ANGGUR MERAH
Pembaca yang budiman,
Kebutuhan jelas beda dengan keinginan. Maslow dan beberapa ahli lainnya cukup rigit mengulas tingkatan kebutuhan manusia itu. Beberapa ahli sesudahnya bahkan telah membangun kritik dan pembenahan, untuk pandangan tokoh-tokoh sebelumnya. Bagiamana konteks kebutuhan itu dalam tinjaun praksis ?
Liputan redaksi kali ini kembali mengunjungi Kabupaten Nagekeo. Sebuah Kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Ngada, di Tahun 2007 lalu. Delapan Tahun sudah, usianya kini.
Kabupaten ini memiliki program replikasi. De Master nama Program itu. Desa Mandiri Sejahter kepanjangannya. Dana tersebut diarahkan untuk memberikan penguatan modal kepada masyarakat, untuk memberdayakan mereka. Ini bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Nagekeo. Pemerintah Daerah Kabupaten melihat perlunya dukungan program pemberdayaan, seperti Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Lalu, bagaimana dengan masyarakatnya?
Secara gamblang, masyarakat telah mengakui besarnya manfaat program pemberdayaan itu, untuk penguatan ekonomi mereka. Banyak cerita sukses kami temui. Aset koperasi yang terus bertambah, lebih dari Rp.250 juta. Ajakan kepada Gubernur menjadi anggota koperasi. Undangan kepada Gubernur juga ibu, untuk mengikuti RAT Koperasi mereka. Ada koperasi yang menyiapkan misa syukur untuk kelompoknya. Kami pun di undang saat itu.
Ternyata ada juga kelompok masyarakat pembelajar. Banyak juga pejuang di tengah mereka. Obsesi pun mereka miliki. Bio urin adalah cerita inovasi lainnya. Beberapa orang terus mencoba (belajar). Mereka berinisiatif memperbaiki penghasilan usaha, dengan aneka daya. Ada yang mempelajarinya dari perpustakaan daerah, buku bahkan browshing di internet. Ada juga masyarakat yang tidak bisa mengakses modal usaha di tempat lain. Dia diragukan, mungkin karena cacat fisiknya.
Desa yang tidak pernah dikunjungi oleh pemerintah daerah setempat pun, kami datangi. Beberapa anggota masyarakat senang dengan kunjungan kami. Tawaran makan siang dan malam, saat mereka tahu wajah lapar kami. Masyarakat lainnya bahkan menyediakan tumpangan, saat malam menjemput penugasan kami. Ada masyarakat yang bahkan dengan tegas mengatakan baru merasa merdeka dengan program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah ini.
Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo mengapresiasi program ini. Masyarakat Desa juga menyampaikan ucapan terima kasih mereka. Jika demikian, cukupkah kita mengambil kesimpulan dari angka-angka saja? Tidak perlukah masyarakat menuntut kepercayaan kepada mereka ? Ataukah program Pemberdayaan Pemerintah Provinsi NTT yang ada hanyalah wujud dari sebuah keinginan? Apakah program ini bukan menjadi sebuah kebutuhan ?
Pembaca yang arif…
Untuk Sajian kali ini, tim redaksi mencoba benar-benar menggali manfaat juga mudaratnya program “Anggur Merah” pada 7 Kecamatan dengan perwakilan dari 97 Desa/Kelurahan penerima. Kurun waktunya antara Tahun 2011 hingga 2014. Tidak semua desa dan kelompok bisa kami kunjungi. Inilah sajian sekilas tentang cerita, asa dan impian mereka.
Tidak saja aparat Pemerintah Daerah, aparat Desa kami temui juga. Pengurus dan Anggota kelompok, tenaga Pendamping Kelompok Masyakat hingga tokoh masyarakat kami datangi. Banyak cara kami mengupas kisah mereka. Tipu-tipu pasti ketahuan. Banyak cerita sukses kami dapati, dengan pesan Kami Butuh Program ini...
KAMI BUTUH…
PELINDUNG
Gubernur Nusa Tenggara Timur
Drs. Frans Lebu Raya
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur
Drs. Benny A. Litelnoni, SH, M.Si
Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Fransiskus Salem, SH, M.Si
Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ir. Alexander Sena
Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ir. Wayan Darmawa, MT Ketua Pengarah
Kepala Biro Humas Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Drs. Lambertus L. Ibi Riti, MT)
(Drs. Marsianus Jawa,M.Si)
Wakil Sekretaris
Inspektur Pembantu Wilayah I
(Drs. Kanis H.M Mau,M.Si) (Aplinuksi Asamani, S.Sos,M.Si)
(Maria Rosalinda Ndiwa,S.Sos)
PDE Inspektorat
(Tarsisius Apelabi,SE, MM)
Perencana Muda
(Yohanes A. Kore, S.STP)
Fungsional Umum Bappeda
(Maria T.R Parera,S.Si)
Fotografer
(Frits Isak Lake,S.Sos) (Kaletus Melek Moring)
(Eljunai Puay)
Desain Grafis
(Marcurius Bani Haba,SH) (Roland E. Nope, S.AP)
ANGGUR MERAH
Mengapa
Anggur Merah...?
9
12
4
14
16
21
27
30
32
24
34
37
De Master, Nagekeo
Drs.Julius Lawotan,
Sekretaris Daearah Kabupaten Nagekeo
Desa Utetoto
Desa Bela :
Koperasi Simpan Pinjam Suka Ria
Aset sekarang Rp.283 juta
Ine, Kami Butuh
Kunjunglah Kami Saat RAT Nanti”
“Bapak Gubernur,
Sangat
Kencing Sapi
Bio Urin,
David Rita, Ketua KSP Renanita
Membantu…
Fransiskus Xaverius OwaHarus Lanjutkan
Frans Mega, Usaha “Kios Gratia”Ini Pinjaman,
Bukan Sumbangan!
18
Saya Minta,
Mereka Berpikir Dulu
Vivi Wungu Belen :
Dengan
Curi Start
Umar Ahmad :Anggur Merah
Kok Muntaber
Oralit,
Hildegunda Kue, Ketua Kelompok Generasi Baru
Master of Ceremony
Berawal Dari
Emilianus Gere Ea
Mengapa
Anggur Merah...?
udah lazim setiap
pemimpin merancang
program pembangunan
S
sebagai jawaban atas
panggilannya menjadi
pemimpin. Semua program
pembangunan itu muaranya
adalah kesejahteraan rakyat.
Kondisi dan konteks sosial
masyarakat yang berbeda
menyebabkan disain program itu
berbeda setiap pemimpin. Di
NTT para gubernur merancang
program pembangunan dengan
melihat kondisiDan konteks
sosial masyarakat NTT pada
masanya.
(Gerakan Meningkatkan
Pendapatan Asli Rakyat) dan
GERBADES (Gerakan
Membangun Desa) cocok dan
tepat.
Herman Musakabe melanjutkan
pembangunan sumber daya
manusia yang telah dirintis
Fernandez melalui 7 Program
Strategis Pembangunan.
Perkuatan pembangunan sumber
daya manusia dilanjutkan oleh
Piet Tallo pada masanya dengan
program Tiga Batu Tungku.
Sama seperti para gubernur
terdahulu, ketika Frans Lebu
Raya mengambil alih kemudi
NTT, pembangunan mulai
diarahkan kepada peningkatan
kesejahteraan manusia NTT.
Maka Program Desa Mandiri
Anggur Merah (DeMAM)
dirancang sebagai
pengejawantahan tekad
mengangkat dan meningkatkan
setiap zaman melahirkan
orangnya, dan setiap orang lahir
pada zamannya.
Gubernur WJ Lalamentik
menitikberatkan penataan
birokrasi pada masa awal
pembentukan propinsi ini.
El Tari mulai memasuki era
pembangunan dengan fokus
pada pertanian dan perkebunan.
Ben Mboi melanjutkan estafet
dengan tetap fokus pada
pertanian dan perkebunan.
El Tari dan Ben Mboi sangat
sadar, lebih dari 80 persen
warga NTT bermata pencaharian
petani dan tinggal di desa-desa.
Fokus program keduanya cocok
dan kena menjawabi konteks dan
situasi sosial masyarakat ketika
itu.
Pada masa Hendrik Fernandez
program sudah mulai mengarah
kepada peningkatan sumber
Program Desa
Mandiri
Anggur Merah
(DeMAM)
Dua tahun setelah menjabat
sebagai Gubernur NTT, Frans
Lebu Raya yang berpasangan
dengan sohib kentalnya Esthon
Foenay, melakukan langkah jauh
dengan membantu secara
langsung uang tunai Rp 250 juta
kepada masyarakat di desa-desa.
Terkesan pemerintah tampil
seperti sinter klas yang
membagi-bagi hadiah kepada
masyarakat.
Tetapi sejatinya, bantuan ini
merupakan langkah konkrit dan
langsung guna membantu
masyarakat keluar dari kubangan
kemiskinan.
