• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2001"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI

NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2001

PAJAK PENGELUARAN HASIL BUMI, HASIL LAUT, HASIL PETERNAKAN DAN HASIL INDUSTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGGAI

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Daerah maka dipandang perlu menertibkan dan mengatur Pengeluaran hasil bumi, hasil laut, hasil peternakan dan hasil industri dengan memungut Pajak Daerah sesuai Ketentuan Perundang-undangan yang berlaku;

b. Bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah harus disesuaikan;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan b, maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214);

(2)

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3884);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 78);

8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1985 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 44);

11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai Nomor 14 Tahun 1998 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

12. Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten Banggai (Lembaran Daerah Nomor 35 Seri D Nomor 13 );

(3)

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGGAI

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI TENTANG PAJAK PENGELUARAN HASIL BUMI, HASIL LAUT, PETERNAKAN DAN HASIL INDUSTRI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Banggai;

b. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom lainnya sebagai Badan Eksekutif Daerah;

c. Bupati adalah Bupati Banggai;

d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banggai sebagai Badan Legislatif Daerah;

e. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Banggai;

f. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah; g. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan

Perundang-undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran Pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu;

h. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyelaraannya;

i. Surat pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran Pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;

(4)

j. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati; k. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan

Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.;

l. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah Pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

p. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda; q. Surat Keputusan Pembetulan adalah Surat Keputusan yang membetulkan kesalahan

tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Byar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah;

r. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak;

(5)

s. Putusan Banding adalah Putusan Badan Peradilan Pajak atas Banding terhadap Surat Keputusan Keberatan Yang diajukan oleh Wajib Pajak;

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Pengeluaran Hasil Bumi, Hasil Laut, Hasil Peternakan dan Hasil Industri dipungut pajak atas setiap penjualan hasil bumi, hasil laut, hasil peternakan dan hasil industri.

(2) Objek Pajak adalah setiap pengeluaran hasil bumi, laut, hasil peternakan dan hasil industri.

(3) Objek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi semua jenis : a. Hasil Bumi

b. Hasil Laut c. Hasil Peternakan d. Hasil Industri

(4) Subjek Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan Hasil Bumi, Hasil Laut, Hasil Peternakan dan Hasil Industri keluar Daerah.

Pasal 3 Dikecualikan dari objek pajak adalah :

a. Hasil Tambang b. Hasil Hutan

BAB III

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 4

Dasar pengenaan pajak adalah volume penjualan hasil bumi, hasil laut, hasil peternakan dan hasil industri.

(6)

Pasal 5

Besarnya tarif pajak ditetapkan berdasarkan volume hasil penjualan komoditi masing-masing dengan berpedoman kepada harga standar yang ditetapkan.

BAB IV

JENIS DAN BESARNYA PAJAK

Pasal 6

Jenis dan besarnya pajak pengeluaran hasil bumi, hasil laut, hasil perternakandan hasil industri ditetapkan sebagai berikut :

a. Hasil Pertanian

1. Bahwa Hasil Pertanian terdiri dari Beras, Padi/Gabah, Jagung Pipilan, Jagung Ciling, Kacang Tanah Kulit, Kacang Tanah Kupas, Kacang Hijau, Kedelei, Bawang Putih, Bawang Merah, Kol/kubis, Kentang, Wortel/akar kuning, Lombok/ rica, Tomat , Dedak, Sagu.

2. Besar Pajak yang ditetapkan adalah 2,5 % dari setiap Kg komoditi hasil pertanian tersebut.

3. Bahwa khusus komoditi pertanian berupa beras, padi/gabah, besar pajak ditetapkan adalah 1,5 % per Kg.

b. Hasil Perkebunan

1. Bahwa Hasil Perkebunan terdiri dari Kopra, Biji Coklat, Biji Jambu Mente Gelondongan, Biji Jambu, Mente Kupas, Kopi Biji, Kelapa Segar, Kayu Manis/Cassalavera, Lada, Pala, Jahe, Kunyit, Kapas, Tembakau, Kapuk, Kemiri Gelondongan, Kemiri Kupas, Tempurung Kelapa, Batang Kelapa, Panili, Karet, Wijen.

