NILAI-NILAI PERILAKU SOSIAL PADA AKTIVITAS JAMA’AH TAREKAT QODIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH
DI PONDOK PESANTREN NURUL ALI SEMPU, SECANG, MAGELANG TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Siti Zuliyanah NIM 111-13-033
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DANILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
NILAI-NILAI PERILAKU SOSIAL PADA AKTIVITAS JAMA’AH TAREKAT QODIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH
DI PONDOK PESANTREN NURUL ALI SEMPU, SECANG, MAGELANG TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Siti Zuliyanah NIM 111-13-033
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DANILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
NILAI-NILAI PERILAKU SOSIAL PADA AKTIVITAS JAMA’AH TAREKAT QODIRIYAH WA NAQSYABANDIYAH
DI PONDOK PESANTREN NURUL ALI SEMPU, SECANG, MAGELANG TAHUN 2017.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Siti Zuliyanah NIM 111-13-033
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
MOTTO
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ibunda Isronah dan ayahanda Ahmadi yang selalu bekerja keras untuk tercapainya cita-cita penulis, menyayangi,mendo‟akan dan selalu mendidik penulis dengan penuh kesabaran, juga untuk saudara penulis yang selalu memberikan dukunganya kepada penulis.
2. Mas Amda Khunil Lutfi Asyari yang selalu memberikan dukungan dan penyemangat untuk penulis.
3. Kakaku Nurul Islamiyah yang selalu memberikan dukungan dan seluruh keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa dan dukunganya.
4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini dengan sabar dan ikhlas. 5. Bapak ibu dosen yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan yang sangat
berharga untuk penulis.
6. Staf karyawan-karyawati IAIN Salatiga
7. Sahabat-sahabat penulis Alifatul Latifah, Dian Vera rahmawati, Inggi Putri Pradani yang selalu menemani langkah penulis untuk berjuang bersama selama studi, dan seluruh teman-teman PAI angkatan 2013 seperjuangan. 8. Keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Ali yang telah memberikan ijinya
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Rabb yang telah memberikan segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dana para pengikutnya yang menuntun kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terimkaksih kepada:
1. Bapak Dr. H Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar dan iklas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta meluangkan waktunya dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.
5. Segenap bapak ibu dosen yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan dan bantuan kepada penulis.
6. Ibunda Isronah, ayahanda Ahmadi yang senantiasa mendo‟akan, mengarahkan
dan mendukung baik secara material maupun spiritual dengan penuh keiklasan dan kasih sayang.
7. Mas Amda Khunil Lutfi Asyari dan saudariku Nurul Islamiyah serta semua keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
mengharap kritik juga saran yang bersifat membangun sehingga penulisan skripsi ini dapat mendekati kesempurnaan. Selanjutnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, bagi Nusa, Bangsa, Agama, khususnya untuk penulis. Amiiin.
Magelang, 7 September 2017 Penulis,
ABSTRAK
Siti Zuliyanah. 2017. Nilai-nilai Pendidikan Sosial Pada Jama’ah Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. Skripsi. fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga.Pembimbing: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag.
Kata Kunci: Tarekat, Nilai-nilai Perilaku Sosial
Tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat di Indonesia. Secara umum tarekat dipahami sebagai upaya secara kusus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui amalan-amalan tertentu. Sehingga tarekat kerap sekali diassosiasikan dengan upaya memperbaiki hubungan secara vertikal kepada Allah. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui adanya nilai-nilai perilaku sosial (secara horisontal) dalam aktivitas tarekat tersebut. Pokok masalah penelitian ini sebagai berikut: (1) Apa motivasi jama‟ah mengikuti tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang?. (2) Bagaimana deskriptif aktivitas jama‟ah tarekat qodiriyah wa naqsbandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. Adakah nilai-nilai perilaku sosial dalam kegiatan tersebut?.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka data dari penelitian ini diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan menggunakan trianggulasi sumber dan metode sebagai instrumen untuk mengecek validitas data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) motivasi jama‟ah mengikuti tarekat adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk menjaga dan membersihkan hati, dan untuk menuju jalan yang diridhai Allah SWT (2) aktivitas yang dilaksanakan dalam tarekat berupa: dzikir harian setelah shalat fardhu,
DAFTAR ISI
Sampul ... i
Halaman Berlogo ... ii
Halaman Judul ... iii
Persetujuan Pembimbing ... iv
Pengesahan Kelulusan ... v
Pernyataan Keaslian Tulisan ... vi
Motto ... vii
Persembahan ... viii
Kata Pengantar ... ix
Abstrak ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Sosial ... 11
B. Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah ... 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 32
B. Kehadiran Peneliti ... 33
C. Lokasi Penelitian ... 33
D. Sumber Data ... 34
E. Prosedur Penelitian ... 34
F. Analisa Data ... 37
G. Pengesahan Keabsahan Data ... 38
H. Tahap-tahap Penelitian ... 39
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Letak Geografis ... 41
B. Profil Pondok Pesantren Nurul Ali ... 41
C. Sejarah Pondok Pesantren Nurul Ali ... 42
D. Visi dan Misi Pondok Pesantren Nurul Ali ... 44
E. Susunan Pengurus Pondok Pesantren Nurul Ali ... 45
F. Daftar Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Nurul Ali ... 45
G. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nurul Ali ... 46
H. Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali ... 47
I. Silsilah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali ... 49
K. Gambaran Informan ... 56 L. Hasil Wawancara ... 56
M. Analisis ... 74 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 90 C. Penutup ... 90
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Daftar Nilai Skk
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang kehidupan manusia berubah menjadi kehidupan modern dengan banyaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun ahir-ahir ini tidak sedikit pula kesadaran seseorang dalam beragama
juga terasa meningkat. Sehingga tidak heran jika banyak majelis-majelis dzikir yang berkembang dimana-mana yang telah diikuti oleh masyarakat setempat,
salah satunya adalah jama‟ah dzikir tarekat.
Tarekat pada saat ini sudah menjadi sebuah organisasi yang telah melembaga di masyarakat setempat. Sebagian dari mereka yang mengikuti
tarekat ini adalah mereka yang merasa kurang puas pada ajaran agama yang selama ini diamalkan dan dilaksanakan, karena selama ini mereka
menjalankan ibadah seperti ibadah shalat hanya sebatas pada gerakan jasmani saja, dan tidak dapat merasakan kekhusukan dan manfaat dalam kehidupanya dan mereka merasa kurangnya pendidikan agama. Sehingga tidak heran jika
sekarang di kota maupun di desa muncul berbagai ragam tarekat yang diikuti oleh sebagian masyarakat. (Sila, 2007 : 7)
Tarekat merupakan jalan, petujuk dalam melakukan ibadat sesuai
dengan ajaran Nabi dan dikerjakan oleh sahabat, tabi‟in, turun temurun sampai
kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai. (Aceh, 1996 :
Tujuan dari ajaran tarekat sendiri adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya, dengan amalan-amalan khusus yang
diajarkan oleh guru kepada muridnya. Yang didalamnya termasuk berdzikir kepada Allah. Sebagaimana yang telah di firmankan Allah dalam surah
Al-Ahzab ayat 41-42, yaitu :
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang . (Q.S Al-Ahzab ayat 41-42)
Di Secang Magelang terdapat sebuah pesantren yang merupakan salah
satu pesantren Salaf dan Qur‟an yang santriwan santriwatinya berasal dari
berbagai kota atau desa yang berbondong-bondong nyantri dan belajar ilmu agama. Pesantren ini didirikan oleh simbah kyai Ismail Ali di Sempu. Yang
sampai sekarang diasuh oleh beliau sendiri K.H Ismail Ali. Di pesantren ini
juga terdapat sebuah organisasi jama‟ah tarekat yang dinamakan “Tarekat
Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN)” yang sudah diikuti ratusan jama‟ah dari
berbagai kalangan, baik yang berasal dari Jawa maupun luar Jawa. Dalam konteks ini, penulis tertarik pada komunitas jamaah tarekat yang terdapat di
pesantren ini, yaitu tarekat qodiriyah naqsyabandiyah.
Tarekat qodiriyah wa naqsyabandiyah adalah salah satu aliran dalam tasawuf yang subtansi ajaranya merupakan gabungan dari dua tarekat, yaitu
seorang maha guru tasawuf yang menjadi marja tasawuf di makkah mukarramah pada masanya, yaitu Syekh Ahmad Khatib As-Shambasi.
Qadiriyah adalah nama tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Sultan Al-Auliya Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Sementara naqsabandiyah
adalah tareqat yang dinisbahkan kepada pendirunya, yaitu Syekh Bahruddin An-Naqsyabandi. (Aceh, 1996 : 309)
Namun tarekat ini tidak hanya merupakan suatu organisasi keagamaan
dengan ajaran-ajaran agama tertentu yang diberikan guru kepada murid saja, mereka yang mengikuti dan mengamalkan tarekat ternyata mengalami
perubahan dalam kehidupanya baik yang berhubungan langsung kepada Allah dan yang berhubungan dengan orang lain. Memang kebanyakan orang akan menganggap organisasi tarekat adalah ajaran yang hanya menitik beratkan
pada hubungan manusia dengan Tuhanya saja, karena tujuan tarekat sendiri memang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Akan tetapi Amin Syukur (2004 :16) dalam bukunya menyatakan bahwa tasawuf memiliki beberapa ajaran yang berdimensi sosial, antara lain futuwwah dan itsar. Apabila Ibn al-Husain al-Sulami (1992) mengartikan
futuwwah (ksatria) dan fata (pemuda), maka untuk masa sekarang maknanya bisa dikembangkan menjadi seorang yang ideal, mulia dan sempurna. Atau
bisa juga diaartikan sebagai orang yang ramah tamah dan dermawan, tabah terhadap cobaan, meringankan kesulitan orang lain, pantang menyerah, iklas karena Allah SWT dan tanggung jawab. Adapun arti al Itsar, yaitu lebih
Kehidupan sosial sendiri sangat penting, karena memang manusia adalah makhluk Allah yang mempunyai dua dimensi. Yaitu dimensi rohani
dan dimensi jasmani. Untuk itu manusia harus menjalin dua hubungan, yang pertama hubungan antara manusia dengan Allah dan yang kedua hubungan
manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Ibadah dalam Islam pun bukan saja bersifat keimanan, ritual yang hanya melahirkan keshalihan individu, melainkan juga bersifat sosial yang dapat melahirkan keshalihan
sosial. (Syukur 2004 : 69-70)
Mengacu pada bukunya Amin Syukur (2004 : 85) juga menyatakan
bahwa kehadiran islam di dunia ini terkandung maksud untuk mengubah masyarakat dari berbagai kegelapan dengan cahaya yang dibawa islam. Perubahan-perubahan yang ada tentunya dimulai dengan perubahan
individual. Perubahan individual dimulai dari perubahan peningkatan dimensi intelektual, kemudian dimensi ideologial (berpangkal pada tauhid), kemudian
dimensi ritual yang bermuara pada dimensi sosial.
Berdasarkan gambaran dari latar belakang masalah diatas, maka penulis mempunyai keinginan lebih dalam dan melakukan penelitian dengan
mengangkat judul “NILAI-NILAI PERILAKU SOSIAL PADA
AKTIVITAS JAMA’AH TAREKAT QODIRIYAH WA
B. Rumusan masalah.
Setelah memperhatikan latar belakang yang tertulis diatas, maka dapat
di ambil beberapa pertanyaan, sebagai berikut :
1. Apa motivasi jama‟ah mengikuti tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah di
Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang?
2. Bagaimana deskripsi aktivitas jama‟ah tarekat qodiriyah wa naqsbandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. Adakah
nilai-nilai perilaku sosial dalam kegiatan tersebut? C. Tujuan penelitian.
Tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui motivasi jama‟ah mengikuti tarekat qodiriyah wa
naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. 2. Untuk mengetahui deskripsi aktivitas jama‟ah tarekat qodiriyah wa
naqsbandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. Dan nilai-nilai perilaku sosial dalam kegiatan tersebut.
D. kegunaan penelitian. 1. Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
2. Manfaat praktis. a. Bagi pembaca :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan, petunjuk, maupun acuan bahan pertimbangan yang cukup
berarti bagi peneliti yang lain. b. Bagi peneliti :
Sebagai penerapan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh
serta untuk menambah pengalaman dan wawasan baik dalam bidang penelitian lapangan maupun penulisan terakait.
E. Penegasan istilah.
Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman dan untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan penelitian perlu penulis menjelaskan
beberapa istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, yaitu ; a. Nilai-nilai Perilaku Sosial
Nilai adalah kumpulan dari ukuran-ukuran, orientasi, dan teladan luhur yang selaras dengan akidah yang diyakini dan tidak bertentangan dengan perilaku masyarakat. (Murshafi, 2009: 96). Sedangkan Sosial berasal dari
kata socius yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama-sama. Sedangkan dalam kamus
psikologi, sosial berarti hubungan seorang individu dengan yang lainya dari jenis yang sama atau pada sejumlah individu yang membentuk lebih banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang terorganisir juga
lainya. (Drever, 1986 : 447). Perilaku sosial adalah cara berbuat atau menjalankan sesuatu sesuai dengan sifat yang layak bagi manusia.
(Poerdaminta, 1976: 553). Jadi perilaku sosial dapat diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam berinteraksi
dengan masyarakat yang sifatnya berulang-ulang terhadap objek sosial. b. Jama‟ah tareqat qodiriyah naqsabandiyah .
Secara bahasa jama‟ah adalah berkumpul, sedangkan menurut
istilah jama‟ah adalah pelaksanaan ibadah secara bersama-sama yang
dipimpin oleh seorang imam.
Tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh
sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai kepada guru-guru. Sambung
menyambung dan rantai merantai. (Aceh, 1996 : 67).
Tarekat qodiriyah adalah salah satu nama tarekat yang didirikan
didirikan oleh Sayyid Muhyiddin “Abdul Qadir Jilani” atau Syekh Abdul
Qadir Al-Jaelani. Dalam tarekat ini mempunyai dzikir-dzikir dan wirid tertentu. Sedangkan tarekat naqsabandiyah adalah tarekat yang didirikan
oleh Muhammad Baha‟uddin Al-Uwaisi Al-Bukhari. Dalam tareqat ini
juga mempunyai dzikir-dzikir dan wirid tersendiri. (Aceh, 1996 : 319).
Jadi jama‟ah tarekat qodiriyah naqsabandiyah adalah kelompok
Berdasarkan uraian diatas, maka nilai-nilai pendidikan sosial yang
penulis maksudkan adalah secara umum jama‟ah tarekat biasanya hanya
terkait intensitas kedekatanya dengan Allah secara vertikal, namun sebenarnya memiliki implikasi secara horisontal, berupa pendidikan sosial.
Pendidikan sosial menurut Murshafi (2009:31) adalah proses menjadikan seseorang dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kemudian secara operasional jika mengacu pada tulisan Amin
Syukur (2994: 16), bahwa pendidikan sosial dapat meliputi futuwwah dan itsar. Ibn al-Husain al-Sulami yang mengartikan futuwwah (ksatria) dan
fata (pemuda), dan untuk masa sekarang maknanya bisa dikembangkan menjadi seorang yang ideal, mulia dan sempurna. Atau bisa juga diaartikan sebagai orang yang ramah tamah dan dermawan, tabah terhadap
cobaan, meringankan kesulitan orang lain, pantang menyerah, iklas karena Allah SWT dan tanggung jawab. Adapun arti al Itsar, yaitu lebih
mementingkan orang lain dari pada diri sendiri.
Secara keseluruhan penulis meneliti nilai-nilai pendidikan sosial pada aktivitas jamaah tarekat qodiriyah wa naqsyabandiyah di pondok
pesantren Nurul Ali, Secang, Magelang. F. Sistematika penulisan.
Penelitian ini disajikan dalam hal yang semenarik mungkin dan diurutkan dalam sistematika penulisan. Dalam penyusunan nila-nilai pendidikan sosial pada aktivitas jamaah tarekat qodariyah wa naqsyabandiyah
Adapun sistematika penulisan ini dibagi dalam tiga bagian utama. Yakni bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Untuk lebih rincinya, dapat
dijelaskan sebagai berikut : bagian awal yang berisi halaman sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,pernyataan
keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
Bagian utama (inti) terdiri dari lima bab dan masing-masing bab
terbagi galam beberapa sub bab :
BAB I: Merupakan pendahuluan yang berisi latar belaang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
BAB II: Berisi tentang kajian pustaka yang mencakup tentang teori-teori
mengenai pengertian perilaku sosial sosial dan bentuk-bentuknya, pengertian tarekat, tujuan tarekat, amalan dan ritual tarekat,
macam-macam tarekat, dan kaitan ibadah dengan nilai sosial. BAB III: Berisi tentang metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis
penelitian, kehadiran peneliti, lokasi peneliti, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisa data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Berisi tentang temuan data dan analisis yang meliputi: letak geogravis Pondok, Proifil Pondok Pesantren, visi dan misi, susunan pengurus, daftar ustadz dan ustadzah, sarana prasarana, tarekat
tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali, aktivitas-akrtivitas tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah di Pondok
Pesantren Nurul Ali, gambaran Informan, hasil wawancara, analisis. BAB V: Berisi bab akhir sebagai penutup dalam penulisan penelitian ini,
BAB II
LANDASAN TEORI A. Perilaku Sosial
1. Konsep perilaku Sosial
Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. (Depdiknas, 2007: 859). Perilaku menurut pendapat Poerdaminta adalah melakukan suatu langkah atau
tindakan. (Poerdaminta, 2006: 1141,)
Sosial berasal dari bahasa Yunani, yaitu socius yang artinya teman
atau kawan, dalam arti luas sosial juga sering diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau kemasyarakatan. (Sinaga, 1998)
Sosial juga diartikan segala sesuatu mengenai masyarakat, kemasyarakatan, suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong,
dan sebagainya. (Adi, 2001: 438)
Sedangkan pengertian lain diberikan oleh Depdiknas (2007: 984) mengartikan sosial artinya berkenaan dengan masyrakat: perlu adanya
komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan, suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb).
Perilaku sosial adalah cara berbuat atau menjalankan sesuatu sesuai dengan sifat yang layak bagi manusia. (Poerdaminta, 1976: 553). Perilaku social juga diartikan sebagai aktivitas fisik atau psikis seorang terhadap
tuntunan social (Hurlock, 1999: 462). Jadi perilaku sosial adalah perbuatan dan tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam berinteraksi dengan orang
lain dalam masyarakat yang sesuai dengan tatanan yang ada. 2. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial
Berbagai bentuk-bentuk dari aspek sosial pada seseorang pada dasarnya merupakan sikap atau karakter pribadi seseorang yang dapat terlihat ketika seseorang berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang
lain, diantaranya : a. Ramah Tamah
Seorang muslim yang benar-benar memahami ajaran islam memiliki sifat ramah dan kasih sayang, karena memahami bahwa ramah kepada sesama manusia di muka bumi akan mendatangkan
kasih sayang di akhirat yang akan dianugerahkan kepada mereka. Seorang muslim sejati tidak membatasi keramahanya hanya kepada
keluarganya, anaknya, saudaranya, atau teman-temanya, namun keramahanya itu melebar kepada seluruh manusia. Ini sesuai ajaran Nabi SAW yang mencakup seluruh manusia dan menjadikan
keramahan sebagai bagian dari keimanan. (Ali, 2003 : 266-267)
Sebagaimana diriwaatkan Abu Musa al Asy‟ari dari Nabi
SAW:Kamu tidak akan memiliki iman yang sempurna sampai kamu
bersikap kasih sayang kepada orang lain. Mereka bertanya, “Wahai
“Bukan kasih sayang kepada sesama temanmu, tetapi kasih sayang
kepada semua orang dan kepada bangsa pada umumnya.”
b. Dermawan
Kedermawanan atau kepemurahan merupakan salah satu karakter utama (akhlak mahmudah) yang senantiasa perlu dimiliki,
ditumbuhkan, dan dikembangkan oleh setiap pribadi muslim yang mengharapkan kesuksesan dalam kehidupanya. Kedermawanan
akan mengundang cinta dan kasih sayang dari Allah SWT dan dari sesama manusia. Sebaliknya, kebakhilan dan hanya mementingkan diri sendiri hanya akan mengundang kemurkaan dari Allah SWT
dan dari sesama manusia. (Anggota IKAPI DKI Jakarta, 2006 : 41-42)
Dalam sebuah hadits riwayat imam Tirmidzi, rasulullah
bersabda, “Kepemurahan atau kedermawanan akan mendekatkan
diri kepada Allah SWT, kepada sesama manusia, dan kepada
surga-Nya, serta akan menjauhkan dari siksa dan azab-Nya. Sedangkan kebakhilan dan kekikiran akan menjauhkan seorang
muslim dari Allah SWT, dari sesama manusia, dan dari surgan-Nya. Juga (kebakhilan) akan mendekatkan pada siksa dan azab-Nya. Orang bodoh yang pemurah jauh lebih baik dalam pandangan
c. Sabar
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Kahfi ayat 28, yaitu :
“Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melewati
batas” (Q.S al-Kahfi : 28).
Dalam buku Seratus cerita Tentang akhlak (Anggota IKAPI
DKI Jakarta, 2006: 165-166) menuliskan bahwa Sabar adalah suatu energi dan kekuatan yang harus selalu melekat pada setiap pribadi muslim, dengan kesabaran yang tinggi, seseorang pasti akan selalu
tabah dan ulet dalam mengarungi bahtera kehidupan yang kadangkala diatas dan kadangkala dibawah. Kesabaran yang harus selalu
dipertahankan, sebagaimana tersebut dalam surat Al-Kahfi ayat 28 adalah kesabaran ketika ber-ukhwah dan berjama‟ah antara sesama
Ternyata membangun ukhuwah itu banyak sekali tan-tanganya. Kadangkala berasal dari faktor internal dan kadangkala berasal dari
faktor eksternal. Tidak jarang kita melihat antar sesama orang islam saling menfitnah, saling menjegal, dan saling menggunjing. Ukhuwah
islamiyah adalah sesuatau yang sangat mahal dan sangat berat mengaplikasikanya tetapi sangat tinggi dan mulia nilainya dihadapan Allah SWT.
d. Tolong Menolong atau meringankan kesulitan orang lain
Tolong menolong termasuk persoalan-persoalan yang penting
dilaksanakan oleh seluruh umat manusia secara bergantian, sebab tidak mungkin seorang manusia itu akan dapat hidup sendiri-sendiri tanpa menggunakan cara pertukaran kepentingan dan kemanfaatan. Antara
seorang dengan orang lain tentu saling hajat-menghajatkan, butuh-membutuhkan, dan tolong-menolong. (Al Ghalyani, 1976 : 223)
e. Mementingkan orang lain dari pada diri sendiri
Seorang muslim sejati lebih mengutamakan orang lain dari pada dirinya sendiri, meskipun dia miskin, karena islam mengajarkan
kepada para pengikutnya untuk melakukn hal demikian. Altruisme (sikap mengutamakan kepentingan orang lain) ini merupakan
karakteristik dasar seorang muslim sejati, yang membedakan dirinya sendiri dengan orang lain. Kaum anshor merupakan pahlawan-pahlawan generasi pertama dalam hal altruisme sepeninggal Nabi
memberikan pujian kepada keunikan mereka dalam hal tidak mementingkan diri sendiri, yang tertap menjadi teladan yang istimewa
sepanjang waktu bagi humanistis mengenai betapa kedermawanan dan altruisme harus dilakukan. (Muhammad Ali, 2003: 417-418)
Sebagaiman dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al-Hasyr
“Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”. (q.s Al-Hasy ayat 9)
B. Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah 1. Konsep tarekat
Tarekat berasal dari bahasa arab thariqoh yang berarti al-khat fi
syar‟i (garis sesuatu), al-sirah (jalan). Al-sabil (jalan). Kata ini juga
bermakna al-hal (keadaan) seperti terdapat dalam kalimat huwa‟ala
thariqah hasanah watharawiyah sayyi‟ah (berada dalam keadaan/ jalan
menjadi tarika yang berarti road (jalan raya), way (cara, jalan), dan path (jalan setapak). Tarekat juga berarti melakukan olah batin, latihan-latihan
(riyadah), dan perjuangan yang sungguh-sungguh (mujahadah) di bidang kerohanian. Mengikuti tarekat juga berarti membersihkan diri dari sifat
mengagumi diri sendiri, sombong, ingin dipuji orang lain, cinta dunia, dan sejenisnya. Tarekat harus ikhlas, rendah hati, berserah diri dan rela hati. (Jamil, 2005: 47)
Dalam bukunya Sihab (2001 : 171) menyatakan, tarekat berasal dari bahasa arab al thoriq yang berati jalan yang ditempuh dengan jalan
kaki. Dari pengertian ini kemudian kata tersebut digunakan dalam konotasi makna cara seseorang melakukan perkerjaan, baik terpuji maupun tercela. Dan diterangkan lebih lanjut menurut istilah tasawuf, tarekat ialah
perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menju Allah SWT perjalanan yang mengikuti jalur yang ada melalui tahap seluk beluknya.
(Sihab, 2001 : 171)
Jika mengacu pada Abu Bakar Aceh (1996 : 67) menjelaskan arti tarekat adalah petunjuk, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkn oleh Nabi dan dikerjakan
oleh sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai kepada guru-guru,
sampung menyambung dan rantai berantai. Guru-guru yang memberikan petunjuk dan pimpinan ini disebut Mursyid yang mengajarkan dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya pula
Sedangkan tareqat qadariyah wa naqsabandiyah merupakan gabungan dari dua tarekat, yaitu tarekat qodariyah dan tarekat
naqsabandiyah. Tarekat qodariyah adalah tarekat yang didirikan oleh
Sayyid Muhyiddin “Abdul Qadir Jilani” atau Syekh Abdul Qadir Al
-Jaelani. Dalam tareqat ini mempunyai dzikir-dzikir dan wirid tertentu. Sedangkan tareqat naqsabandiyah ini adalah tarekat yang didirikan oleh
Muhammad Baha‟uddin Al-Uwaisi Al-Bukhari. Dalam tareqat ini juga
mempunyai dzikir-dzikir dan wirid tersendiri. (Aceh, 1996 : 319).
Tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah adalah nama sebuah tarekat
yang merupakan penggabungan dari tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Ghaffar as Sambasi. Berasal dari Klaimantan Barat, tetapi menetap dan menetap di Mekkah.
(Bruneissen: 1995: 89-90)
2. Tujuan Tarekat qodariyah wa naqsabandiyah
Dalam bukunya Abu Bakar Aceh (1996 : 71) Syekh Najmuddin Al-Kubra, sebagai tersebut dalam kitab “Jami’ul Auliya” (Mesir, 1331 Masehi) mengatakan, syariat itu merupakan uraian, tarekat itu merupakan
pelaksanaan, hakikat itu merupakan keadaan, dan makrifat itu merupakan tujuan pokok, yakni pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya. Diberinya
teladan seperti bersuci taharah pada syariat dengan air atau tanah, pada hakikat bersih dari hawa nafsu, pada hakikat bersih hati dari selain Allah, semuanya itu untuk mencapai makrifat terhadap Allah. Oleh karna itu
syari‟at saja. Ia memperbandingkan syari‟at itu dengan sampan, tarekat itu
lautan, hakikatr itu mutiara, orang tidak dapat mencapai mutiara dengan
tidak melalui kapal dan laut.
Seoramg ahli tarekat menerangkan, bahwa sebenarnya tarekat itu
tidak terbatas banyaknya, karena tarekat atau jalan kepada tuhan itu sebanyak jiwa hamba Allah. Pokok ajaranya tidak terbilang pula, karena ada yang melalui jalan zikir, jalan murraqobah, jalan ketenangan hati, jalan
pelaksanaan segala ibadah, seperti sembahyang, puasa, haji, jihad, jalan melalui kekayaan, seperti mengeluarkan zakat, dan membiayai amal
kebajikan, jalan membersihkan jiwa, dari kebimbangan dunia akan
ketama‟an hawa nafsu, seperti khalawat, dan mengurangi tidur,
mengurangi makan minum, semua itu tidak dapat dicapai dengan
meninggalkan syari‟at dan sunnah Nabi. Dalam hal ini Al-Junaid
memperingatkan : “ semua tarekat itu tidak berfaedah bagi hamba Allah
jika tidak menurut sunnah Rasulnya”. (Aceh, 1996 :72)
Tujuan tarekat qodiriyah naqsabandiyah yang berkembang di indonesia adalah gabungan dari dua tarekat yang diamalkan
bersama-sama. Tujuan tareqat qodiriyah naqsabandiyah sama dalam tujuan islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera
1) Taqarub ilallah.
Taqarub Ilallah ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah, yang mana dalam hal ini dapat dikatakan tak ada
sesuatupun yang menjadi tirai penghalang antara abib dengan ma‟bud, dan antara khalik dengan makhluk.
2) Menuju jalan mardhatillah.
Ialah menuju jalan yang diridhakan oleh Allah, baik dalam ubudiyah maupun diluar ubudiyah. Alhasil dalam segala gerak gerik
manusia harus mengikuti atau mentaati perintah-perintah Tuhan dan menjauhi atau meninggalkan segala larangan-laranga-Nya. Hasil dari semua itu, diantaranya: budi pakerti menjadi baik, akhlak pun menjadi
baik dan segala ihwalnya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan, maupun yang berhubungan dengan manusia dan
makhluk Allah, yang insyaallah tidak akan terlepas dari keridhaan Allah SWT.
3) Kemakrifatan (al-makrifat)
Makrifat ialah melihat Tuhan dengan mata hati, yang menjadi tujuan pokok, yaitu pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya.
4) Kecintaan (Mahabbah) terhadap Allah.
Yaitu “Dzat laisa kamislihi syaiun” yang mana dalam
mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau
adalah: membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak zahir maupun batin. Dan dalam keadilan, yakni dapat menetapkan sesuatu
pada tempatnya dangan sebenar-sebenarnya. Peranan dari mahabbah juga dapat mendatangkan belas kasihan kepada sesama makhluk,
diantaranya cinta pada nusa dan bangsa serta agama.
Tarekat qadiriyah wa naqsabandiyah adalah salah satu jalan untuk membukakan diri agar tercapai arah dan tujuan yang tersebut
diatas tadi. Dan untuk mendapat ridha Allah, manusia harus komitmen terhadap ajaran Allah yang landasanya adalah tauhidullah. Apapun
aktifitas kehidupan manusia, semua harus berawal dari tauhidullah, yaitu berjalan pada jalan yang dikehendaki oleh Allah dan berahir menuju ridha Allah.
Indikator manusia yang mendapat ridha Allah adalah ia diberi
kemampuan oleh Allah untuk ma‟rifat kepada Allah, mulai dari
ma‟rifat sifat (mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah), ma‟rifat af‟al
(mengenal Allah melalui perbuatan Allah), dan sampai kepada ma‟rifat zat (mengenal Allah melalui zat Allah).
Indikator kedua orang yang mendapat ridha dari Allah ialah, ia mencintai Allah (Mahabbah Ilallah). Ciri-ciri orang yang mahabbah
3. Amalan dan ritual Tarekat qodiriyah naqsabandiyah
Tarekat qodiriyah naqsabandiyah sebagai sebuah aliran dalam tasawuf mempunyai amaliah yang khusus yang tentu tidak akan sama
dengan amaliah tarekat lain. Kalaupun ada kesamaan kemungkinan dalam beberapa hal saja, karena memang sumber ajaranya dari Rasulullah. Amaliah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang
telah menyatakan diri melalui “talqin” sebagai murid dan ikhwan dari guru
atau mursyid dalam komunitas tarekat tersebut. Amaliah tersebut
merupakan amalan yang sangat penting yang harus dilakukan oleh murid setelah melakukan amaliah syar‟iyah yaitu salat fardhu. (Alba, 2012: 98)
Dalam bukunya Jamil (2005 : 64-68) ada beberapa ritual dan
seremonial yang harus dilakukan seseorang apabila ingin memasuki tarekat. Dalam tarekatlangkah-lagkah itu merupakan bagian dari disiplin
dalam olah rohani, yaitu: a. Baiat
Tahap-tahap (maqam dan hal) yang dilalui oleh para salik
merupakan suatu perjalanan yang tidak mudah. Pada tahap permulaan seorang yang ingin memasuki dunia tarekat harus melakukan baiat
yang tidak lain adalah sumpah atau pernyataan kesetiaan yang diucapkan oleh seorang murid kepada guru mursyid sebagai simbol penyucian serta keabsahan seseorang mengamalkan ilmu tarekat. Jadi
orang yang ingin mengamalkan tarekat. Oleh karenanya, dalam upacara baiat ini selain diucapakan sumpah juga diajarkan kewajiban
seorang murid untuk mentaatiguru yang telah membaiatnya. Dengan terbaiat, maka seseorang memperoleh status keanggotaanya secara
formal, membangun ikatan spiritual dengan mursyidnya, dan membangun persaudaraan mistis dengan anggota lainya.
Dalam upacara baiat juga diajarkan zikir yang harus dilakukan
oleh seorang murid dalam sehari semalam. Zikir yang dilakukan oleh penganut tarekat tidak lain dimaksudkan untuk mengenadalikan nafsu
tercela (madzmumah) dan menumbuhkembangkan nafsu terpuji (mahmudah). Ada tiga jenis zikir yang dilakukan pengamal tarekat.
Pertama, zikir nafi isbat, yang dilakukan dengan mengucap “laa ilaha
illallah”, kedua zikir ismu zat dengan mengucap “Allah”, ketiga zikir
hifz al-anfus yang dilakukan dengan mengucapakan “hu Allah”.
pelaksanaan zikir itu masing-masing tarekat bervariasi baik dari segi jumlah maupun urutan zikirnya. (Jamil, 2005 :64-65)
b. Dzikir
Tarekat menetralisasikan dirinya dalam dzikir yang praktik regulernya mengantarkan sang arif yang ditakdirkan menuju keadaan
ketenggelaman (Istiqhraq) dalam Tuhan. Oleh sebab itu, dzikir membentuk kerangka tarekat. Walaupun terdapat rumusan dzikir yang beraneka ragam, dzikir secara umum dapat diartikan sebagai upaya
(Subhanallah, Allhamdulilla, Laa Illaha Illallah Dan Allahu Akbar). Dzikir dalam tarekat, dilakukan dalam waktu tertentu dan dengan
teknik tertentu pula.
Dalam bukunya Cecep (2012 : 99) menyatakan bahwa dzikir
yang dimaksudkan dalam tarekat qodariyah wa nasabandiyah adalah
dzikir bil khas. Dzikir bimakna khas adalah “hudurul qalbi
ma’maa’mallah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Dzikir dalam arti
khusus ini terbagi menjadi dua, yakni dzikir jahr dan dzikir khafi.
Dzikir jahr adalah melafalkan kalimat tayibah yakni “Laa illaha
illallah” sedangkan dzikir khafi adalah ingat kepada Allah dengan
dzikir isbat saja, yaitu mengingat nama “Allah” secara sirr di dalam
hati dengan cara-cara yang diterangkan dalam baiat.
4. Ajaran Tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah
Sebagaimana yang tertulis dalam bukunya Cecep Alba, disebutkan
ada empat tujuan dari tarekat qodariyah wa naqsabandiyah, yaitu: pertama; Taqarub Ilallah ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah, kedua; Menuju jalan mardhatillah Ialah menuju jalan yang
diridhakan oleh Allah, ketiga; Makrifat ialah melihat Tuhan dengan mata hati, dan ke empat; Kecintaan (mahabbah) terhadap Allah. (Alba, 2012 :
96).
Tarekat berupaya untuk mengendalikan nafsu tercela salah satunya adalah dengan selalu mengingat Allah SWT setiap saat. Sehingga dengan
terpuji. Namun demikian untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah harus menempuh perjalanan panjang.
Secara garis besar metode dan fase-fase yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tersebut adalah :
1) Takhali, yakni mengosongkan atau membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela. (Aceh, 1996 : 183)
2) Tahalli, yakni menghiasi atau mengisi diri dengan sifat-sifat yang
terpuji. (Aceh, 1996 : 193)
3) Tajalli, yakni merasakan akan rasa ketuhanan. Setelah seseorang
menempuh dua jalan takhalli dan tahalli, maka nur atau cahaya illahiyah akan masuk dalam dirinya.(Aceh, 1996 : 200)
5. Macam-macam Tarekat
Dalam bukunya Abu Bakar (1998:301-392) menyatakan bahwa Tarekat-tarekat itu banyak sekali, ada tarekat yang merupakan tarekat
indukm diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawuf „aqidah‟, dan ada juga tarekat yang merupakan perpecahan daripada tarekat induk. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di Indonesia telah ada badanyang khusus menumpahkan
perhatianya kepada tarekat-tarekat, yang sudah diselidiki kebenaranya
yang dinamakan tarekat mu‟tabarah. Seorang tokoh tarekat terpemuka Dr.
Syekh H. Jalaludin, telah banyak menulis tentang tarekat-tarekat, terutama tentang tarekat qodariyah wa naqsabandiyah. Ia menerangkan, bahwa
diantara tarekat yang mu‟tabar, yaitu: tarekat qodariyah, tarekat
tarekat dasukiyyah, tarekat akbariyah, tarekat maulawiyyah, tarekat qurabiyyah, tarekat suhrawardiyyah, tarekat khalwatyyah, tarekat
jalutiyyah, bakdasiyyah, tarekat ghazaliyyah, tarekat rumiyyah, tarekat
jastiyyah, tarekat sya‟baniyyah, tarekat alawiyyah,tarekat usyaqiyyah,
tarekat bakhriyyah, tarekat umariyyah, tarekat usmaniyyah, tarekat aliyyah, tarekat abbasiyyah, tarekat hadadiyyah, tarekat maghribiyyah, tarekat ghaibiyyah, tarekat hadiriyyah, tarekat sattariyyah, tarekat
bayumiyyah, tarekat aidrusiyyah, tarekat sanbliyyah, tarekat malawiyyah, tarekat anfasiyyah, tarekat sammaniyah, tarekat sanusiyyah, tarekat
idrisiyyah, tarekat badawiyyah. C. Kaitan Ibadah dan Nilai Sosial
Dalam islam ibadah selalu dikaitkan dengan dimensi sosial. Perhatian
islam terhadap masalah sosial dapat dilihat dari berbagai ibadah yang dilaksanakan orang islam, diantaranya adalah pelaksanaan ibadah shalat.