Maka, desa yang dipilih
mendapat bantuan ini melalui
kriteria-kriteria tertentu. Lebih
dari itu, bantuan ini juga bukan
hadiah, tetapi dimaksudkan
sebagai modal usaha bagi
masyarakat. Bantuan ini bergulir
dari satu kelompok usaha ke
Bak gayung bersambut, DPRD
NTT ketika itu setuju dan sepakat
dengan pemerintah. Program
Desa Mandiri Anggur Merah
pun mulai jalan tahun 2011.
Program Desa Mandiri Anggur
Merah didukung alokasi dana
APBD, yaitu dana segar
(fresh
money)
Rp 250 juta untuk
ekonomi produktif, Rp 50 juta
untuk pembangunan rumah
layak huni, pendamping
Operasional pengendalian
pembangunan tingkat desa,
kelurahan dan unsur tripika
yaitu pemerintah kecamatan
didukung Polsek dan Koramil
diharapkan dapat menciptakan
masyarakat desa/kelurahan
maju dan produktif.
Program Desa Mandiri Anggur
Merah disinergikan
pelaksanaannya dengan PNPM
Mandiri, Program
Pro Rakyat
“Menciptakan masyarakat
desa/kelurahan yang
maju dan produktif”
Pro Rakyat
Program Hibah Lembaga
Internasional, CSR BUMN dan
Replikasi Program Desa Mandiri
Anggur Merah melalui APBD
Kabupaten/Kota serta partisipasi
masyarakat pada Gerakan Pulang
Kampung (GPK).
Untuk mendukung
pembangunan ekonomi pada
lokasi program Desa Mandiri
Anggur Merah, maka kemitraan
Bank NTT dan Bank mitra
lainnya, akan mendorong
kemitraan dengan Koperasi Desa
Mandiri Anggur Merah dan
Koperasi lainnya.
Optimalisasi strategi
pembangunan termasuk
suksesnya pelaksanaan Program
Desa Mandiri Anggur Merah
merupakan upaya mewujudkan
visi pembangunan daerah tahun
2013-2018 yaitu “Terwujudnya
masyarakat Nusa Tenggara
Timur yang berkualitas,
sejahtera, dan Demokratis, dalam
Bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.
Visi tersebut merupakan harapan
bersama untuk dapat
d
iwujudkan melalui sinergi
Investasi pembangunan
pemerintah, masyarakat, swasta,
asosiasi profesi, kelembagaan
agama dan kelembagaan
masyarakat.
Kebijakan program
pembangunan untuk
mewujudkan visi dan misi
p
embangunan dilaksanakan
melalui kebijakan 8 agenda
pembangunan, 6 tekad
pembangunan dan
Pembangunan Terpadu Desa
Mandiri Anggur Merah.
Delapan agenda pembangunan pemerintah provinsi didukung Kementrian/Lembaga
dan sinergi dengan program kabupaten/kota serta sumber pendanaan lainnya sebagai
berikut :
1.
Agenda Peningkatan Kualitas Pendidikan, Kepemudaan dan Keolahragaan.
2.
Agenda Pembangunan Kesehatan.
3.
Agenda Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Pengembangan Pariwisata.
4.
Agenda Pembenahan Sistem Hukum dan Birokrasi Daerah.
5.
Agenda Percepatan Pembangunan Infrastruktur Berbasis Tata Ruang dan
Lingkungan Hidup.
6.
Agenda Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
7.
Agenda Pembangunan Perikanan dan Kelautan.
Tujuan Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah adalah :
1. Mengurangi angka kemiskinan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif sesuai
keunggulan komparatif dan kompetitif desa/kelurahan;
2. Memberdayakan kelembagaan pedesaan yang dapat mendukung pelaksanaan empat tekad
pembangunan dan 8 agenda pembangunan daerah;
3. Menciptakan calon wirausahawan baru yang dapat membuka lapangan kerja baru yang dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja di desa/kelurahan.
Sasaran Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah adalah:
1. Meningkatnya kemampuan ekonomi dan daya saing desa/kelurahan sesuai dengan basis unggulan;
2. Meningkatnya pemerataan dan keadilan pembangunan di desa/kelurahan yang memiliki
persentase rumah tangga miskin tinggi;
3. Terwujudnya desa/kelurahan yang mandiri secara ekonomi dan bebas dari kemiskinan.
Sasaran
Lokasi Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah yaitu seluruh desa dan kelurahan di 1 kota dan
21 kabupaten se-Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan dilaksanakan dengan sasaran sebagai
berikut:
a. Tahun 2011-2013
Lokasi sasaran program Desa Mandiri Anggur Merah tahun 2011-2013 yaitu setiap kecamatan
dialokasikan 1 desa/kelurahan
b. Tahun 2014-2018
Lokasi sasaran program Desa Mandiri Anggur Merah tahun 2014- 2018 mengacu pada kriteria
sebagai berikut:
- 1 desa/kelurahan untuk kecamatan dengan jumlah desa < 8
- 2 desa/kelurahan untuk kecamatan dengan jumlah desa < 14
- 4 desa/kelurahan untuk kecamatan dengan jumlah desa < 20
- 5 desa/kelurahan untuk kecamatan dengan jumlah desa > 20
Tujuan Anggur Merah
Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah dilakukan dengan beberapa prinsip antara lain :
1. Pemberdayaan, upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dan kapasitas pemerintah
desa/kelurahan melalui pelaksanaan kegiatan yang berdampak langsung terhadap pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat miskin serta keberlanjutan pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan
pemerintahan yang optimal;
2. Partisipatif, upaya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan,
baik dalam bentuk pikiran, tenaga maupun material sehingga tumbuh rasa memiliki dan rasa
bertanggung jawab;
3. Demokratis, pengambilan keputusan dalam setiap tahapan kegiatan didasarkan atas
musyawarah-mufakat dan kesetaraan gender;
4. Bertumpu pada sumber daya lokal, penetapan jenis kegiatan didasarkan pada ketersediaan potensi
dan kecocokan kegiatan sesuai kebutuhan setempat sehingga tercapai daya guna dan hasil guna
pembangunan;
5. Efisiensi: menjamin pencapaian target program dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan
dana dan daya yang tersedia serta dapat dipertanggungjawabkan;
6. Efektivitas: pelaksanaan kegiatan harus mempertimbangkan prioritas masalah dan kebutuhan
masyarakat;
7. Transparansi: manajemen penggelolaan pembangunan Desa Mandiri Anggur Merah dilakukan
secara transparan dan dipertanggungjawabkan;
8. Keterpaduan dan keberlanjutan: pembangunan Desa Mandiri Anggur Merah dapat dilaksanakan
secara simultan dengan program-program pembangunan perdesaan lainnya dengan
memperhatikan keterkaitan dan keberlanjutannya, sehingga mampu menjawab berbagai persoalan
mendasar setiap desa/kelurahan.
Untuk keberhasilan program ini, setiap Desa/Kelurahan Anggur Merah didampingi seorang
pendamping kelompok masyarakat (PKM). Gaji dan biaya operasional PKM sebesar Rp 2.000.000/bulan
untuk PKM yang mendampingi 1 desa/kelurahan, dan Rp 2.500.000/bulan untuk PKM yang
mendampingi 2 desa/kelurahan.
(Tim redaksi)Dibantu PKM
“De Master adalah akronim dari Program Desa Mandiri Sejahtera.
Program pemberdayaan ini merupakan replikasi dari
Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah.
Setiap Desa akan dialokasikan dana sejumlah Rp.100 juta.”
De Master, Nagekeo
emikian komentar Drs.Julius Lawotan, Sekretaris Daerah
D
Kabupaten Nagekeo, dengan antusias. “Dana tersebut merupakan penguatan modal kepada masyarakat untuk komoditi unggulan seperti jagung, garam dan ternak. Usulan ini telah masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Pemerintah Kabupaten Nagekeo, untuk Tahun 2016” tambah Julius optimis, sambil tersenyum.
Sebelumnya, telah ada Program To’o Jogho Waga Sama
(gotong royong), program
replikasi pada Tahun 2011 hingga Tahun 2013. Itulah bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Nagekeo. Saat itu, dianggarkan juga dana sebesar Rp.250 juta kepada tujuh desa setiap tahun anggarannya.
Artinya telah tersentuh sejumlah 21 Desa penerima dalam tiga tahun itu. Dana pemberdayaan itu juga dalam bentuk hibah kepada pemerintah desa. Dana tersebut juga diarahkan bagi kelompok-kelompok yang terindikasi
Drs.Julius Lawotan,
lemah tetapi berpotensi
Ketika ditanyakan tanggapannya tentang kehadiran Program
Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah, ia semakin tegas
menjawab.
“Bagus ! Semua program pemberdayaan, apa pun itu, pasti baik. Pengawasan dan peran pendamping menjadi penting. Para tenaga
Pendamping Kelompok
Masyarakat (PKM) yang dipilih, haruslah dari orang-orang muda yang energik” jawabnya menilai program pemberdayaan ala Pemerintah Provinsi NTT itu.
“Program ini mendidik, tidak saja dari aspek ekonomi. Ada juga keuntungan di aspek sosial, seperti solidaritas masyarakat yang mulai hidup kembali. Kelembagaan koperasi dengan pengetahuan
manajemen keuangannya, menjadi keuntungan baru di tingkat lokal” tanggapnya menjawab pertanyaan kami.
Siang itu, Rabu (11/11), putra kelahiran Adonara 58 tahun silam itu, sengaja meluangkan waktu menemui tim peliput di Kantor Bappedas Nagekeo. Sesekali beliau melucu, menggoda kami untuk tersenyum, bahkan tertawa lepas.
Dalam tanggapan umumnya, selaku pemerintah daerah, beliau sangat bersyukur telah dibantu. Pria yang sangat mencintai Lusia Kia Boto'or, istrinya itu, menilai program pemberdayaan yang hadir, sangat membantu ekonomi masyarakat.
Ayah empat anak yang sempat meniti karir awal sebagai Kepala Kantor Departemen Perdagangan Atambua di
Tahun 1991 itu juga sempat mengurai postur APBD Kabupatennya. Kepala Bidang Perencanaan Bappedas Nagekeo. Beliau membenarkan semua pernyataan Sekretaris
Daerahnya. Untuk kelemahan yang dijumpai selanjutnya
diterangkan, pria asal Desa Sawu yang akrab dipanggil Meus itu.
“Peningkatan kapasitas Sumberdaya PKM menjadi hal penting. Solusinya, kami
adakan rapat koordinasi (rakor) pada tanggal 6 setiap
bulannya. Dalam rakor itu, kami adakan pelatihan-pelatihan terkait manajemen koperasi, seperti laporan keuangan, pertanggungjawaban pengurus dan lain-lain” jelasnya
menunjukan dukungan teknis di tingkat pemerintah daerah.
“Manfaat program ini selain untuk masyarakat, juga harus dilihat sebagai asset bagi desa.
Tatap muka bersama Bertolomeus G. Owa (kiri), Kepala Bidang Perencanaan Bappedas Nagekeo
Karena itu, tanggungjawab program ini mestinya tidak diserahkan kepada tenaga PKM saja. Pemerintah desa melalui perangkatnya, juga harus mengambil bagian, aktif di dalamnya” demikian
pendapatnya, ketika ditanya soal kelemahan program ini. Ada juga pendapat masyarakat yang masih melihat program ini sebagai bentuk perhatian pemerintah, secara cuma-cuma. ”Dana ini dianggap seperti dana Inpres Desa Tertinggal (IDT). Boleh dikembalikan, boleh juga tidak. Begitu menurut mereka” tambahnya.
Setelah mendapatkan wejangan yang cukup dari Bapa Julius dan pak Meus, kami menemui para tenaga PKM. Dalam Ruang Rapat Bappedas itu, kami menyampaikan maksud
kedatangan tim peliput. Setelah membagi diri ke dalam tiga tim, kami langsung turun lapangan. Waktunya beraksi.
Perwakilan 97 Desa/Kelurahan yang ada di tujuh Kecamatan, kami agendakan bersama para PKM. Tim satu betugas menyisir Desa/Kelurahan yang masuk ke dalam tiga kecamatan. Dua srikandi kami utus, Ibu Dina dan Ibu Tety. Mereka bertugas ke wilayah Kecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan Wolowae. Tim dua bertugas menyusuri Desa/Kelurahan yang ada dalam Wilayah Kecamatan Boawae dan Mauponggo. Ada Lucky dan Wily di situ. Untuk Desa/Kelurahan dalam Wilayah Kecamatan Keo Tengah dan Nangaroro, bertugas Aven dan El Puay.
Tim peliputan tiba di Nagekeo, setelah sebelumnya mendarat sempurna di Bandara
Aroeboesman, Ende. Trans Nusa dengan Kode Penerbangan MB8 517 landing sedikit terlambat. Waktu tiba yang tertera di tiket adalah 14.10 Wita. Siang itu, Selasa (10/11), kami ke Maby dengan kendaraan Travel.
Hanya anggota tim yang bernyali dan tangguh saja, akan menikmati penugasan seperti ini. Apa saja kisah hasil liputan tim kami? Mari ikuti cerita-cerita kami selanjutnya.
Bravo Tim…!! (Lwl/hms)
“Saat awal mendengar
Petinggi Kabupaten, apalagi Provinsi NTT” jelasnya kepada tim buletin. Bapak Desa jugamenambahkan bahwa pada musim hujan anak-anak dari desa tersebut tidak dapat bersekolah.
Informasi dari Bapak Desa ini menggetarkan hati alumnus Fakultas Peternakan Undana ini. Tak lama sesudahnya, seorang tokoh masyarakat dari Dusun D yang berjarak 3 km dari Kantor Desa dengan suara berat sambil menahan tangis berujar.
“Mesu Ine (kasihan mama), beberapa tahun silam.
Ungkapan laki-laki tua yang kemudian dikenalnya bernama Wenslaus Denga ini, membuat hatinya berubah. Di depan kepala
desa dan sang suami, ia pun membatalkan keinginannya untuk menarik diri dari PKM.
Sambil meminta maaf karena tidak bisa mendampingi tim buletin turun ke desa-desa penerima program berhubung ia sedang mengikuti pelatihan selama 3 hari di ibu kota Kabupaten Nagekeo, wanita yang pernah bekrja sebagai tenaga honorer di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi ini menjelaskan langkah awal yang dibuatnya.
“Selama dua hari saya melakukan sosialisasi dengan semua warga masyarakat yang berjumlah 150 kk. Saya juga meminta dukungan dari pemerintahan desa untuk membentuk tim dan melakukan verifikasi masyarakat penerima bantuan anggur merah,” jelas wanita yang bersuamikan orang Nagekeo ini. Bappedas (Badan Perencanaan Daerah dan Statistik) Kabupaten Nagekeo. Wanita berdarah Malaka ini mengisahkan bahwa Desa Uetoto merupakan penerima bantuan Anggur Merah Tahun 2011.
“Tak ada akses sama sekali ke desa tersebut. Masuk dari jalan umum sekitar 10 km. Jalanan tanah, melewati hutan, bukit dengan tanjakan dan tikungan yang sangat terjal. Pada saat musim hujan, untuk sampai ke sana hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki,” jelas ibu beranak 3 tersebut.
Keputusannya sudah bulat setelah berembug dengan sang suami yang bekeja di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Nagekeo. Karena itu, dua hari setelah menerima SK, ia pun beranjak bersama suami menuju Desa Uetoto untuk melapor diri sekaligus mengungkapkan keinginannya kepada Kepala Desa.
Ditambahkannya setelah melakukan survey, diputuskan bersama untuk melakukan
pengembangbiakan sapi bali. Ada 6 kelompok penerima bantuan dengan jumlah anggota 50 orang.
Dalam pertemuan bersama dengan anggota kelompok, disepakati pula bahwa penerima bantuan harus membeli sapi yang siap kawin maksimal pada bulan kedua sesudah bantuan tersebut diterima.
“Kami menyepakati masa kontrak pinjaman adalah 3 tahun dengan bunga 0,5 persen. Anak pertama sapi adalah aset
pengembalian cicilan pokok,” jelas Ibu Evi dengan penuh semangat.
Syukurlah sampai dengan tahun 2014 saat kontrak berakhir, dana telah mencapai Rp. 270 juta dengan jumlah sapi sudah berkembang sampai 150 ekor.
Untuk menggerakan ekonomi masyarakat yang dari segi potensi alamnya sangat menjanjikan, Ibu Evi menginisiasi pembentukan Koperasi Serba Usaha Waemode pada tahun 2012 untuk anggota kelompok Anggur Merah.
Iuran pangkalnya adalah sebesar Rp. 100.000/orang, iuran wajib Rp. 5.000/orang dan iuran sukarela Rp. 5.000/orang.
Pada bulan Nopember 2012, Bapak Gubernur Nusa Tenggara Timur sendiri yang datang untuk meresmikan Koperasi tersebut setelah dikelurkan surat izin untuk berbadan hukum. Saat itu, semua sapi anggur merah yang telah berjumlah 75 ekor dikumpulkan di lapangan terbuka.
“Salah seorang anggota kelompok memeluk Bapak Gubernur sambil menangis dan berujar bahwa ia baru merasakan Indonesia Merdeka dengan kunjungan Bapak Gubernur. Sebelumnya tak pernah ada pejabat pemerintah yang mengunjungi desa Uetoto,”
Setelah kunjungan Bapak Gubernur, akses ke Desa Uetoto perlahan-lahan berubah. Dengan menggandeng program PNPM dilakukan kerja gotong royong untuk membangun rabat
sepanjang 9 km. Pada tahun 2012 juga lampu sehen mulai menerangi desa. Diikuti dengan masuknya PLTS pada tahun 2013.
“Ada kebanggaan secara pribadi saat masyarakat mengumpulkan sapi di kandang umum. Saya merasakan mereka punya masa
depan yang cerah dengan aset yang mereka miliki,”jelas Ibu Evi. Rasa harunya semakin menjadi-jadi setelah pada tahun 2014 , ada reuni anak-anak dari masyarakat desa yang bersekolah di Jawa.
“Bapak Gubernur,
Kunjunglah Kami Saat RAT Nanti”
Demikian pesan anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Mandiri di Desa Bela,
Kecamatan Mauponggo, Nagekeo. Pesan itu terlontar spontan
pada Sabtu (12/06) pagi, saat kunjungan Ibu Lusia Adinda Lebu Raya
ke desa mereka.
apat Anggota Tahunan (RAT) itu tepatnya direncanakan akan
R
berlangsung pada minggu ke dua, Maret 2016 nanti.
Pesan itu diingatkan kembali kepada tim peliput, saat
bertandang ke Bela, (12/11) lalu. “Walau banyak Cengkeh dan Kakao yang dimiliki masyarakat Desa Bela, dana Bantuan
Anggur Merah sebagai Program Bapak Gubernur,Frans Lebu Raya sangat membantu
masyarakat di desa kami” kata Michael Ngege, Kepala Desa Bela yang ditemui sore itu, di kantor desanya.
Menurut Kepala Desa Bela itu, hasil alam di desa mereka cukup melimpah. Sejak Bulan Mei hingga Bulan Juli,
masyarakat memanen kakao. Sedangkan, pada Bulan Agustus sampai Desember, masyarakat memanen cengkeh. Itulah beberapa komoditas unggulan, salah-satu desa dalam wilayah Selatan Nagekeo itu.
“Sebelum memanen komoditas unggulan milik masyarakat ini, mereka (masyarakat) membutuhkan dana untuk panen. Kebanyakan dari mereka mengunakan
uang tengkulak. Sebagai
contoh, jika menggunakan uang Rp.5 juta maka setelah panen mereka harus menganti uang tengkulak sebanyak Rp.7 juta. Rentang waktu pinjaman itu pun hanya selama satu sampai dengan dua bulan saja. Artinya, bunga pinjaman tersebut
berkisar antara 20 sampai 40%” terang Michael.
“Ada juga masyarakat yang telah melakukan ijon,
normal berkisar antara Rp. 120.000,- hingga Rp.165.000,-. Kehadiran Koperasi Mandiri milik Desa Bela, telah banyak membantu masyarakat keluar dari masalah tengkulak” tambah pria 54 tahun itu.
Hal ini juga sudah mereka sampaikan kepada Ibu
Gubernur, waktu berkunjung ke desa mereka (12/6) lalu. Ketika itu, ibu hadir untuk memotifasi masyarakat agar giat berusaha dalam bidang ekonomi
produktif.
Menurut Kepala Desa Bela, Ibu Lusia Lebu Raya
menyampaikan kalau desanya termasuk makmur. Bukanlah desa yang miskin, seperti daerah-daerah lain di NTT. Buktinya, desa ini memiliki banyak sekali Kakao, Cengkeh serta banyak sumber air yang melimpah ruah. Alam Desa Bela sangat baik untuk
dikembangkan berbagai usaha ekonomi produktif.
Masyarakat dapat mengakses dana melalui koperasi milik desa yang disarankan
Gubernur. Jika berhasil, Ibu dan Bapak Gubernur akan kembali mengunjungi desa itu, tahun depan.
“Sekarang, koperasi kami dananya telah mencapai lebih
dari Rp. 300 juta. Untuk itu kami minta ibu Gubernur harus penuhi janjinya, untuk datang ke desa kami bersama
Gubernur“ harap ayah tiga anak itu. Hal senada di katakan juga oleh ketua Koperasi
Mandiri.
“Tantangan ibu gubernur telah kami jawab. Dengan dana yang ada, asset koperasi ini telah mampu melewati angka Rp.300 juta. Berbagai jenis usaha ekonomi produktif kami maksimalkan. Ada paron sapi,
dilaksanakan pada minggu ke dua Bulan Maret 2016 “
demikian harap Blasius Jea. Menurut beliau, dalam RAT nantinya akan disampaikan harapan lain dari pengurus koperasi. Pengurus ingin membahas strategi untuk memutus mata rantai tengkulak dan sistim ijon.
Caranya, KSP Mandiri menyediakan sejumlah dana untuk langsung membeli hasil komoditi dari masyarakat. “Jika Gubernur bisa hadir dan sibuk melakukan pembenahan administrasi pembukuan koperasi Mandiri Desa Bela. Biasanya, dialah orang yang selalu dicari anggota koperasi yang ingin membayar maupun mengajukan permohonan pinjaman.
Dialah bendahara Koperasi, Maria Hermina Bhiki yang selalu melakukan perubahan, untuk koperasi Mandiri binaan program Anggur Merah itu. Ibu Bendahara Koperasi yang biasa disapa ibu Hermin itu, tampak tidak canggung ketika kami ajak bicara.
Dia bertutur bahwa Koperasi Mandiri Desa Bela telah sebagai anggota koperasi. Sedangkan dana penyertaan yang diberikan terus
berkembang. Dari modal awal Rp.250 juta, kini telah
berkembang menjadi
Aset sekarang Rp.283 juta
“Awalnya, di Bulan Maret 2015, saya pinjam Rp.5 juta, untuk beli babi.
Langsung tutup tanggal 30 Juni 2015, karena punya sapi pribadi yang laku terjual
dengan harga Rp.5,3 juta. Sekarang, saya pinjam Rp.10 juta lagi,
untuk pengembangbiakan babi.
egitu kisah Baltasar Laga (47), anggota sekaligus Tim Verifikasi Koperasi
B
Simpan Pinjam Suka Ria, Desa Raja, Kecamatan Raja. “Saat ini, saya sudah masuk putaran ke dua. Pada Bulan September, saya buat pengajuan baru. Sekarang masuk bulan ke empat pengembalian” kata Baltasar.
koperasi. Bunganya telah ditetapkan sebesar 1% setiap bulan.
Maksimal waktu
pengembalian pinjaman adalah selama 30 bulan. Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib telah disetujui oleh para anggota kelompok masing-masing senilai Rp.5.000,- per bulannya.
Ayah dari sulung yang telah menamatkan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas setempat itu
mengisahkan manfaat program Anggur Merah untuk
keluarganya.
Salah satu putrinya juga bisa mendaftar sebagai Polisi
Wanita, lewat hasilnya memelihara ternak babi dan sapi. Urusan ekonomi keluarga, juga bisa dipenuhinya dari keuntungan perputaran usaha ternak yang ditekuninya sejak awal.
Dengan enteng, Baltasar menceritakan kisahnya yang sudah dua kali mengakses pinjaman. Ia juga memiliki bebrapa ekor sapi yang diikatnya dekat kali.
Sayangnya, kami tidak sempat mengambil gambar sapi Baltasar, yang juga pengurus kelompok petani pemakai air
Baltasar Laga Tim Verifikasi Koperasi Simpan Pinjam Suka Ria
Dia juga menyebutkan beberapa anggota kelompok mereka yang sukses, sehingga asset koperasi mereka terus bertambah.
Pria beranak enam itu yakin bisa melunasi pinjaman ke duanya lagi. Ia mengaku telah menyepakati beberapa
Saat ditanya tentang peran tenaga PKM yang ada di desanya, dia mengaku pernah menyampaikan beberapa usulan. “PKM, tolong bantu kami dengan juknis yang jelas. Supaya, kalau diperiksa, kami tidak raba-raba lagi” pintanya.
“Satu usulan, agar setiap penyetoran, dimasukan ke dalam rekening dulu. Setelah itu, baru digulirkan lagi. Kami minta pertimbangan bersama, karena masih melakukan pembukuan secara manual. Biasanya, kalau ada anggota kelompok yang mengajukan pinjaman, kami langsung realisasi saja…” tambah Baltasar.
“Kalau bisa tambah dana hingga Rp.500 juta bagi setiap desa. Supaya semua
masyarakat bisa terlayani bantuan program ini” demikian usulan akhirnya. Untuk
kelompok ternak ini telah terbiasa mengelola uang bersama.
Pengalaman itu mereka dapatkan karena sudah pernah memilki Usaha Bersama
Simpan Pinjam (UBSP) yang berjalan sejak Tahun 1996. Ketika itu, mereka
mengelolanya lewat Program
Anggota UBSP kala itu sebanyak 65 orang.
Karenanya, Pemerintah Desa Raja langsung mempercayakan mereka mendapatkan juga bantuan Program
Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah, di Tahun 2014. Saat ini, kelompok mereka masih memiliki 53 orang anggota
“Lewat bantuan yang saya dapat, saya bisa membeli sapi. Dari sapi ini,
saya bisa memproduksi Bio Urin untuk kebutuhan pemberantasan
hama wereng sawah. Hasilnya juga bisa dijual.