2. Besar Pajak yang ditetapkan adalah 2,5 % setiap Kg/M3/Biji komoditi hasil perkebunan tersebut.

c. Hasil Industri

1. Bahwa Hasil Industri terdiri dari Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, Bungkil Kopra, Arang Tempurung Kelapa, Tepung Tapioka, Gaplek, Gula merah, Kopi bubuk, Batu bata , Genteng, Batako, Atap rumbia /Atap Daun Sagu.

(7)

2. Besar Pajak yang ditetapkan adalah 2,5 % setiap Kg/Biji/Lembar komoditi hasil industri tersebut.

d. Hasil Perikanan/Hasil Laut

1. Bahwa Hasil Perikanan/Hasil Laut dikelompokan masing-masing: untuk hasil perikanan / hasil laut tangkapan serta hasil laut perikanan / hasil laut budidaya. 2. Hasil Perikanan/Hasil laut tangkapan terdiri dari Ikan Dasar Hidup, Ikan Dasar

Segar, Ikan Dasar Kering, Ikan Malalugis Segar, Ikan Malalugis Kering, Ikan Sardines, Ikan Roa Segar, Ikan Roa Kering, Ikan Salmon, Ikan Teri Segar, Ikan Teri Kering, Ikan Napoleon, Ikan Bubara, Ikan Baronang, Ikan Tuna, Ikan Cakalang, Ikan Layar, Ikan Hiu/Gorango, Cumi-Cumi Segar, Cumi-Cumi Kering, Gurita, Teripang, Udang Windu, Udang Galah, Lobster, Nener, Benur, Kepiting, Bia Lola, Bia Kima, Japing-Japing, Mata Tujuh, Rumput Laut, Penyu Sisik, Kulit Penyu/Kulit Sisik, Rotan Laut, Biji Mutiara, Kulit Kerang Mutiara.

3. Besar pajak yang ditetapkan untuk hasil perikanan / hasil laut tangkapan adalah 2,5 % setiap Kg/Ekor/Biji. Sedangkan besar pajak yang ditetapkan untuk hasil perikanan/hasil laut budidaya adalah 1 % setiap Kg/Ekor/Biji.

e. Hasil Peternakan

1. Bahwa Hasil Peternakan terdiri dari Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Babi, Anjing, Kelenci , Ayam, Itik, Telur Ayam, Telur Itik.

2. Besar Pajak yang ditetapkan adalah 2,5 % setiap Kg/Ekor komoditi hasil peternakan.

Pasal 7

Adapun penetapan harga untuk setiap komoditi hasil pertanian, hasil perkebunan hasil perikanan/hasil laut serta hasil peternakan didasarkan pada daftar harga komoditi yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati untuk jangka waktu selama 1 (satu) tahun anggaran.

(8)

BAB V

WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 8

(1) Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Kabupaten Banggai.

(2) Besar pajak terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif sebgaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud Pasal 4.

BAB VI

MASA PAJAK, TAHUN PAJAK DAN PAJAK YANG TERUTANG

Pasal 9

Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 10

Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

Pasal 11

Pajak Yang Terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan pengeluaran hasil bumi, hasil laut, dan hasil industri ke luar Daerah.

Pasal 12 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditantanda tangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya .

(9)

BAB VII

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

Pasal 13

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) Bupati menetapakan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setelah ditagih dengan menerbitkan STPD.

Pasal 14

(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak Bupati dapat menerbitkan:

a. SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar).

b. SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan). c. SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil).

(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang pajak.

b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya pajak.

c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 %

(10)

(dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka aawaktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang pajak.

(4) SKPDKBT sebgaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 15

(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. (2) Apabila pembayaran Pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan

pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati

(3) Pembayaran Pajak sebaghaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 16

(11)

(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan

secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2 %.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 17

(1) Setiap pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dlam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran yang dicatat dalam buku penerimaan.

(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 18

(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tundakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat.

(12)

Pasal 19

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Pasal 20

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pasal 21

Setelah melakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permitaan penetapan tanggal pelelangan pada Kantor Lelang Negara.

Pasal 22

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelalang. Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 23

Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak Daerah ditetapkan oleh Bupati.

BAB X KADALUWARSA

Pasal 24

(1) Hak untuk melakukan Penagihan Pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tndak pidana di bidang Perpajakan Daerah.