Shalat selalu diawali dengan takbiratul Ihram dan selalu diakhiri dengan salam. Takbiratul Ihramberarti mengagungkan Dzat pencipta alam semesta (vertikal) dan salam berarti mengajak kepada semua muslim untuk
menyebarkan kesejahteraan sosial (horisintal). Memang keimanan ibadah dalam islam itu mengarah pada terwujudnya masyarakat yang baik dan
sejahtera. Perhatian islam terhadap masalah kesejahteraan sosial dapat dicermati pula dari dua alasan. Pertama, ayat-ayat Al-qur‟an yang berkaitan dengan masalah sosial jauh lebih banyak dibanding dengan ibadah. Kedua,
ibadah sosial tidak dapat diganti dengan ibadah khusus. (Syukur, 2004: 70-71).
Misalkan pada saat bulan ramadhan diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan jauh dibolehkan tidak berpuasa namun diwajibkan baginya
mengganti puasasebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Tetapi bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa wajib membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Sedangkan dalam
melaksanakan ibadah sosial, seperti ada tetangga yang sakit dan seseorang tidak tidak menjenguk tetangga yang sakit tidak dapat digantikan dengan
ibadah khusus seperti sholat atau puasa.
Dalam Al-Qur‟an hal tersebut dijelaskan dalam ayat-ayat, diantaranya sebagai berikut:
Q.S Al-baqarah ayat 183-184, yaitu:
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui (184)”.
Dalam Q.S al-baqarah ayat 184 dijelaskan bahwa puasa yang diwajibkan itu ada beberapa hari yaitu pada bulan ramadhan. Nabi Muhammad semenjak turunya perintah puasa sampai wafat selalu
berpuasa di bulan ramadhan. Sekalipun Allah telah mewajibkan puasa di bulan ramadhan kepada semua orang yang beriman. Namun Allah Yang
Maha Bijaksana memberikan keringanan kepada orang-orang yang sakit dan musafir untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan dan menggantinya pada hari-hari lain diluar bulan tersebut. Dan bagi orang-orang yang berat
menjalankan bulan puasa tersebut boleh menggantinya dengan fidyah,
yaitu memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
Mengenai ibadah dalam agama sering dihubungkan dengan dimensi horisontal, misalnya kata shalat diikuti dengan perintah zakat, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah ayat 43, yaitu :
“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44]”.
menjadi bersih dan khusu‟ dan dengan mengeluarkn zakat, penyakit bakhil
menjadi hilang dan timbul hubungan batin yang baik dengan masyarakat,
terutama orang-orang fakir miskin. (Maksal, 2010 : 52).
Pada ayat yang lain kata shalat juga dihubungkan dengan
berkurban. Sebagaimana dalam Q.S Al-Kautsar ayat 1-3 berikut :
“Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”.(Al-Kautsar Ayat 1-3)
Pada surat Al-Kautsar menerangkan tentang curahan nikmat Allah
SWT yang sangat banyak sehingga manusia diperintahkan melakukan ibadah shalat dan menyembelih kurban sebagai tanda syukur kepada-Nya. pada ayat ini Allah menyerukan agar kita melaksanakan ibadah kurban dan
mensedekahkanya sebagai tanda rasa syukur terhadap nikmat yang kita terima agar kita terhindar dari sifat kufur terhadap nikmat Allah.
Al-Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusuk” (Q.S Al-baqarah ayat 45)
Makna mintalah pertolongan kepada Allah dengan jalan tabah dan
sabar mengahadapi segala tantangan serta dengan melaksanakan shalat. bisa juga bermakna, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kamu, dalam arti jadikanlah ketabahan menghadapi segala tantangan bersama
dengan shalat, yakni do‟a dan memohon pertolongan kepada Allah adalah
sarana untuk meraih segala kebajikan. (Shihab, 2000: 177).
Sebuah kesabaran harus dimiliki pada seseorang apalagi ketika menghadapi cobaan dari Allah, asalkan manusia bersedia meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sebagaiman ayat
diatas, karena Allah akan selalu bersama orang-orang yang sabar.
Dari paparan tersebut diatas jelaslah di Islam persoalan-persoalan
ibadah memiliki kaitan dengan sosial atau memiliki masalah-masalah dengan sosial. Misal pertama, pada ibadah puasa yang dikaitkan dengan dimensi sosial, yaitu dengan memberi keringanan pada orang-orang yang
mempunyai halangan dalam melaksanakan ibadah puasa dengan membayar fidyah, kedua, dalam Q.S Al-Baqarah ayat 43, dalam ayat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan jenis penelitian.
Penelitian memerlukan suatu cara pendekatan yang tepat untuk mendapatkan hasil yang akurat untuk itu diperlukan adanya suatu metode penelitian. Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang
permasalahan yang dikaji penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu dengan melibatkan pengumpulan data untuk menguji hipotesis yang
berkaitan dengan status dan kondisi objek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian. Penelitian deskriptif berusaha mendiskripsikan dan menginter-prestasikan apa yang ada mengenai kondisi atau hubungan yang ada.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. (Moleong. 2004:4)
Penelitian kualitatif yang bermaksud untuk memahami tentang fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi,tindakan, dan lain-lain dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks kusus yang alamiah dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. (Moleong, 2008: 6)
mengkaji permasalahan secara lansung melibatkan diri pada penelitian dan menkaji buku-buku yang berhubungan denan permasalahan tersebut.
B. Kehadiran peneliti.
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti mutlak diperlukan, karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kualitatif dalam pengumpulan data dilakukan sendiri
oleh peneliti. Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan/ berperanserta, artinya dalam proses pengumpulan data
peneiliti mengadakan pengamatan dan mendengarkan dengan secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya. (Moleong, 2012 : 117)
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sebagai tahap penelitian awal, peneliti melakukan melakukan penelitian langsung di Pondok Pesantren Nurul
Ali Sempu, Secang, Magelang. C. Lokasi peneliti.
Penelitian ini dilakukan mengambil lokasi di Pondok Pesantren Nurul
Ali yang terletak di Dusun Sempu, Desa Ngadirojo, kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Kira-kira 10,3 KM dari kota Magelang menuju arah ke
D. Sumber data.
Sumber data dalam penelitian ini, data dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
a. Data primer.
Sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti. (Tanzeh, 2009: 55). Yaitu, informan dari jama‟ah tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu Secang Magelang.
b. Data sekunder.
sumber data yang tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan managemen pengelolaan (jadwal-jadwal kegiatan) jamaah tarekat qodiriyah naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu Secang Magelang.
E. Prosedur pengumpulan data.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Observasi.
Observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung di lapangan yang diteliti. (Suharsimi, 1986 : 94).
Sedangkan menurut suprayogo observasi adalah salah satu metode dalam penelitian naturalistik (kualitatif). Metode observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab,
mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis. (Suprayogo,
2003 : 167).
Mengacu pada Daymon, observasi dilakukan untuk mengamati dan
mengamati kehidupan sosial sehari-hari masyarakat dan mencatat pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari pengamatan. Sebagaimana yang dikatakan bahwa observasi pada aktivitas manusia memberi data bagi
peneliti mengenai perilaku dan proses sosial ketika orang-orang menjalankan peran dalam dunia realitas sosialnya. (Daymon, 2008:321).