Satu tong dihargai Rp.35.000,-“
emikian keterangan David Rita (55), Ketua Koperasi Simpan Pinjam
D
(KSP) Renanita, di Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae. Ada yang menarik dari usaha ternak sapi bapak tiga anak itu. Dia membuat Bio Urin dengan pupuk, pestisida juga bokasi dari kombinasi kotoran ternaknya.
Kami pun diajak bapak David untuk melihat bagaimana proses bio urin yang
“Untuk menghemat, saya membuat bio urin dari air kencing sapi. Kotorannya saya buat pupuk kandang. Ada 13 jenis tumbuhan yang harus diramu. Prosesnya memakan waktu selama lima hari.
Catatan saya ini menggunakan istilah daerah. Pasti pak tidak mengerti” tutur mantan Petugas Penyuluh Lapangan itu, sambil membuka buku catatannya.
Daun Pandan, Nimba, Mahoni, Sere Merah, Nanas
Kencur. Bahan-bahan itu masih pernah kami dengar ketika disebutnya. Jenis lainnya, belum pernah kami dengar. Itulah beberapa bahan untuk pupuk dan pestisida.
Untuk bokasi setidaknya butuh dedak kasar, batang pisang, garam dan gula. “Ini adalah hasil campurannya…” ujar David sambil membuka gentong berwarna biru. Untuk jelasnya proses pembuatan bio urin itu, saran kami anda
2
Untuk diketahui, KSP ini berdiri pada tanggal 29 April 2014. Pencairan pertama, dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2014 hingga 27 Pebruari 2014. Karena kesepakatan anggota, cicilan dimulai pada bulan ke dua setelah pencairan.
Tepatnya sejak Bulan Desember cicilan itu dimulai. Pada waktu itu, anggota koperasi perdana berjumlah 50 orang.
Pada tanggal 4 Mei 2015, dilakukan pencairan untuk tahap yang ke dua. Terjadi penambahan 15 orang baru, dengan usaha paronisasi babi. Sekarang, total jumlah anggota koperasi itu adalah sebanyak 65 orang. Tanggungjawabnya, langsung diarahkan kepada orang per orang. Tidak melalui kelompok-kelompok lagi.
“Program 'Anggur Merah' sangat membantu masyarakat.
Masyarakat penerima
mengalami perubahan ekonomi keluarga” demikian kata David menilai. Jangka waktu
pengembalian pinjaman berfariasi.
Rentang waktu sesuai jenis usaha masing-masing. Paling cepat jangka waktunya 18 bulan. Paling lambat 24 bulan alias dua tahun. Besaran pinjaman diberlakukan sama untuk seluruh anggota, yaitu sebesar Rp.5 juta.
Sore itu, selepas bincang-bincang bersama Ester Elu (28) di Kantor Lurah Rega, kami beranjak menyusuri tikungan kanan kembali ke arah Mbay. Sekitar lima menit kemudian kami tiba.
Ditemani Yohanes Nestor Naireu,S.Sos, PKM Desa Rega kami mengendarai Yamaha Vixion miliknya. Turut serta bersama kami sejak hari pertama Andreas Tuba Ghela,SH, PKM Kelurahan Nageoga.
“Jika sebelumnya, saat belum ada koperasi, masyarakat terbiasa untuk langsung beli dan jual. Setelah ada program ini, masyarakat mulai bisa mengelola uang mereka. Mereka sudah mulai bisa
Ester Elu
penjelasan Ester Elu,
Bendahara KSP Renanita, di Desa Rega itu. Dilaporkan juga bahwa 94% penduduk
Kelurahan Rega hidup dengan bertani.
“Hampir seluruh warga kelurahan kami
menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian, ternak dan sawah. Karena itu, banyak masyarakat yang kemudian melakukan kombinasi usaha tani sawah dengan ternak. Sebagian besar anggota koperasi kami melakukan itu” tambah Ester yang juga menjabat sebagai Kepala Urusan Pembangunan Kelurahan Rega.
Lulusan Univeritas Warmadewa, Denpasar 2009 itu tidak setuju kalau Program Anggur Merah dihentikan.
“Janganlah… Belum semua warga desa bisa memperoleh bantuan. Banyak juga desa yang belum mendapatkan manfaat program ini” kata kepala urusan yang mulai bertugas pada Tahun 2013 lalu itu. Sebelumnya, dia adalah PNS yang bertugas di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga sejak Tahun 2010. Kelurahan ini memiliki 4 lingkungan, dengan jumlah penduduk sebanyak 2.667 jiwa atau 544 Kepala Keluarga. 65 orang anggota KSP Renanita tersebar dalam wilayah itu dengan jenis usaha yang bervariasi.
Akan tetapi, jenis usaha paronisasi sapi mendominasi kelompok usaha lainnya. Setidaknya 50 orang pertama memiliki kesamaan usaha penggemukan sapi itu. 14 orang
anggota baru memilih usaha penggemukan babi jantan. Satu orang sisanya memilih untuk membuka usaha kios.
Kelurahan ini memiliki luas wilayah 562 Ha, dengan batas utara Kelurahan Ratongangobu.
Selatan berbatasan dengan Desa Kelimado dan Kelurahan Wolopogo. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Wolowea Barat. Kelurahan Nageoga, menjadi wilayah yang berbatasan di sebelah Barat.
Sangat Membantu…
“Bagi saya, sangat membantu. Saya bisa beli mesin tetas, buat kandang baru
dan tarik listrik dari kampung sebelah. Jaraknya kira-kira 720 meter.
Akhirnya, saya punya meteran sendiri untuk kandang,
dayanya 900 Watt. Ada juga mesin isap air”
Fransiskus Xaverius Owa
a m
N sinya banyak, sekalian untuk makan mala , i n s a m t
hitung kam . I forma iny , ka i telah di unggu beberapa anggota koperasi sejak siang.
k a a Mere a adalah salah s tu koperasi y ng
m a 5 menerima bantuan odal usaha sebes r Rp.2 0 juta dari Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur di Kelurahan Nageoga, Boawae.
e s n k
penggemukan babi, pemeliharaan kambing, s a b a u
Sebelumnya, dia memang udah menekuni n m l
usaha i i. Dia sudah emi ki 15 ekor induk, kala itu. J di ba tuan yang dipe olehnya, a n r
sesuai har i pasar.Har abu adalah h i untuk i R ar Pasar Boawae. Hari Senin adalah H ri Pasar a Maupongg Dia menjualnya di rumah ju a.o. g
Lulusan STM Mes n Sa jaya itu pu se ing i n n r melakukan beberapa percobaan dengan
usahanya. B asanya, ia men gunakan n ormas i d g i f i dari internet dan uku-buku pet rnakan koleks b e i per stakaan se agai re ere si. Sekarpu b f n an ,g ia s de an m ng e coba ber h ke pen ualan bibit an kali j a ayam. Kalau d ban ingkan e ga menju telur, i d d n n al te tu memelihar b bit b h repot.n a i le i
Tepat ya, B lan A us us 2015 lalu Fran iskus n u g t s menc ba be alih dari men ual t lu kepada o r j e r usah m nj al a e u anak ayam.
Saya beli mes n tetas engan har a “ i d g Rp.55 .000,- Dari 6 e or indu saja, bisa 0 1 k k ditetaskan lebi d ri 11 ekor anak ayam. Anak h a 0 ayam itu su ah b sa dijual kembali sa usia ua d i at d hingga tiga ming u. Te api, saya kemu iang t d berh nti e pr uod ksi karena penyakit ng rok” o ceritan a d ngan r t te lihat ediki kecewa. y , e au r s t Men ru mereu t ka, Bulan uli hingga A il J pr
merupakan waktu yan rent n dengan g a penyakit
Untuk dik tahui, Fran iskus memiliki ke ajiban e s w penge b ian seb sm al e ar Rp 775 ribu. Uang .
sejumlah itu, sudah termas esaran pokok duk b an bungan a. J ngka wakt penge b ian selama y a u m al 24 bulan. ahap pertT ama tel l nas di Bulan ah u Agus us 20 . Dia o tim bis menye esaiakn t 15 p is a l pinjaman tahap ke dua tahun de an.p
Untuk m ngatasi pe y kit ayam, dia m n oba e n a e c membuat jamu e diri. Harganya l bih murah s n e karena bahan-bah nn a bi a didapat di ke un. a y s b Ada bawan putih, halia, kun it, aun sirih, k u g y d ay manis, tem awak dan s u agi jenis k it poh nul at l ul o h an alau ti ak salah, mere a eny but yut . K d k m e n a 'kupe.’
Untuk mengata i p n akit aya , ia mencobas e y m d membuat jamu sendiri. Harganya ebih murahl karena bahan b- ahannya b a idapat di eb .is d k un A a bd awang put , halia kun it, dih , y aun s irih, kayu manis, te ulawa an s u lag je is k lit pohonm k d at i n u hutan. Me ka men eb n a 're y ut y kupe.’
