• Tidak ada hasil yang ditemukan

CONSEQUENCES ANALYSIS OF LNG TERMINAL IN BENOA BAY BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CONSEQUENCES ANALYSIS OF LNG TERMINAL IN BENOA BAY BALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

CONSEQUENCES ANALYSIS OF LNG TERMINAL IN BENOA BAY BALI

Nurul Afifah1, Ketut Buda A2, AAB Dinariyana3

Department of Marine Enginnering, Tenth of November Institute of Technology, Surabaya [email protected]

ABSTRACT

This final project determines design of LNG terminal to be adapted in Benoa Bay, Bali. The best design of LNG terminal is selected by conducting a consequences analysis on three existed designs of LNG terminal. Consequences analysis is focused on potential hazard that may occur in the terminal such as: BLEVE, jetflame, explosion, and dense gas dispersion. The analysis was conducted using risk analytical software called Shellfred.

As additional contribution, fuzzy method is implemented to conduct conseequence criteria ranking for designing LNG terminal. In this final project, the rank of risk criteria obtained by fuzzy method is only be used to

gather information regarding to students’ understanding

on the risk criteria in designing LNG terminal

KEY WORDS: Risk, LNG, LNG Terminal.

ISTILAH

Heading ISTILA merupakan pilihan, dapat dipergunakan, jika memang diperlukan, ditulish sesuai urutan alpabet. I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negeri yang kaya Sumber Daya Alam, baik Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui maupun Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui. Sayangnya kadang dengan hasil Sumber Daya yang melimpah ruah tersebut tidak terolah secara optimal dan tidak kembali pada negara secara maksimal. Sebagian besar Indonesia menjual bahan mentahnya ke negara lain, sedang oleh negara lain, bahan mentah itu diolah untuk menjadi barang jadi yang bernilai jual tinggi. Indonesia mempunyai kekayaan Gas Alam yang tidak semua negara memilikinya, namun dibanding keberadaan Gas Alam tersebut, Indonesia membeli Gas Alam dalam bentuk LNG

( Liquified Natural Gas) sementara LNG belum

dimanfaatkan secara mandiri. Oleh sebab itu Indonesia hingga kini belum mempunyai Receiving Terminal ( Terminal Penerima).

Terminal penerima merupakan salah satu komponen rantai LNG antara ladang gas dan industri komsumen. Ini juga meninjau proses terminal penerimaan LNG dan peralatan umum yang digunakan pada saat ini disejumlah fasilitas rancangan terminal. Dalam beberapa tinjauan sebelumnya Pulau Bali menjadi salah satu pilihan penempatan Receiving Terminal, dikarenakan beberapa faktor yaitu terkait karena Bali masih mengandalkan sumber energi dari pembangkit yang ada di dalam pulau dan juga dari pembangkit di Pulau Jawa karena sumber energi dari dalam pulau Bali saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh pulau. Dalam manajemen

sumber daya energi hal tersebut sangat dihindari karena

losses yang terjadi akibat transmisi yang cukup jauh dari

pembangkit di Jawa akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Selain itu, kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa pemakaian dapat menimbulkan suatu kekacauan distribusi energi, misalnya yang biasa terjadi adalah pemadaman listrik sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat harus terhenti dan akan menimbulkan kerugian akibat terhentinya produksi. Hal-hal tersebut menimbulkan ide untuk menyuplai kebutuhan energi dari dalam pulau Bali secara mandiri. Dengan demikian, Bali membutuhkan suplai bahan bakar gas dari Ladang Tangguh ke Bali. Dan kemudian mendorong dibutuhkannya terminal penerima LNG sebagai penerima dan pembongkaran muatan LNG yang kemudian mengalirkan LNG tersebut ke PLTG.

pemilihan letak terminal penerima LNG, diasumsikan yang paling optimal adalah pada Teluk Benoa dengan alasan bahwa lokasi tersebut dekat dengan PLTG Pesanggaran sehingga transportasi LNG dari terminal ke PLTG dapat dilakukan dengan memakai pipeline yang dalam pertimbangan ekonomis akan jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan transportasi lain meskipun bisa juga dilakukan dengan transportasi truk, namun dengan jarak yang sangat dekat.

Dalam ide pengadaan Receiving Terminal harus dipikirkan beberapa konsekuensi yang akan dihadapi karena akan erat hubungannya dengan faktor keselamatan / safety. Terdapat banyak hal yang berhubungan dengan kenyataan tersebut, salah satu hal tersebut adalah faktor Desain yang perlu dipertimbangkan atas konsekuensi yang ada, dalam artian perlu adanya analisa konsekuensi terhadap Desain Terminal LNG yang pada kenyataanya tidak bisa lepas dari faktor safety dan bahaya / hazard. Begitupula Tugas Akhir ini ditulis, dengan menganalisa Konsekuensi dalam penentuan Desain terbaik dari beberapa rekomendasi Desain Terminal.

[1] Perumusan Masalah

1) Masalah yang akan di kaji pada skripsi kali ini adalah: 2) Bagaimana menentukan pilihan Desain Terminal LNG

terbaik penerapan pada teluk Benoa Bali berdasarkan analisa konsekuensi?

3) Konsekuensi apa saja yang akan terjadi akibat dari terkait Penempatan Receiving Terminal pada pelabuhan Teluk Benoa, Bali.

[2] Batasan Masalah

1) Agar Dari Perumusan Masalah yang harus diselesaikan diatas perlu adanya pembatasan masalah serta ruang lingkupnya agar tidak melebar dan fokus dalam proses batasan tersebut yaitu:

2) Terbatas pada analisa perbandingan desain Terminal LNG yang memiliki konsekuensi terkecil yang diaplikasikan di

(2)

Teluk Benoa Bali.

3) Terbatas hanya pada analisis konsekuensi komponen pada Receiving Terminal LNG

4) Penerima dampak dari Konsekuensi / Receiver yang terbatas pada BLEVE, Explosion, Jet Flame, dan Dense Gas Dispersion terbatas hanya pada Komponen-komponen Terminal Peerima LNG.

5) Logika Fuzzy terbatas hanya pada penggunaan sebagai analisa pembobotan dan perangkingan konsekuensi dan tidak digunakan sebagai dasar penentuan desain.

[3] Tujuan

1) Tujuan yang ingin diperoleh pada Skripsi kali ini adalah: 2) Menentukan desain Terminal LNG Terbaik untuk aplikasi di

Teluk benoa Bali berdasarkan analisa konsekuensi.

3) Mengetahui Rangking Kriteria Konsekuensi berdasarkan parameter Pengetahuan Mahasiswa dalam aplikasi Fuzzy. [4] Manfaat Penulisan

1) Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan ini diantaranya :

2) Mendapatkan desain Terminal LNG terbaik untuk Aplikasi pada Teluk Benoa Bali

3) Mendapatkan hasil analisa konsekuensi komponen yang menjadi dasar penentuan Desain Terminal LNG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

LNG adalah gas alam Methane-CH4 yang didinginkan sampai suhu minus 160 derajat Celsius pada tekanan atmosfir yang membuatnya menjadi zat cair dan volumenya 1/600 dari kondisi aslinya semula sebagai gas. Dengan kondisi cair ini memungkinkan pengangkutan LNG dilakukan dalam jumlah besar dengan kapal tanker LNG. Sebelum gas alam dicairkan, terlebih dahulu partikel – partikel asing dibersihkan dan diproses antara lain melalui desulfurization, dehydration dan pembersihan karbon dioksida. Semua proses ini membuat gas menjadi tidak berwarna, transparan, tidak berbau, tidak beracun serta terhindar dari sulfur oksida dan abu (Ketut Buda Artana, Aplikasi Multiple criteria decision making (MCDM) untuk Pemilihan Lokasi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dan Sistem Penambatannya (Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Bali). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember). LNG akan mudah terbakar jika menguap dan memiliki kandungan 5%-15% gas di udara. LNG lebih tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bahan bakar yang lainnya seperti propana dan bensin. Jika uap air yang mudah terbakar bercampur dengan tumpahan LNG maka akan terbakar yang dapat menghasilkan letupan api. Dengan sangat cepat api membakar uap air yang telah bercampur dengan udara pada kondisi yang mudah terbakar. Metana adalah komponen utama dari LNG yang tidak berwarna, berasa dan berbau. LNG menguap dengan cepat pada saat berada di lingkungan yang menghasilkan panas seperti air, menghasilkan 620 sampai 630 standard cubic feet dari natural gas untuk tiap cubic foot dari cairan. Pada saat LNG tumpah ke air, maka akan menghasilkan awan uap air dingin yang lebih tebal dari udara dan akan mendekati permukaan air atau tanah (Bubicco, Roberto, Preliminary consequence analysis for LNG tankers approaching a maritime terminal, Journal of Loss Prevention in the

Process Industries xxx (2009) 1-5)

Penelitian kali ini mengembangkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu “Consequence Assessment Tanker LNG dalam Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali” yang mengulas tentang assesment kapal LNG beserta bahaya/konsekuensi yang berpeluang terjadi pada kapal LNG ketika sandar pada Pelabuhan Teluk Benoa Bali. Penelitian tersebut terbatas pada assesment konsekuensi dan peluang terjadinya beberapa resiko pada kapal LNG ketika sandar di Teluk Benoa, namun belum mensolusikan bagaiman mengatasi bahaya/ konsekuensi yang terjadi karena efek dari LNG tersebut, disamping kebutuhan LNG itu sendiri untuk difasilitasi dengan adanya Kapal pengangkut LNG maupun

LNG Receiving Terminal.

Disisi lain penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Rendy Maulana yang berjudul “Consequence Based Design Terminal LNG Teluk Benoa Bali” dalam pengembangannya selain membahahas tentang perihal konsekuensi-konsekuensi yang terjadi akibat LNG juga mendesain Terminal berbasis Konsekuensi yang sudah dianalisa sebelumnya untuk dipilih berdasarkan konsekuensi terendah kemudian dilakukan pembobotan dan perangkingan konsekuensi untuk melakukan desain ulang terminal agar diperoleh hasil terminal yang terbaik. Jika pada penelitian “Consequence Based Design Terminal LNG Teluk Benoa Bali”penyelesaian pembobotan dan perangkingan konsekuensi diselesaikan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchi Proccess) maka pada penelitian ini analisa pembobotan dan perangkingan konsekuensi diselesaikan dengan menggunakan metode Fuzzy yang masing memiliki karakteristik masing-masing dalam penganalisaannya. Selain itu, jika kriteria konsekuensi yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah berupa : BLEVE, Gas Dispersion, dan Jet

Flame,maka pada penelitian yang berjudul “Consequence Based Design Terminal LNG Teluk Benoa Bali menggunakan Metode Fuzzy” ini menambahkan Explosion untuk kriteria konsekuensi Terminal LNG yang akan diterapkan di Teluk Benoa Bali.

2.2 Konsekuensi pada Terminal LNG

Berikut ini adalah beberapa konsekuensi yang disebabkan oleh LNG dan pendeskripsiannya antara lain jet fire,

BLEVE, dispersion dan Explosion.

 Jet Fire

Jika gas yang dimampatkan atau dicairkan keluar dari tangki penyimpanan atau saluran pipa, material-material yang terkandung akan keluar dari lubang yang akan membentuk semburan gas atau cairan dan bercampur dengan udara. Dalam bentuk gas, jika gas yang mudah terbakar bertemu dengan sumber letupan yang kemudian menjadikan gas tersebut berada pada konsentrasi yang mudah terbakar maka akan terbentuk jet fire atau semburan api. Untuk penyimpanan LNG dalam bentuk cairan dan bertekanan rendah kejadian tersebut tidak mungkin terjadi. Jet fire dapat terjadi selama proses bongkar muat atau proses pemindahan dimana tekanan naik karena dipompa. Sama seperti api yang dapat menyebabkan kerusakan yang hebat tetapi umumnya

hanya pada area sekitarnya. Selain menyebabkan kerusakan pada peralatan, jet fire juga dapat menyebabkan luka bakar pada orang yang ada di sekitar semburan api tersebut. Luka bakar yang diakibatkan beragam tergantung

(3)

seberapa besar api yang menyambar dan seberapa jauh korban dari sumber jet fire tersebut. Jet fire pada LNG bisa menyebabkan luka bakar tingkat tiga yang bisa berujung pada kematian. Secara umum, jet fire terjadi sebagai akibat kontak langsung dari cairan yang mudah terbakar dari suatu proses bertekanan atau pipa yang bocor akibat terjadinya lubang. Jet fire tidak terjadi sebagai hasil dari pengapian langsung dari kebocoran karena pecah. Efek merugikan utama dari jet fire adalah fluks panas yang dihasilkan. Jarak radiasi termal untuk jet fire adalah radius udara sekitarnya. Begitu seterusnya selama motor diesel digunakan.

12,6 kW/m2 [4.000 Btu/hr-ft2] untuk personil dan 37,8 kW/m2[12.000 Btu/hrft2] untuk peralatan).

Gambar 2.1 Jet Fire yang terjadi pada Terminal LNG Pada gambar 2.1 menunjukkan konsekuensi Jetfire yang terjadi pada terminal LNG Benoa Bali, dimana Sumber Api berasal dari Pipa LNG.

 BLEVE

BLEVE adalah akronim dari Boiling Liquid Expanding Vapor Explosion. Ini adalah jenis ledakan yang dapat terjadi ketika sebuah kapal berisi cairan bertekanan pecah atau bocor. Ledakan semacam itu bisa sangat berbahaya. BLEVE mungkin terjadi pada sebuah kapal berisi cairan yang pecah dan keluar menuju atmosfer secara substansial di atas titik didih. Substansi sebagian disimpan dalam bentuk cair, dengan uap gas di atas cairan sisa mengisi tangki. Jika kapal pecah misalnya karena korosi atau kegagalan di bawah tekanan, bagian uap dapat cepat bocor dan menurunkan tekanan di dalam tangki. Penurunan tekanan secara tiba-tiba di dalam wadah menyebabkan cairan mendidih dengan cepat yang juga dengan cepat membebaskan uap dalam jumlah besar. Tekanan uap ini dapat sangat tinggi menyebabkan gelombang signifikan overpressure (ledakan) yang dapat sepenuhnya menghancurkan kapal dan proyek di sekitarnya. BLEVE juga dapat disebabkan oleh api eksternal yang dekat tempat penyimpanan bahan bakar yang menyebabkan pemanasan pada isi dan juga tekanan meningkat. Meskipun tangki

dirancang untuk menahan tekanan besar, tekanan secara terus-menerus dapat menyebabkan pemanasan logam dan logam melunak yang akhirnya mengalami kegagalan.

Gambar 2.2 BLEVE terjadi pada LNG tank

Gambar 2.2 menunjukkan terjadinya BLEVE pada Tangki LNG yang mengakibatkan Fireball hingga radius tertentu.  Gas dispersion

Gas dispersion merupakan penyebaran gas yang mungkin terjadi pada LNG karena kebocoran pada tangki LNG dapat menyebabkan kontaminasi gas di udara dan menyebar dimana penyebarannya bergantung pada kondisi udara yang pada tempat terjadinya kebocoran. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran gas tersebut antara lain suhu udara, kecepatan angin, arah angin, dan kelembapan. Gas dispersion akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya jika kontaminasi dari gas telah melampaui batas yang dapat mengganggu pernapasan manusia. Jika hal tersebut terjadi maka akan mengakibatkan kematian pada manusia yang menghisap gas tersebut dalam waktu beberapa lama. Hal tersebut dikarenakan kurangnya oksigen yang bisa dihirup manusia dan juga kandungan berbahaya pada gas yang dapat membuat manusia menjadi lemas. Oleh karena itu perlu adanya suatu pencegahan atau pembatasan kebocoran gas yang terjadi pada pabrik atau pembangkit, khususnya pada tempat-tempat yang memiliki kapasitas gas yang sangat besar seperti kapal LNG atau terminal penerima LNG. Dampak selanjutnya dari dispersi gas adalah racun yang terkandung dalam LNG yang dapat meracuni manusia yang menghisapnya dalam kadar kandungan tertentu. Zat-zat yang dapat meracuni tersebut antara lain amonia dan klorin. Zat-zat tersebut memiliki standar kandungan tertentu yang perlu ditinjau untuk manusia yang mungkin akan menghisapnya dalam satuan waktu tertentu sehingga konsekuensi dari dispersi gas ini dapat diketahui lebih jauh. Kemudian selain memiliki kandungan racun dan dapat mengurangi kadar oksigen di dalam udara, dispersi gas memiliki bahaya pada beberapa gas yang mudah terbakar. Sebagai contoh pada LNG, dispersi gas pada udara dapat bekonsekuensi untuk terbakar apabila bertemu dengan panas atau api telanjang. Kadar LNG yang telah menguap di dalam udara memiliki suatu nilai panas apabila terbakar. Terbakarnya dispersi gas alam pada udara selanjutnya akan menyebabkan flash fire (Vanem, Eric, Analysing the consequence of LNG carrier operations, Reliability

(4)

Gambar 2.3 Gas Dispersion

Dense Gas Dispersion yang sedang terjadi ditunjukan dengan visualisasi pada gambar 2.3 diatas.

LNG dan Fasilitas

LNG terminal memiliki fasilitas peralatan untuk mentransportasikan LNG dari tanker ke LNG storage tank di darat, memindahkannya ke booster pumps bertekanan tinggi, penguapan LNG untuk menghasilkan natural gas bertekanan tinggi. LNG terminal didesain bertujuan untuk menerima LNG dari beberapa fasilitas produksi LNG. Terminal penerimaan LNG menerima gas alam cair dari kapal khusus, menyimpan cairan dalam tangki penyimpanan khusus, vaporises LNG, dan kemudian memberikan gas alam ke dalam pipa distribusi. Terminal penerima dirancang untuk memberikan tingkat gas tertentukedalam distribusi pipa dan untuk menjaga kapasitas cadangan LNG. Jumlah kapasitas cadangan diharapkan tergantung pada penundaan pengiriman, variasi musiman penawaran dan konsumsi, dan persyaratan cadangan strategis (cadangan strategis dibutuhkan ketika terminal dapat dipanggil untuk menggantikan sumber besar lain gas baik dar pipa atau terminal penerimaan lain dalam waktu singkat).

Terminal terdiri dari:

· Sistem bongkar muat LNG, termasuk dermaga · Tangki penyimpanan LNG

· LNG vaporisers

Di-tank dan eksternal pompa LNG: · Sistem penanganan uap

· Pendukung utilitas, pipa, katup, sistem kontrol, dan sistem keamanan yang diperlukan untuk terminal 'aman operasi - Infrastruktur (jalan, pagar dan bangunan)

Terminal penerima diharapkan untuk beroperasi dekat dengan 365 hari per tahun dan telah terhindar peralatan untuk mencapai ketersediaan ini. Satu-satunya pengecualian adalah bahwa shutdown mungkin diperlukan untuk pemeriksaan pembuluh perundang-undangan atau pemeliharaan beberapa item kritis seperti suar. Spare peralatan dapat dihilangkan dan penghematan biaya

dicapai jika baris pengepakan dapat digunakan atau jika beberapa konsumen gas dapat mentoleransi gangguan dalam pasokan pengiriman keluar.

2.3 Komponen–komponen Terminal LNG 1.) LNG Ship Unloading

Setelah kapal berlabuh dan sejuk-down dari lengan pembongkaran, LNG ditransfer ke onshore LNG tank oleh pompa kapal. Fasilitas bongkar muat sering dirancang untuk mengakomodasi berbagai ukuran kapal tanker dari 87.000 m3 ke 145.000 m3. Cairan menurunkan tingkat dari kapal 10-12,000 m3/hr biasanya dilakukan oleh delapan pompa dengan dua pompa yang terletak di masing-masing dari empat tangki kargo kapal onboard yang khas. Dibutuhkan sekitar 12-14 jam untuk membongkar satu kapal 135.000 m3. Dari kapal LNG mengalir melalui bongkar lengan dan garis bongkar muat ke tangki penyimpanan. Pemuatan saluran dapat dua paralel pipa atau satu pipa yang lebih besar. Selama bongkar muat kapal sebagian uap yang dihasilkan dalam tangki penyimpanan dikembalikan ke tank kargo kapal uap melalui jalur kembali dan lengan, dalam rangka untuk mempertahankan tekanan positif di kapal. Karena perbedaan tekanan rendah antara tangki penyimpanan dan kapal, uap kembali blower kadang-kadang diperlukan. Namun, untuk penahanan penuh tangki penyimpanan di mana tekanan desain sekitar 290 mbarg, tekanan cukup sering tersedia untuk kembali uap uap kembali tanpa menggunakan blower. Itu adat untuk memiliki tiga senjata untuk bongkar muat LNG dan satu lengan untuk kembali uap, tetapi ada adalah potensi penghematan biaya dalam mengurangi jumlah LNG senjata ke dua jika hidrolika izin dan pembongkaran akhir durasi memiliki beberapa fleksibilitas. Instalasi bertahap senjata juga bisa dipertimbangkan. Menghilangkan uap kembali ke kapal adalah ukuran penghematan biaya lain yang layak mengeksplorasi tetapi belum dimasukkan. Kapal-kapal LNG baru dapat dirancang untuk menghasilkan uap yang cukup untuk menebus perpindahan cairan, dan berbicara secara tegas tidak akan memerlukan balik uap. Kapal-kapal LNG sudah termasuk vaporisers untuk mengaktifkan kargo yang akan digunakan sebagai bahan bakar ketika gas kurang mahal daripada Bunker C dan sistem ini dapat diperluas untuk memberikan perpindahan gas. Namun itu perlu untuk menetapkan penggunaan disesuaikan kapal-kapal yang dapat di premi. Kekurangan dari menghilangkan uap balik adalah bahwa dalam peristiwa kapal uap boiloff membangun sampai titik ventilasi sebelum pembongkaran dimulai, uap akan keluar melalui lubang angin kapal dan menjadi isu keamanan. Dengan uap balik setiap kelebihan kapal boiloff adalah vented ke terminal penerima sistem penanganan uap.

2.) LNG Storage / tangki penyimpanan

Merupakan tempat penampungan dan penyimpanan LNG saat dilakukannya unloading dari kapal-kapal tanker LNG yang terdapat pada terminal LNG. Kapasitas tangki penyimpanan LNG biasanya berkisar antara 40.000 m3 hingga 80.000 m3 .Dalam pendesainan tangki LNG diupayakan untuk meminimalkan jumlah dari tangki LNG dan lebih memaksimalkan kapasitas dari tangki LNG tersebut, hal tersebut dilakukan supaya mempermudah dari proses suplai LNG dari kapal LNG ke tangki penyimpanan tersebut.