(13)

(2) Kadaluwarsa Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan Surat Teguran atau Surat Paksa atau

b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 25

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tanaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

g. Menyuruh berhenti, melarang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.

(14)

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi.

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 26

(1) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

(3) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Daerah.

Pasal 27

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya Pajak atau berakhirnya Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak.

(15)

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang mengatur tentang pengeluaran hasil bumi, hasil laut, hasil peternakan dan hasil industri yang telah ada sebelumnya tidak berlaku lagi.

Pasal 29

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih kanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 30

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banggai.

Ditetapkan di Luwuk Pada tanggal 21 April 2000

BUPATI BANGGAI

S U D A R T O

Diundangkan di Luwuk Pada tanggal 26 Juni 2001

SEKRETARIS KABUPATEN BANGGAI

(16)

LEMBARAN DAERAH TAHUN 2001 NOMOR 12 SERI A NOMOR 1 PENJELASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2000

TENTANG

PAJAK PENGELUARAN HASIL BUMI , HASIL LAUT HASIL PETERNAKAN DAN HASIL INDUSTRI

A. UMUM

Dalam rangka lebih memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, pembiayaan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, khusunya yang berasal dari Pajak harus dipungut dan dikelola secara lebih bertanggungjawab. Dengan Sumber Pendapatan Daerah tersebut diharapkan dapat menjadi sumber pembiyaan penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah dan untuk lebih meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat.

Sehubungan dengan hal-hal di atas, semua Peraturan Daerah Kabupaten Banggai yang mengatur Pelaksanaan Pengeluaran Hasil Bumi, Hasil Laut, Hasil Peternakan dan Hasil Industri perlu diterbitkan kembali agar pengaturannya di lapangan dapat dengan mudah dipahami oleh setiap Wajib Pajak.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini memuat pengertian istilah perpajakan. Pengertian istilah tersebut untuk mencegah timbulnya salah paham di dalam memahami dan melaksanakan Pasal-pasal yang bersangkutan sehingga baik Wajib Pajak maupun Aparatur Dalam menjalankan Hak dan Kewajiban dapat berjalan lancar dan tertib.

(17)

ayat (1) s/d ayat (4) Cukup jelas Pasal 3 s/d Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 s/d Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 ayat (1)

Pajak dibayar oleh Wajib Pajak setelah lebih dahulu ditetapkan oleh Bupati melalui Surat Keterangan Pajak Daerah atau Dokumen lain yang dipersamakan.

Pasal 14 ayat (1)

Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri Pajak yang telah terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

ayat (2)

Bupati dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN tehadap Wajib Pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban Formil dan atau Kewajiban Material.

ayat (3)

huruf a, b dan c

Cukup jelas ayat (4)

Cukup jelas Pasal 15 ayat (1),(2), dan (3)

Cukup jelas Pasal 16 ayat (1),(2), dan (3)

(18)

Cukup jelas Pasal 17 ayat (1) dan (2)

Cukup jelas Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3)

Cukup jelas Pasal 19

ayat (1)

Cukup jelas ayat (2)

Pelaksanaan Surat Paksa didasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak.

Pasal 20, 21, 22, dan 23

Cukup jelas Pasal 24

ayat (1)

Saat kadaluwarsa penagihan Pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian Hukum kapan hutang pajak tidak dapat ditagih lagi.

ayat (2) huruf a

Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

huruf b

Yang dimaksud dengan pengakuan utang Pajak secara langsung adalah Wajib Pajak dan kesadarannya masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tak langsung menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang pajak kepada Pemerintah Daerah.

(19)

Pasal 25 ayat (1)

Penyidik di bidang perpajakan Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyidik tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pelaksanaannya. ayat (2) dan (3)

Cukup jelas Pasal 26

ayat (1)

Dengan adanya sanksi Pidana diharapkan timbulnya kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya.

Yang dimaksud kealpaan berarti tidak sengaja,lalai, tidak hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian Keuangan Daerah.

ayat (2)

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini yang dilakukan dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat daripada alpa, mengingat pentingnya penerimaan Pajak bagi Daerah.

ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 27

Dimaksud agar ada suatu kepastian Hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim.

Pasal 28, 29, dan 30

Referensi

Dokumen terkait

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah