• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) - Lina Fatimatuz Zahroh BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) - Lina Fatimatuz Zahroh BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A.Deskripsi Konseptual

1. Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak)

Menurut Masykur dan Fathani (2017), penggunaan otak sebelah kiri lebih banyak pada pembelajaran matematika. Menurut Jensen (2008), Brain Based Learning sebagai pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak, didesain secara alamiah, tidak terfokus pada keterurutan, akan tetapi lebih mengutamakan pada kesenangan dan kecintaan terhadap belajar sehingga siswa mudah menyerap materi yang dipelajari. Brain Based Learning mempertimbangkan sifat alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman, juga tidak mengharuskan siswa untuk belajar, tetapi merangsang dan memotivasi siswa untuk belajar dengan keinginannya sendiri.

(2)

Maka mengembangkan pemanfaatan otak kiri dan otak kanan menjadi penting dalam penciptaan suasana belajar.

Gardner et al. (Belkhir, J et al, 1996) menyarankan untuk menggunakan kedua belahan otak pada matematika. Menurut Jensen (2008), Brain Based Learning menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya

pemberdayaan otak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Brain Based Learning yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara kerja otak sebagai upaya pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara optimal.

Implementasi Brain Based Learning pada pembelajaran, dapat dilakukan dengan mengembangkan tiga strategi utama, yaitu: 1). Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, 2). Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, 3). Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Adapun tahap-tahap Brain Based Learning menurut Jensen (2011), yaitu :

Tabel 2.1 Tahapan Brain Based Learning

Fase Deskripsi

Pra-pemaparan Tahap ini memberikan sebuah ulasan atau tinjauan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar menggali lebih jauh: pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik.

Persiapan Tahap ini merupakan fase dalam menciptakan keingintahuan atau kesenangan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.

Inisiasi dan Akuisisi

Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron- neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain. Tahap ini membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman awal.

(3)

Memasukkan Memori

waktu untuk mengulang kembali/ tinjauan. Otak belajar paling efektif dari waktu ke waktu, bukan berlangsung paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk kepentingan guru, melainkan untuk kepentingan siswa. Siswa juga perlu mengetahui apakah dirinya sudah memahami atau belum. Perayaan dan

Integrasi

Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar. Tahap ini sebaiknya dibuat mengasyikan, ceria, dan menyenangkan

Langkah- langkah Brain Based Learning dalam pelaksanaannya di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Langkah- langkah Brain Based Learning

Langkah Kegiatan

1.

Pra-pemaparan

Mengamati

a) Siswa memusatkan perhatian untuk masuk dalam pembelajaran terkait materi bangun ruang sisi datar dengan mengamati peta konsep yang telah disajikan oleh guru.

2. Persiapan Menanya

b) Siswa dirangsang kesenangannya untuk belajar dengan memberitahukan kelompok yang memperoleh skor LKK tertinggi akan mendapat hadiah.

c) Siswa dirangsang keingintahuan untuk belajar dengan memberikan contoh-contoh kontekstual terkait materi yang sedang dibahas.

3. Inisiasi dan Akuisisi

Menanya dan Mencoba

d) Siswa memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru mengenai materi bangun ruang sisi datar, diantaranya menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.

e) Siswa membangun koneksi antara informasi yang telah diperoleh sebelumnya (materi pra-syarat) dengan materi yang akan dipelajari.

f) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok heterogen 4-5 anak.

g) Siswa dibagikan LKK untuk dikerjakan secara berkelompok.

4. Elaborasi Menalar dan Mengomunikasikan

(4)

mengungkapkan pendapat atau memberikan

i) Siswa diberikan waktu istirahat dan waktu mengulang atau meninjau ulang pembelajaran dengan membuat catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang baru dipelajari.

k) Siswa mengerjakan kuis secara individu. 7. Perayaan

dan Integrasi

l) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan materi yang dipelajari hari ini dan guru memberitahu tentang materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

m) Guru memberikan motivasi tentang pentingnya mempelajari materi bangun ruang sisi datar.

n) Siswa diminta untuk tos dengan teman kelompoknya. o) Guru mengumumkan perolehan skor LKK dan

memberi hadiah kepada kelompok dengan skor tertinggi.

Adapun kelebihan dan kekurangan Brain Based Learning adalah sebagai berikut (Afidah, 2014):

1. Kelebihan Brain Based Learning

a) Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak bekerja. b) Memerhatikan kerja alamiah otak dalam proses pembelajaran.

c) Menciptakan iklim pembelajaran di mana pembelajar dihormati dan didukung.

d) Menghindari pemforsiran terhadap kerja otak.

e) Dapat menggunakan berbagai model dalam proses pembelajaran. 2. Kelemahan Brain Based Learning

(5)

b) Memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk memahami/ mempelajari bagaimana otak bekerja.

c) Memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan pembelajaran yang baik bagi otak.

d) Memerlukan fasilitas yang memadai 2. Kemampuan Koneksi Matematis

Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, koneksi dalam kaitannya dengan matematika disebut dengan koneksi matematis. Menurut NCTM (2000), kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang sangat penting bagi siswa. Ketika siswa dapat menghubungkan ide- ide dalam matematika, berarti mereka telah memahami lebih dalam dan akan bertahan lebih lama. Reed (2010), menyampaikan gagasan tentang koneksi matematis yaitu koneksi matematis dapat menghubungkan topik- topik dalam matematika ke dalam kehidupan sehari- hari dan dengan topik matematika yang lain, atau menghubungkan matematika dengan bidang lain. Koneksi matematis dapat membantu siswa dalam memahami matematika dengan lebih baik dan memandang matematika berguna dalam kehidupan sehari- hari.

(6)

secara eksternal yaitu antara matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari- hari.

Menurut Anghileri (Anthony dan Walshaw, 2009), guru yang efektif mendukung siswa untuk membuat koneksi dan memberi kesempatan untuk terlibat dalam tugas yang kompleks dan percaya bahwa mereka dapat menjelaskan strategi pemikiran dan solusi mereka serta dapat mendengarkan pemikiran orang lain. Haji et al (2017) menyampaikan bahwa keterkaitan antara konsep dalam matematik dan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa untuk memahami konsep matematika.

Tujuan siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi matematis adalah agar siswa mampu mengaitkan atau menghubungkan konsep- konsep matematika baik antar matematika itu sendiri maupun antara matematika dengan kehidupan sehari- hari. Selain itu, menurut Noto et al (2016), siswa yang memiliki kemampuan koneksi yang baik akan lebih mudah mempelajari banyak materi pembelajaran dengan cara menghubungkan materi satu dengan materi yang lainnya.

Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari- hari, siswa akan semakin menyadari dan memahami bahwa konsep- konsep di dalam matematika saling berkaitan, sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika penting untuk memecahkan permasalahan sehari- hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

(7)

a. Memperluas wawasan pengetahuan siswa

Dengan koneksi matematis, siswa diberi suatu materi yang bisa menjangkau ke berbagai aspek permasalahan baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa tidak bertumpu pada materi yang sedang dipelajari saja tetapi secara tidak langsung siswa memperoleh banyak pengetahuan yang pada akhirnya dapat menunjang peningkatan kualitas hasil belajar secara menyeluruh.

b. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan materi yang berdiri sendiri.

c. Menyatakan relevansi dan manfaat baik disekolah maupun di luar sekolah. Menurut NCTM (2000) indikator kemampuan koneksi matematis diantaranya :

a. Mengenali dan memanfaatkan hubungan- hubungan antara gagasan dalam matematika.

Dalam hal ini, koneksi dapat membantu siswa untuk memanfaatkan konsep- konsep yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang konsep sebelumnya yang telah siswa pelajari dan siswa dapat memandang gagasan- gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari konsep matematika yang sudah dipelajari sebelumnya.

(8)

Pada tahap ini, siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam seting yang berbeda. Melalui tahap ini, diharapkan terjadi peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya.

c. Mengenali dan mengaplikasikan matematika baik dalam matematika dan lingkungan di luar matematika.

Konteks eksternal matematika berkaitan dengan hubungan matematika dengan kehidupan sehari- hari, sehingga siswa mampu mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari- hari ke dalam model matematika.

Mousley (2004) mengembangkan indikator kemampuan koneksi matematis menjadi tiga yaitu: (1) koneksi antara pengetahuan matematika baru dengan pengetahuan matematika yang sudah ada sebelumnya, (2) koneksi antar konsep- konsep matematika, dan (3) koneksi antara matematika dengan kehidupan sehari- hari.

(9)

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan matematika baik antar topik matematika maupun di luar matematika. Indikator dalam penelitian ini yaitu: (1) Memahami dan menghubungkan antar topik dalam matematika, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dalam topik yang berbeda. (2) Memahami dan menghubungkan antar konsep dalam matematika, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dalam topik yang sama. (3) Memahami dan menghubungkan matematika dalam kehidupan sehari- hari, artinya siswa mampu memahami dan mengkoneksikan konsep- konsep matematika dengan kehidupan sehari- hari.

3. Self-Efficacy

Menurut Ormrod (2008), efikasi diri (self-efficacy) merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas tertentu atau meraih sasaran tertentu. Menurut Bandura (Lestari dan Yudhanegara, 2015) mendefinisikan self-efficacy sebagai sikap menilai kemampuan diri sendiri dalam menyelesaikan tugas yang spesifik. Dengan kata lain, self-efficacy adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas- tugasnya.

Bandura (1993) menyatakan bahwa individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu ini

(10)

kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan sukses. Berbeda dengan individu yang memiliki self-efficacy rendah akan cenderung tidak mau berusaha atau lebih menyukai kerjasama dalam situasi yang sulit dan tingkat kompleksitas tugas yang tinggi.

Menurut Rahyubi (2014), efikasi diri atau ekspektasi adalah persepsi diri tentang seberapa bagus dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan bahwa seorang individu memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan dalam menilai diri berkenaan dengan kompetensi

individu untuk sukses dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Menurut Zimmerman (2000), self-efficacy dibedakan atas tiga dimensi yaitu: Level/magnitude, Generallity dan Strength.

(11)

yaitu: 1) analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil; 2) menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya dan 3) menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.

2. Strength, yaitu mengacu pada ketahanan dan keuletan individu dalam menyelesaikan masalah. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah akan terus bertahan dalam usahanya meskipun banyak kesulitan dan tantangan. Dengan efikasi diri, kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaan efikasi diri dan semakin besar ketekunan, maka semakin tinggi kemungkinan kegiatan yang dipilih dan dilakukan dengan berhasil. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang lemah dan ragu-ragu terhadap kemampuan diri, akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. Jadi yang dimaksud strength adalah taraf keyakinan siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya, dalam mengatasi masalah yang muncul dari penyelesaian tugas-tugasnya.

(12)

kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi. Jadi generality dapat dikatakan sebagai keyakinan siswa terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menggeneralisasikan tugas-tugasnya, berdasarkan tugas yang pernah dijalaninya. Menurut Bandura (Ormrod, 2008), orang lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses yaitu ketika mereka memiliki self-efficacy yang tinggi.

Adapun indikator dari self-efficacy pada penelitian ini yaitu :

1) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menghadapi tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

2) Minat siswa dalam mengerjakan tugas matematika.

3) Keyakinan siswa pada kemampuannya untuk bertahan dalam menyelesaikan masalah.

4) Keyakinan siswa terhadap usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan. 5) Keyakinan siswa terhadap kemampuannya menggunakan pengalaman

sebelumnya untuk menyelesaikan masalah.

6) Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan sikap positif.

4. Pembelajaran Langsung

(13)

Kardi (Al-Tabany, 2014), pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, praktik dan diskusi. Pengajaran langsung berpusat pada guru, dan menjamin adanya keterlibatan siswa. Guru menyampaikan materi secara terstruktur, mengarahkan kegiatan siswa, dan menguji ketrampilan siswa melalui latihan- latihan dengan dibimbing oleh guru.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran langsung yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana guru menyampaikan materi secara langsung kepada siswa dengan metode ceramah, tanya jawab maupun diskusi dan membimbing aktifitas siswa agar mampu memperoleh pemahaman yang benar dengan memberikan soal latihan.

Sintaks pembelajaran langsung menurut Majid (2013) diantaranya sebagai berikut:

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pembelajaran. b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan

Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar atau menyampaikan informasi tahap demi tahap dan sejelas mungkin dan mengikuti langkah- langkah demonstrasi yang efektif.

c. Membimbing pelatihan

(14)

siswa. Latihan terbimbing ini baik untuk menilai kemampuan siswa dalam melakukan tugasnya.

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti memberikan kuis dan umpan balik serta membuka diskusi untuk siswa. Guru memberikan review terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respons siswa yang benar dan mengulang ketrampilan jika diperlukan.

e. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru memberikan tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajari. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian terhadap penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung menurut Majid (2013) yaitu sebagai berikut:

Kelebihan

a. Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

b. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. c. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan

(15)

d. Menekankan kegiatan mendengarkan (ceramah) sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

e. Model pembelajaran langsung dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

f. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.

Sedangkan kekurangannya yaitu:

a. Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar atau ketertarikan siswa. b. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat aktif, sulit

bagi siswa untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan ketrampilan social dan interpersonal mereka.

c. Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi pembelajaran bergantung pada image guru.

5. Materi

Materi dalam penelitian ini adalah Materi Bangun Ruang Sisi Datar kelas VIII.

KD : 3.9 Membedakan dan menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas).

(16)

Indikator

3. 9. 1 Menemukan turunan rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas

3. 9. 2 Mengetahui rumus luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas 3. 9. 3 Mengetahui rumus volume kubus dan balok

3. 9. 4 Memahami proses dalam menemukan rumus volume prisma dan limas 4. 9. 1 Menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas

4. 9. 2 Menghitung volume kubus, balok, prisma, dan limas

4. 9. 3 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan luas permukaan kubus, balok, prisma, dan limas

4. 9. 4 Menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan volume kubus, balok, prisma, dan limas

B.Penelitian Relevan

(17)

berarti model Brain Based Learning dengan pendekatan saintifik berbantuan alat peraga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penerapan Brain Based Learning. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Brain Based Learning diduga mampu berdampak positif terhadap kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh Brain Based Learning terhadap kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy siswa.