Metode ini penulis gunakan untuk observasi langsung ke lapangan
untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan pada jama‟ah tarekat qodiriyah
wa naqsabandiyah di Pondok Pesantren Nurul Ali.
b. Interview (wawancara).
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
peneliti dengan cara menanyakan secara langsung pada sumber informasi. (Hardi, 2010 : 350)
Sedangkan wawancara menurut Moleong (2008 : 186)
merupakan “percakapan dengan maksud tertentu” kemudian dijelaskan
lebih lanjut “percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu” Metode ini dilakukan
penulis untuk memperoleh informasi mendalam dalam melakukan
Penulis menggali informasi kepada Kyai, Ustad atau Pengurus, Pondok juga pada para jama‟ah tarekat. Peneliti menanyakan informasi
data kepada mereka mengenai motivasi mengikuti tarekat dan aktivitas dalam tarekat serta kemungkinan adanya nilai-nilai pendidikan sosial
didalam aktivitas tersebut. aktivitas-aktivitas pada jama‟ah tarekat berupa: aktivitas harian yang dilaksanakan setelah shalat lima waktu, aktivitas mingguan, yaitu tawajuhan yang dilakukan setiap malam
jumat, aktivitas bulanan atau selapanan yang dilaksanakan setiap hari kamis pon, dan aktivitas tahunan, yaitu kholwat yang dilaksanakan
pada bulan Muharam, tepatnya pada tanggal 1-10 hari di bulan Muharam.
c. Dokumentasi.
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan mengumpulan sesuatu yang tertulis, tercetak, atau terekam yang dapat
dipakai sebagai bukti atau keterangan. Dokumen bermanfaat untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Selain itu dokumen juga bermanfaat sebagai bukti untuk suatu pengujian. (Moleong, 2012
: 161)
Sedangkan menurut pendapat Arikunto (2006 :231) adalah
Metode dokumentasi ini peneliti mengambil dari dokumen berupa data-data pondok pesantren yang terdiri dari: pengurus,
buku-buku, serta bukti tertulis lainya yang berkaitan dengan topik penelitian. F. Analisa data.
Analisis data diperlukan agar data yang telah terkumpul tidak semata-mata deskriptif belaka dan dapat ditemukan maknanya. Dalam hal ini ada beberapa langkah analis data, yaitu: reduksi data, display data, mengambil
kesimpulan dan verivikasi. (Nasution, 2003: 129) 1. Reduksi Data
Reduksi data dapat dilakukan dengan menerangkan laporan data yang ada, kemudian dipilih hal-hal yang penting dan ditentukan polanya.
Misalnya tentang deskripsi jam‟ah tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah
mengenai penerapan nilai-nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari. 2. Display Data
Kegiatan display data dilakukan misalnya dengan menggunakan uraian singkat, grafik dan tabel data penelitian. Dengan display data ini peneliti akan menemukan gambaran keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dalam penelitian. Misalnya membuat tabel tentang data yang berkaitan dengan aktivitas tarekat dengan nilai sosial yang dilakukan.
3. Verivikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah mengambil kesimpulan dan verivikasi. Dalam penelitian kualitatif sejak awal dapat
observasi dan wawancara. Tetapi sifatnya yang masih tentatif atau kabur maka agar kesimpulan dapat menjadi lebih grounded diperlukan data yang
lebih banyak dan bertambah. Sementara verivikasi dilakukan secara singkat dengan mencari data baru. (Nasution, 2003: 130)
G. Pengesahan keabsahan data.
Dalam pengesahan keabsahan data penulis berusaha memperoleh keabsahan data temuan. Mengacu dalam bukunya Lexi moleong ( 2011:
330-331) Teknik yang dipakai untuk menguji keabsahan temuan tersebut yaitu teknik trianggulasi.Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam hal ini Lexy Moleong membedakan empat macam trianggulasi, akan tetapi penulis hanya akan menggunakan dua macam trianggulasi dalam peneliti ini, yaitu:
a. Triangulasi dengan sumber
Mengacu pada buku Metodologi Penelitian kualitatif (Moleong,
2002, 178) Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu
dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data dan hasil pengamatan dengan data hasil wawncara; (2) membandingkan apa yang
dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakanya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; (4)
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
b. Triangulasi metode
Sementara untuk trianggulasi dengan metode, terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Jadi uji keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik trianggulasi dengan pemanfaatan sumber, yaitu dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
H. Tahap-tahap penelitian.
Tahap-tahap dalam pelaksanaan penelitian ini memberikan gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, sampai
dengan penyusunan pealaporan. Adapun tahapan tersebut adalah : a. Kegiatan Administratif
Pertama, peneliti mengajukan permohonan izin oprasional untuk melakukan penelitian dari ketua IAIN Salatiga ke pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ali Sempu, Secang, Magelang. Kedua, peneliti
b. Kegiatan Lapangan
Pertama, penulis melakukan observasi ke lapangan dengan mengamati secara langsung dengan mengikuti kegiatan yang ada. Kedua,
peneliti melakukan wawancara langsung kepada informan dan para responden untuk mengumpulkan data dan menganalisa data. Ketiga,
menjadikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan untuk
memudahkan dalam melakukan pemaknaan. Keempat, peneliti melakukan verivikasi untuk membuat kesimpulan sebagai deskriptif temuan
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
A. Letak Geografis
Pondok pesantren Nurul Ali adalah pondok pesantren salaf yang terkenal dengan tarekatnya, yaitu tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah. Pondok Pesantren Nurul Ali merupakan salah satu pondok pesantren di Magelang
tepatnya terletak di Dusun Sempu Kelurahan Ngadirejo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Desa Ngadirojo ini adalah desa yang terletak di sebelah
utara kota Magelang kira-kira 10,3 KM dari kota Magelang. B. Profil Pondok Pesantren Nurul Ali
1. Nama : Pondok Pesantren Nurul Ali
2. Pengasuh : K.H Ismail Ali 3. Alamat : Dusun. Sempu
Desa : Ngadirojo Kecamatan :Secang Kabupaten : Magelang
4. Status pondok : Milik Pribadi 5. Tahun berdiri : 1970
C. Sejarah pondok Pesantren Nurul Ali
Pondok Pesantren Nurul Ali atau sering disebut PPNA adalah pondok
pesantren yang terletak di Magelang Jawa Tengah tepatnya di Dusun sempu. Pondok pesantren Nurul Ali didirikan sekitar tahun 1970 an oleh Romo K.H
Ismail Ali. Pada saat itu Pondok Pesantren Nurul Ali masih bernama Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin, baru setelah Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin mulai berkembang menjadi pondok Pesantren Modern juga Tahfidul
Qur‟an, nama pondok Pesantren diganti menjadi Pondok Pesantren Nurul Ali.
Pondok Pesantren Nurul Ali tidak hanya merupakan pondok Pesantren
yang mengajarkan ilmu agama saja akan tetapi terkenal juga dengan tarekatnya, yaitu Tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah yang sudah diikuti ratusan orang dari berbagai kalangan, baik dari Jawa maupun dari luar Jawa.
Kyai Ahmad Sholeh putra K.H Ismail Ali menuturkan bahwa Pondok Pesantren Nurul Ali didirikan beriringan dengan berkembangnya tarekat
qodiriyah wa naqsabandiyah. Sebenarnya pada saat itu tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah sudah lebih dulu dikenal dan berkembang di masyarakat setempat sejak tahun 1960 an. Dengan berkembangnya tarekat qodiriyah wa
naqsabandiyah kemudian didirikanlah Pondok pesantren Nurul Ali di Sempu Secang Magelang sekitar tahun 1970 an. Saat itu orang-orang yang mengikuti
amalan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah dan orang-orang yang belajar agama di Sempu dari masyarakat terus berkembang sampai ada yang menginap disana. Kemudian Romo K.H ismail Ali beserta para jamaahnya
dijadikan tempat tidur murid-murid yang belajar agama disana yang kemudian sekarang di namakan Pondok Pesantren Nurul Ali.
Santriwan-santriwati yang belajar di pondok pesantren ini awal
mulanya juga dari jama‟ah tarekat sendiri tidak seperti santri-santri pada
umumnya yang usianya masih muda-muda melainkan mereka orang-orang tua yang mengikuti amalan tarekat qodiyah wa naqsabandiyah. Proses pembelajaranya dulupun masih manual, mereka ada yang menginap dan ada
yang pulang pergi untuk belajar agama dan mengaji di pondok pesantren Nurul Ali.
Dari tahun ke tahun santri-santri yang belajar disana pun tidak hanya
jama‟ah tarekat melainkan juga santriwan-santriwati muda sebagian besar
adalah anak, saudara dan tetangga jama‟ah yang mereka titipkan untuk belajar
agama di Pondok Pesantren Nurul Ali.
Namun pada tahun 2004 santiwan santriwati Pondok Pesantren Nurul
Ali menurun setelah wafatnya ibu Nyai. H. Munifah istri dari K.H Ismail Ali. Sekitar tahun 2007 pondok Pesantren membangun madrasah tsanawiyah tepat di bangun di samping mushola Pondok Pesantren dan K.H Ismail Ali menikah
dengan Ibu Nyai H. Umi Kholifah Al-Hafidhoh.
Kemudian Pondok Pesantren mulai berkembang pesat dan Pondok
Pesantren Roudlotut Tholibin menjadi pondok Pesantren Modern juga tahfidul
qur‟an. Nama Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin diganti menjadi Pondok
Pesantren Nurul Ali atas dasar dawuh seorang guru besar K.H chalwani
Tahun 2010/2011 selain yayasan Madrasah Tsanawiyan Nurul Ali, Yayasan Nurul ali juga berkembang sampai plosok desa, seperti Pondok
Pesantren Mimbahul ulum di Jambu diasuh oleh K.H Amin Abror, Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi‟in di Kaloran diasuh oleh K.H Muta‟ib, majlis
Ta‟lim Roudlotut Tholibin di Klepu di asuh oleh K. Basroni, madin Nurul Ali
di Wanteyan di asuh oleh Ustad asrofi Syifa‟S.Pdi, Madin At-Taqwa di
Windusari diasuh oleh Ustad Arifin, TPA Al-Falah di Peumahan Rindang
Kasih diasuh oleh Ustad Sholikin Ismail, TPQ di Perumahan Kharisma Indah diasuh oleh Ustad Nurfathan, TPQ Roudlotu Tholibin di Wonosobo diasuh
oleh Ustad A. Latif, TPQ Roudlotut Tholibin di Termas Temanggung diasuh oleh Ustad Muntahayun, dan saat ini masih berlangsung pembangunan M.A Nurul Ali di Pondok Pesantren Nurul ali Sempu.
D. Visi dan Misi pondok Pesantren Nurul Ali 1. Visi Pondok Pesantren Nurul ali
Terwujudnya madrasah yang unggul dalam berprestasi dengan keseimbangan ilmu, iman, taqwa, akhlak mulia dan teknologi serta diterima di masyarakat.
2. Misi Pondok Pesantren Nurul Ali
a) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan
kebutuhan pembanguna dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. b) Membentuk generasi yang berkualitas dalam pendidikan dan
c) Menciptakan kader-kader bangsa yang beriman, bertaqwa dan memiliki akhlak mulia serta mampu berguna bagi masyarakat.
E. Susunan pengurus pondok Pesantren Nurul ali SUSUNAN PENGURUS
PONDOK PESANTREN PUTRA – PUTRI NURUL ALI 1. Pengasuh : KH.Ismail Ali
2. Penasehat : Kyai. Akhmad Soleh, S.Pd.I
3. Kepala Pondok : Ahmad Nur Islakh 4. Sekretaris : Zuanur Rifa‟i
5. Bendahara : Nasikhin 6. Seksi-seksi :
a. Pendidikan : Ky.Mujahidin
b. Keamanan : Abdul Qodim c. Penerangan : Ahmad Bahrodin
d. Humas : Nawawi Salim
F. Daftar Ustad dan Ustadzah pondok Pesantren Nurul Ali
No Nama Status
1 Kyai. Ahmad Soleh Ustad
2 Gus Mujahidin Ustad
3 Gus Sholikin Ustad
4 Bu Siti ulfa Ustadzah
5 Bu Sumah Hidayah Ustadzah
7 Bp. Sadzali Ustad
8 Bp. Sarbini Ustad
9 Bp. Salamun Ustad
10 Bp. ahmad Nurislah Ustad
11 Bp. Fakihuddin Ustad
12 Bp. Nurfathan Ustad
13 Bp. Chalim Ustad
14 Bp. Bahrodin Ustad
15 Bp. Zainur Rifa‟i Ustad
16 Bu. Siti Chomsatun Ustadzah
G. Sarana prasarana Pondok Pesantren Nurul Ali
Dalam upaya untuk menunjang pendidkan di Pondok Pesantren Nurul
Ali, diperlukan sarana prasarana yan memadai serta pemanfaatan secara optimal. Adapun sarana prasarana yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Nurul Ali antara lain:
NO Nama Barang Jumlah
1 Asrama Putra 12
2 Asrama Putri 12
3 Mushola 2 lantai 1
4 Aula putra 1
6 Kantor Pondok Pesantren 1
7 Ruang Berkunjung 1
8 Dapur 1
9 Meja Ustadz 6
10 Meja Santri 115
11 Lemari santri 250
12 Kamar Mandi Santri Putra 10
13 Kamar Mandi Santri Putri 8
14 Papan Tulis 6
15 Gedung Madrasah 3
16 Koprasi putra 1
17 Koprasui Putri 1
18 Komputer 12
19 Televisi 4
20 Perpustakaan 2
21 Kantin 1
22 Wifi 2
H. Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Di Pondok Pesantren Nurul Ali Pemaparan sejarah ini peneliti dapatkan dari Kyai sholeh yang
dengan cara wawancara langsung dengan Kyai Ahmad Sholeh di Ndalem (Rumah) beliau.
Awal tarekat tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah masuk di Sempu adalah sekitar tahun 1960 an yang di bawakan oleh seorang guru mursyid,
yaitu simbah Kyai Muhammad Ali yang merupakan ayah dari K.H Ismail Ali pendiri Pondok Pesantren Nurul Ali. simbah Muhammad Ali mengenalkan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah pertama kali kepada masyarakat sekitar
Sempu yang kemudian bagi yang berminat akan di baiat oleh simbah Muhammad Ali sendiri.
Seperti ungkapan dari Kyai Ahmad Soleh mengenai penyebaran tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah, yaitu pernyataanya sebagai berikut:
“Perkembangan Tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah itu selain disebarkan
oleh Simbah Muhammad ali dan Ismail Ali, tarekat qodiriyah wa
naqsabandiyah di Sempu juga tersebar dan berkembang dengan sendirinya
melalui informasi yang disebarkan dari orang-orang yang mengikuti amalan
tarekat itu sendiri kepada orang-orang disekitarnya. Sehingga mereka yang
ingin mengikuti amalan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah tersebut akan
diantarkan untuk berbaiat kepada Simbah Kyai Muhammad Ali di Sempu”.
Sampai saat ini tarekat tersebut terus berjalan dan berkembang, bahkan
jama‟ahnya sudah banyak mencapai ribuan jama‟ah, meskipun Simbah Kyai
Muhammad ali sudah wafat, namun sekarang diteruskan oleh K.H Ismail Ali. Dan tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah berkembang tidak hanya di daerah