Terdapat beberapa jenis tangki penyimpanan LNG pada terminal LNG yaitu :

(5)

Memiliki dinding bagian dalam yang terbuat dari baja nikel 9 %, bagian dalam tangki ini dikelilingi oleh dinding bagian luar yang terbuat dari baja karbon yang memberikan insulasi perlit pada ruang annular. Bagian luar tangki yang berupa baja karbon tidak memiliki kemampuan untuk diisi material kriogenik, sehingga perlindungan hanya dilakukan oleh tangki bagian dalam. Meskipun demikian, tangki single containment dikelilingi oleh saluran atau wadah penampungan eksternal (dike) terhadap tangki, yang salah satunya memberikan penampungan lapisan kedua apabila terjadi kegagalan pada dinding tangki bagian dalam

- Double containment

Tangki double containment adalah hampir sama dengan tangki single containment, tetapi sebagai pengganti saluran eksternal, terdapat dinding luar yang terbuat dari beton

pre-stressed. Sehingga jika dinding bagian dalam mengalami

kegagalan, maka dinding bagian luar dapat menampung cairan kriogenik. Beton untuk dinding bagian luar tersebut bisa menambah biaya, tetapi jumlah lahan yang dibutuhkan berkurang karena tidak adanya saluran di luar seperti pada

single containment. Jika terjadi kegagalan pada tangki

bagian dalam, maka cairan akan tertampung pada dinding bagian luar, serta uap akan keluar melalui celah annular.

- Full containment

Pada tangki full containment, celah annular antara bagian dalam dan luar tangki di ditutup (sealed). Umumnya jenis tangki ini memiliki atap beton maupun dinding bagian luar yang terbuat dari beton pre-stressed. Dinding bagian luar dan atapnya dapat menampung baik cairan kriogenik maupun uap yang dihasilkan. Berat atap beton memungkinkan tekanan desain yang lebih tinggi (290mbarg) dibanding dengan tangki dengan atap logam (170 mbarg).

3.) Boil-off gas handling system

Selama operasi normal, uap boil-off diproduksi pada tangki dan pipa yang berisi cairan akibat transfer panas dari sekitar. Uap ini dikumpulkan pada boil-off header yang terhubung dengan boil-off compressor suction drum. Sebuah in-line desuperheater, yang terletak pada hulu drum akan menginjeksi LNG pada aliran gas jika temperatur meningkat di atas -80o C. Uap boil-off yang dihasilkan selama operasi normal karena adanya panas yang terserap ke tangki penyimpanan dan pipa dikompres dan dicairkan pada recondenser. Selama bongkar muat, jumlah uap pada outlet tangki naik secara signifikan. Uap tambahan ini adalah kombinasi dari volume yang digantikan pada tangki oleh LNG yang masuk, uap yang datang dari terbebasnya input energi pada pompa kapal, uap flash karena perbedaan tekanan antara kapal dan tangki penyimpanan serta penguapan dari bocornya panas pada penghubung bongkar muat dan pipa transfer.

Uap dapat dialirkan kembali menuju kapal melalui boil-off gas blower atau menuju boil-off compressor. Uap yang tidak dialirkan kembali ke kapal dikompres dan dialirkan ke recondenser. Banyaknya uap yang bisa direkondensasi tergantung pada jumlah LNG yang dikirimkan. Jika tidak terdapat cukup LNG yang dikirimkan untuk menyerap boil-off gas, uap tersebut dikompresi hingga tekanan pipa atau bisa juga dibakar atau dikeluarkan ke atmosfer (vented).

4.) LNG pump

Beberapa pompa pengiriman LNG dengan head yang rendah biasanya terpasang pada masing-masing tangki penyimpanan LNG. Pompa-pompa ini beroperasi terendam

dalam LNG dan terletak dalam kolom pompa, yang memudahkan baik memasang dan melepasnya. Kolom-kolom pompa juga berfungsi sebagai pipa pengeluaran dari pompa, dan terhubung dengan bagian atas perpipaan. Pompa-pompa LNG ini akan mengalirkan LNG dan mensirkulasikan LNG pada pipa bongkar muat kapal untuk menjaga pipa tersebut tetap dingin di antara waktu bongkar muat kapal. Pompa ini umumnya memiliki tekanan keluar sekitar 11 bar. Oleh karena tekanan jenuh adalah sekitar 1 bar, LNG secara efektif dapat disub-dinginkan dengan 10 bar.

5.) Vent and flare system / sistem ventilasi dan pembakaran

Jika terjadi kondisi yang tidak diinginkan, uap bisa dihasilkan melebihi kapasitas recondenser dan kompresor pipa (jika ada). Jika ini terjadi, uap harus dikeluarkan ke udara melalui elevated vent stack atau dibakar untuk pembuangan secara aman. Metode pembuangan uap yang lebih disukai adalah dengan cara membakarnya. Pengeluaran dengan venting memungkinkan tetapi membutuhkan pertimbangan khusus. Walaupun mungkin lebih disukai karena tidak terlihat oleh penduduk sekitar, vent harus dirancang untuk mengantisipasi jika tiba-tiba terjadi percikan oleh petir. Penyebaran gas dingin dari vent juga lebih problematis dibanding dari pembakaran karena gas pembakaran akan selalu naik ke atas. Sistem uap tangki digabungkan pada manifold dan pressure control valve mengirimkan uap ke vent stack atau flare stack sebelum safety valve tangki terbuka. Tangki penyimpanan itu sendiri dilengkapi dengan relief valve sebagai pertahanan terakhir menahan overpressure.

