NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM
GERAKAN PEMBANGUNAN KECAMATAN BANTEN
BERSATU (GERBANG RATU)
DI KECAMATAN KASEMEN KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
Andri Wijaya
NIM 6661102606
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Andri Wijaya, 6661102606, 2015. Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang, Program Studi
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtasaya, Dr. Ayuning Budiati, MPPM (Pembimbing I) dan Titi Stiawati , S.Sos., M.Si (Pembimbing II).
Kata Kunci: Implementasi, Program GERBANG RATU.
Andri Wijaya, 6661102606, 2015. Implementation of Regulation No.13 2012
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul:
“IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 13
TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM GERAKAN PEMBANGUNAN
KECAMATAN BANTEN BERSATU (GERBANG RATU) DI KECAMATAN
KASEMEN KOTA SERANG” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
dibuat dan diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian sarjana (S-1) pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Selama pembuatan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak yang telah memberikan
pengajaran, bantuan serta dorongan dalam upaya menyelesaikan proposal skripsi
ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :
1. Prof. Drs. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus
penguji skripsi.
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Gandung Ismanto, S.Sos., MM., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Rahmawati, S.Sos, M.Si., Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Dr. Ayuning Budiati, MPPM., Dosen Pembimbing I dalam penyusunan
skripsi yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam proses
penyusunan skripsi.
9. Titi Stiawati, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing II dalam penyusunan
skripsi yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam proses
penyusunan skripsi.
10. Anis Fuad, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan arahan dan masukan selama perkuliahan.
11. Yeni Widyastuti, M.Si, Penguji seminar proposal dan penguji sidang
skripsi yang telah memberikan saran dan arahannya agar skripsi ini
menjadi lebih baik.
12. Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Yang telah
membantu penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan
Provinsi Banten, Pegawai PNPM Mandiri Perkotaan Kota Serang, BKM
Kasemen, Kasunyatan dan Kilasah dan Tokoh Masyarakat Kelurahan
Kasemen, Kasunyatan, dan Kilasah. Yang telah memberikan informasi
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Untuk kedua orang tuaku tercinta papah dan mamah yang telah
memberikan motivasi baik moril maupun materil dan selalu tak lelah
memberikan do’a untuk keberhasilan anaknya.
15. Siti Widya Wulan Sari, S.Pd Terimakasih atas motivasinya,
pembelajarannya, serta dukungannya selama ini.
16. Teman-teman angkatan 2010 Ilmu Administrasi Negara UNTIRTA yang
saling mendukung untuk dapat menyelesaikan skripsi di tahun ini.
17. Begleiter, Kokokbeluk, dan Inter Club Indonesia Regional Serang
terimakasih sudah menjadi sahabat setia dan keluarga kedua selama ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Dalam kesempatan ini penulis hendak memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila ada kesalahpahaman yang kurang berkenan selama penelitian. Peneliti
berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada yang
membaca. Demikian yang disampaikan, peneliti mengucapkan banyak terimakasih.
Serang, Agustus 2015
Andri Wijaya
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 15
1.3 Batasan Masalah ... 16
1.4 Rumusan Masalah... 16
1.5 Tujuan Penelitian ... 16
1.6 Manfaat Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka... 18
2.1.2 Pengertian Publik... 20
2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik ... 21
2.1.4 Pengertian Implementasi Kebijakan ... 23
2.1.5 Model Pendekatan Implemetasi Kebijakan ... 25
2.1.6 Definisi Program GERBANG RATU ... 32
2.2 Penelitian Terdahulu... 33
2.3 Kerangka Pemikiran ... 35
2.4 Asumsi Dasar... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 38
3.2 Fokus Penelitian ... 38
3.3 Lokasi Penelitian ... 39
3.4 Variabel Penelitian... 39
3.4.1 Definisi Konsep ... 39
3.4.2 Definisi Operasional ... 40
3.5 Instrumen Penelitian ... 42
3.6 Informan Penelitian ... 43
3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 44
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.7.2 Teknik Analisis Data ... 48
3.8 Jadwal Penelitian... 52
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 53
4.1.1 Profil Kota Serang ... 53
4.1.2 Profil Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa Provinsi Banten ... 59
4.1.3 Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Kota Serang ... 66
4.1.4 Profil Kecamatan Kasemen ... 69
4.2 Deskripsi Data... 75
4.2.1 Informan Penelitian ... 76
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77
4.3.1 Komunikasi... 79
4.3.1.1 Transmisi ... 81
4.3.1.2 Kejelasan ... 83
4.3.1.3 Konsistensi... 87
4.3.2 Sumber Daya ... 92
4.3.2.1 Staf ... 92
4.3.2.2 Informasi... 96
4.3.2.3 Wewenang ... 99
4.3.2.4 Fasilitas ... 103
4.3.3 Disposisi ... 106
4.3.3.1 Pengangkatan Birokrat ... 106
4.3.3.2 Insentif ... 108
4.3.4.1 Standart Operating Procedures (SOPs) ... 111
4.3.1.1 Melakukan Fragmentasi ... 113
4.4 Pembahasan... 115
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...122
5.2 Saran ...124
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
Halaman
Tabel 1.1 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Pedesaan di
Indonesia Tahun 2011-2013 ... 2
Tabel 1.2 Jumlah Pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2014 ... 3
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten Tahun 2011-2013 ... 4
Tabel 1.4 Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dan Pedesaan di Pandeglang, Lebak, Cilegon, Kota dan Kabupaten Serang Tahun 2012 ... 6
Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Miskin di Kota Serang Tahun 2011-2013 ... 11
Tabel 1.6 Potensi Ekonomi di Kecamatan Kasemen ... 12
Tabel 1.7 Data Perolehan Dana Bantuan Program GERBANG RATU di Kecamatan Kasemen Kota Serang Tahun 2013 ... 14
Tabel 1.8 Jumlah Penduduk Miskin di Kelurahan Se Kecamatan Kasemen Tahun 2011-2013 ... 15
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 41
Tabel 3.2 Informan Penelitian... 44
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ... 46
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian... 52
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 36
Gambar 3.1 Analisis Data Menurut Miles dan Huberman... 50
Lampiran 1 Member Check
Lampiran 2 Dokumentasi
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 5
Lampiran 6
Capaian Kegiatan GERBANG RATU Kota Serang 2013
Kartu Bimbingan Skripsi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan
masalah kemiskinan yang tak kunjung usai. Pada umumnya di negara berkembang
seperti Indonesia permasalahan pendapatan yang rendah dengan masalah
kemiskinan merupakan permasalahan utama dalam pembangunan ekonomi.