Cairan jamu hasil olahan sendiri. Digunakan untuk mengobati penyakit ayam
ka t a a b w
Gregorius Bu'u Wea,
Ketua Koperasi Simpan Pinjam Kebilobo
“Sekaran , ag k mi pu ya 33 ek r in uk ayam. 8 n o d 1
Harus Lanjutkan
“Jangan sampai program ini habis di masa jabatan Bapa Tua (Frans Lebu Raya).
Harus dilanjutkan, supaya banyak masyarakat bisa merasakan manfaatnya.
Kalau dihentikan, kami merasa kehilangan, karena kami sudah pernah
merasakan manfaat.”
egitulah harapan Frans Mega (38), salah satu anggota kelompok usaha
B
Kios di Desa Raja, Kecamatan Boawae. Siang itu, kamis (12/11), tim menemui Marselina Wonga (35), istri Frans di Kios Gratia, tempat usaha mereka.
Mereka adalah anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Suka Maju Ria. Ibu dari Maria Elisabet Maru itu sempat mengira kalau kami hanyalah salah-satu pembeli yang mampir. “Ada Aqua mama? Tolong empat botol, Agua sedang… Berapa mama?” Kami coba memulai
pembicaraan.
“Semua Rp.16 ribu, sisanya gula-gula ka?” jawabnya mengambil kresek, sambil menatap. Kami pun mengiyakan pertanyaan istri Frans Mega itu. Karena kepanasan dan dahaga, seteguk kemudian kami
bertanya lagi.
Mulai menjawab. “Bapak ada di atas, sedikit lagi datang…” Jawabnya sambil menunjuk ke arah timur. Rupanya informasi kedatangan kami sudah sempat diinformasikan Ima (sapaan Imakulata), sesaat sebelumnya.
Setelah mendengarkan penjelasan dari maksud kedatangan kami, ia pun terlihat lebih santai. Kami diajaknya duduk.
“Bapa ada ka?” Sesaat kemudian, Marselina tersenyum melihat Imakulata Bei,S.Kel (35), Pendamping Kelompok
Masyarakat (PKM) Desa Raja. Ia kemudian tahu kalau kami adalah tim dari Pemerintah Provinsi NTT yang ditugaskan untuk meliput.
Terdengar percakapan
singkat mereka dengan bahasa daerah. Sesaat kemudian ia
Sambil melayani pembeli yang terus datang, kami pun terus mengobrol, bercerita. Seteguk dua teguk, saya minum lagi. Tiba-tiba muncul sesosok pria berbahu kekar masuk. Pria berbaju merah itu berjalan merangkak.
Maaf, ia tampak berbeda, terlihat lebih pendek dibanding kebanyakan orang. Rupanya, ia berjalan dengan bantuan tangan. Cacat itu didapatnya kira-kira sejak usia tiga tahun.
Kami bersalaman, istrinya pun langsung berdiri, memberi kursinya untuk sang suami. Obrolan kami pun berlanjut lagi. Penerima bantuan Anggur Merah Tahun 2014 itu pun menjawab satu persatu pertanyaan kami.
Ketegangan di raut wajahnya, terlihat terus berkurang. Ia semakin lancar menjawab, tidak enggan melanjutkan
jawabannya dengan kisah hidupnya.
Diceritakan jika ia telah memulai usaha kios itu,
sebelum menikahi istrinya. Mereka menikah di tanggal 31 Agustus 2011. Kira-kira dua tahun sebelumnya, artinya di Tahun 2009, usaha kios itu dimulainya. Saat itu, ia memulai berjualan denga modal
seadanya.
“Sebelum pinjam,
penghasilan perhari kira-kira Rp.500.000,- saja. Setelah pinjam 'Anggur Merah' penghasilan saya bisa mencapai Rp.1,5 juta” kata Frans. Frans meminjam Rp.50 juta untuk tambahan modal usaha.
Dengan masa waktu pengembalian 30 bulan, ia harus menyicil pokok sebanyak Rp.1,7 juta setiap bulannya. Jika ditambahkan dengan bunga sebesar Rp.500 ribu perbulan, berarti setiap bulannya ia harus menyicil sejumlah Rp.2,2 juta. Jumlah yang cukup besar, pikir kami.
Kami pun mencoba mencocokan informasi itu dengan pembukuan, juga laporan bulanan yang selalu
disampaikan ke Bappeda Provinsi NTT. Tercatat pada Bulan Oktober 2015, telah
disetor Simpanan Pokok dengan total Rp.18.670.000,-. Total
bunga yang tercatat sejumlah Rp.5,5 juta.
Dengan demikian total pengembalian Frans adalah sejumlah Rp.24.170.000,- Sisa pinjamannya ada di angka Rp.30 jutaan, termasuk bunga.
Bermodalkan pinjaman Rp.50 juta itu, ia bisa membeli barang yang lebih banyak lagi. Rak belanjaan kayunya kini sudah diganti etalase kaca. Saat mendapatkan bantuan itu, dia bisa menambah empat etalase kaca lagi.
Ia terlihat optimis, bisa menyelesaiakan pinjamannya sesuai jadwal jatuh tempo, yaitu pada 30 Juli 2016 nanti.
“Saya bisa bergerak agak bebas. Bisa belanja dengan jumlah agak besar.
Sebelumnya, hanya bisa belanja satu bal per minggu. Saya jual eceran saja. Sekarang, bisa satu dos per minggu laku terjual. Jadi saya bisa jual eceran, bungkus atau juga bisa jual bal” katanya menjelaskan.
Sekedar untuk diketahui, satu dos setara dengan empat bal rokok, isinya 20 pak. Satu pak,
satu dos itu isinya 200 bungkus rokok. Ada peningkatan yang drastis, dari satu bal perminggu menjadi empat bal (satu dos) setiap minggunya.
“Karena keterbatasan fisik, saya hanya bisa usaha kios. Sebagai sampingan, saya juga pasang sound system. Kalau pesta-pesta, orang minta pasang. Saya punya sound system, bisa pasang sendiri juga pak. Biasanya, Bulan Juni sampai November pesta” terangnya dengan bahasa seadanya.
Saat kami tanya tentang peran pendampingan yang dilakoni Imakulata, tenaga PKM, mereka tersenyum menjawab.
“PKM ramah. Setiap bulan kami pertemuan. Tanggal 30 setiap bulan, kami pertemuan bersama, sekalian setor (cicilan)” demikian komentar
bersahutan, sambil senyum melihat Imakulata.
Frans juga membagi pengalamannya, pernah di tawari pinjaman oleh pihak perbankan. “B** pernah tawar. Sudah penuhi persyaratan, ternyata diam-diam saja. Tidak ada realisasi. Lihat fisik saya, mungkin ada keraguan. Jadi, saya juga diam-diam saja” cerita Frans tersenyum.
“Banyak kemudahan, tidak seperti Bank, sulit. Bunga Bank juga 13 % satu tahun. Tidak ada yang kembali (SHU). Kalau ini, cukup jadi anggota kelompok. Mereka lihat usaha kita seperti apa. Karena ada kepercayaan, saya bisa pinjam. Memang ada ikatan sebagai jaminan.
Teguran juga ada, kalau jadi anggota yang tidak tepat waktu bayar pengembalian” demikian terang Frans membandingkan kemudahannya, mengakses bantuan Program Desa Mandiri
Ini Pinjaman, Bukan Sumbangan!
“Kami selalu mengingatkan anggota koperasi bahwa bantuan ini sifatnya
Pinjaman, bukan Sumbangan. Masyarakat kami sudah paham itu. Untuk
pengurus, tidak boleh meminjam sebelum masyarakat mengakses. Prioritas
kami adalah masyarakat, bukan pengurus.”
egitu keterangan Siprianus Lalu (55), Manajer Koperasi
B
Simpan Pinjam (KSP) Bina Usaha di Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo. Menurutnya, kepercayaan menjadi modal utama untuk mengelola sebuah koperasi.
Karenanya, pengurus
koperasi tidak boleh main-main. Harus jadi contoh. Enam bulan pertama, pengurus melayani anggota secara sukarela. Mereka tidak digaji.
“Kami mau minta Bapak Gubernur masuk jadi anggota koperasi kami. Kami dengar beliau sudah masuk anggota Koperasi Kenisa. Saran kami, Pemerintah Provinsi adakan perlombaan antara desa penerima dana Anggur Merah. Siapa menang, dapat hadiah, hibah penguatan modal atau penghargaan sejenisnya. Warga desa mengucapakan terima kasih banyak. Begitu banyak desa di NTT, tetapi Pemerintah Provinsi NTT masih peduli dengan desa kami. Besar kecilnya bantuan tidak soal” demikian komentar manajer koperasi yang mendapatkan bantuan pada Tahun 2014 itu.
“Kami juga minta supaya ada pusat koperasi, di provinsi saja. NTT akan jadi Provinsi Koperasi yang tumbuh dari desa. Kalau
pemerintahan pasti jalan, terpusat di desa. Di desa ini, kami berlakukan sanksi sosial. Kewajian mereka pasti selesai, kalau tidak akan malu tinggal di desa ini” tambahnya
mengajak masyarakat desa yang terkenal dengan hasil panen cengkeh itu.
Digambarkannya jika Bulan Juli hingga Oktober, masyarakat
pasti punya uang. Saat itu, pesta banyak. Tetapi kalau sudah Bulan Januari hingga April, hanya mereka yang pandai mengeleola uang yang akan bertahan.
Pria paruh baya itu ternyata adalah seorang pensiunan karyawan BRI Ruteng. Ia purna bakti di Tahun 2013, kurang lebih dua tahun sudah ia
Siprianus Lalu,
pensiun. Pantas saja, cicilan kelompok lancar, PKM juga terlihat tenang.
Belum lagi Ketua Koperasinya adalah juga seorang pensiunan di bidang pertanian. Dialah Yohanes Laki (63), pensiun dari Dinas Pertanian Sumba Barat Daya di Tahun 2008 lalu. Ketua paham pertanian, manajer paham perbankan, begitu pikir kami.
Tertarik untuk mengetahui lebih jauh, kami ajak berdiskusi sebelum nantinya melihat langsung anggota kelompok dengan usahanya masing-masing.
“Program ini memang betul-betul membantu masyarakat dengan berbagai jenis usaha mereka. Usaha produktif jalan, ada nilai tambah. Contoh saja usaha bengkel, dia bisa menambah alat-alat
meubelernya. Tambah lagi, kami bisa belajar berkoperasi di desa. Koperasi ini adalah
wadah bagi kami untuk belajar. Sebelumnya masyarakat sulit. Sekarang, saya menilai telah berhasil” tambah ayah tiga anak itu.
Dua orang “veteran” itu menjadi pengurus yang kompak. Mereka pun segera hadir saat diberitahu kalau tim telah tiba di Kantor Desa mereka. Padahal, mereka sementara menyiapkan misa syukur untuk malam nanti.
“Kalau pak mereka sempat, kami undang untuk ikut di kampung tua. Misa mulai jam tujuh. Anggota kelompok lagi kumpul di atas. Nanti malam pasti lengkap semua” begitu ajak mereka, untuk bersama-sama mensyukuri suksesnya kelompok Maju Bersama.
Kelompok itu menjalankan usaha penyewaan tenda (teng) untuk berbagai keperluan acara. Mereka beranggotakan 8 orang.
Saat ditaya tentang
banyaknya lembaga keuangan mikro di desanya, Siprianus Lalu enggan berkomentar. Dia takut menilai “dapur” orang lain. Tetapi karena didesak juga akhirnya dia sedikit
berkomentar.
Kami memulainya dengan menanyakan pendapat beliau tentang kehadiran beberapa bank dan 4 Koperasi Kredit (Kopdit). Setidaknya telah ada empat Kopdit yang beroperasi di desa itu: Mala Jaya, Kenisa, Kasad dan Kopdit Mandiri.
“Kebanyakan lembaga keuangan mikro yang ada hanya melayani kebutuhan konsumtif. Kalau ada unit usaha keuangan yang banyak dengan asset hingga ratusan miliar, mestinya perekonomian masyarakat juga maju. Saya melihat tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi produktif”.
Lanjutnya, “Terserah masyarakat mau beli tv, hp, motor, yang peting cicilan lancar. Kalau dalam koperasi anggur merah ini, cukup
dengan Rp.100 ribu, sudah bisa pinjam Rp.5 juta. Jaminan kami, kepercayaan. Kalau di tempat lain berlaku beberapa
ketentuan tambahan” jelasnya berusaha tidak
membandingkan, apalagi menjelekan.
Informasi tadi terkonfirmasi juga dari keterangan Martinus P. Mite, Sekretaris Desa dan sampel anggota yang kami jumpai. Temuan kami di lapangan membenarkan penjelasan Manajer dan Ketua Koperasi itu. Cocok juga dengan pembukuan yang ditunjukan bendahara koperasi.
“Sejak ada koperasi, kantor desa kami ramai. Kami memiliki enam kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 136 orang. Dari jumlah sebanyak itu, hanya 107 orang saja yang
memanfaatkan bantuan dana pemberdayaan ini. Masing-masing orang mendapatkan Rp.5 juta. Jumlah pinjaman yang
beredar adalah Rp.449 juta. Pengembalian telah masuk sebesar Rp.119.461.000,- Sisa kas di buku rekenening kami adalah Rp.3.020.943,- “ demikian penjelasan awal Martinus P. Mite, Sekretaris Desa Sawu Kecamatan Mauponggo.
Ditambahkan juga bahwa tanggal jatuh tempo sama untuk semua anggota koperasi ini. Tanggal 15 Agustus 2015, adalah tanggal jatuh tempo itu. Karenanya, setiap tanggal 15 dalam bulan, mereka selalu menunggu masyarakat di kantor desa untuk bertransaksi.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Yohanes Laki (63), Ketua Koperasi juga berkomentar. “Kami berlakukan bunga pinjaman 1% menurun. Pada Tahun ke dua, bunganya
setengah dari pokokk pinjaman. Animo masyarakat makin tinggi karena administrasi juga
mudah. Karena itu, modal kami langsung melonjak sebesar Rp.294 juta di tanggal 15 Oktober 2014. Mulanya di sini banyak rentenir. Karena mayoritas masyarakat petani, jadi kami cicil setiap enam bulan. Itu sekalian uang pokok dan bunganya” demikian jelas Yohanes.
“Supaya masyarakat bertanggungjawab, kami sertakan dalam tandatangan kesepakatan pinjaman. Jadi ketua tandatangan, Sekretaris, bendahara dan anggota juga ikut tandatangan kuitansi. Dengan begitu kepercayaan masyarakat tumbuh. Tanggung jawab juga bukan hanya di tangan anggota. Setiap enam bulan kami rapat evaluasi. Kami baca nama-nama peminjam dengan besaran cicilan juga tunggakannya. Kalau ada yang
Masyarakat juga jadi malu untuk terlambat mencicil” demikian penjelasan pensiunan PNS Dinas Pertanian Sumba Barat Daya itu.
“Kami ingin punya kios pertanian sendiri. Karena masyarakat kami kebanyakan adalah petani. Kami ingin bisa membeli sarana produksi pertanian dengan harga yang lebih murah. Bisa jual pupuk, obat-obatan dan bibit yang bagus. Kalau beli Ende,
harganya tinggi sekali. Untuk ke Maby saja kami butuh uang transportasi Rp.100 ribu Pulang Pergi. Kalau ke Ende, harus Rp.120 ribu Pulang Pergi” begitu obsesi mereka.
Setelah berdiskusi cukup lama, waktunya kami mengecek ke lapangan. Pemilik bengkel kayu/meubeler tidak sempat kami jumpai. Ia melintasi jalan yang kami lewati beberapa kali. Rupanya ia bertugas juga mengurus misa syukur malam nanti. Istri dan anaknya kami jumpai untuk konfirmasi.
Selanjutnya, tim diajak melihat langsung usaha tenda (teng) miliki Kelompok Maju
terpasang di tempat Misa, di kampung tua, Kampung Sawu. Konon, ceritanya masyarakat sabu berasal dari tempat itu.
“Jumlah anggota kami
delapan orang. Masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar Rp.5 juta. Dari total Rp.40 juta itu, kami gunakan untuk membeli tenda ini seharga Rp.34 juta. Rp.2 juta
dikembalikan untuk kebutuhan anggota. Sisanya merupakan potongan anggota untuk jasa pelayanan, langsung
dikembalikan ke kas koperasi” demikian cerita Sakarias Mere (74), ketua kelompok itu. Tahun 2014, penghasilan kotor kelompok kami sebesar
Rp.54.995.000,- Kami pesan teng ini bulan Oktober, begitu datang langsung terpakai di Bulan November. Kami sudah setor Rp.20 juta, sisa pinjaman kelompok Rp.20 juta” demikian keterangan ketua kelompok yang mulai terbentuk 11 Agustus
Saya Minta,
“Mereka tidak pernah tau apa yang terjadi di masyarakat.
Pantau sendiri ke masyarakat. Mungkin mereka punya
Kepentingan-kepentingan sendiri. Karena itu, turun sendiri dan lihat sendiri
bagaimana manfaat program ini.”
tulah komentar Vivi Wungu Belen (42), anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Dian
I
Harapan menanggapi
pernyataan-pernyataan negatif tentang Program Desa
Kelurahan Mandiri Anggur Merah.
“Secara pribadi, bantuan modal usaha yang saya dapat telah membantu usaha saya. Ke depan saya ingin menjadi distributor barang-barang kios. Saya ingin bisa membantu masyarakat yang ingin membeli barang dengan harga yang lebih murah. Walau tidak dalam skala yang besar, saya ingin masyarakat kelurahan kami tidak tergantung dengan harga pemasok dari Toko Junior dan Chantates” demikian obsesinya, melihat selisih harga yang cukup besar, akibatnya barang menjadi lebih mahal.
Tertarik untuk mengetahui lebih dalam, kami coba menanyakan keuntungan
usahanya. Sekilas nampak jelas lokasi kiosnya strategis karena dekat lokasi SDN Natanage Timur. Sekolah dasar itu terlihat cukup besar dengan jumlah murid terbanyak.
“Saya bisa beli
barang-Mereka Berpikir Dulu
lemari es, oven juga untuk buat kue, kalau ada pesanan. Kalau Hari Pasar Boawae (Rabu) seperti ini, saya bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp.4 Juta. Nilai simpan juga bertambah pak…” katanya malu-malu.
“Koperasi ini bukan Koperasi Pemberi Modal, tetapi Koperasi Penambah Modal. Kami hanya melayani calon anggota yang Sudah memiliki usaha. Bagi yang belum memiliki usaha, tidak kami layani. Biasanya saya dekati semua lembaga keuangan yang ada di kelurahan kami. Saya minta daftar nama peminjam di bank dan koperasi yang masuk ke sini. Sehingga kami bisa mengetahui pinjaman mereka di tempat lain Pihak Kelurahan juga kami dekati
Vivi Wungu Belen, Bendahara Koperasi Simpan PinjamDian Harapan.
untuk mengecek nama-nama anggota masyarakat yang sudah mendapatkan bantuan”.
Mereka memberlakukan ketentuan Simpanan Wajib sebesar Rp.36.000,- setiap bulannya. Simpanan sukarela disesuaikan. Biasanya diambil dari selisih atau kelebihan setoran bulanan. Untuk bunga pinjaman disepakati sebesar 1 % dari besarnya pinjaman.
“Toleransi keterlambatan pembayaran adalah selama tiga hari setelah tanggal angsuran. Karena realisasi angsuran tanggal 25 November, maka pengembalian mulai dilakukan pada tanggal 25 juga, setiap bulan berikutnya. Toleransi keterlambatan hingga tanggal 28. Kalau sudah
tanggal 29, pasti kena denda” jelas ibu beranak dua itu.
“Biasanya dari jauh-jauh, mereka datang sudah senyum, cari muka. Minta maaf dobel-dobel, bawa denda
keterlambatan mereka. Kalau ada anggota koperasi yang terlambat mengembalikan cicilan, pasti saya sms atau telpon mengingatkan” tambah bendahara koperasi itu.
“Ada perbedaan mencolok menjadi anggota Koperasi
Anggur Merah dengan koperasi lain. Kalau di sini yang penting punya usaha yang sudah dijalani. Kita tidak perlu memiliki saham dalam jumah tertentu untuk mendapatkan sekian besar pinjaman.
Syaratnya tidak serepot menjadi anggota koperasi lain. Karena itu, saya juga selalu
mengingatkan anggota untuk tidak mengambil pinjaman di koperasi harian. Bunganya bisa sampai 20% per hari” kata lulusan SMA St. Fransiskus Xaverius Boawae Tahun 1992 itu.
Dia mengaku telah
membandingkan beberapa jenis koperasi yang ada. Berbekal pengalaman menjadi anggota koperasi lain, dia pun berniat membuat KSP Dian Harapan itu menjadi lebih baik.
Mantan anggota Koperasi Kredit Boawae itu berhasil redaksi jumpai di kiosnya, bersama anak keduanya. Turut kami temui malam itu, Rikardus Nuka (38) bersama Febronia B. Tea, SH (33), tenaga
Pendamping Kelompok Masayakat (PKM) Kelurahan Natanage Timur. (Lwl/hms)
mendapatkan batuan pemerintah” katanya bersemangat, menjelaskan jumlah anggota koperasi yang berjumlah 38 orang aktif itu.
“Persyaratannya memang berat. Untuk menjadi anggota koperasi, kami berlakukan syarat yang cukup ketat. Kami sangat selektif memilih calon anggota koperasi. Anggota koperasi pun demikian. Besarnya pinjaman yang dilayani adalah sesuai
Besarnya usaha mereka. Kami juga berlakukan denda sebesar bunga pinjaman, supaya
anggota disiplin, ada rasa takut, ada tanggung -jawab dengan usaha dan pinjaman mereka” tambahnya
menekankan pentingnya kewajiban anggota koperasi.
Untuk diketahui, KSP Dian Harapan memiliki saldo rekening di atas Rp.70 juta. Terkonfirmasi dalam catatan buku rekening pertanggal 27 Agustus 2015 sebesar
Rp.69.555.721,- Informasi itu tercatat dalam nomor rekening koperasi 053 02.07-003422-6 pada Bak NTT Kantor Cabang
Rikardus Nuka salah satu anggota yang mengusahakan jual beli ikan
Suasana bincang-bincang malam itu bersama
Curi
Start
Dengan Anggur Merah
“Sebelum pinjam dana Anggur Merah, saya hanya menjual ikan basah.
Setelah meminjam di Anggur Merah saya mulai memutuskan untuk
curi start karena saya lirik ke kiri dan kanan, tidak ada kios barang
kebutuhan pokok semisal ikan kering, bawang, merica, garam kasar
dan barang kebutuhan dapur lainnya”.
stilah ini dikemukakan oleh Umar Ahmad atau yang lebih dikenal masyarakat
I
dengan sebutan Umar Surya saat ditemui tim buletin Anggur Merah di pelataran kios
sembakonya yang terdapat di jalan utama Maunori-
Nangaroro.
Pria yang mengaku hanya tamatan SMP ini menjelaskan bahwa dari hasil
pengamatannya, masyarakat baru bisa punya pilihan untuk belanja sembako hanya pada hari pasar. Hari-hari biasa, masyarakat kesulitan mencari bahan-bahan kebutuhan rumah tangga tersebut.
Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan motor, menanyakan menanyakana lombok. Dengan ramah, pria tamatan SMP ini menjawab
bahwa persediaan lombok telah habis sejak pagi.
“Anggur Merah sangat membantu dengan aturan-aturannya yang memudahkan anggota. Walaupun dana ini bukan dana hibah namun bergulir, tapi saya tidak pernah merasa beban karena kontrak pinjamannya 1 sampai 1,5 tahun dengan bunga 1%,” ujar pria berusia 50 tahun tersebut.
Ia menambahkan bahwa ia tak pernah meminjam di bank atau tempat lain selain Koperasi Anggur Merah dan UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam). Selain karena
bunganya cukup besar, dari sharing pengalaman tetangga dan masyarakat, ia melihat sistem peminjaman di tempat lain sangat ribet dan menekan. bunganya tidak beraturan. Bulan lalu saya menyicil unutk dua bulan. Yang penting selalu dikomunikasikan dengan Pengurus,” kata pria dua anak tersebut sambil menoleh Ketua Pengurus KSP Anggur Merah, Wilhelmus Goa yang duduk di sampingnya. Tak lupa, ia memberikan informasi bahwa pinjamannya sudah hampir lunas.
Menimpali hal ini, Ketua Pengurus Koperasi menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat yang terkadang naik-turun, mendorong pengurus untuk memberikan sedikit kelunakan.
“Saat tanggal jatuh tempo,
kurang atau hanya menyetor bunga, maka kami terima saja tanpa dikenai denda. Yang kami kedepankan adalah soal komunikasi,” jelas pria tamatan SMA ini.
Anggota akan dikenai denda sebesar Rp. 1.000/hari jika tidak ada pemberitahuan dan tidak mencicil sama sekali baik pokok maupun bunganya,lanjut pria yang memiliki seorang anak ini. pinggiran atapnya bertuliskan “Di sini ada jual ayam
pedaging”.
Kami diarahkan untuk memasuki rumah setengah tembok, berdinding bamboo. Pemiliki rumah, Ibu Nurbaderiah
telah menunggu kami.
“Anggur Merah sangat bagus karena saya bisa buka usaha. Dengan pinjaman dana di KSP Anggur Merah, saya dapat memelihara ayam pedaging, setelah sebelumnya hanya jual bensin saja,” jelas wanita berusia 43 tahun tersebut. Ia menjelaskan ia meminjam dana sebesar Rp 5 juta dari Koperasi.
Wanita beranak 4 ini menguraikan alasannya memilih usaha peternakan ayam pedaging. “Usaha ayam pedaging di sini sangat kurang. Dalam jangka waktu 1 sampai 2 minggu, sekitar 50-60 ekor terjual habis. Apalagi kalau musim barat saat stok ikan menipis, daging ayam diburu oleh masyarakat,” jelas ibu yang mengaku barusan kembali dari Kupang 2 minggu
sebelumnya untuk mengikuti pernikahan kemenakannya yang beragama Katolik.
Ia menguraikan bahwa ia membeli ayam besar yang sudah berusia 2 bulan dari pemasok sehingga langsung siap dijual. Keuntungannya sangat membantu memenuhi kebutuhan makan minum di rumah, pungkas ibu yang mengaku sudah punya seorang cucu ini di akhir percakapan dengan tim buletin Anggur Merah. (Ar/hms)