkembangan Iman Anak ……….. 36

1. Pengertian Perkembangan Iman ………. 36

2. Pengertian Anak ………. 38

3. Pengertian Iman ………. 39

4. Aspek-aspek Hidup Iman ……….. 41

5. Ciri-ciri Khas Penghayatan Iman Anak ……….. 42

6. Tahap-tahap Perkembangan Iman Anak ………. 43

7. Faktor Pendukung Iman ……….. 44

8. Konteks Perkembangan Iman ……….. 46

a. Teladan Tokoh-tokoh Identifikasi ……….. 46

b. Suasana ……… 46

c. Pengajaran ……… 47

d. Komunikasi ……….. 48

C. Penelitian yang Relevan ……… 49

D. Kerangka Pikir ……… 49

(20)

xviii

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

C. Populasi dan Sampel ... 52

D. Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian ……… 53

E. Instrumen Penelitian ……… 53

F. Keabsahan Data ……… 53

G. Teknik Analisis Data ………. 54

BAB IV GAMBARAN UMUM SD XAVERIUS 3 PALEMBANG DAN HASIL PENELITIAN PENGARUH TAYANGAN MEDIA TELEVISI TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK SD XAVERIUS 3 PALEMBANG KELAS 3-6 PERIODE 2008-2009 SERTA USULAN PROGRAM KATEKESE AUDIO VISUAL DI SEKOLAH ………… 55

A. Gambaran Umum Keadaan SD Xaverius 3 Palembang ………. 55

1. Letak Geografis SD Xaverius 3 Palembang... 55

2. Situasi Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang Kelas 3-6 Periode 2008-2009 ………. 56

3. Visi dan Misi serta Tujuan SD Xaverius 3 Palembang………… 57

a. Visi SD Xaverius 3 Palembang………. 57

b. Misi SD Xaverius 3 Palembang ……….. 58

c. Tujuan SD Xaverius 3 Palembang ……….. 58

B. Penyajian Hasil Penelitian 1. Hasil Daftar Isian ……….. 59

(21)

xix

d. Dampak Buruk dari Tayangan Media TV ……….. 62

e. Lamanya Mengikuti Kegiatan Agama Selama Seminggu . 63 f. Macam-macam Kegiatan Agama yang Diikuti …………. 63

g. Manfaat dari Kegiatan Agama ……….. 64

h. Usulan Anak-anak dan Guru ………. 64

2. Hasil Kuesioner ……….. 65

a. Lamanya Waktu Menonton Tayangan Media TV ……… 67

b. Dampak/Pengaruh Tayangan Media TV ……….. 69

c. Usaha-usaha yang Dilakukan ……… 71

d. Lamanya Mengikuti Kegiatan Agama Selama Seminggu . 72 e. Bentuk-bentuk Kegiatan Iman dan Tindakan-tindakan Iman 73 f. Manfaat dari Kegiatan Agama ……… 76

C. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 77

1. Pembahasan Hasil Wawancara ……….. 78

a. Lamanya Menonton TV Selama Seminggu………. 78

b. Judul-judul Tayangan Media TV ……… 79

c. Manfaat Menonton Dampak Buruk dari Tayangan Media TV ………..……… 80

d. Lamanya Mengikuti Kegiatan Agama Selama Seminggu . 81 e. Macam-macam Kegiatan Agama yang Diikuti …………. 82

(22)

xx

(23)

xxi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 129 A. Kesimpulan ……….. 129

B. Saran………. 133

DAFTAR PUSTAKA ... 137 LAMPIRAN ... 138

A. Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian.

B. Lampiran 2 Surat Keterangan dari SD Xaverius 3 sudah Melakukan Penelitian. C. Lampiran 3 Kisi-kisi dan Soal-soal Daftar Isian serta Kuesioner.

D. Lampiran 4 Bukti Daftar Isian secara Tertulis. E. Lampiran 5 Foto-foto saat melakukan Penelitian.

(24)

1

A. Latar Belakang

Dewasa ini media komunikasi berkembang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh

karena adanya penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, misalnya media elektronik.

Salah satu contoh media elektronik itu adalah televisi. Media televisi ini mampu membawa

manusia ke dalam suatu perubahan, baik tingkah laku maupun cara hidup masyarakat. John

Killinger seorang profesor Homiletik pada Vanderbit School di Nashville Tenesse

berpendapat :

”Dunia telah berubah menjadi desa dunia. Kita hidup dengan televisi, video, tape,

alat perekam, komputer, kamera, proyektor, mesin cetak, mesin foto copy segala

perpanjangan mekanis dari diri manusia. Lebih dari yang lain ... alat-alat ini telah

mengubah zaman di mana kita hidup.” (Iswarahadi, 2008: 3)

Perubahan yang sangat nampak misalnya jika dulu masyarakat ingin

mendapatkan informasi/berita harus terlebih dahulu membeli dan membaca buku atau

koran, namun sekarang dengan adanya media televisi, maka dengan mudah dan sangat

cepat masyarakat mendapatkan informasi/berita dari seluruh dunia. Kehadiran televisi yang

memberikan berbagai macam tayangan yang menarik ini mulai membawa pengaruh yang

sangat besar dalam masyarakat. Banyak kalangan masyarakat yang menghabiskan waktu

(25)

dari 2 jam/hari. Munculnya berbagai macam tayangan mulai dari tayangan iklan

produk-produk kecantikan, makanan dan minuman, dunia fashion, kendaraan, gosip, perceraian,

sinetron, tayangan horor, kartun yang membawa kesemarakan serta kemudahan hidup.

Tayangan media televisi juga mampu membius serta membohongi para pemirsanya dari

kenyataan-kenyataan pada kehidupan di sekelilingnya dibandingkan dengan media- media

lain. (Wirodono, 2005: ix).

Adanya kebebasan penuh para pemirsa setia televisi untuk memilih berbagai

macam tayangan TV membuat banyak anggota masyarakat bahkan anak-anak menonton

dengan bebas. Hal ini terjadi karena kurangnya kontrol dari para orangtua dan bebasnya

stasiun-stasiun televisi menyiarkan berbagai macam tayangan yang membawa dampak

khususnya bagi anak-anak. Padahal menonton tayangan media televisi dapat menjadi suatu

kegiatan pasif yang mematikan bagi anak-anak apabila para orangtua tidak mengarahkan

apa-apa yang boleh dilihat anak-anak mereka dan sekaligus mengajarkan anak-anak itu

untuk menonton secara kritis serta untuk belajar dari apa-apa yang mereka tonton. Salah

satunya adalah anak-anak SD Xaverius 3 Palembang ini menjadi korban/sasaran utama

dari tayangan televisi tersebut. Biasanya anak-anak cenderung menerima begitu saja

adegan/kejadian apa yang ia tonton dalam tayangan media TV. Banyak orangtua/bapak-

ibu yang terlalu bebas membiarkan anaknya untuk menonton TV dan karena kesibukan

orangtua anak-anak menjadi kurang diperhatikan.

Demikian juga dari sebagian besar orangtua di SD Xaverius 3 yang mayoritas

sibuk bekerja, ada yang sebagai pengusaha, pekerja di PT PUSRI, maupun Wiraswasta.

(26)

rumah. Tanpa adanya pengawasan, anak-anak cenderung diam dan asyik menonton

tayangan televisi, sampai akhirnya ada anggapan televisi menjadi ”Baby Sitter” yang baik

dan menghibur dalam keadaan sendiri. Dampak lainnya adalah anak menjadi malas

mengikuti kegiatan Serikat Kepausan Anak-anak Misionaris Indonesia (SEKAMI) yaitu

misa jumat yang selalu diadakan dari pihak sekolah SD Xaverius 3 dengan tujuan untuk

perkembangan iman siswa-siswinya. Hal lainnya, ketika hari Minggu anak-anak menjadi

malas mengikuti kegiatan Sekolah Minggu atau di saat orangtua mengajak untuk pergi ke

Gereja, anak-anak mulai mencari-cari alasan agar dapat menolak ajakan dari orangtuanya

dan lebih memilih untuk menonton TV. Pembinaan iman yang seharusnya ditanamkan

bagi anak-anak, kurang diperhatikan oleh orangtua. Suatu keadaan yang sangat

memprihatinkan melanda masyarakat penonton setia televisi saat ini adalah adanya suatu

perbedaan yang sangat menonjol antara waktu yang dihabiskan anak-anak untuk menonton

TV dan waktu yang digunakan untuk mengikuti kegiatan agama. Waktu yang dihabiskan

untuk menonton Televisi bagi anak-anak 22 – 30 jam/minggu, sedangkan waktu yang

dihabiskan oleh anak-anak untuk mengikuti kegiatan keagamaan hanya berkisar 4-6

jam/minggu itu pun sudah termasuk Pelajaran Agama Katolik di sekolah. (Hasil

Wawancara Studi PAK AV II, 2009)

Jika semua agama mengajarkan nilai-nilai cinta kasih, seperti halnya Yesus

mengajarkan kepada kita untuk mengasihi sesama termasuk orang yang kita benci atau

Yesus mengajarkan: ”Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadaMu,

melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga pipi kirimu. Kasihilah

(27)

halnya dengan tayangan media televisi, banyak sekali tayangan-tayangan horor/film hantu

dan tayangan yang bernuansa kekerasan disiarkan setiap harinya. Hal itulah yang membuat

anak-anak semakin takut atau melakukan kekerasan seperti berkelahi dengan temannya

yang sama sekali tidak diinginkan oleh agama.

Media televisi yang memberikan berbagai macam tayangan ini diharapkan

mampu memberikan pengaruh positif bagi masyarakat khususnya anak-anak. Media ini

mampu memberikan tayangan-tayangan hiburan, informasi yang positif dan juga adanya

tayangan-tayangan keagamaan yang mampu meningkatkan perkembangan iman anak.

Media ini juga dapat berperan sebagai cara baru dalam pewartaan seperti di TVRI (Mimbar

Agama Katolik), di TPI (Bimbingan Rohani Katolik), di AN-TV (Gema Rohani Katolik),

di RCTI (Penyegaran Imani Katolik), dan di Indosiar (Penyejuk Imani Katolik) yang harus

lebih ditingkatkan lagi. (Iswarahadi, 2003: 33). Gereja juga menganjurkan agar semua

orang aktif dan kreatif menjalin kerja sama dengan media dalam menyiarkan

tayangan-tayangan yang bermutu dan mengandung pesan Kristiani, namun juga dapat menjalin

kerjasama dan komunikasi dengan umat beragama lain lewat televisi. (Aetatis Novae, art

3). Kalangan masyarakat, khususnya para orangtua, hendaknya juga mampu memberikan

perhatian khusus untuk anak-anaknya yang mempunyai kegemaran untuk menonton

televisi dan juga untuk stasiun-stasiun televisi hendaknya lebih kritis dan selektif dalam

menyiarkan berbagai macam tayangan TV.

Dari uraian di atas tampak bahwa ada pengaruh yang sangat besar dari tayangan

media TV bagi perkembangan iman anak. Dalam hal ini sangat diperlukan peranan

(28)

memilih tayangan-tayangan TV yang cocok. Dari uraian di atas penulis sangat tertarik

untuk menganalisis dan menunjukkan seberapa besar pengaruh tayangan media TV bagi

perkembangan iman anak khususnya di SD Xaverius 3 Palembang kelas 3 – 6. Apakah

tayangan media TV ini mampu menjadi madu yang membawa pengaruh positif bagi

perkembangan iman anak, atau malah tayangan media TV ini menjadi racun yang

berpengaruh negatif bagi perkembangan iman anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memberi perhatian khusus pada

masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan tayangan media TV?

2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan iman anak?

3. Adakah pengaruh positif tayangan media televisi bagi perkembangan iman anak-anak

SD Xaverius 3 Palembang kelas 3-6 periode 2008-2009?

4. Adakah pengaruh negatif tayangan media televisi bagi perkembangan iman anak-anak

SD Xaverius 3 Palembang kelas 3-6 periode 2008-2009?

C. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan judul penelitian, masalah akan difokuskan pada ”Pengaruh

Tayangan Media TV bagi Perkembangan Iman Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang

(29)

D. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini memiliki tujuan antara lain:

1. Mengetahui pengertian, dampak positif dan negatif tayangan media TV bagi anak.

2. Mengetahui perkembangan iman anak-anak SD Xaverius 3 Palembang.

3. Mendeskripsikan pengaruh tayangan media televisi bagi perkembangan iman

anak-anak SD Xaverius 3 Palembang kelas 3-6 Periode 2008-2009.

4. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusa sarjana strata satu di IPPAK USD.

E. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan pengertian tentang tayangan media televisi bagi anak.

2. Memberikan pengertian tentang perkembangan iman bagi anak.

3. Menumbuhkan sikap kritis anak-anak akan tayangan media TV dan anak semakin aktif

dalam mengikuti kegiatan iman yang diadakan di sekolah maupun Gereja demi

perkembangan iman.

4. Menambah wawasan peneliti akan pengaruh tayangan media televisi bagi

perkembangan iman anak.

5. Memberi acuan bagi orangtua agar lebih mengawasi anak-anaknya saat menonton TV

(30)

F. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan metode deskriptif analitis,

artinya berdasarkan studi dan analisa pustaka yang dilengkapi dengan hasil observasi dan

kuesioner serta wawancara yang dibagikan serta diisi oleh anak-anak SD Xaverius 3

Palembang kelas 3-6 sehubungan dengan pengaruh tayangan media televisi terhadap

perkembangan iman anak-anak SD Xaverius 3 Palembang kelas 3-6 periode 2008-2009.

G. Sistematika Penulisan

Adapun judul skripsi yang saya pilih adalah “Pengaruh Tayangan Media Televisi

Terhadap Perkembangan Iman Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang Kelas 3-6 Periode

2008-2009”. Dari judul skripsi tersebut untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai

penelitian ini, penulis akan menyampaikan pokok – pokok sebagai berikut :

BAB I: Bab ini berisi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II: Dalam bab II ini penulis menguraikan kajian pustaka dan hipotesis yakni arti

media televisi, arti tayangan media televisi, sejarah perkembangan media televisi, dampak

negatif dan positif tayangan media televisi bagi anak-anak, media menurut dokumen

Gereja dan arti perkembangan iman anak berdasarkan beberapa teori-teori psikologi, aspek

(31)

BAB III: Bab ini menguraikan metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, tempat

penelitian, waktu penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan instrumen,

uji coba instrumen dan teknik analisis data

BAB IV: Dalam bab ini berisi gambaran situasi nyata SD Xaverius 3, hasil penelitian,

pembahasan dan kesimpulan melalui daftar isian maupun kuesioner, keterbatasan hasil

penelitian serta usulan program katekese.

(32)

9

DAN

PERKEMBANGAN IMAN ANAK

Berkaitan dengan judul yang penulis pilih yakni ”Pengaruh Tayangan Media

Televisi Terhadap Perkembangan Iman Anak-anak SD Xaverius 3 Palembang Kelas 3-6

Periode 2008-2009”, maka penulis akan mencoba menguraikannya dalam kajian teori dari

beberapa sumber-sumber maupun pendapat para ahli untuk mendukung penulis dalam

penulisan skripsi.

A. Tayangan Media Televisi

1. Pengertian Media Televisi

Banyak kalangan masyarakat yang menyebut media televisi dengan berbagai

macam sebutan. Ada yang menyebutnya Tivi, Tipi, Teve, TV bahkan ada pula masyarakat

yang menyebut media televisi sebagai jendela dunia, monster bermata satu atau tabung

perangkap. (Santrock, 2002: 276) Sebagai sebuah media elektronik yang dalam bahasa

Inggris dan Yunani disebut Television, media televisi berasal dari kata tele yang berarti

jarak, jauh/berjauhan dan vision yang berarti melihat/gambaran. Namun secara harafiah

televisi berarti transfer/pemindahan gambar dalam jarak jauh (NN, 2007: 1).

Media televisi merupakan sebuah kotak hitam yang ajaib, akan tetapi apabila

(33)

media televisi yang ditekan tombolnya, maka dengan serta merta akan berubah ke arah

fungsi yang sebenarnya, di mana kita dapat menikmati acara yang ditayangkan dari stasiun

penyiaran yang bersangkutan. Jadi secara umum media televisi adalah suatu teknologi

informasi dan komunikasi yang memungkinkan penggunanya dapat menerima gambar

sekaligus suara yang ditransmisikan atau dikirim dari jarak jauh. (Darwanto, 1994: 2).

Seiring dengan semakin berkembangnya jaman, media televisi ini semakin

berkembang sangat pesat. Dari data yang diperoleh dari ”Jurnalisme Televisi”, Universitas

Indonesia tahun 2004 yang ditulis oleh Wirodono dalam bukunya yang berjudul Matikan Televisimu menyebutkan bahwa kurang lebih 30 juta pesawat televisi telah beredar di tengah masyarakat Indonesia. Hal inilah yang membuktikan bahwa media televisi mampu

menduduki peringkat atas sebagai primadona dari media-media lainnya seperti radio,

koran, dsb. (Wirodono, 2005: VIII).

2. Ciri Khas Media Televisi

Sebagai sebuah media elektronik, menurut Darwanto dalam bukunya yang

berjudul Televisi sebagai Media Pendidikan, media televisi memiliki beberapa ciri khas, yakni:

a. Keserempakan

Yang dimaksud dengan keserempakan ialah bahwa dalam waktu yang relatif sama para

pemirsa televisi di mana pun berada dapat menerima informasi dari media televisi sedini

dan secepat mungkin. Pesan informasi dan komunikasi yang ingin disampaikan dapat

(34)

tidak mengherankan apabila dalam waktu/keadaan darurat, media televisi dapat

mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Keserempakan pesan dapat diterima secara

bersamaan dengan waktu kejadian. Hal ini dapat terjadi karena dari tempat kejadian dapat

disiarkan secara langsung dan dapat diterima dengan cepat dan serempak oleh masyarakat.

(Darwanto, 2007: 42).

b. Mampu melihat daerah yang tidak terbatas

Jika media cetak mempunyai oplah sebesar 10 juta eksemplar sudah merupakan hal yang

luar biasa, namun jumlah tersebut belum berarti apa-apa bila dibandingkan dengan media

massa elektronik. Sebab media televisi dapat meliput dan mampu menembus belahan bumi

mana pun tanpa gangguan yang berarti. (Darwanto, 2007: 44).

c. Bisa dimengerti oleh yang buta huruf

Kelebihan lain dari media televisi adalah bisa dimengerti oleh mereka yang buta huruf.

Mereka hanya dapat menggunakan daya fantasinya saja karena tidak mengalami kesulitan

saat menonton program siarannya. Sebab televisi di dalam susunan gambarnya telah

mengubah bahasa verbal menjadi bahasa gambar. (Darwanto, 2007: 44).

d. Bisa diterima oleh mereka yang menderita cacat tubuh

Media televisi sebagai media elektronik ini tayangannya mampu diterima oleh mereka

(35)

pendengaran, tayangan media televisi dapat diterima dengan gambar visual yang

ditayangkan. Sebaliknya mereka yang menderita cacat penglihatan dapat menerima

tayangan media televisi lewat suara yang ada. (Darwanto, 2007: 44).

e. Bersifat penerangan, pendidikan dan hiburan

Media televisi sebagai media elektronik ini lewat tayangan yang disajikan itu mampu

menghibur para pemirsanya sebagai bahan tontonan untuk mengisi waktu luang, selain itu

juga menjadi sumber informasi dan ada tayangan yang disiarkan itu mampu berperan

sebagai sumber pendidikan yang memberikan berbagai macam informasi. (Darwanto,

2007: 44).

3. Sejarah Penemuan Media Televisi

a. Sejarah Penemuan Media Televisi Pertama Kali di Dunia

Muhamad Mufid dalam bukunya Komunikasi dan Regulasi Penyiaran menulis

sejarah penemuan televisi bahwa pada tahun 1973 seorang operator telegram berhasil

menemukan bahwa cahaya dapat mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari

bahwa hal itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya ke dalam arus listrik dengan

menggunakan fotosel silenium, kemudian piringan metal kecil berputar dengan lubang-lubang di dalamnya ditemukan oleh seorang mahasiswa yang bernama Paul Nipkow di

Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar

tahun 1920, John Logie Baird dan Charles Francis Jenkins menggunakan piringan hitam

karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar,

(36)

hampa (Cathode Ray Tube). Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan

banting. Bukan itu saja, tetapi juga sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial

bagi riset TV elektronik ketika televisi mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan

sangat baiknya pada masa itu. (Mufid, 2005: 47).

Sampai akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T Farnsworth berhasil

dengan Televisi elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasil yang berjalan baik,

orang-orang mulai melihat kemungkinan untuk Vladimir Zworykin, yang merupakan salah

satu dari beberapa pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff Senior Vice

President dari RCA (Radio Corporation of America). Sarnoff sudah banyak mencurahkan

perhatian pada perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan

mempunyai masa depan komersial yang lebih baik. Selain itu, Philo Farnsworth juga

berhasil mendapatkan sponsor untuk mendukung idenya dan ikut berkompetisi dengan

Vladimir. Menurut Mufid penemuan media televisi itu antara lain:

1) TV Elektronik

Baik Farnsworth, maupun Zworykin bekerja terpisah dan keduanya berhasil

dalam membuat kemajuan bagi televisi secara komersial dengan biaya yang sangat

terjangkau. Di tahun 1935 keduanya mulai memancarkan siaran dengan menggunakan

sistem yang sepenuhnya elektronik. Kompetitor utama mereka adalah Baird Television

yang sudah terlebih dahulu melakukan siaran sejak 1928 dengan menggunakan sistem

(37)

mereka punyai pada umumnya berkualitas seadanya. Pada masa itu ukuran layar TV hanya

sekitar 3-8 inchi saja sehingga persaingan mekanik dan elektronik tidak begitu nyata, tetapi

kompetisi itu ada di sana. TV RCA, Tipe TTS 1939, RCA dan Zworykin siap untuk

program reguler televisinya, dan mereka mendemonstrasikan secara besar-besaran pada

World Fair di New York. Antusiasme masyarakat yang begitu besar terhadap sistem

elektronik ini menyebabkan The National Television Standards Committee (NTSC), 1941

memutuskan sudah saatnya untuk menstandarisasikan sistem transmisi siaran TV di

Amerika. Lima bulan kemudian, seluruh stasiun televisi Amerika yang berjumlah 22 buah

itu, sudah mengkonversikan sistemnya ke dalam standard elektronik baru. Pada

tahun-tahun pertama, ketika sedang resesi ekonomi dunia, harga satu set televisi sangat mahal,

ketika harga mulai turun, Amerika Serikat terlibat perang dunia. (Mufid, 2005: 47)

2) Televisi Berwarna

Sebenarnya CBS sudah lebih dahulu membangun sistem warnanya beberapa

tahun sebelum rivalnya RCA. Tetapi sistem mereka tidak kompatibel dengan kebanyakan

televisi hitam putih di seluruh negara. CBS yang sudah mengeluarkan banyak sekali biaya

untuk sistem warna harus menyadari kenyataan bahwa pekerjaan mereka berakhir sia-sia.

RCA yang belajar dari pengalaman CBS mulai membangun sistem warna menurut

formatnya. Mereka dengan cepat membangun sistem warna yang mampu diterima pada

sistem warna dan sistem warna putih. Setelah RCA memamerkan kemampuan sistem

mereka, NTSC membakukannya untuk siaran komersial tahun 1953. Berpuluh tahun

(38)

telepon selular, digital dan mengirim email lewat jaringan komputer dunia, tetapi teknologi

televisi pada intinya tetap sama. Tentu saja ada beberapa perkembangan seperti tata surya

stereo dan warna yang lebih baik, tetapi tidak ada suatu lompatan besar yang mampu untuk

menggoyang persepsi orang tentang televisi. Semuanya secara perlahan mulai berubah,

televisi secara bertahap sudah memasuki era digital. (Mufid, 2005: 48).

b. Sejarah Perkembangan Media Televisi di Indonesia

Tim Redaksi LP3ES menulis sejarah perkembangan media televisi di Indonesia

dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Liputan 6 SCTV Antara Peristiwa dan Ruang

Publik. Mereka menyatakan bahwa media televisi mulai berkembang pada tahun 1961, di mana pemerintah memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam

proyek Asian Games. Gagasan ini pertama kali muncul atas usulan R. Maladi yang pada saat itu menjabat sebagai seorang menteri penerangan dan kemudian usulan itu disetujui

oleh Presiden Sukarno. Melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan No 20/SKM/1961

tentang pembentukan panitia televisi (PPT) pada tanggal 25 Juli 1961 menjadi sebuah

langkah awal proyek tersebut mulai untuk dilaksanakan. (LP3ES, 2006: 26).

Panitia yang telah terbentuk itulah mulai segera menyusun rencana penyediaan

sarana dan prasarana serta beberapa lokasi tempat yang akan digunakan sebagai tempat

stasiun televisi. Kemudian panitia menetapkan bekas gedung akademi penerangan sebagai

studio dan pusat pemancar televisi. Pada tanggal 22 Agustus 1962, panitia berhasil

membangun sebuah stasiun dan pemancar televisi yang kemudian diberi nama Televisi

(39)

Games IV di mana Indonesia dipilih menjadi tuan rumah penyelenggara dan acara itu dimulai dari tanggal 24 Agustus – 4 September 1962 dan siaran itu hanya terbatas untuk

wilayah kota Jakarta Raya dan sekitarnya. Dengan berakhirnya Asian Games IV, maka

berakhir pula tugas TVRI. Namun kenyataan menunjukkan lain, dari tanggal 12 sampai 18

September 1962, TVRI memang sudah tidak menayangkan apapun, akan tetapi pada saat

itu terjadi konsolidasi dari dalam. Konsolidasi ini ternyata menghasilkan beberapa

kesepakatan yang dituangkan ke dalam Yayasan Gelora Bung Karno. Keppres ini mulai

berlaku sejak tanggal 24 September 1962 dan menjadi langkah awal bagi TVRI sebagai

media televisi nasional. Tepat pada tanggal 11 Oktober 1962, berlangsung peresmian

studio 1 TVRI dan menampilkan penyiar On Air wanita pertama kalinya yakni Sus

Salamun. (LP3ES, 2006: 28).

Baru setelah adanya penawaran dari proyek media massa Jerman Barat, maka

pada tahun 1969, untuk memberikan bantuan seperangkat pendidikan beserta tenaga

pengajarnya, TVRI mulai merencanakan pembangunan pusat pendidikan dan latihan

(Diklat) televisi. Sejak tahun 1975, TVRI secara resmi memiliki pusat diklat yang dalam

pelaksanaannya ditangani langsung oleh tenaga ahli dalam bidang produksi dan penyiaran

Jerman Barat. Di dalam diklat tersebut diajarkan berbagai hal, antara lain: produksi siaran,

pemberitaan, teknik studio, teknik pemancar, film dan tata usaha/manajemen siaran. Pada

tanggal 31 Juli 1985, fungsi diklat televisi ini diperluas menjadi Multimedia Training

Centre dengan tujuan untuk menghasilkan insan perekayasaan penerangan yang berpendidikan tinggi, berwatak dan berintelegensia sesuai dengan jiwa Pancasila. (LP3ES,

(40)

Secara sadar atau tidak, pendirian Multimedia Training Centre sebenarnya

merupakan sebuah antisipasi yang terlambat atas peluncuran Satelit SKSD (Sistem

Komunikasi Satelit Domestik) Palapa pada tanggal 8 Juli 1976 dari Tanjung Kennedy,

Amerika Serikat. Dengan berfungsinya satelit ini, Indonesia mau tidak mau memasuki era

informasi global dan harus menerima kebijakan udara terbuka (Open Sky Policy) yang

sudah berlaku di berbagai negara. Belum genap satu tahun, Indonesia meluncurkan

kembali satelit baru, yakni Satelit Palapa 2. Salah satu efek dari peluncuran kedua satelit

ini adalah ditayangkannya program siaran Dunia dalam Berita oleh TVRI sejak 22

Desember 1978. (LP3ES, 2006: 29).

Tidak lama kemudian penggunaan antena parabola diizinkan, Indonesia

memasuki babak baru dalam pembangunan stasiun televisi swasta. Hal ini dimulai dengan

munculnya Surat Keputusan Menteri Penerangan No 190A/Kep/Menpen/1987 tentang

Siaran Saluran Terbatas (SST) TVRI pada tanggal 20 Oktober 1987. Saat itu Perseroan

Terbatas (PT) Rajawali Citara Televisi (RCTI) ditunjuk sebagai pelaksana siaran tersebut. Proyek SST ini menjadi jalan masuk bagi RCTI yang sudah dipersiapkan oleh Yayasan

TVRI untuk menjadi stasiun swasta yang berorientasi bisnis. Beberapa bulan sebelum

penunjukan ini, berlangsunglah peletakan batu pertama kantor RCTI yang berada di

kawasan Kebun Jeruk pada tanggal 23 Juni 1987 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu,

Wiyogo Atmodarminto. Satu tahun berikutnya, pada tanggal 24 Agustus 1990 RCTI

melepas dekoder dan statusnya berubah menjadi Siaran Saluran Umum (SSU) yang hanya

melayani kebutuhan lokal Jakarta Raya saja. Pada saat yang sama pula di Surabaya

(41)

stasiun televisi swasta baru yang menyelenggarakan SSU tanpa dekoder pada wilayah

Surabaya dan sekitarnya. (LP3ES, 2006: 31).

Tidak lama kemudian setelah berdirinya SCTV, muncul sebuah stasiun baru lagi

yang bernama Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tepatnya pada tanggal 23 Januari 1991.

TPI ini langsung mengudara secara nasional pada pagi harinya. Baru pada tanggal 9

November 1992, TPI mengudara pada petang dan malam hari secara lokal. Kehadiran TPI

ini dikenal oleh masyarakat sebagai stasiun televisi swasta yang sering menayangkan

produk lokal. Namun, sejak tanggal 28 Februari 1993 TPI harus menghadapi kompetitor

lain yang baru lahir yakni ANTV yang memulai siaran nasional perdananya dari Jakarta.

Beberapa tahun kemudian mulai tumbuh stasiun-stasiun lainnya seperti Indosiar Visual

Mandiri, Metro TV, Trans TV, Lativi, TV 7 dan Global TV (LP3ES, 2006: 31). Sejak

tahun 1993 melalui SK. Menpen No 04A/Kep/Menpen/1993, stasiun televisi swasta

diizinkan untuk mengudara secara nasional, baik dengan menggunakan jaringan terestrial

kabel atau serat optik, maupun satelit komunikasi. Stasiun televisi swasta dianggap sebagai

mitra dari TVRI yang sudah mengudara secara nasional. Keputusan ini seolah-olah

merevisi Keppres No 215/1963 yang menyebutkan bahwa Yayasan TVRI sebagai

pengelola tunggal pertelevisian di seluruh Indonesia. (LP3ES, 2006: 32).

4. Pengertian Tayangan Media Televisi

Tayangan media televisi seperti yang ditulis oleh Darwanto adalah suatu bentuk

acara baik yang disiarkan secara langsung atau yang direkam terlebih dahulu, yang

(42)

musik, aneka pertunjukan, dokumenter, berita, dsb. (Darwanto, 2007: 336).

Bermacam-macam jenis tayangan ini mampu menarik perhatian dan menjadi daya tarik bagi para

pemirsanya.

Dengan teknologi yang canggih dan menarik, tayangan media televisi ini mampu

mempengaruhi jiwa manusia, khususnya anak-anak (Komkat KWI, 1997: 34). Adanya

getaran audio visual bisa membuat orang merasa ikut ambil bagian dalam suatu peristiwa

atau cerita yang dilihatnya. Biasanya tayangan media televisi ini menggunakan bahasa

simbolis yakni bahasa yang mampu membujuk, bukan mengajar, bahasa yang

menggetarkan hati dan karenanya menggerakkan seluruh jiwa raga. Bahasa yang penuh

resonansi dan irama. Selain itu juga bahasa dalam tayangan media televisi adalah bahasa

yang penuh dengan cerita dan gambar, daripada kata-kata. Feeling is First! Demikian kata

Piere Babin. (Iswarahadi, 2003: 31).

5. Fungsi Tayangan Media Televisi

Sebagai media elektronik, media televisi yang memberikan berbagai macam jenis

tayangan ini mampu menjadi daya tarik bagi para pemirsanya. Fungsi dari tayangan media

televisi ini adalah sebagai lembaga sosial yang harus mengedepankan kebutuhan

masyarakat. Fungsi tersebut meliputi fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial dan

hiburan hanyalah sebagai fungsi terakhir dari sekian banyak fungsi media televisi. Namun

seiring perkembangan jaman dengan adanya kapitalisme modal, media televisi membentuk

diri bukan lagi sebagai media informasi maupun media pendidikan. Kurang lebih 80%

(43)

Dalam pasal 36 UUD No 32 ayat 1 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan

dalam setiap isi tayangan media televisi wajib mengandung fungsi informasi, pendidikan

dan hiburan. Selain itu juga, disebutkan bahwa isi tayangan media televisi harus

bermanfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak dan moral, kemajuan, kekuatan

bangsa, kesatuan serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. (Morissan,

2004: 327).

6. Bentuk – bentuk Tayangan Media Televisi

Media televisi dengan kemajuan dan teknologi yang canggih ini mampu

memberikan berbagai macam bentuk tayangan yang memberikan informasi, hiburan, dll

bagi para pemirsanya. (Wirodono, 2005: ix). Wirodono juga mengemukakan

bentuk-bentuk tayangan media televisi itu antara lain:

a. Sinetron:

Sinetron adalah kependekan dari sinema elektronik yang menayangkan dan mengangkat

cerita kehidupan rumah tangga dalam beberapa episode. Contoh: Bajaj Bajuri, Pernikahan

Dini, Si Doel Anak Sekolahan. (Wirodono, 2005: 26).

b. Berita:

Berita merupakan jenis tayangan yang menyajikan berbagai macam informasi dan

(44)

dll. (Wirodono, 2005: 36). Berdasarkan sifat dan kekuatan materinya, maka berita

dibedakan menjadi:

1) Berita Lunak (Soft News)

Artinya bahwa berita jenis ini adalah berita yang mengungkap kejadian-kejadian umum

yang penting di dalam masyarakat. Misalnya: berita mengenai konferensi, seminar,

kegiatan pengembangan daerah, kegiatan masyarakat dan human interest. (Wibowo,

1997: 88).

2) Berita Keras (Hard News)

Berita keras adalah berita yang mengandung konflik dan memberi sentuhan-sentuhan

emosional serta melibatkan tokoh masyarakat/orang termasyhur. Berita-berita semacam

ini biasanya termasuk di dalam kategori berita yang memiliki high political tension,

very unusual, dan controversial. Secara komersial, berita semacam ini biasanya memiliki rating yang cukup tinggi. (Wibowo, 1997: 88).

3) Spot News

Spot News adalah berita singkat dan penting yang memberikan informasi mengenai suatu kejadian atau peristiwa. Biasanya berita jenis ini disiarkan dalam kurun waktu

tertentu, dan dalam beberapa kali sehari. Misalnya: Sekilas Info yang ditayangkan di

(45)

4) Berita Mendalam (In Depth News)

In Depth News adalah berita yang mengungkap suatu hal yang ditutup-tutupi dan menyelidiki sebuah fakta yang tersembunyi. Jenis berita ini sering disebut juga berita

investigatif yang memiliki corak bertolak dari suatu fakta yang diduga mempunyai latar belakang yang tidak beres. (Wibowo, 1997: 91)

c. Kuis dan Games Show:

Kuis dan games merupakan suatu jenis tayangan media televisi yang bersifat interaktif dan

partisipatif serta melibatkan masyarakat untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Kuis

dan game ini menjadi denyut jantung yang penting untuk media massa bernama televisi. (Wirodono, 2005: 42).

d. Infotainment:

Infotainment merupakan kependekan dari informasi dan entertainment. Tayangan ini menyiarkan dan mengangkat realitas kehidupan pribadi seorang public figure, orang-orang

terkenal, selebritis dan popularitas para artis. (Wirodono, 2005: 43). Sebagai pendukung

dari mainstream hiburan, infotainment yang menempatkan artis sebagai tokoh utamanya, tetap menjadi sebuah tayangan hiburan yang paling diminati oleh para pemirsanya.

(46)

e. Reality Show:

Reality Show merupakan sebuah tayangan media televisi yang mengangkat dan menyiarkan realitas kehidupan sosial masyarakat kita. Tayangan ini menjadi sebuah

tontonan yang mengasyikkan karena dapat memunculkan emosi-emosi spontan tak

terkendali, di luar dugaan, dan mampu merangsang syaraf tawa bagi masyarakat yang

menonton tayangan ini. (Wirodono, 2005: 45).

f. Tayangan Hantu:

Tayangan hantu merupakan tayangan yang mengangkat dunia tidak nyata yang berbau

mistis dan gaib serta bersifat supranatural dan klenik yang dikemas menjadi sebuah

tontonan. (Wirodono, 2005: 48).

g. Lawak/Komedi:

Lawak/Komedi adalah kesenian panggung yang tidak mengalami perubahan format.

Ketidakmampuan programer televisi untuk menemukan karakter lawak/komedi televisi

membuat kesenian ini dibiarkan dalam watak panggungnya yang bersifat komedi dan

menghibur. (Wirodono, 2005: 49).

h. Kesenian Tradisional:

Tayangan Kesenian Tradisional merupakan tayangan yang mengangkat sebuah kesenian

(47)

7. Media Televisi menurut Pandangan Gereja Katolik

Jaman semakin maju dan berkembang sangat pesat. Hal ini juga ditandai dengan

perkembangan media elektronik, salah satunya televisi. Pemanfaatan media komunikasi

dan informasi audio visual inilah yang secara dinamis mampu mendorong masyarakat

untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman serta mampu merangsang afeksi, minat dan

melatih keterampilan masyarakat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK).

Media telah membentuk lingkungan budaya yang mendalam (John Paul II, 2006: 4).

Aneka ragam tantangan dalam menghadapi pendidikan dewasa ini yang sering dikaitkan

dengan adanya pengaruh media yang begitu menyeluruh di dunia kita. Media telah menjadi

saingan pengaruh sekolah, Gereja dan keluarga. ”Realitas bagi banyak orang adalah apa

yang nyata dalam pandangan media” (AN, art 4).

Dalam hal inilah sangat perlunya peranan orangtua agar mereka dapat mendidik

anaknya dengan baik khususnya dalam pemanfaatan media tersebut. Mereka mempunyai

hak dan kewajiban untuk memastikan bahwa anak-anak mereka memanfaatkan media

dengan bijak, yakni dengan melatih hati nurani anak-anak agar dapat mengungkapkan

secara sehat dan objektif penilaian mereka yang nantinya akan menuntun mereka untuk

memilih/menolak acara-acara yang tersedia (FC, art 76). Adanya persaingan komersial

telah memaksa para komunikator untuk menurunkan standard video game yang

mengatasnamakan entertainment dan mengagungkan kekerasan serta memberikan potret tingkah laku yang antisosial/merendahkan seksualitas manusia, adalah suatu kebejatan, dan

hal ini harus ditolak apalagi bila program ini ditujukan bagi anak-anak dan remaja. Dengan

(48)

internet secara positif sangat mendukung perkembangan iman serta pendidikan anak.

Karena sebagai piranti, media-media itu telah memiliki hubungan psikologis yang sangat

erat dengan masyarakat mulai dari berbagai usia dan jenis kelamin. Oleh karena itu tidak

ada alasan untuk menolak menggunakan media massa modern tersebut. Dalam hal ini,

yang perlu diperhatikan bagi para pelaku media dan Gereja adalah bagaimana

memasukkan nilai-nilai manusia dan kristiani sesuai dengan struktur dan logika, seturut

kekhasan dan kemasan media massa sesuai dengan ekosistem media massa. (Benediktus

XVI, 2007: 2).

8. Media Televisi menurut Dokumen Gereja

a. Evangelii Nuntiandi (EN)

Gereja hadir dan ada di dunia dengan memiliki tugas untuk mewartakan injil,

berkotbah dan mengajar, serta menjadi saluran Kurnia Rahmat yang mendamaikan bagi

para pendosa dengan Allah dan untuk mengabdikan Kurban Kristus di dalam misa, yang

merupakan kenangan dan kematian serta kebangkitanNya Yang Mulia. Mewartakan Injil

sesungguhnya merupakan suatu Rahmat dan Panggilan yang khas bagi Gereja, dan

merupakan identitasnya yang terdalam. (EN, art 14).

Dalam suatu pewartaan, sangat penting dan harus ada kotbah yang memakai

kata-kata yang berisi suatu pesan. Namun seiring perkembangan dunia yang semakin modern

ini, Gereja menyadari bahwa umat modern mulai jenuh mendengar kata-kata. Keadaan

inilah yang mendorong Gereja untuk menggunakan sarana-sarana modern dalam

pewartaan injil. (EN, art 42). Bila sarana-sarana ini digunakan untuk mewartakan injil,

(49)

hampir tanpa batas dan dapat menjangkau jutaan manusia. Gereja akan merasa bersalah di

hadirat Tuhan jika tidak memanfaatkan sarana-sarana modern yang ampuh ini, yang hari

ke hari semakin disempurnakan oleh keterampilan manusia.

Melalui sarana-sarana modern ini, Gereja mewartakan nilai-nilai luhur dari atas

atap-atap rumah dan menemukan penjabaran secara modern dan efektif mimbar. Jadi

dengan sarana-sarana modern ini pesan injil dapat menjangkau sejumlah besar orang, tetapi

juga mampu menembus hati nurani setiap individu. (EN, art 45).

b. Himpunan Keputusan MAWI

Himpunan Keputusan Mawi adalah sebuah dokumen nasional hasil dari Konferensi Uskup-Uskup seluruh Indonesia yang sekarang bernama KWI (Konferensi

Waligereja Indonesia). Pada tahun 1974, MAWI menyetujui usul rencana kerja KWI

Komsos yang berbunyi: ”Supaya membangkitkan pengertian terhadap media massa, baik

di kalangan umat Katolik maupun masyarakat pada umumnya, digunakan PWI Komsos

bagian radio/televisi/film”. (Hadiwikarto, 1981: 88). Komsos telah berusaha untuk

memberikan pengertian-pengertian yang benar terhadap mass media, antara lain dengan

mengadakan kursus radio dan televisi, mengadakan lokakarya tentang mass media, kotbah,

ceramah, mengadakan riset, menerbitkan buku kepada Umat Katolik tentang mass media.

c. Directorum Catechisticum Generale

(50)

keselamatan perlu mempunyai tempat pada media komunikasi sosial. Dalam hal ini, agar

media komunikasi sosial dapat semakin sempurna, Gereja perlu menjalin kerjasama

dengan pihak-pihak yang mengusahakan penerbitan media, para penulis, dan para seniman

yang berkecimpung dalam bidang ini. Kerjasama semacam ini memerlukan terbentuknya

kelompok-kelompok ahli, baik pada taraf nasional maupun internasional yang mampu

memberi sumbangan berupa nasihat mengenai program-program kegiatan dalam bidang

agama. (DCG, art 123).

Untuk itu Gereja menghimbau bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam memanfaatkan sarana-sarana audio visual bagi para pengguna sarana-sarana ini,

yakni:

1) Hendaknya diadakan studi mengenai kriteria yang perlu menjadi penuntun pembuatan

serta pemilihan sarana-sarana audio visual tersebut berkaitan dengan segi-segi khusus

warta kristiani yang akan disuguhkan. (DCG, art 122)

2) Perlu memberitahu para pengguna media bagaimana mempergunakan sarana-sarana

tersebut dengan betul (tidak sedikit katekis yang tidak mengetahui sifat sebenarnya dari

bahasa gambar dan kerapkali terjadi bahwa sarana-sarana audio visual dipergunakan

secara keliru yaitu tidak membuat orang lebih aktif melainkan menjadi pasif). (DCG,

art 122)

d. Inter Mirifica

Dekrit Inter Mirifica tentang upaya-upaya komunikasi sosial menegaskan bahwa

(51)

penemuan yang paling menonjol adalah upaya-upaya yang pada hakikatnya mampu

mencapai dan menggerakkan bukan hanya orang perorangan melainkan juga massa,

bahkan seluruh umat manusia, misalnya: media cetak, sinema, radio, televisi, dsb. (Inter

Mirifica, art 1).

Suatu pemberitaan, penguraian atau penggambaran kejahatan moral yang

ditayangkan dalam media komunikasi sosial memang dapat membantu mengungkapkan

suatu kebenaran. Akan tetapi jangan sampai merugikan atau merangsang nafsu-nafsu jahat

manusia yang terluka akibat dosa asal. (Inter Mirifica, art 7)

Oleh karena itu Gereja menghimbau kepada semua para pengguna media

komunikasi sosial agar melakukan suatu kewajiban. Kewajiban yang harus dilakukan oleh

para pembaca, pemirsa dan pendengar media komunikasi sosial tersebut itu antara lain:

agar para pengguna media komunikasi sosial mampu memilih tayangan yang benar-benar

mendukung khususnya bagi nilai-nilai keutamaan dan ilmu pengetahuan serta menghindari

tayangan yang dapat menimbulkan kerugian rohani dan membahayakan bagi sesama.

(Inter Mirifica, art 9)

e. Petunjuk Umum Katekese

Hasil keputusan para Imam mengenai Petunjuk Umum Katekese yang

diterjemahkan oleh Setyakaryana mengungkapkan bahwa sarana-sarana komunikasi sosial

yang menjadi sumber informasi, pendidikan, bimbingan dan inspirasi dalam tingkah laku

individu-individu, keluarga-keluarga dan masyarakat memiliki peranan yang sangat

(52)

pers, piringan hitam, rekaman, kaset, video-audio, compact disc, serta seluruh jabaran

sarana-sarana audio visual yang dapat memberikan pelayanan khusus dan setiap orang

dapat memanfaatkannya boleh digunakan. Namun penggunaan media tersebut, menuntut

bagi para pengguna media adanya suatu komitmen yang serius pada pengetahuan,

kecakapan, latihan dan penggunanya yang up to date. (Petunjuk Umum Katekese, art 161).

Oleh karena itu, Gereja akan merasa bersalah di hadapan Allah apabila Gereja tidak

memanfaatkan sarana-sarana yang dapat mengembangkan dan menyempurnakan

keterampilan manusia... Di dalamnya Gereja dengan cara baru dan lebih efektif

menemukan sebuah mimbar. Dari mimbar itu Gereja dapat menyapa orang banyak.

(Petunjuk Umum Katekese, art 160).

9. Dampak Tayangan Media Televisi bagi Anak

Televisi sebagai media elektronik yang paling banyak dimiliki dan digemari oleh

para pemirsanya, karena memberikan berbagai macam tayangan ini ternyata membawa

dampak bagi para pemirsanya. Dampak itu antara lain adalah dampak negatif dan dampak

positif.

a. Dampak Negatif Tayangan Media Televisi bagi Anak

Bebasnya stasiun-stasiun televisi menayangkan berbagai macam tayangan

membuat banyak para orangtua cemas dan khawatir khususnya bagi anak-anaknya.

Tayangan-tayangan media televisi ini ternyata dapat menimbulkan dampak buruk seperti

yang telah diungkapkan oleh Komkat KWI dan Elizabeth B. Hurlock serta Wirodono dan

(53)

1) Anak-anak tidak ingin belajar lagi. Anak-anak semakin sulit mengungkapkan diri

karena media televisi menciptakan ketergantungan. (Komkat KWI, 1997: 41).

2) Anak didik menjadi konsumtif dan tidak kreatif lagi. (Komkat KWI, 1997: 41).

3) Rusaknya disiplin waktu untuk belajar, bermain, dan pembinaan iman bagi anak.

(Komkat KWI, 1997: 42).

4) Tayangan media televisi yang terus menerus menunjukkan adegan pembunuhan,

penyiksaan, dan kekejaman pada saatnya akan menumpulkan kepekaan dan mendorong

pengembangan nilai anak yang tidak sejalan dengan nilai mayoritas kelompok sosial.

Apabila anak terbiasa dan tidak peka terhadap kekerasan, mereka akan menerima

perilaku itu sebagai pola hidup yang normal. (Hurlock, 1992: 345).

5) Menonton tayangan media televisi sering membatasi interaksi sosial antar anggota

keluarga dan membatasi percakapan (Hurlock, 1992: 345).

6) Gaya hidup dan kemewahan yang ditonjolkan dalam sinetron dengan mudah dan cepat

ditiru oleh anak. (Hurlock, 1992: 345).

7) Balita yang terlalu sering menonton TV akan kehilangan kesempatan untuk

mendapatkan stimulasi yang baik bagi proses tumbuh kembangnya karena TV cuma

menyodorkan stimulasi satu arah. (Wirodono, 2005: 141).

8) Kerusakan pada retina mata akibat cahaya biru yang dipantulkan oleh media TV.

(Wirodono, 2005: 141).

9) Anak yang sering nonton TV cenderung memiliki masalah kegemukan, karena sering

dijumpai ketika menonton anak sambil makan snack/makanan ringan terlalu banyak.

(54)

10)Anak-anak menjadi lebih agresif . (Wirodono, 2005: 143).

11)Anak menjadi lebih pasif, karena interaksi yang ditimbulkan adalah interaksi searah.

Pengaruh ekstrim lainnya adalah anak menjadi antisosial karena waktu bermain dan

komunikasi berkurang. (Wirodono, 2005: 141).

12)Anak menjadi kurang tidur, tidak bisa tidur maupun mengantuk pada siang hari.

(Wirodono, 2005: 141).

13)Mengajarkan mereka berbagai stereotipe. (Santrock, 2002: 276)

14)Memberi mereka pandangan-pandangan yang tidak realistis tentang dunia. (Santrock,

2002: 276).

15)Memberikan gambaran kepada anak-anak akan model-model agresi yang penuh

kekerasan. (Santrock, 2002: 276)

b. Dampak Positif Tayangan Media Televisi bagi Anak

Bukan hanya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari tayangan media

televisi, Darwanto dan Iswarahadi serta Santrock mengungkapkan bahwa tayangan media

televisi juga membawa dampak yang positif, yakni:

1) Lewat tayangan seperti Penyejuk Imani Agama Katolik dapat menjadi sarana

pewartaan yang berfungsi untuk menambah pengetahuan anak tentang agama.

(Iswarahadi, 2003: 33).

2) Tayangan media televisi juga nemberikan informasi yang selektif yang sedang terjadi

di suatu daerah. Misalnya: terjadi kebakaran, gempa bumi, dll. (Darwanto, 2007: 34).

3) Tayangan media televisi juga mampu memberikan banyak hiburan bagi para

(55)

4) Dengan program-program pendidikan yang memotivasi, menambah informasi

anak-anak tentang dunia di luar lingkungan dekat mereka. (Santrock, 2002: 277).

5) Memperlihatkan kepada anak-anak suatu dunia yang berbeda dari dunia di mana

mereka tinggal. (Santrock, 2002: 277).

6) Memberi anak-anak suatu sudut pandang dan informasi yang lebih luas daripada yang

mungkin mereka peroleh hanya dari orangtua, guru-guru, dan teman-teman sebayanya.

(Santrock, 2002: 277).

10.Usaha-usaha yang Dilakukan untuk Menghindari Pengaruh Tayangan Media Televisi

bagi Anak

Banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari tayangan media televisi. Hal inilah

yang membuat banyak pihak berusaha agar tidak banyak lagi korban akibat tayangan

media televisi tersebut, terutama dalam hal ini adalah anak-anak. Komkat KWI dan NN

dalam internet menulis usaha-usaha yang harus dilakukan khususnya bagi para orangtua

untuk menghindari pengaruh buruk tayangan media televisi, yakni:

a. Mengizinkan anak-anaknya untuk menonton tayangan media televisi, akan tetapi anak

juga wajib untuk membaca buku. (Komkat KWI, 1997: 43).

b. Berilah komentar/informasikan kepada anak jika ada tayangan kekerasan,

mistik/percintaan/tayangan yang tidak sesuai pada anak. (Komkat KWI, 1997: 44).

c. Jadualkan waktu menonton anak-anak anda. Misalnya waktu menonton anak diberikan

(56)

d. Seleksi tayangan televisi untuk anak atau selalu dampingi anak saat menonton acara

tertentu. (Komkat KWI, 1997: 43)

e. Batasi waktu untuk menonton televisi, misalnya cukup 1 atau 2 jam saja dalam sehari.

(NN, 2007: 4)

f. Memberi ijin menonton tayangan media televisi bagi anak hanya pada tayangan yang

diperuntukkan untuk anak saja. (NN, 2007: 4).

g. Letakkan TV di ruangan yang jarang digunakan, sebab dengan meletakkan televisi di

ruangan yang jauh dari tempat anggota keluarga berkumpul dan berkegiatan.

Anak-anak diharapkan enggan menonton dan menjadi lebih selektif dalam memilih

acara-acara yang akan anak tonton. (NN, 2007: 4)

h. Diskusikan bersama dalam keluarga untuk memilih satu hari tanpa menghidupkan

televisi. Kemudian tentukan kegiatan apa yang akan dilakukan pada hari yang telah

disepakati tersebut. (NN, 2007: 4)

i. Jangan jadikan televisi sebagai Baby Sister.(NN, 2007: 4).

j. Tidak menyediakan televisi di kamar tidur anak, ganti televisi dengan komputer. (NN,

2007: 4)

k. Tidak membiarkan anak menonton sambil makan. (NN, 2007: 4)

l. Tidak memberikan kesempatan pada anak untuk menonton tayangan media televisi

(57)

11.Tiga Cara Membaca Tayangan Media Televisi

William F. Fore mengemukakan bahwa ada tiga cara untuk membaca tayangan

media televisi. Tiga cara untuk membaca tayangan media televisi itu adalah dengan

pendekatan Semiotik, pendekatan Psikologis, dan pendekatan Kritis Idiologis. Hal inilah

yang diungkapkan kembali oleh Iswarahadi dalam Diktat Mata Kuliah Pendidikan Agama

Katolik Audio Visual (PAK AV II) dengan judul ”Latihan Kesadaran Bermedia: Bagaimana Membaca Televisi”. Antara lain disebutkan:

a. Pendekatan Semiotik:

Pendekatan Semiotik ini dilakukan dengan cara membaca televisi sebagai tanda dan

simbol. Tanda adalah sesuatu yang menunjuk ke sesuatu yang lain. Sedangkan simbol

sendiri menunjuk pada suatu makna yang berkaitan erat dengan simbol itu sendiri yang

dapat menimbulkan dampak emosional yang tinggi. Semiotik adalah sebuah studi

tentang segala sesuatu yang dapat dipakai untuk berkomunikasi: kata, gambar, batu,

bunga dan masih banyak lagi. Pendekatan ini mempelajari bagaimana ”tanda”

menjalankan fungsinya dan aturan-aturan yang mengatur penggunaannya. Semiotik ini

menaruh perhatian utama pada salah satu interpretasi sebuah teks-artistik dalam

maknanya yang abadi. (Iswarahadi, 2008: 3).

b. Pendekatan Psikologis:

Pendekatan ini dilakukan bukan hanya secara rasional saja, melainkan juga emosi anak

baik secara yang disadari maupun yang tidak disadari dapat mempengaruhi tingkah

(58)

gartifcations” yang disediakan oleh televisi (Apa kegunaan yang ditawarkan oleh program televisi? Mengapa program itu menarik bagiku?). (Iswarahadi, 2008: 4).

c. Pendekatan Kritis-Idiologis:

Pendekatan ini dilakukan dengan memusatkan perhatian pada pesan komersial sebagai

pengikat antara televisi sebagai informasi/hiburan dan televisi sebagai industri dengan

pemirsa sebagai tempat di mana berbagai makna bertemu. Menurut pendekatan ini kita

sebagai para pemirsa diajak untuk aktif bertanya: Siapa yang diuntungkan? Dan siapa

pula yang dirugikan dari tayangan ini? (Iswarahadi, 2008: 4).

B. Perkembangan Iman Anak

1. Pengertian Perkembangan Iman

Menurut John W. Santrock dalam bukunya yang berjudul Life-Span Development

(Perkembangan Masa Hidup), perkembangan adalah suatu pola atau perubahan yang dimulai dari masa pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan. (Santrock,

2002: 18). Hal lain diungkapkan oleh Elisabeth Hurlock bahwa perkembangan adalah

suatu proses bagaimana seorang anak belajar bicara, pola karakteristik cara mereka belajar

berbicara dan kondisi yang menyebabkan variasi dalam pola ini. Perkembangan seorang

anak lebih menekankan suatu peran lingkungan dan pengalaman. (Hurlock, 1991: 3).

Adapun suatu perkembangan ini bertujuan antara lain: untuk menemukan apa saja

karakteristik perubahan usia, dalam penampilan dan perilaku, minat dan tujuan dari suatu

(59)

untuk menemukan bagaimana perubahan mempengaruhi perilaku anak, untuk menemukan

apakah perubahan ini dapat diramalkan atau tidak, dan untuk menemukan apakah

perubahan ini sifatnya individual atau sama bagi semua anak. (Hurlock, 1991: 3).

Sedangkan iman menurut John Powel dalam bukunya yang berjudul Beriman

untuk Hidup dan Beriman untuk Mati adalah berani menerima atau menyambut sesuatu menurut perkataan orang lain. Allah memberikan SabdaNya atau WahyuNya. Jika wahyu

itu saya terima, jika saya berpendapat bahwa ia telah bersabda kepada saya dan berjanji

mengasihi saya dan memberi saya alasan untuk hidup dan alasan untuk mati, dan jika saya

sambut Dia dan amanatNya terang hidup, pada saat itu saya menjadi orang

beriman.(Powell, 1991: 81).

Dalam iman, manusia mulai menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tidak

terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan

memanggilnya. Iman berarti suatu jawaban atas panggilan Allah dan penyerahan pribadi

kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. (KWI, 1996: 129). Jadi

perkembangan iman itu dapat diartikan sebagai suatu tahap/proses di mana seorang pribadi

manusia mulai mengenal Allah melalui orangtua atau tokoh-tokoh idola. Ia akan

merasakan bahwa Allah mengasihi kita apabila orangtua atau para tokoh-tokoh idola pun

mengasihi dan mencintai dia. Allah digambarkan seperti orang-orang terdekat yang

menjadi idola. Kemudian tahap selanjutnya di mana ia mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan

keagamaan yang mengembangkan iman dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah

serta ia percaya dan melakukan apa yang Allah ajarkan. Perkembangan iman anak itu

Gambar

Tabel 1: Indikator Kuesioner
Tabel 2: Lamanya Waktu Menonton TV dan Jenis-jenis Tayangan TV (N= 54)
Tabel 4: Usaha yang dilakukan untuk menghindari dampak tayangan media televisi (N= 54)
Tabel 5: Waktu yang dihabiskan anak-anak mengikuti kegiatan agama selama seminggu
+5

Referensi

Dokumen terkait