Dengan demikian dalam tujuan ekonomi kedua masalah tersebut dinyatakan
bersamaan sehingga menjadi satu kalimat yaitu peningkatan pendapatan nasional
dan pengurangan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah sosial di Indonesia yang sangat kompleks
dan harus segera mendapat formula yang tepat agar cepat terselesaikan. Menurut
BPS tahun 2012 Indonesia memiliki 237.641.326 sehingga tidak bisa terhindar
dari masalah tersebut. Ini dibuktikan dari jumlah penduduk miskin yang sangat
besar yaitu 28.07 juta orang, yang mayoritas penduduk miskin adalah penduduk
pedesaan yang sulit diakses karena keterbatasan infrastruktur. Kemiskinan dapat
diartikan sebagaimana seseorang sangat sulit memenuhi kebutuhan hidupnya
dikarenakan berbagai penyebab salah satunya adalah rendahnya tingkat
pendapatan yang diperoleh. Kemiskinan yang ada saat ini lebih banyak dialami
oleh masyarakat yang tinggal dipedesaan yang jauh dari jangkauan pemerintah
dimana masyarakat yang hidupnya bergantung pada sektor pertanian. Kemiskinan
juga dapat dikatakan akibat dari kebodohan, kurang keterampilan teknis, dan etos
kerja yang rendah. Namun jika dipahami secara mendalam kemiskinan bukan
semata-mata akibat dari budaya, tetapi juga sangat berkaitan dengan masalah
struktur sosial.
Tabel 1.1
Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Pedesaan di
Indonesia Tahun 2011-2013
No Kemiskinan di Indonesia Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
1. Perkotaaan 9,11 8,4 8,5
2. Pedesaan 17,7 19,3 20,2
(Sumber : Bank Duna dan BPS (Badan Pusat Statistik) Tahun 2014
Pengangguran juga termasuk sebagai salah satu penyebab angka
kemiskinan, pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang
layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau
para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang
mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan
dan masalah-masalah sosial lainnya.
Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu
oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan.
Persolan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang
disiplin yang berdimensi pemberdayaan. Tingkat pengangguran di Provinsi
Banten bisa menjadi salah satu penyebab tingkat kemiskinan bertambah.
Tabel 1.2
Jumlah Pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2014
No Daerah Angkatan
(Sumber : BPS Provinsi Banten Per Agustus 2014)
Menurut data di atas tingkat pengangguran di Provinsi Banten sudah
cukup tinggi, pemerintah Provinsi Banten seharusnya dapat membuka lapangan
pekerja dan membuat peluang kerja masyarakat di Provinsi Banten menjadi
banyak dan berkualitas. Peluang kerja atau lapangan kerja tidak semata-mata
hanya untuk mencari uang tetapi harus bisa membangun mental dan kepercayaan
diri masyarakat Provinsi Banten agar menjadi masyarakat yang mandiri.
Sedangkan kemiskinan di Provinsi Banten mencapai angka 690.874 ribu
orang atau 5,89% per bulan September 2012, angka yang cukup tinggi jika
melihat jumlah penduduk Provinsi Banten hanya sekitar 9.916.848 jiwa dengan
Tabel 1.3
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten Tahun 2011-2013
No Kabupaten/Kota
8. Kota Tangerang Selatan 20.144 18.700 25.400
9. Provinsi Banten 775.791 751.000 690.874
(Sumber : Data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Provinsi Banten Tahun 2014) Dengan melihat kemiskinan di Provinsi Banten yang masih tinggi
pemerintah Provinsi Banten mengeluarkan program untuk membantu
mempercepat penurunan angka kemiskinan. Mulai tahun 2012 Pemerintah
Provinsi Banten mencanangkan program Gerakan Pembangunan Kecamatan
Banten Bersatu (GERBANG RATU). Program GERBANG RATU adalah
program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan di wilayah Provinsi Banten dengan memberikan dana bantuan 1
Milyar Per Kecamatan. Dana yang digunakan pada Program Gerbang Ratu ini
menggunakan dana dari APBD Provinsi Banten. Pendekatan program GERBANG
RATU diintegrasikan dan disinergikan dengan pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang selama ini dinilai berhasil.
Beberapa keberhasilan PNPM Mandiri adalah berupa penyediaan lapangan kerja
dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan,
serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Berikut ini
1. 62,5 juta Hari Orang Kerja (HOK) dihimpun melalui pekerjaan jangka
pendek, yang melibatkan lebih dari 5,5 juta pekerja yang berasal dari
masyarakat pedesaan dengan imbalan dengan harga setempat.