2.4 NFPA 59 A

NFPA 59 A merupakan Standar tentang Produksi, Penyimpanan, dan Penanganan LNG yang bersesuaian dengan tulisan ini, Diantaranya :

 Jarak terhadap Vaporizer

Pada NFPA 59 A diatur bahwa jarak Vaporizer dengan komponen-komponen lainnya setidaknya 50 m, hal ini ditujukan untuk menghindarkan Vaporizer darikomponen yang berpeluang menjadi sumber api.

 Jarak dengan fasilitas Bongkar Muat

Diatur jarak 15 m dari Sumber api yang tidak terkontrol area proses, tangki penyimpanan, pusat kontrol, maupun struktur penting pada LNG Terminal

 Jarak Perlengkapan untuk Proses pada Terminal (Proccess Equipment Spacing)

Bahwa jarak minimum 15 m dari sumber–sumber api dan struktur bangunan lainnya. (NFPA 59A, 2001)

2.5 Shell Fred 4.0

Shell Fred merupakan software yang dikeluarkan oleh Shell yang membantu pemakainya untuk melakukan pemodelan beberapa kejadian yang diakibatkan oleh kegagalan operasional minyak dan gas. Pemodelan dilakukan dengan beberapa skenario yang masing-masing harus diinput pada beberapa parameter. Kemudian dari hasil pemodelan di masing-masing skenario tersebut akan menghasilkan mapping dari flux panas ataupun penyebaran minyak dan gas, serta konsekuensi yang terjadi pada manusia. Pemodelan ini sangat membantu para pemakainya untuk melakukan quantitative consequence assessment karena menghasilkan beberapa nilai yang dapat digunakan sebagai perhitungan selanjutnya. Shell Fred dapat dilakukan untuk beberapa skenario. Skenario yang

(6)

dapat dilakukan oleh Shell Fred adalah sebagai berikut.

Sumber: Shellfred User Guide 4.0 Fuzzy

Konsep teori fuzzy diprakarsai oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 dengan paper seminarnya ”Fuzzy Sets” (Zadeh, 1965). Sebelum bekerja dengan teori fuzzy, Zadeh menggunakan teori kontrol. Dia mengembangkan konsep ”negara”, yang merupakan bentuk dasar dari teori kontrol modern.

Kemampuan set fuzzy untuk mengekspresikan tingkat perubahan dari keanggotaan dan sebaliknya mempunyai kegunaan sangat luas. Tidak hanya merepresentasikan pengukuran ketidakpastian, tetapi juga merepresentasikan konsep kesamaran (fuzziness). Lebih jauh menurut

Marimin (2002) sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika Boolean, yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran antara benar dan salah. Logika Fuzzy, dengan ide awalnya adalah bagaimana cara menyajikan kekaburan, dimana penyajian tersebut harus cukup menggambarkan kekaburan tetapi di lain pihak harus cukup sederhana sehingga komputasinya menjadi lebih mudah.

Metode fuzzy dapat dikembangkan sebagai tool dalam melakukan penilaian terhadap alternatif desain sistem produksi yang memberikan nilai tambah bagi suatu perusahaan (Debina, 2001). Aplikasi lain sebagai alat bantu dalam pemilihan alternatif rekanan proyek dengan memperhatikan beberapa kriteria sebagai persyaratan (Cherry, 2001).

III. METODOLOGI

Metodologi diperlukan sebgai tahap – tahap pencapaian tujuan dari penulisan, berikut pada gambar 3.1 adalah Diagram alir Metodologi Tugas Akhir ini

Beberapa tahap metodologi tersebut adalah : 1. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pada tahapan ini proses identifikasi terhadap permasalahan yang ada di Lapangan, dicari kemungkinan pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari segi teori dan lapangan yang dapat diwujudkan dalam sebuah

penelitian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai analisa desain layout terminal LNG berdasarkan konsekuensi untuk aplikasi pada Terminal Tanjung Benoa Bali dengan menggunakan metode analisa Shellfred untuk mendapatkan hasil yang berdasar tidak hanya pada kriteria kualitatif yang bersifat ketidakpastian, namun juga kuantitatif.

2. Studi Literatur

Pada tahapan ini adalah melakukan studi literatur yang bertujuan merangkum teori –teori dasar, acuan, serta berbagai informasi yang menyangkut penelitian ini. Dimana sumber literatur yang diperoleh adalah dari beberapa Jurnal penelitian yang terkait LNG maupun metode-metode yang berkaitan dengan acuan penyelesaian permasalahan tulisan ini.

3. Survey Lapangan dan

Pengumpulan Data

Dalam tahap Survey Lapangan dan Pengumpulan Data, data yang dibutuhkan diantaranya adalah data Layout terminal, Data kondisi perairan tanjung benoa, dan Data kriteria resiko yang akan digunakan. Data-data tersebut dibutuhkan sebagai pendukung Tugas akhir ini.

4. Pengolahan Data dan Pembuatan Software

Setelah data yang dibutuhkan sudah terpenuhi, maka dilakukan pengolahan data, dalam hal ini data diolah dengan analisa Shellfred. Juga dilakukan studi kasus kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Teknologi LNG sebagai data yang nantinya dikelola dengan metode Fuzzy.

5. Pemilihan Hasil Analisa Resiko

Dari evaluasi yang didapat dari analisa, maka dilakukan pemilihan Desain Layout terminal yang paling rendah resikonya berdasarkan pertimbangan hasil pengelolaan Shellfred.

6. Kesimpulan dan saran

Pada akhir pengerjaan tugas akhir akan ditarik kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan, selain itu akan diberikan berbagai saran mengenai proses dan hasil penelitian, baik dari analisa Shellfred dan komparasi pemahaman mahasiswa terhadap Teknologi LNG yang dikelola dengan Fuzzy yang melalui proses pembobotan dan perangkingan konsekuensi dari data yang didapat. dapat dilakukan oleh Shell Fred adalah sebagai berikut.

Sumber: Shellfred User Guide 4.0 Fuzzy

Konsep teori fuzzy diprakarsai oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 dengan paper seminarnya ”Fuzzy Sets” (Zadeh, 1965). Sebelum bekerja dengan teori fuzzy, Zadeh menggunakan teori kontrol. Dia mengembangkan konsep ”negara”, yang merupakan bentuk dasar dari teori kontrol modern.

Kemampuan set fuzzy untuk mengekspresikan tingkat perubahan dari keanggotaan dan sebaliknya mempunyai kegunaan sangat luas. Tidak hanya merepresentasikan pengukuran ketidakpastian, tetapi juga merepresentasikan konsep kesamaran (fuzziness). Lebih jauh menurut

Marimin (2002) sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika Boolean, yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran antara benar dan salah. Logika Fuzzy, dengan ide awalnya adalah bagaimana cara menyajikan kekaburan, dimana penyajian tersebut harus cukup menggambarkan kekaburan tetapi di lain pihak harus cukup sederhana sehingga komputasinya menjadi lebih mudah.

Metode fuzzy dapat dikembangkan sebagai tool dalam melakukan penilaian terhadap alternatif desain sistem produksi yang memberikan nilai tambah bagi suatu perusahaan (Debina, 2001). Aplikasi lain sebagai alat bantu dalam pemilihan alternatif rekanan proyek dengan memperhatikan beberapa kriteria sebagai persyaratan (Cherry, 2001).

III. METODOLOGI

Metodologi diperlukan sebgai tahap – tahap pencapaian tujuan dari penulisan, berikut pada gambar 3.1 adalah Diagram alir Metodologi Tugas Akhir ini

Beberapa tahap metodologi tersebut adalah : 1. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pada tahapan ini proses identifikasi terhadap permasalahan yang ada di Lapangan, dicari kemungkinan pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari segi teori dan lapangan yang dapat diwujudkan dalam sebuah

penelitian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai analisa desain layout terminal LNG berdasarkan konsekuensi untuk aplikasi pada Terminal Tanjung Benoa Bali dengan menggunakan metode analisa Shellfred untuk mendapatkan hasil yang berdasar tidak hanya pada kriteria kualitatif yang bersifat ketidakpastian, namun juga kuantitatif.

2. Studi Literatur

Pada tahapan ini adalah melakukan studi literatur yang bertujuan merangkum teori – teori dasar, acuan, serta berbagai informasi yang menyangkut penelitian ini. Dimana sumber literatur yang diperoleh adalah dari beberapa Jurnal penelitian yang terkait LNG maupun metode-metode yang berkaitan dengan acuan penyelesaian permasalahan tulisan ini.

3. Survey Lapangan dan

Pengumpulan Data

Dalam tahap Survey Lapangan dan Pengumpulan Data, data yang dibutuhkan diantaranya adalah data Layout terminal, Data kondisi perairan tanjung benoa, dan Data kriteria resiko yang akan digunakan. Data-data tersebut dibutuhkan sebagai pendukung Tugas akhir ini.

4. Pengolahan Data dan Pembuatan Software

Setelah data yang dibutuhkan sudah terpenuhi, maka dilakukan pengolahan data, dalam hal ini data diolah dengan analisa Shellfred. Juga dilakukan studi kasus kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Teknologi LNG sebagai data yang nantinya dikelola dengan metode Fuzzy.

5. Pemilihan Hasil Analisa Resiko

Dari evaluasi yang didapat dari analisa, maka dilakukan pemilihan Desain Layout terminal yang paling rendah resikonya berdasarkan pertimbangan hasil pengelolaan Shellfred.

6. Kesimpulan dan saran

Pada akhir pengerjaan tugas akhir akan ditarik kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan, selain itu akan diberikan berbagai saran mengenai proses dan hasil penelitian, baik dari analisa Shellfred dan komparasi pemahaman mahasiswa terhadap Teknologi LNG yang dikelola dengan Fuzzy yang melalui proses pembobotan dan perangkingan konsekuensi dari data yang didapat. dapat dilakukan oleh Shell Fred adalah sebagai berikut.

Sumber: Shellfred User Guide 4.0 Fuzzy

Konsep teori fuzzy diprakarsai oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 dengan paper seminarnya ”Fuzzy Sets” (Zadeh, 1965). Sebelum bekerja dengan teori fuzzy, Zadeh menggunakan teori kontrol. Dia mengembangkan konsep ”negara”, yang merupakan bentuk dasar dari teori kontrol modern.

Kemampuan set fuzzy untuk mengekspresikan tingkat perubahan dari keanggotaan dan sebaliknya mempunyai kegunaan sangat luas. Tidak hanya merepresentasikan pengukuran ketidakpastian, tetapi juga merepresentasikan konsep kesamaran (fuzziness). Lebih jauh menurut

Marimin (2002) sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika Boolean, yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran antara benar dan salah. Logika Fuzzy, dengan ide awalnya adalah bagaimana cara menyajikan kekaburan, dimana penyajian tersebut harus cukup menggambarkan kekaburan tetapi di lain pihak harus cukup sederhana sehingga komputasinya menjadi lebih mudah.

Metode fuzzy dapat dikembangkan sebagai tool dalam melakukan penilaian terhadap alternatif desain sistem produksi yang memberikan nilai tambah bagi suatu perusahaan (Debina, 2001). Aplikasi lain sebagai alat bantu dalam pemilihan alternatif rekanan proyek dengan memperhatikan beberapa kriteria sebagai persyaratan (Cherry, 2001).

III. METODOLOGI

Metodologi diperlukan sebgai tahap – tahap pencapaian tujuan dari penulisan, berikut pada gambar 3.1 adalah Diagram alir Metodologi Tugas Akhir ini

Beberapa tahap metodologi tersebut adalah : 1. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pada tahapan ini proses identifikasi terhadap permasalahan yang ada di Lapangan, dicari kemungkinan pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari segi teori dan lapangan yang dapat diwujudkan dalam sebuah

penelitian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai analisa desain layout terminal LNG berdasarkan konsekuensi untuk aplikasi pada Terminal Tanjung Benoa Bali dengan menggunakan metode analisa Shellfred untuk mendapatkan hasil yang berdasar tidak hanya pada kriteria kualitatif yang bersifat ketidakpastian, namun juga kuantitatif.

2. Studi Literatur

Pada tahapan ini adalah melakukan studi literatur yang bertujuan merangkum teori – teori dasar, acuan, serta berbagai informasi yang menyangkut penelitian ini. Dimana sumber literatur yang diperoleh adalah dari beberapa Jurnal penelitian yang terkait LNG maupun metode-metode yang berkaitan dengan acuan penyelesaian permasalahan tulisan ini.

3. Survey Lapangan dan

Pengumpulan Data

Dalam tahap Survey Lapangan dan Pengumpulan Data, data yang dibutuhkan diantaranya adalah data Layout terminal, Data kondisi perairan tanjung benoa, dan Data kriteria resiko yang akan digunakan. Data-data tersebut dibutuhkan sebagai pendukung Tugas akhir ini.

4. Pengolahan Data dan Pembuatan Software

Setelah data yang dibutuhkan sudah terpenuhi, maka dilakukan pengolahan data, dalam hal ini data diolah dengan analisa Shellfred. Juga dilakukan studi kasus kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Teknologi LNG sebagai data yang nantinya dikelola dengan metode Fuzzy.

5. Pemilihan Hasil Analisa Resiko

Dari evaluasi yang didapat dari analisa, maka dilakukan pemilihan Desain Layout terminal yang paling rendah resikonya berdasarkan pertimbangan hasil pengelolaan Shellfred.

6. Kesimpulan dan saran

Pada akhir pengerjaan tugas akhir akan ditarik kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan, selain itu akan diberikan berbagai saran mengenai proses dan hasil penelitian, baik dari analisa Shellfred dan komparasi pemahaman mahasiswa terhadap Teknologi LNG yang dikelola dengan Fuzzy yang melalui proses pembobotan dan perangkingan konsekuensi dari data yang didapat.

(7)

Identifikasi dan Perumusan

Masalah

Studi Literatur

1. Buku “Belajar Cepat Fuzzy Logic” 2. Paper tentang “LNG” 3. Paper tentang “Fuzzy”

Pengumpulan Data Informasi tentang daerah teluk benoa dan referensi Terminal yang sudah ada

Desain Layout I Desain layout II Desain Layout II

Analisa Risiko dengan Shellfred

Dipilih Desain yang berisiko terendah

Analisa konsekuensi untuk mengetahui perlu/tidaknya Redesain untuk mengurangi

konsekuensi Tidak Ya Terminal yang disetujui Kesimpulan

Analisa Fuzzy untuk penentuan Pembobotan

Kriteria Risiko

Rangking Kriteria Risiko

Shellfred

Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir Data Referensi Desain yang telah diperoleh dijadikan referensi untuk mendesain 3 tipe desain yang akan diterapkan di Teluk Benoa Bali dengan analisis Risiko dari Software shellfred yang dari software tersebut muncul beberapa kriteria Risiko yang akan memberikan pertimbangan terminal mana yang berisiko terendah. Selain itu dalam skripsi kali ini digunakan pula metode Fuzzy untuk Pengambilan keputusan yang berdasar pada pembobotan Kriteria Risiko, dimana data angka diperoleh dari sampling kuesioner tentang desain yang dirancang.

IV.4 Analisa Risiko

Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa risiko dengan mengolah data yang telah didapatkan. Data-data yang telah didapatkan tersebut dianalisa untuk mengambil keputusan.

(gambar 2. Terminal Desain I dengan skenario Risiko)

(gambar 3. Terminal Desain II dengan Skenario Risiko)

(gambar 4. Terminal Desain III dengan Skenario Risiko)

Setelah itu akan dipilih 1 desain Terminal terbaik dari ketiga desain tersebut untuk selanjutnya di analisa dengan Fuzzy untuk pembobotan kemudian peratingan hingga didapat redesain yang

recommended. Daftar Pustaka

1. Setyawan, Agung, Aplikasi Metode Fuzzy dan MCDM dalam Pemilihan Motor Induk untuk Keperluan Repowering Kapal-kapal TNI AL, 2007

2. http://www.sciencedirect.com/journal_lng_tanke

r

3. Hendra Pratama, Raditya, Risk Risk Assessment Tanker LNG dalam Studi Kasus Suplai LNG dari Ladang Tangguh ke Teluk Benoa Bali ,2010

4. Wulandari, Septi, Risk Assessment LNG Loading Process, 2009

5. http://id.wikipedia.org/wiki/LNG

6. Rozikin, Ngainu, Studi awal Perancangan Sistem Kendali Terpusat dalam Rangka mendukung Wahana Kapal tanpa Awak, 2006

Gambar

Gambar 2.1 Jet Fire yang terjadi pada Terminal LNG Pada  gambar  2.1  menunjukkan  konsekuensi  Jetfire  yang terjadi pada terminal LNG Benoa Bali, dimana Sumber Api berasal dari Pipa LNG.
Gambar 2.3 Gas Dispersion
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir Data Referensi Desain yang telah diperoleh dijadikan referensi untuk mendesain 3 tipe desain yang akan diterapkan di Teluk Benoa Bali dengan analisis Risiko dari Software shellfred yang dari software tersebut

Referensi

Dokumen terkait