C.Kerangka Pikir

Brain Based Learning yaitu pembelajaran yang diselaraskan dengan cara

kerja otak sebagai upaya pemberdayaan otak sehingga otak dapat belajar secara optimal. Brain Based Learning memiliki 7 (tujuh) tahap, yaitu meliputi tahapan berikut ini. Tahap pertama yaitu pra-pemaparan dimana tahap ini memberikan sebuah ulasan atau tinjauan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar dipelajari lebih jauh, bisa dilakukan dengan menyajikan peta konsep tentang materi yang akan dipelajari. Guru hanya baru menyampaikan topiknya saja. Tahap ini memberikan pemahaman kepada siswa tentang topik- topik apa saja yang akan dipelajari.

(18)

mengembangkan indikator koneksi matematis yang ketiga yaitu mengkoneksikan matematika dengan kehidupan sehari- hari.

Tahap ketiga yaitu inisiasi dan akuisisi merupakan tahap penciptaan koneksi sehingga membantu siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman awal. Guru membangun koneksi antara materi sebelumnya (pra-syarat) dengan materi yang sedang dipelajari. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang sedang disampaikan. Guru mulai menyampaikan konsep- konsep dari masing- masing topik. Siswa dibagi ke dalam kelompok diskusi. Siswa diberikan LKK untuk dikerjakan bersama kelompoknya. Soal- soal LKK minimal harus ada yang berkaitan dengan kehidupan sehari- hari. Tahap ini diduga dapat mengembangkan ketiga indikator koneksi matematis karena siswa telah mengetahui konsep-konsep dari masing-masing topik sehingga dapat mengkoneksikan antar topik, antar konsep, maupun dengan kehidupan sehari- hari.

(19)

Tahap kelima yaitu inkubasi dan memasukkan memori adalah tahap menekankan pentingnya waktu istirahat dan waktu mengulang kembali. Siswa membuat catatan sederhana (rangkuman) tentang materi yang baru dipelajari. Tahap keenam adalah verifikasi dan pengecekan keyakinan yaitu guru mengecek pemahaman siswa tentang materi yang baru dipelajari dengan memberikan soal kuis yang dikerjakan secara individu. Pada tahap ini dapat mengembangkan salah satu indikator koneksi tergantung soal kuis yang diberikan pada tiap pertemuan. Tahap ketujuh yaitu perayaan dan integrasi merupakan tahap menanamkan arti penting dari kecintaan terhadap belajar. Siswa dibimbing guru untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Siswa diberikan motivasi tentang pentingnya mempelajari materi bangun ruang. Guru mengakhiri pembelajaran dengan meminta siswa tos dengan teman kelompoknya dan memberikan hadiah kepada kelompok yang memperoleh skor LKK tertinggi.

Pada tahap- tahap penerapan Brain Based Learning diduga dapat mengembangkan semua indikator kemampuan koneksi matematis dan pada tahap inisiasi dan akuisisi, kemudian tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, siswa menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya sebagai materi pra-syarat untuk mempelajari materi yang sedang dibahas dan menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan persoalan secara individu sehingga Brain Based Learning diduga mampu mempengaruhi kemampuan koneksi matematis

(20)

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengambil hipotesis sebagai berikut:

1. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti Brain Based Learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung. 2. Self-efficacy siswa yang mengikuti Brain Based Learning lebih baik

Gambar

Tabel 2.1 Tahapan Brain Based Learning
Tabel 2.2 Langkah- langkah Brain Based Learning

Referensi

Dokumen terkait

Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan.di dalam ekosistem,tempat

Tanaman bintangur ( Calophyllum soulattri Burm.F.) digunakan secara tradisional oleh masyarakat Indonesia sebagai obat radang, obat keputihan, rematik, kudis, dan

Perlakuan media tanam dan interaksinya dengan tingkat naungan belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah mata tunas sampai umur 8 MST dan terhadap

ketika relay tidak mendapatkan sumber tegangan pada elektromagnetnya.Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa relay berfungsi dengan baik dan

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada penulis,

• Menggunakan, mengungkapkan, menyediakan data/informasi mengenai saya/kami yang diperoleh dan dikumpulkan oleh Manulife atau afiliasinya kepada pihak yang berkepentingan

Tujuan dilakukan pemeriksaan bukti pengeluaran yang dilakukan oleh praktikan adalah memastikan bahwa anggaran dana yang dikeluarkan untuk biaya tersebut masih tersedia dan

Dia mengatakan bahwa jika salat ‘ ied berketepatan dengan hari jum’at maka dia boleh untuk menjadi imam pada kedua salat itu pada hari yang sama, sementara untuk