2. Dibukanya usaha dan jasa transportasi oleh masyarakat maupun pihak
lain menyusul terbangunnya jalan, jembatan dan dermaga baru yang
dikerjakan masyarakat dengan dana PNPM Mandiri Pedesaan.
3. Lebih dari 1,57 juta warga desa, pedagang dan pengusaha
kecil/rumahtangga lokal, turut mendapatkan pinjaman dalam kegiatan
simpan pinjam PNPM Mandiri Pedesaan.
(Sumber : PNPMpedesaanbanten.wordpress.com, diakses pada tanggal 4 Oktober 2014)
Program pemerintah Provinsi Banten ini diintegrasikan dengan PNPM
Mandiri karena PNPM Mandiri merupakan program nasional pemberdayaan
masyarakat yang dinilai paling representatif bagi masyarakat Indonesia dan minim
penyelewengan. Selain itu PNPM Mandiri sudah teruji dan terbukti dapat
menggerakan partisipasi masyarakat dan hasilnya sudah bisa dirasakan oleh
Tabel 1.4
Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dan Pedesaan di Pandeglang, Lebak,
Cilegon, Kota dan Kabupaten Serang Tahun 2012
No Kabupaten/Kota Kegiatan
1. Pandeglang Membangun jalan aspal 46,6 km kaki, rabat beton
17,84 km, pengerasan telfrod 39,179 km, paving
block 22,8 km kaki, perbaikan tembok tanah 12
km, drainase 5,856 unit, jembatan 23 unit.
2. Lebak Membangun jalan aspal 157,2 km kaki, jembatan
62 unit, dan irigasi 1085 meter
3. Cilegon Membangun jalan aspal 83,2 km kaki, jembatan 7
unit, drainase 2013 unit, paving block 35 km.
(Sumber : Radar Banten 4 Oktober 2013)
Pada pelaksanaan program GERBANG RATU di tingkat kota/kabupaten
dikoordinasikan langsung oleh Walikota/Bupati setempat melalui Badan
Pemberdayaan Perempuan Masyarakat Desa (BPPMD) kota/kabupaten dengan
menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan Program (TKPP) GERBANG RATU
yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di daerah di bawah koordinasi
TKPKD kota/kabupaten dalam GERBANG RATU berperan mengkoordinasikan
TKPP dari berbagai program penanggulangan kemiskinan.
Di tingkat kelurahan/desa unsur utama pelaksanaan program adalah (1)
Lurah/Kades dan perangkatnya, (2) Relawan Masyarakat, (3) BKM/LKM
(Lembaga Keswadayaan Masyarakat), (4) KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat). Lurah/Kades memfasilitasi pertemuan antara OC/KMW (Konsultan
Manajemen Wilayah) dan relawan masyarakat dalam upaya penyebarluasan
informasi dan pelaksanaan GERBANG RATU.
Untuk menguatkan payung hukum dan menghindari penyimpangan
diterbitkan pula Peraturan Gubernur Banten (Pergub) No. 13 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Se-
Provinsi Banten melalui program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten
Bersatu (Gerbang Ratu) dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri.
Visi program GERBANG RATU adalah tercapainya kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya
kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri
untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses
sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Misi program GERBANG RATU adalah: (1)
peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem
pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal
disinergikan dengan PNPM Mandiri; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas
infrastruktur kecamatan; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam
pembangunan.
Dalam rangka mencapai visi dan misi program GERBANG RATU,
strategi yang dikembangkan program GERBANG RATU yaitu menjadikan
masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan
partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa.
Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka program
GERBANG RATU lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai
pendekatan yang dipilih. Melalui program GERBANG RATU diharapkan
masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya
kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka pendekatan atau upaya-upaya
rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan:
a. Menggunakan kecamatan sebagai lokus program.
b. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembangunan partisipatif.
d. Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
e. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian,
dan keberlanjutan.
Program GERBANG RATU pada dasarnya memiliki tujuan untuk :
1. Mempercepat penurunan angka kemiskinan, meningkatkan peran serta
masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dan perempuan dalam
hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan.
2. Melembagakan sistem pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal.
3. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan keswadayaan masyarakat
dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan perdesaan yang
berkelanjutan.
4. Mempercepat ketersediaan Infrastruktur yang diprioritaskan dan
dibutuhkan masyarakat.
Sesuai dengan peraturan Gubernur Banten nomor 13 tahun 2012 tentang
petunjuk teknis bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota se Provinsi
Banten melalui Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu
dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, pada bab III pasal
4 ayat (1) dan (2) dan lampiran II dari PERGUB mengenai lokasi bantuan
keuangan kabupaten/kota se Provinsi Banten melalui program GERBANG RATU
pada lokasi PNPM Mandiri perkotaan. Dengan demikian setiap kecamatan akan
mendapatkan bantuan dana stimulan sebesar 1 milyar per kecamatan. Untuk Kota
program GERBANG RATU di wilayah PNPM Mandiri perkotaan. Namun
program tersebut hanya berjalan satu kali anggaran saja yaitu pada tahun 2013.
Kota Serang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang menjadi
sorotan karena tingginya angka kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan di Kota
Serang membutuhkan penanganan yang menyeluruh dalam skala perwilayahan
yang memadai yang memungkinkan terjadinya keterpaduan antara pendekatan
sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan
sebagai lokus program yang mampu mempertemukan perencanaan dari tingkat
pemerintah kota/kabupaten dan dari tingkat masyarakat. Sebagai lokus program,
kecamatan memiliki peranan pembangunan yang direncanakan oleh SKPD
(Satuan Kerja Pembangunan Daerah) bertemu dengan perencanaan dari
masyarakat dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
Kecamatan sehingga dapat digalang perencanaan pembangunan yang menyeluruh,
terpadu dan selaras waktu.
Dengan demikian GERBANG RATU akan menekankan pemanfaatan
musrenbang kecamatan sebagai mekanisme harmonisasi kegiatan berbagai
program yang ada sehingga peranan Forum Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM)/Lembaga Keswadayaan Masyakat (LKM) tingkat kecamatan menjadi
sangat vital.
Menurut data Pendataan Perlindungan Sosial Per Tahun 2011, 2012, 2013
ada sekitar 30.529 orang yang masih tergolong miskin dari total jumlah penduduk
6 kecamatan di Kota Serang antara lain Kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Curug,
Walantaka, Taktakan, dan Kasemen.
Tabel 1.5
Jumlah Penduduk Miskin di Kota Serang Tahun 2011-2013
No Daerah
(Sumber : Data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Provinsi Banten Tahun 2014) Menurut data di atas, kemiskinan di kecamatan se-Kota Serang setiap
tahunnya ada yang mengalami peningkatan dan ada yang tetap tidak berubah.
Kecamatan Kasemen merupakan salah satu kecamatan di Kota Serang yang
memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak se-Kota Serang. Hal ini dikarenakan
masyarakat Kecamatan Kasemen terutama di pedesaan yang hidupnya masih
bergantung pada sektor pertanian, dan jauh dari jangkauan pemerintah.
Kecamatan Kasemen merupakan daerah yang memiliki banyak potensi,
yang seharusnya dapat didayagunakan dengan baik oleh pemerintah provinsi
Banten, beberapa potensi yang ada di Kecamatan Kasemen antara lain dibidang
pariwisata (Banten Lama), pelabuhan/perikanan (Karangantu dan Margaluyu),
pertanian (Sawah Luhur, Margaluyu, Terumbu), Panglong (Pabrik Pengolah kayu)
(Kasemen). Dari sekian banyak potensi yang dimiliki oleh Kecamatan Kasemen
seharusnya pemerintah Provinsi Banten memiliki pendapatan asli daerah yang
besar dan sudah tidak ada lagi warga Kasemen yang masih mengkonsumsi nasi
Tabel 1.6
Potensi Ekonomi di Kecamatan Kasemen
No Jenis Potensi Jumlah Penyerapan
Karyawan
1. Pariwisata 3 -
2. Pelabuhan/Perikanan 1 -
3. Panglong (Pabrik Pengolah Kayu) 73 730 Orang
4 Pabrik Makanan Ringan 12 360 Orang
5. Pergudangan 5 35 Orang
(Sumber : Peneliti, 2015)
Pada observasi awal peneliti menemukan masalah yang muncul pada
program GERBANG RATU ini diantaranya. Pertama, kurangnya pemahaman
dan keterampilan Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa dalam pengelolaan dana kegiatan
GERBANG RATU. Setelah peneliti melakukan wawancara kepada salah satu
warga Desa Kasunyatan Kecamatan Kasemen yang bernama Aan berusia 26 tahun
mengeluhkan bantuan GERBANG RATU didaerah Kasemen ditujukan hanya
untuk pembangunan infrastruktur jalan pedesaan saja tidak bisa digunakan untuk
pembuatan sarana SAB (saluran air bersih)/MCK (mandi cuci kakus) untuk
umum, padahal pembuatan SAB (Saluran Air Bersih)/MCK (mandi cuci kakus)
sudah masuk dalam musrenbang 2012 dan tentunya sarana itu yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat di daerah tersebut. Permasalahan ini yang
membuktikan bahwa pelaku program kurang memahami dan keterampilan.
(Wawancara dengan narasumber Aan (26) dilakukan pada hari Kamis 23 Oktober
2014 di Kp. Kenari Desa Kasunyatan)
Kedua, ketidakmampuannya Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
prioritas pembangunan didaerah masing-masing. Setelah peneliti melakukan
observasi awal bahwa tidak semua dana bantuan GERBANG RATU di Kota
Serang diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur saja contohnya di
Kecamatan Taktakan dana bantuan GERBANG RATU digunakan untuk
merenovasi posyandu tetapi dalam realitanya di Kecamatan Kasemen hanya
diperuntukkan pembangunan infrastruktur jalan pedesaan saja. Program
GERBANG RATU seharusnya dapat menyesesuaikan dengan kebutuhan prioritas
masyarakat seperti pemberian modal usaha dan pelatihan berwirausaha, padahal
upaya seperti itu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin dipedesaan agar
bisa mengubah taraf kehidupan keluarganya.
Ketiga, kurang proporsionalnya pembagian dana kegiatan dari kecamatan
kepada kelurahan. Menurut data yang peneliti peroleh dari 10 kelurahan yang
berada di Kecamatan Kasemen tidak semua kelurahan memperoleh dana 100 Juta
Rupiah. Berikut ini adalah data perolehan dana Program GERBANG RATU di
Kecamatan Kasemen Kota Serang.
Tabel 1.7
Data Perolehan Dana Bantuan Program GERBANG RATU di Kecamatan Kasemen Kota Serang Tahun 2013
3. Margaluyu Rp. 125.000.000,-
4. Warung Jaud Rp. 100.000.000,-
5. Mesjid Priyayi Rp. 100.000.000,-
6. Kilasah Rp.
100.000.000,-7. Terumbu Rp. 125.000.000,-
8. Bendung Rp. 100.000.000,-
9. Sawah Luhur Rp. 100.000.000,-
10. Kasunyatan Rp. 100.000.000,-
Padahal jika perolehan dana bantuan dilihat dari masalah di masing-
masing kelurahan, Kelurahan Kilasah seharusnya mendapatkan dana lebih
dikarenakan jumlah penduduk miskin yang ada di Kelurahan Kilasah lebih banyak
dari pada di Kelurahan Terumbu, dan Margaluyu yang memperoleh dana 125
Juta. Berikut ini merupakan jumlah penduduk miskin di Kecamatan Kasemen
Kota Serang.
Tabel 1.8
Jumlah Penduduk Miskin di Kelurahan Se Kecamatan Kasemen Tahun
2011-2013
(Sumber : Data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Provinsi Banten Tahun 2014)
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut Program Gerakan Pembangunan
Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) yang dikeluarkan oleh
pemerintah provinsi Banten dimaksudkan untuk membantu mempercepat
penurunan angka kemiskinan di seluruh kecamatan se-Provinsi Banten termasuk
di Kecamatan Kasemen Kota Serang. Namun dalam realitanya program-program
pembangunan Infrastruktur perhubungan pedesaan saja bukan untuk
pembangunan karakter dan mental warga pedesaan agar bisa mandiri untuk
mengubah taraf kehidupannya. Oleh karena itu, penelitian ini lebih ditekankan
pada Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU)
di Kecamatan Kasemen Kota Serang, adapun identifikasi masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Pelaksana program tidak memahami permasalahan di daerah karena tidak
melakukan sosialisasi tentang kebutuhan dari masing-masing daerah.
2. Ketidakmampuannya pelaksana program dalam menentukan prioritas
pembangunan didaerah masing-masing.
3. Kurang proporsionalnya pembagian dana kegiatan dari Pemerintah kepada
BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat).
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan uraian yang ada didalam latar belakang masalah dan
identifikasi masalah peneliti coba membatasi masalah penelitian ini menjadi
Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2012 tentang Program
Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) dalam
upaya menurunkan angka kemiskinan di Kecamatan Kasemen Kota Serang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan permasalahan
2012 tentang Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu
(GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Peraturan
Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2012 tentang Program Gerakan Pembangunan
Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota
Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua
pihak, terutama bagi yang mempunyai kepentingan langsung terhadap masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian ini meliputi :
1.6.1. Manfaat Teoritis
1. Sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
terutama pada bidang studi ilmu sosial dan ilmu politik
2. Memberikan pemahaman tentang implementasi Peraturan
Gubernur Banten nomor 13 tahun 2012 tentang Program Gerakan
Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) di
Kecamatan Kasemen Kota Serang.
1.6.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Bagi peneliti diharapkan dapat memperoleh manfaat dan
bisa memperkaya ilmu pengetahuan yang dimiliki
Sebagai bahan evaluasi program gerakan pembangunan
kecamatan Banten bersatu (GERBANG RATU) dan bahan acuan
serta dapat memperbaiki dalam program-program yang akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1.Tinjauan Pustaka
Menurut Taylor & Procter dalam Margono (2010;1) tinjauan pustaka
adalah presentasi, klasifikasi dan evaluasi tentang apa yang telah ditulis oleh
peneliti-peneliti lain mengenai suatu subyek tertentu. Meskipun demikian,
tinjauan pustaka bukan hanya sekedar “daftar belanja” tentang apa yang telah
dikemukakan oleh orang lain. Tinjauan pustaka disusun berdasarkan tujuan
penelitian, pernyataan penelitian, dan masalah yang akan dipecahkan. Tanpa
memperhatikan hal-hal tersebut tinjauan pustaka hanya akan merupakan daftar
yang tidak ada gunanya mengenai apa yang telah dikerjakan oleh peneliti lain.
Bersama dengan tujuan penelitian, tinjauan pustaka membentuk garis besar
yang disusun secara hati-hati dan terfokus tentang apa yang telah dikerjakan
oleh orang lain dalam bidang tersebut dan dikemas sedemikian rupa untuk
memenuhi kebutuhan peneliti sendiri.
Tinjauan pustaka mempunyai dua bagian utama meskipun bagian-bagian
tersebut tidak diidentifikasikan secara formal : 1) dimulai dengan membuat garis
besar apa yang telah dikerjakan oleh orang lain dalam hal tertentu yang menjadi
perhatian peneliti; kemudian 2) secara progresif menyempit menjadi kesenjangan
dalam penelitian. Pada tahap kedua hasil penelitian orang lain digunakan untuk
mempertegas dan memperjelas kesenjangan ini, kemudian pertanyaan penelitian
dan hipotesis diajukan dengan tepat sebelum penelitian dimulai.
2.1.1. Pengertian Kebijakan
Selanjutnya kebijakan dijelaskan oleh Budiardjo dalam Imron (2002:34),
mendefiniskan kebijakan (policy) adalah :
“Sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya”
Pengertian kebijakan dijelaskan oleh Jones dalam Abidin (2012:6),
menjelaskan kebijakan sebagai :
“’Behavioral consistency and repetitiveness’ associated with efforts in and
through government to resolve public problems” (Perilaku yang tetap dan
berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum). Kebijakan bersifat dinamis yang nanti dalam bagian lain akan dibicarakan secara khususdalam hubungannya dengan sifat dari kebijakan.”
Berbeda dengan Jones, pakar Prancis Lemieux dalam Wahab (2012:15)
menjelaskan bahwa kebijakan merupakan :
“The product of activities aimed at the resolution of public problems in the
envirronment by political actors whose relationship are structured. The
entire process evolves over time” (Produk aktivitas-aktivitas yang
Kebijakan memang menjadi rana yang amat berbau kekuatan untuk saling
mempengaruhi dan melakukan tekanan para pihak. Sehingga, tak heran jika Carl
Friedrich dalam Indiahono (2009:18) pun mendefinisikan kebijakan sebagai :
“Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan tertentu.”
Dari beberapa definisi kebijakan menurut para ahli diatas, kebijakan dapat
disimpulkan sebagai suatu lingkup kegiatan yang diterapkan oleh pemerintah atau
aktor pejabat pemerintahan yang dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan oleh
pemerintah atau kelompok lain untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.2. Pengertian Publik
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Publik sebagai
orang banyak (umum). Sedangkan dalam bahasa Inggris, Publik diserap dari kata
Public artinya milik bangsa, negara atau komunitas dalam jumlah yang besar atau
dipertahankan atau digunakan oleh masyarakat/komunitas secara keseluruhan.
Publik juga berasal dari bahasa latin Publicus yang artinya kedewasaan, dalam
pengertian tentang pelajaran ini adalah membawa ide kepada masyarakat.
Menurut I. Bambang Sugiharto & Agus Rachmat W dalam Kartika
(2012:53), Publik dapat diartikan sebagai :
“Segala hal serentak bukan apapun juga, kekuatan yang paling berbahaya serentak sesuatu yang paling tak bermakna, orang bisa saja bicara atas nama publik, tetapi tetap publik itu bukan sosok nyata siapa pun.”
Menurut Said Zainal Abidin dalam Abidin (2010:7) definisi dari Publik
„Pengertian publik dalam rangkaian kata Public Policy, publik memiliki tiga konotasi, yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Hal ini dapat dilihat dalam dimensi subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi subjek, publik merupakan kebijakan dari pemerintah. Dalam dimensi objek adalah masyarakat, sedangkan dari dimensi lingkungan adalah pelaksana kebijakan.”
Menurut Bilson Simamora dalam Ahadiano (2005:29) definisi publik
adalah:
“Semua pihak yang peduli dengan perusahaan dan pendapatnya dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan.”
Sedangkan menurut Pauline Pudjiastuti dalam Arhata (2011:78) definisi
dari publik dapat diartikan sebagai:
“Orang-orang yang berada diluar keanggotaan, yang juga sangat mungkin tertarik pada isu yang akan dinaikkan.”
Dari beberapa definisi publik menurut para ahli diatas, publik dapat
disimpulkan menjadi masyarakat umum yang menerima atau meminta hasil dari
pejabat atau institusi politis yang dalam kesempatan tertentu menjadi objek
pembangunan dan dapat mempengaruhi pencapaian sasaran pemerintahan.
2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) publik mempunyai arti yang bermacam-macam
menurut William N. Dunn (1994) mendefinisikan kebijakan publik adalah
“pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah”.
Menurut Carl J Federich (1963) dalam Wicaksono (2006:63),
mendefinisikan kebijakan publik sebagai :
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Oleh karena itu, kebijakan harus menunjukan apa yang seharusnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah”.
Richard Rose (1969) dalam Wicaksono (2006:63) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai
“serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan tersendiri‟.
Selanjutnya karakteristik kebijakan publik yang dijelaskan oleh Easton
dalam Islamy (2004:19) yang menegaskan bahwa
“Kebijakan publik adalah keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Hanya pemerintah yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakat dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian nilai- nilai pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk kedalam para penguasa suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawab atau perannya”.
Menurut Peter Bridgman dan Glyn Davis dalam Islamy (2004:22) adalah
banyaknya definisi kebijakan publik menjadikan kita sulit untuk menentukan
secara tepat sebuah definisi kebijakan publik. Oleh karenanya, untuk
memudahkan pemahaman kita terhadap kebijakan publik, kita dapat meninjaunya
dari lima karakteristik kebijakan publik, yaitu:
1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami 2. Melibatkan keputusan beserta dengan kosekuensinya
3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu 4. Pada hakikatnya adalah politis
Selain kelima karakteristik di atas, Bridgman dan Davis mengemukakan
pula bahwa Kebijakan Publik dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni (1) as
authoritative choice; (2) as hypotesis; dan (3) as objective (dalam Wicaksono,
2006;65).
Kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-
citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi,
dan Keadilan) dan UUD 1945 (Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan), kebijakan publik adalah
seluruh prasarana (jalan, jembatan, dan sebagainya) dan sarana (mobil, bahan
bakar, dan sebagainya) untuk mencapai “tempat tujuan” tersebut dalam Nugroho
(2012:170-171).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau orientasi pada tujuan
tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
2.1.4. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses dalam kebijakan publik
yang mengarah pada pelaksanaan kebijakan. Dalam praktiknya implementasi
kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang
bermuatan politis dengan adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Untuk
pernyataan yang dikemukakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam
Agustino (2008:139) mendefinisikan sebagai
“pelaksanaan keputusan kebisaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Agustino
(2008:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai
“tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat- pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Menurut William N. Dunn (1994) Implementasi Kebijakan (Monitoring
Kebijakan) adalah
“Salah satu tahap penting yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan publik, telaah yang menyangkut monitoring terhadap suatu kebijakan biasanya disebut juga studi implementasi. Implementasi kebijakan juga memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan termasuk kendala-kendalanya”.
Implementasi kebijakan menurut Lester dan Stewart Jr dalam Agustino
(2008:139) adalah
”Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan yang ingin diraih”.
Implementasi Kebijakan menurut Nugroho dalam Nugroho (2003:158)
“Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan.”
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2)
adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; (3) adanya hasil kebijakan.
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses
dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang
ingin diraih. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
2.1.5. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan
Model pendekatan Implementasi Kebijakan publik pertama model Van
Metter dan Van Horn dalam Subarsono (2013:99), ada lima variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi, yakni; (1) standar dan sasaran kebijakan; (2)
sumberdaya; (3) komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas; (4)
karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.
1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
3. Hubungan antarorganisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi impelementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi impelementasi kebijakan; karakteristik para para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung impelementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang
pentikng, yakni; (a) respons implementator terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Selanjutnya model Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2008:144)
yang berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah
kemampuannya dalam mengidentifikaskan variabel-variabel yang mempengaruhi
tercapainya tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan variabel-
variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukaran Teknis.
Tercapainya atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prisip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu.
b. Keberagaman Perilaku yang diatur.
c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok Sasaran.
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi tujuan kebijakan.
d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki. Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil.
2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara: a. Kecermatan dan Kejelasan Penjenjangan Tujuan-tujuan Resmi yang
Akan Dicapai
b. Keterandalan Teori Kausalitas yang Diperlukan c. Ketetapan Alokasi Sumberdana
d. Keterpaduan Hirarki di dalam Lingkungan dan Diantara Lembaga- lembaga atau Instansi-instansi Pelaksana
e. Aturan-aturan Pembuat Keputusan dari Badan-badan Pelaksana
f. Kesepakatan Para Pejabat Terhadap Tujuan yang Termaktub dalam Undang-undang
g. Akses Formal Pihak-pihak Luar
3. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi Implementasi
a. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi b. Dukungan publik
c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat. d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.
Model pendekatan implementasi kebijakan publik lain menurut Merilee S
Gerindle dalam Agustino (2008:154) dikenal dengan Implementation as A
Political and Administrative Process. Menurut Grindle ada dua variabel yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik, yakni bahwa keberhasilan
implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapain akhir
(outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih, yang mana
1) Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan menunjuk pada aksi kebijakannya.
2) Apakah tujuan kebijakan tercapai, yang mana dimensi ini diukur dengan dua faktor, yaitu :
a. Imfak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok. b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi
Keberhasilan sebuah implementasi kebijakan publik juga menurut
Grindle amat ditentukan oleh tingkat implementasi kebijakan itu sendiri, yang
terdiri atas Conten of Policy dan Context of Policy :
1) Content of Policy (isi kebijakan)
a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) b. Type of Benefits (tipe manfaat)
c. Exxtent of change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) d. Site of Descision Making (letak pengambilan keputusan)
e. Program Implementer (pelaksana program)
f. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan)
2) Context of Policy (lingkungan kebijakan)
a. Power, Interest and Strategi of Actor Involved (kekuasaan kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat).
b. Intitution and Regime Characteristic (karakteristik atau rejim yang berkuasa.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana)
Model pendekatan implementasi kebijakan publik selanjutnya adalah
menurut George Edward III dalam Indiahono (2009:31) yang berspektif top-down.
Edward III menanamkan model implementasi kebijakan publiknya dengan direct
and indirect impact of implementation. Dalam modelnya terdapat empat variabel
yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu: (1)
Komunikasi; (2) Sumber Daya; (3) Disposisi; dan (4) Struktur Birokrasi.
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi
yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat keputusan (decision makers)
sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang
akan mereks kerjakan baru dapat manakala komunikasi berlangsung dengan baik,
sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus dapat
ditrasmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat
keputusan dan para implementor semakin konsisten dalam melaksanakan setiap
kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Karenanya, komunikasi yang
baik menghasilkan implementasi kebijakan yang baik pula. Terdapat tiga
indikator yang dapat dipakai (digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel
komunikasi tersebut, yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi) hal tersebut disebabkan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terjadi penyimpangan di tengah jalan.
b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
(street-level-bureucrats) harus jelas dan tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi tetapi pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Pada tataran yang lain, hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah diterapkan. Kejelasan diperlukan untuk menghindari salah tafsir akan substansi kebijakan.
c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu kominikasi harus konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang dibiarkan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
Variabel atau faktor kedua, yang mempengaruhi keberhasilan
penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Indikator-
indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan
dengan rapi dan baik, yaitu:
a. Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf/pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan ketidakberhasilan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan pula staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (the right man and the
right place) dalam mengimplementasikan kebijakaan atau melaksanakan
tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b. Informasi; dalma implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dnegan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa saja yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum (kepatuhan hukum). c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektifitas kewenangan. Di satu pihak, efektifitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektifitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksanan demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. Pelimpahan dan penempatan wewenang yang baik akan menghasilkan efektifitas kewenangan.
d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka terjadi kegagalan implementasi kebijakan.
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu
kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para
pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi
juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam
praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang perlu dicermatu pada variabel
disposisi adalah:
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap impelementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
b. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan pelaksana kebijakan diharapkan dengan menambah keuntungan atau biasa tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang memuat pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Dan variabel keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-
sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana
kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan
untuk melaksanakan suatu kebijakan, tetapi kemungkinan kebijakan tersebut tidak
dapat terlaksana atau terealisasi masih tetap ada karena terdapatnya kelemahan
dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya
yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber-sumber daya menjadi tidak
efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik
dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur
birokrasi/organisai kearah yang lebih baik adalah melakukan standart operating
procedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan
rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelakasana kebijakan/administratur
birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, setiap hari sesuai dengan
standar yang ditetapkan (atau standar minimum). Sedangkan fragmentasi adalah
membelah menjadi beberapa bagian, setiap belahan dapat berkembang menjadi
organisme baru.
2.1.6. Definisi Program GERBANG RATU
Program GERBANG RATU adalah program yang bertujuan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan di
wilayah Provinsi Banten dengan memberikan dana stimulan sebesar 1 Milyar per
Kecamatan. Pendekatan Program GERBANG RATU diintegrasikan dan
disinergikan dengan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri, yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PNPM
Mandiri adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok
rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka pendekatan atau upaya-upaya
rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan:
a. Menggunakan kecamatan sebagai lokus program.
b. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan partisipatif.
d. Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial dan geografis.
e. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian, dan keberlanjutan.
Program GERBANG RATU pada dasarnya memiliki tujuan untuk :
1. Mempercepat penurunan angka kemiskinan, meningkatkan peran serta masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dan perempuan dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan. 2. Melembagakan sistem pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal.
3. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan keswadayaan masyarakat dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan perdesaan yang berkelanjutan.
4. Mempercepat ketersediaan Infrastruktur yang diprioritaskan dan dibutuhkan masyarakat. (Sumber : Pedoman Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu).
2.2.Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Beberapa penelitian terdahulu yang akan mengarahkan
penelitian ini diantaranya yaitu :
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nursanti Pratiwi (2010) dengan
judul Implementasi peraturan daerah Kabupaten Tangerang Nomor 20 Tahun
2006 tentang pembentukan Kecamatan Kelapa Dua. Masalah penelitian ini karena
kurangnya komunikasi peraturan daerah kepada masyarakat, sumber daya
rusak, dan ketidakjelasan dalam pembagian tugas atau wewenang antara
pemerintah kabupaten dengan pemerintah kecamatan. Penelitian ini menggunakan
teori Implementasi Kebijakan Publik dari George Edward III dan menggunakan
metode penelitian kualitatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang implementasi kebijakan
publik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti tidak melibatkan pejabat
pembuat kebijakan. Kritik peneliti seharusnya dapat melibatkan pejabat pembuat
kebijakan agar peneliti dapat mengetahui alasan yang kuat atas terbentuknya
kecamatan baru di Kota Tangerang.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hilman Irmansyah (2015) dengan
judul Implementasi peraturan daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat di Kota
Serang. masalh dalam penelitian ini adalah pembiayaan yang terbatas, tidak ada
efek jera yang ditunjukkan oleh PSK, tidak ada kerja sama antara pemeritah
dengan masyarakat, pemerintah belum memiliki tempat rehabilitasi untuk
menampung para PSK yang terjaring razia dan kurangnya sosialisai kepada
mereka. Penelitian ini menggunakan teori Implementasi kebijakan publik dari
Merilee S. Grindle dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti
tentang implementasi kebijakan publik. Perbedaannya penelitian ini tidak
melibatkan masyarakat sekitar tempat prostitusi apakah PSK tersebut merugikan
yaitu seharusnya peneliti tidak hanya melibatkan pemerintah dalam hal pelaksana
Perda, masyarakat yang tinggal di sekitar tempat prostitusi juga harus dilibatkan.
2.3.Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan alur pemikiran dari penulis sendiri atau juga
mengambil dari suatu teori yang dianggap relevan dengan fokus/judul penelitian
dalam upaya menjawab masalah-masalah yang ada dirumuskan penelitian
tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai Implementasi Peraturan
Gubernur Banten Nomor 13 Tahun 2012 tentang Program Gerakan Pembangunan
Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota
Serang, dalam upaya menjawab rumusan masalah penelitian ini penulis
mengambil teori dari model implementasi kebijakan dari tokoh George Edward III
yang berspektif top-down. Edward III menanamkan model implementasi
kebijakan publiknya dengan direct and indirect impact of implementation. Dalam
modelnya terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan
implementasi suatu kebijakan, yaitu: (1) Komunikasi; (2) Sumber Daya; (3)
Disposisi; dan (4) Struktur Birokrasi.
Dari teori tokoh Edward III tersebut peneliti akan mencoba menjawab
permasalahan-permasalahan yang ada dalam implementasi program gerakan
pembangunan kecamatan banten bersatu (GERBANG RATU) di Kecamatan
Berikut ini adalah kerangka berpikir yang akan membantu peneliti dalam menjawab masalah-masalah diatas.
Program GERBANG RATU betujuan untuk :
1. Mempercepat penurunan angka kemiskinan meningkatkan peran serta masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dan perempuan dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan.
2. Melembagakan sistem pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal.
3. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan keswadayaan masyarakat dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan perdesaan yang berkelanjutan.
4. Mempercepat ketersediaan Infrastruktur yang diprioritaskan dan dibutuhkan masyarakat.
(Sumber : Pedoman Pelaksanaan Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu)
Identifikasi Masalah
1. Pelaksana program tidak memahami permasalahan di daerah karena tidak
melakukan sosialisasi tentang kebutuhan dari masing-masing daerah.
2. Ketidakmampuannya pelaksana program dalam menentukan
prioritas pembangunan didaerah masing-masing
3. Kurang proporsionalnya pembagian dana kegiatan dari kecamatan kepada
kelurahan.
Implementasi Peraturan Gubernut Banten Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu (GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang berjalan dengan baik.
2.4.Asumsi Dasar
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas,
peneliti telah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti
berasumsi bahwa Implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 13 Tahun
2012 Tentang Program Gerakan Pembangunan Kecamatan Banten Bersatu
(GERBANG RATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang belum berjalan dengan