• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Kreativitas telah lama dikaitkan dengan gangguan jiwa (Kyaga et al., 2011). Mulai dari Aristoteles yang menyatakan tidak ada orang jenius yang hidup tanpa sedikit kegilaan hingga film klasik 1980, The Shining yang menggambarkan isolasi diri seorang penulis untuk mendapatkan inspirasi dan berakhir dalam kegilaan. Sesungguhnya gambaran ini tidak jauh dari kenyataan yang ada.

Ernest Hemmingway, seorang pemenang Nobel Literatur (2014) menderita depresi dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri pada 1961 (Mellow, 1992). Virginia Woolf, seorang novelis ternama juga jatuh dalam depresi dan berakhir dengan bunuh diri (Bell, 1972). Penulis dari Moby Dick, Herman Melville, menunjukkan gejala manic-depressive dalam pembuatan novel tersebut (Turvey & Dolman, 2011). Nama-nama di atas hanyalah sebagian kecil dari penulis kreatif yang mengalami gangguan secara afektif.

Asosiasi antara psikopatologi dan kreativitas serta profesi penulis telah lama menjadi fokus dunia akademis. Dalam sebuah studi (Jamison, 1989) yang melihat kesehatan mental 39 orang penulis dan 8 seniman di Inggris, ditemukan bahwa 38% dari subjek telah dirawat karena penyakit affective (kondisi yang mempengaruhi mood, seperti depresi, mania, dll). Jumlah ini terlihat signifikan ketika hanya 5% dari populasi Inggris yang pernah dirawat untuk penyakit affective. Hal itu menunjukkan bahwa dari populasi penderita bipolar, pelaku profesi kreatif menjadi bagian yang cukup besar.

Studi lainnya (Kyaga et al., 2012) melakukan analisa terhadap data nasional Swedia (catatan rumah sakit, profesi, sertifikat kematian, dll) untuk mencari kaitan antara jenis profesi dan gangguan mental tertentu. Studi tersebut menemukan korelasi positif antara profesi penulis dan gangguan unipolar depression, anxiety disorder, alcohol abuse, drug abuse, serta tindakan bunuh diri. Hal ini berarti penulis lebih mungkin menderita gangguan di atas bila dibandingkan dengan populasi.

(2)

Tedapat banyak contoh kasus penulis yang menderita mood disorder. Bagaimanapun juga mood dan kepenulisan merupakan hal yang dekat (Kaufman & Kaufman, 2009). Penulis kreatif merupakan individu yang menggunakan imajinasi mereka untuk menciptakan berbagai karya fiktif (novel, cerita pendek, naskah drama) ataupun non-fiksi kreatif (essay, memoar, autobiografi). Bagi pembaca, karya kreatif mereka merupakan hiburan di waktu senggang. Namun bagi sang penulis, proses penciptaan tersebut jelas-jelas melibatkan kerja keras.

Umumnya terdapat sejumlah langkah yang perlu diambil dalam menciptakan karya tulis kreatif. Langkah tersebut adalah mendapatkan gagasan, perencanaan, melakukan riset, mengorganisir, membuat tulisan awal, revisi, dan evaluasi (Thomas, 2010). Ada juga penulis kreatif yang dapat menciptakan mahakarya tanpa melalui proses tersebut, contohnya seperti penyair Sylvia Plath dan Anne Sexton. Mereka dapat memiliki inspirasi secara tiba-tiba dan langsung menuliskannya tanpa harus melalui revisi (Kaufman & Kaufman, 2009). Meskipun penulisan kreatif bukan pekerjaan dengan langkah teratur, umumnya proses menulis tetap mencakup sejumlah langkah di atas (Thomas, 2010).

Dalam menjalani langkah-langkah ini penulis kreatif seringkali dihadapkan dengan berbagai perasaan. Novelis kawakan, F. Razi menyatakan bahwa saat paling menyenangkan dalam menulis adalah dalam menyusun konsep dan kerangka cerita. Dalam tahap itu ada kesenangan, sensasi bersemangat dan rasa percaya diri untuk menyelesaikan cerita. Terutama ketika membayangkan realisasi cerita yang tengah dirancang (komunikasi pribadi, 24 Maret 2015).

Pada proses penulisan sendiri terdapat perasaan-perasaan yang dapat timbul. Seorang penulis amatir, Y. Rizaldi mengaku bahwa salah satu saat paling

menyenangkan dalam menulis adalah dalam membuat narasi yang dianggap indah. Ia merasa ‘menang’ dalam mencapai hal tersebut dan terdapat perasaan puas serta gembira di dalamnya. Sensasi menang itu biasanya diiringi dengan merokok sebagai bentuk perayaan (komunikasi pribadi, 23 Maret 2015). Penyelesaian narasi dapat juga menghasilkan pemikiran yang berbeda. Contohnya adalah F. Razi yang malah mendapatkan berbagai ide setelah menyelesaikan draft pertama. Biasanya ia harus

(3)

melawan dorongan untuk mengubah narasi cerita karena munculnya ide-ide tersebut (komunikasi pribadi, 24 Maret 2015).

Kasus-kasus di atas merupakan gambaran perasaan positif yang dapat muncul dalam proses menulis. Secara sekilas kasus-kasus ini tampak tidak berbahaya, tetapi terkadang perasaan bersemangat dan senang dalam menulis juga dapat muncul secara berlebihan. D. Pamekas, seorang penulis yang memiliki pengalaman dalam penerbitan

indie, pernah mengalami hal tersebut. Ketika ia mendapatkan kritik yang positif

mengenai karyanya, ia merasa percaya diri dan dapat melanjutkan karyanya dengan semangat menggebu-gebu. Terkadang hal ini membuatnya melewatkan istirahat, baik tidur ataupun makan (komunikasi pribadi, 25 Maret 2015).

Rasa percaya diri yang berlebih, kurangnya kebutuhan untuk tidur, banyaknya gagasan yang bermunculan, peningkatan aktivitas yang terpusat pada tujuan tertentu. Semua hal itu merupakan gejala manic dan hypomanic episode.Gejala-gejala dalam episode tersebut mencakup rasa self-esteem berlebih atau grandiosity, kebutuhan tidur menurun, tekanan untuk berbicara, pikiran yang berpacu, meningkatnya aktivitas dengan tujuan tertentu, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan secara berlebih (American Psychiatric Association, 2000).

Di luar peningkatan self-esteem, fokus dalam beraktivitas, dan perasaan positif dalam menulis, ada juga kendala-kendala yang dapat timbul ketika menulis. Seorang penulis dapat saja mengalami kesulitan untuk melanjutkan karyanya. Penulis amatir, S. Asra mengatakan bahwa ia pernah tidak dapat menyelesaikan karya fiktifnya karena tidak percaya diri dengan kualitas narasinya (komunikasi pribadi, 24 Maret 2015). F. Razi juga mengatakan bahwa seiring proses menulis, kepercayaan diri pasti akan goyah. Akan ada pikiran bahwa konsep yang direalisasikan ini tidak sebagus apa yang dikira ataupun kemampuan menulis penulis tidak cukup baik untuk merealisasikan konsep (komunikasi pribadi, 24 Maret 2015).

Fenomena tersebut dikenal dengan istilah writer’s block. Writer’s block sendiri merupakan ketidakmampuan seorang penulis dalam melanjutkan ceritanya (Kaufman & Kaufman, 2009). Gelombang kreativitas dan pandangan positif mengenai karya yang tengah dikerjakan dapat hilang tiba-tiba, meninggalkan sang penulis dengan halaman kosong yang tidak dapat diisi. Pada masa yang pasif ini seorang penulis dapat dihantui oleh perasaan cemas, bersalah, marah, terkekang, ataupun malu karena tidak dapat

(4)

menyelesaikan tulisannya (Kaufman & Kaufman, 2009). Ketika mood negatif seperti itu menjadi tidak terkendali, hal itu akan mengarah pada depresi (Shen et al., 2013). Major

depressive disorder (MDD) merupakan gangguan mood yang ditandai dengan rasa

tertekan dan kehilangan ketertarikan. Gejala MDD mencakup insomnia atau hypersomnia, perubahan pola makan, merasa tidak berharga, kesulitan berpikir,

kehilangan tenaga, dan pikiran mengenai bunuh diri (American Psychiatric Association, 2000).

Gangguan mood dalam menulis juga terjadi dalam bentuk rumination. Hal ini terlihat ketika sang penulis menggunakan kenangan akan kejadian traumatis atau masalah pribadi sebagai sumber inspirasi (Kaufman & Kaufman, 2009). Rumination atau perenungan kompulsif akan gejala depresi dan penyebabnya dapat terjadi ketika mengenang kembali suatu pengalaman buruk. Membayangkan kembali kenangan negatif tersebut serta perasaan pribadi pada saat kejadian berarti menghidupi kembali kejadian tersebut (Luyckx et al., 2008).

Kreativitas memang memiliki kaitan yang erat dengan mood. Terdapat studi yang menyatakan bahwa positive mood menghambat performa kreatif (Kaufman & Kaufman, 2009). Studi lainnya menyatakan negative mood tidak memiliki pengaruh dalam performa kreatif (Grawitch, Munz, Elliott, & Mathis, 2003). Sementara itu terdapat juga studi yang mengatakan positive mood dapat meningkatkan performa kreatif (Amabile, Barsade, Mueller, & Staw, 2005). Di luar studi mengenai pengaruh mood pada proses kreatif, sejumlah wawancarajuga menunjukkan bahwa proses menulis kreatif dapat mempengaruhi mood. Banyak penulis yang menyatakan bahwa menulis merupakan pengalaman yang luar biasa dan menyenangkan (Perry, 1999).

Bagi seorang penulis kreatif, proses menulis selalu melibatkan berbagai emosi, baik negatif ataupun positif. Gangguan mood, seperti bipolar dan depresi seringkali dapat terlihat ketika mempelajari biografi dan karya-karya penulis klasik (Turvey & Dolman, 2011). Meskipun gangguan ini menyebabkan kesulitan, bahkan

ketidakmampuan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari (Kring, Johnson, Davison, Neale, 2012), sejumlah seniman menolak untuk mendapatkan perawatan (Andreasen, 2008). Tenaga berlebih, kemunculan ide-ide, dan fokus ketika berada dalam episode

hypomanic ataupun manic seringkali dipandang terlalu berharga untuk dilepaskan.

(5)

dan sendu dalam depresi merupakan sumber inspirasi dalam menggambarkan suasana serupa (Turvey & Dolman, 2011).

Meskipun ada kepercayaan bahwa episode manic dan hypomanic dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas kerja, sebuah karya tulis yang baik tetap dapat terlahir tanpa melalui hal tersebut. Terdapat sejumlah cara untuk menjaga kreativitas dan melampaui writer’s block (Kaufman & Kaufman, 2009). Sebuah

program terapi untuk penulis yang mengalami writer’s block dan merasa kehilangan ide sudah pernah dilakukan dan terbukti berhasil. Program ini sendiri mencakup

penjelajahan lebih dalam akan masalah dalam menulis dan latihan berimajinasi (Singer, 2006).

Pada dasarnya episode mania/hypomanic dan depresi merupakan gangguan dan menciptakan permasalahan. Perasaan menggebu-gebu dalam bipolar dapat mengarah pada keputusan-keputusan buruk yang menciptakan masalah bagi sang individu. Perasaan negatif dalam depresi juga mengarah pada turunnya produktivitas dan dapat berakhir dalam bunuh diri (Kring, Johnson, Davison, Neale, 2012). Namun, banyak penulis kreatif yang merasa bahwa mood tersebut diperlukan dalam membuat karya. Melalui penelitian ini diharapkan diketahui mood disorder yang dapat timbul dalam proses menulis kreatif. Selain itu penelitian ini juga dapat memberikan informasi bagi penulis kreatif akan bahaya yang mungkin timbul dari kegiatan kreatif mereka.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan permasalahan yang diajukan penulis adalah: Bagaimana gambaran episode manic/hypomanic dan depresi pada penulis kreatif di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran episode manic/hypomanic dan depresi pada penulis kreatif di Indonesia, seperti faktor-faktor yang menyebabkan dan berperan di dalamnya.

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi