• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PLS 1001991 Chapter2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PLS 1001991 Chapter2"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pelatihan dalam PLS 1. Pengertian Pelatihan

Istilah pelatihan dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia Wojowasito, dkk (2007: 241) merupakan terjemaahan dari kata “training” dalam Bahasa inggris.

Secara harfiah akar kata “training” adalah “train” yang berarti, memberi pelajaran

dan praktik ( give teaching an practice ), menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki ( cause to grow in a required direction ), persiapan ( preparation ), dan praktik ( practice ). Maksudnya adalah pelatihan merupakan proses pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dengan tujuan-tujuan untuk memberikan pelajaran dan hal yang baru maupun mengembangkan potensi didalam diri dengan cara melalui dari persiapan pelatihan sampai melaksankan praktik pelatihan.

Dan banyak pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam Kamil (2012: 3-4), anatara lain sebagai berikut.

Michael J. Jucius (1972) dalam Kamil (2012:3) “the term training is used here to indicate any process bay wich the aptitudes, skills, and abilities of employes to

perfrom specipic jobs are in creased”I ( istilah latihan yang dipergunakan disini adalah untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan, dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjan-pekerjaan tertentu ).

(2)

Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh meningkatkan keterampilan diluar sitem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori

Goldstein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2012: 6), mendefinisikan pelatihan lebih menekankan pada tempat pelatihannya, dan dimana mendefinisikan pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai keterampilan, peraturan, konsep ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Misalnya, untuk pelatihan untuk suatu jabatan kerja, setting pelatihan diusahakan semirip mungkin dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. Contoh lainya, pelatihan juga bisa dilakukan ditempat yang sangat berbeda dengan lingkungan kerja yang sebenarnya, misalnya ruangan kelas.

Pelatihan yang dikemukaan dalam bukunya Marzuki (2010 : 174). Pelatihan dapat diartikan sebagai berikut :

Training merupakan suatu istilah yang memiliki konotasi tertentu bergantung pada pengalaman seseorang dan latar belakangnya. Bagi seseorang yang antusias pada balap (racing), maka training merupakan usaha untuk mencetak pemenang. Bagi pemain sirkus, training merupakan usaha untuk menjinakan binatang-binatang dan menunjukan kemahiran dimuka penonton. Bagi pemilik anjing yang disekolahkan atau dilatih, training berfungsi sebagai upaya menjalankan tugas-tugas keamanan. Dalam dunia kerja, training biasanya dihubungkan dengan pemberian petunjuk, orientasi dan pengarahan supaya pekerja bisa bekerja lebih baik.

Jika didefinisikan, training adalah pengajaran atau pemberian pengalaman

(3)

2. Tujuan Pelatihan

Dalam Marzuki (2010 : 175) Pendidikan Nonformal Dimensi dalam keaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Pelatihan dapat diartikan sebagai berikut :

Pelatihan jenis apapun sebenarnya tertuju pada dua sasaran, yaitu partisipasi dan organisasi. Dengan pelatihan, diharapkan terjadi tingkah laku pada partisipan pelatihan yang sebenarnya meupakan anggota suatu organisasi dan, yang kedua, perbaikan organisasi itu sendiri, yakni agara menjadi lenih efektif. Apabila pelatihan tertuju pada karyawan perusahaan atau pabrik, tujuan pelatihan adalah agar individu karyawan tersebut menjadi lebih baik pula, misalnya lebih produktif. Pada latihan kader organisasi, misalnya, pelatihan bertujuan memperbaiki kecakapan kader dan selanjutnya diharapkan organisasinya lebih efektif dalam melaksanakan program-program dan mencapai tujuannya. Untuk jelasnya, periksa diagram pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram Proses Pelatihan

Sumber:Simamora Nonformal Dimensi dalam keaksaraan Fungsional,

Pelatihan, dan Andragogi (2010)

Dale S. Beach (1975) dalam Kamil (2012: 10) mengemukakan, “ The objective

(4)

Sedangkan menurut Marzuki (1992:12) dalam Kamil (2012: 11) ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai dengan pelatihan, yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan oraganisasi .

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta aman.

c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

Secara khusus dalam kaitan dengan pekerjaan, Simamora (1995) dalam Kamil

(2012: 11) mengelompokan tujuan pelatihan ke dalam lima bidang, yaitu:

a. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru.

b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.

c. Membantu memecahkan permasalahan operasional. d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.

Adapun tujuan pelatihan yang dikemukakan oleh Sudjana (2007: 105), yaitu diantaranya sebagai berikut:

a. Sebagai tolak ukur penilaian dalam arti bahwa pelatihan dinilai berhasil apabila tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai sebagaimana yang telah diharapkan. Dengan cara lain ketercapaian pelatihan menjadi indikator keberhasilan pelatihan yang telah dirancang sebelumnya.

(5)

c. Sebagai pemberi acuan tentang standar/kriteria untuk merancang kurikulum pelatihan seperti materi dan teknik serta media pelatihan dan alat evaluasi keluaran pelatihan.

3. Prinsip-prinsip Pelatihan

Menurut Dale yoder (1962) dalam skripsi Nugraha (2013: 13) dalam tulisannya dalam tulisannya menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan pelatihan, diantaranya (1) Individual differences; (2) Relation to job analysis; (3)

motivation; (4) active participation; (5) selection of trainess; (6) selection of trainers; (7) trainer’s of training; (8) training method’s dan (9) principles of learning. Maka sependapat dengan Dale, Kamil (2012: 12-13) mengemukakan bahwa

untuk mengenal lebih jauh tentang pelatihan, prinsip-prinsip pelatihan memiliki fungsi agar proses pelatihan berhasil. Karena pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip umum agar pelatihan berhasil adalah sebagai berikut : a. Prinsip perbedaan individu

Perbedaan-perbedaan individu dalam latar belakang sosial, pendidikan, pengalaman, minat, bakat, dan kepribadian harus diperhatikan dalam menyelenggarakan pelatihan.

b. Prinsip motivasi

Agar peserta pelatihan belajar dengan giat perlu ada motivasi. Motivasi dapat berupa pekerjaan atau kesempatan berusaha, penghasilan, kenalkan pangkat atau jabatan, dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu pelatihan dirasakan bermakna oleh peserta pelatihan.

c. Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih

Efektivitas program pelatihan anatara lain bergantung pada para pelatih yang mempunyai minat dan kemampuan melatih. Anggapan bahwa seseorang yang

(6)

pula tidak sepenuhnya benar. Karena itu perlu ada pelatihan bagi para pelatih. Selain itu pemilihan dan pelatihan para pelatih dapat menjadi motivasi tambahan bagi peserta pelatihan.

d. Prinsip belajar

Belajar harus dimulai dari yang mudah menuju kepada yang sulit, atau dari yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui.

e. Prinsip partisipasi aktif

Partisipasi aktif dalam proses pembelajaran pelatihan dapat meningkatkan minat

dan motivasi peserta pelatihan.

f. Prinsip fokus pada batasan materi

Pelatihan dilakukan hanya untuk menguasai materi tertentu, yaitu melatih keterampilan dan tidak dilakukan terhadap pengertian, pemahaman, sikap dan penghargaan.

g. Prinsip diagnosis dan koreksi

Pelatihan berfungsi sebagai diagnosis melalui usaha yang berulang-ulang dan mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.

h. Prinsip pembagian waktu

Pelatihan dibagi menjadi sejumlah kurun waktu yang singkat. i. Prinsip keseriusan

Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan yang bisa dilakukan dengan seenaknya.

j. Prinsip kerjasama

Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui kerjasama yang baik antar semua komponen yang terlibat dalam pelatihan.

(7)

Terdapat berbagai metode pelatihan, dan tidak ada satu pun metode pelatihan yang dapat digunakan untuk semua jenis pelatihan. Untuk itu perlu dicarikan metode pelatihan yang cocok untuk suatu pelatihan .

l. Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata

Pekerjaan, jabatan, atau kehidupan nyata dalam organisasi atau dalam masyarakat dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan, keterampilan, dan dikap apa yang dibutuhkan, sehingga perlu diselenggarakan pelatihan.

4. Pelatihan Dalam Pendidikan Luar Sekolah

Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pendidikan non formal. Dalam skripsi Nugraha (2013: 21) menurut Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya

Pendidikan Kemasyarakatan mengemukakan bahwa :

Pendidikan luar sekolah sebagai adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.

Pengertian dari keterangan diatas sesuai dengan Undang-undang R.I Nomor 20 tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional, pasal 26 ayat 4 pada bukunya Sudjana (2007: 3) menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan non formal disamping satuan pendidikan lainnya yaitu kursus, kelompok belajar, majelis ta’lim, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar masyarakat dan satuan pendidikan sejenis.

Adapun sasaran dari pendidikan non formal menurut Depdiknas (2006: 5) seluruh lapisan masyarakat, tidak terbatas usia, jenis kelamin, status social ekonomi dan tingkat pendidikan sebelumnya. Hal ini dikatakan bahwa pendidikan non formal seyogyanya mampu melayani seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan baik dalam hal tambahan pengetahuan, skill, dan keterampilan. Sedangkan dam UU no. 20

(8)

pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga, masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat life long education.

Pelatihan dalan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1

telah dituliskan bahwa “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Dan satuan yang ada di dalamnya seperti yang dituliskan

pada pasal 26 ayat 4 bahwa “Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”. Salah satu satuan yang ada didalam Pendidikan Luar Sekolah yakni yang sudah dituliskan diatas yaitu kursus dan pelatihan dan pada pasal 26 ayat 5 bahwa “Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, bahwa pendidikan non formal pada hakekatnya mendasari berbagai pendidikan atau pembelajaran yang ada diluar sistem pendidikan yang formal secara keseluruhan. Pelatihan sebagian bentuk dari pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah, dan memiliki tujuan untuk membelajarkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan pendidikan sebagai bentuk dari pendidikan sepanjang hayat.

B. Konsep Strategi Pembelajaran 1. Strategi Pembelajaran

(9)

tujuan umum pembelajaran. Dalam Majid (2013: 7-8) pendapat beberapa ahli berkaitan dengan pengertian strategi pembelajaran.

a. Kozma dalam Sanjaya (2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.

b. Dick dan Carey dalam Sanjaya (2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan

kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran.

2. Pengertian Perencanaan

Dalam penggunaan strategi belajar maka dilakukan terlebih dahulu perencanaan didalamnya, mengapa demikian karena perencanaan adalah tahapan awal dalam pelaksanaan strategi untuk menentukan mulai dari tujuan, proses, penggunaan metode sampai evaluasi. Maka dari itu ada beberapa pengengertian perencanaan yaitu:

Dalam buku berjudul perencanaan pembelajaran Majid (2012) bahwa perencanaan pembelajaran dibagi menjadi dua kata yaitu: “a. perencanaan berarti menentukan apa yang akan dilakukan, b. pembelajaran berarti proses yang diatur

(10)

mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.” Maka dari itu perencanaan yang telah dijelaskan bahwa tahapan yang dilakukan diawal untuk mengawali dalam merumuskan tujuan, proses dan penilaian/evaluasi pada pembelajaran yang akan dilakukan oleh pendidik.

Perencanaan menurut Djuju Sudjana dalam Ihat (1992: 36) adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah

Sumber: Djuju Sudjana (1992:36)

Model rangkaian fungsi manajemen pendidikan luar sekolah di atas yaitu (1) adanya penetapan secara tegas tentang enam fungsi manajemen dalam penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, (2) menegaskan langkah-langkah yang simultan dari mulai perencanaan pengorganisasian sasaran penggerakan, pembinaan dan pengembangan dalam dalam penyelenggaran pendidikan luar sekolah, (3) menunjukan adanya keterkaitan yang erat antara fungsi manajemen yang satu dengan fungsi kemajuan lainnya dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, (4) menunjukan bahwa dari ke enam fungsi manajemen tersebut merupakan siklus yang berkelanjutan dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah.

Perencanaan yang dimaksudkan mencangkup rangkaian kegiatan untuk menentukan (goals) dan tujuan khusus (objectives) suatu organisasi atau lembaga penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Tujuan-tujuan disusun, setelah tujuan

Perencanaan

Pengorganisasian

Penggerakan Pembinaan

(11)

ditetapkan, penyusunan rangkaian kegiatan proses didalamnya yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan disini dapat disimpulkan bahwa menyusun tujuan dan rangkaian kegiatan untuk mencapai satu tujuan khususnya tujuan lembaga.

3. Pengertian Pembelajaran

Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) “bermakna sebagai upaya

(effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan dalam pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar. Dalam Majid (2013: 4) beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian pembelajaran, diantaranya:

a. Pembelajaran adalah salah satu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu. Pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan (Corey, 1986); b. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar (UU SPN No. 20 tahun 2003);

c. Pembelajaran adalah satu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya (Mohammad Surya);

d. Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah (Gadne dan Brigga, 1979).

Pada prinsipnya, pembelajaran tidak hanya terbatas pada event-event yang dilakukan oleh guru atau pendidik, melainkan mencangkup keseluruhan events yang mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, flim, slide,

(12)

Menurut Sardiman (2005) dalam Majid (2013: 5) menyebutkan istilah pembelajaran dengan interkasi edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik dalam rangka menghantarkan peserta didik kearah kedewasaannya. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri yaitu: a) tujuan yang ingin dicapai, b) ada pesan yang akan ditransfer, c) ada pelajar, d)

adaguru, e) ada metode, f) ada situasi, g) ada penilaian.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan/ merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu kegiatan pembelajaran akan bermuara pada dua kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. Dengan demikian makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang antara lain dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan sesorang untuk belajar.

4. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran berasal dari bahasa inggris “approach” yang memiliki

beberapa arti, diantaranya diartikan dengan “pendekatan”. Pendekatan pembelajaran digambarakan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa delam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Menurut Philip R. Wallance (1992: 13) dalam Abdul Majid, M.Pd. (2013: 20) pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi dua bagian yaitu pendekatan konservatif (conservative approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan konservativ memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana

(13)

(liberal approaches) adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.

5. Metode Pembelajaran

Metode menurut kamus bahasa Arab Ali dkk (1998: 112), adalah dikenal dengan istilah at-thariq (jalan atau cara). Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasikan lingkungan belajar dan mengkhusukan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung, dan metode biasanya digunakan melalui salah satu strategi pada tujuan yang akan dicapai dan konten

proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut J.R David dalam Teaching Strategies For Collage Class Room (1976) pada Majid (2013: 21) yaitu “a way in achieving something” (cara untuk mencapai

sesuatu). Untuk melaksanakan suatu strategi, digunakan seperangkat metode pengajaran tertentu. Dalam pengertian metode maka metode pengajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi pembelajaran. Unsur seperti sumber belajar, kemampuan, guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi, waktu tersedia, kondisi kelas, dan lingkungan.

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: 1) ceramah; 2) demonstrasi; 3) diskusi; 4) latihan (drill) dan sebagainya.

6. Teknik Pembelajaran

Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sbagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Dalam konteks teknik pembelajaran guru dapat berganti – ganti teknik teknik meskipun dalam koridor metod yang sama. (Majid (2013: 24))

(14)

Menurut Majid (2013: 26) setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan kurikuler, dan tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Sasaran itu harus diterjemaahkan kedalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan.

Secara khusus, dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti: 1) kecerdasan dan bakat khusus; 2)

prestasi sejak permulan sekolah; 3) perkembangan jasmani dan kesehatan; 4) kecenderungan emosi dan karakkternya; 5) sikap dan minat belajar; 6) cita-cita dan sebagainya.

8. Tahapan Kegiatan Pembelajaran

Instruction pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajat (teaching) dan konsep belajar (learning). Stressing-nya terletak pada perpaduan diantara keduanya, yakni penumbuhan aktivitas subjek didik. Menurut Davis (1974: 30) dalam Majid (2013: 27) mengemukakan bahwa learning system menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interkasi pelaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Hal ini serupa dengan teaching system yang terdiri dari komponen-komponen mengajar, yaitu perencanaan mengajar, bahan ajar, tujua, materi, metode, penilaian, dan langkah-langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.

Tahapan kegiatan pembelajaran ini didalamnya ada tiga pokok dalam strategi pembelajaran yakni tahap permulaan (praintruksional), tahap pengejaran (instruksional), tahap penilaian, dan tahap tindak lanjut.

(15)

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia melalui proses belajar dan mengajar. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada tahapan prainstruksional yaitu:

1) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan untuk guru mengajar.

2) Bertanya kepada siswa sampai dimana pembehasan pelajaran sebelumnya. 3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa dikelas, atau siswa tertentu tentang

bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.

4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya.

5) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat, hal ini dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya, dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.

Tujuan dari tahapan diatas adalah mengungkap kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu.

b. Tahap Intruksional

Tahap kedua ini adalah tahap pengajaran memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Dalam Majid (2013: 28) dapat diidentifikasi beberapa kegiatan dalam tahap ini yaitu:

1) Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa. 2) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas pada hari itu.

3) Membahas pokok materi yang telah diteruskan.

(16)

5) Menggunakan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.

6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Tahap yang ketiga yang telah dijelaskan dalam Majid (2013: 29) adalah tahap evaluasi dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan dari tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional). Ketiga tahap yang telah dibahas merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu

dan tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu serta kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh.

Sementara itu, menurut Meirer (2002: 103) dalam Majid (2013: 29) berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran pada hakikatnya mempunyai empat unsur, yaitu: 1) persiapan (preparation); 2) penyampaian (presentations); 3) pelatiahn (practice); dan 4) penampilan hasil (performance).

C. Konsep Metode Drill 1. Pengertian Metode

Pengertian metode menurut kamus besar bahasa Indonesia Ali dkk (2009: 404) adalah cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan. Pengertian metode menurut kamus besar Bahasa Indonesia tersebut menyatakan bahwa cara yang digunakan yang telah disusun dan digunakan secara teratur dalam proses pembelajaran untuk mencapai salah satu tujuan dalam pembelajaran.

Adapun beberapa pendapat para ahli yang dikemukakan dalam buku Meode & Teknik Pembelajaran Partisipatif karangan Sudjana (2010: 7-8) sebagai berikut:

Menurut Purwadarminta (1976) dalam Sudjana (2010: 7-8), metode adalah cara

(17)

American Heritage Dictionary mengemukakan bahwa metode adalah “A means or

marner of procedure;specially, a regular and systematic way of accomplishing

anything… method emphasizes procedures according to a detailed, logically ordered

plan (Morris, 1976: 826). Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa metode itu mengandung unsur prosedur yang sudah ditetapkan atau disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam dalam satu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa unsur-unsur metode mencangkup prosedur, sistematik, logis, terencana, dan kegiatan

untuk mencapai tujuan (Moeliono, dkk, 1990: 580-581) dalam Sudjana(2010: 8). Jadi metode adalah sebuah cara, yang didalam fungsinya merupakan sebagai alat untuk mencapai satu tujuan yaitu kususnya tujuan dalam proses pembelajaran. Dimana metode pengajaran ini pada hakikatnya merupakan penerapan dari prinsip-prinsip psikologi dan prinsip-prinsip-prinsip-prinsip pendidikan dalam perkembangan anak untuk meningkatkan kapasitas hasil pendidikan dan pengajaran ditempat mereka bersekolah.

2. Pengertian Metode Drill (latihan)

Proses pembelajaran metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena metode merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai, dan serasi untuk menyajikan suatu hal, sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Menurut Nana Sudjana (1995: 86) dalam buku Dasar-dasar Proses Mengajar menyatakan bahwa “Metode drill adalah metode dalam pengajaran dengan melatih peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/ berikan agar memiliki ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari.” Latihan dimaksudkan agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik peserta didik dan dapat dikuasai sepenuhnya. Latihan (drill) bukanlah suatu metode yang baru didalam

(18)

sekolah-sekolah tua di Amerika sebagai cara untuk: (a) memacu kemampuan dasar motorik, (b) memacu kebiasaan dan mental agar yang dipelajari oleh peserta didik dapat lebih berarti, tepat dan sangat berguna.

Pengertian metode drill (latihan) menurut Majid (2013: 214) adalah “cara membelajarkan siswa untuk mengembangkan kemahiran dan keterampilan serta dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan.” Jadi dalam penerapan metode drill (latihan) memberikan cara pembelajaran secara latihan terus menerus agar peserta didik mampu mengembangkan kemampuannya untuk penguasaan dalam pembelajaran.

Dalam Majid (2013: 14) hendaknya guru/ pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode drill (latihan) yaitu:

a. Latihan, digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis, permainan, pembuatan, dan lain-lain.

b. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan pengunaan rumus-rumus. c. Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, symbol

peta, dan lain-lain.

Pengertian metode latihan (Drill) menurut Djamarah (2002: 29) “metode drill

(latihan) yaitu suatu cara menyampaikan materi pelajaran untuk menambah kebiasaan-kebiasaan yang baik.” Serta metode ini juga dapat digunakan untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.

Dari pendapat yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode

drill (latihan) adalah suatu cara menyajikan bahan ajar atau materi dalam proses pembelajaran dengan cara melatih peserta didik dalam pengausaan materi serta lebih terampil dalam penguasaan materi. Dari segi pelaksanaan penerapan metode drill

(19)

digunakan untuk lebih memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang diterangkan pada apa yang sedang dipelajari.

3. Tujuan Metode Drill (latihan)

Dari penggunaan metode drill (latihan) ini pastilah memiliki tujuan yang ingin dicapai baik berupa perubahan maupun peningkatan dalam kualitas belajar, setidaknya penggunaan metode drill ini adalah cara untuk menumbuhkan kompetensi pada proses pembelajarannya. Adapun tujuan penggunaan metode drill (latihan) adalah diharapkan agar siswa (Armai, 2002:175):

a. Memiliki ketrampilan moroeis/gerak, misalnya menghafal katakata, menulis, mempergunakan alat, membuat suatu bentuk, atau melaksanakan gerak dalam olahraga.

b. Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagikan, menjumlah, tanda baca, dll.

c. Memiliki kemampuan menghubungkan antara suatu keadaan, misalnya hubungan sebab akibat banyak hujan maka akan terjadi banjir, antara huruf dan bunyi, dll. d. Dapat menggunakan daya pikirnya yang makin lama makin bertambah baik,

karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih baik teratur dan lebih teliti dalam mendorong ingatannya.

e. Pengetahuan anak didik akan bertambah dari berbagai segi dan anak didik tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam.

Adapun syarat-syarat dari penggunaan metode drill (latihan) agar tujuan dari penggunaan metode drill ini dapat tercapai dengan lebih baik dan efektif, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sebelum pelajaran dimulai hendaknya diawali terlebih dahulu dengan pemberian pengertian dasar.

b. Metode ini dipakai hanya untuk bahan pelajaran kecekatan-kecekatan yang

(20)

c. Diusahakan hendaknya masa latihan dilakukan secara singkat, hal ini dimungkinkan agar tidak membosankan siswa.

d. Maksud diadakannya latihan ulang harus memiliki tujuan yang lebih luas.

e. Latihan diatur sedemikian rupa sehingga bersifat menarik dan dapat menimbulkan motivasi belajar anak.

4. Langkah-langkah Metode Drill (latihan)

Pada penggunaan metode drill ini dapat lebih maksimal jika dilaksanakan dengan langkah langkah yang harus dilaksanakan sebelum dan pada proses

pengguanaan metode drill ini (Armai: 2002). Maka dari itu langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kegiatan pendidik

1) Mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah beserta jawabannya.

2) Mengajukan pertanyaan secara lisan, tertulis, atau memberikan perintah untuk melakukan sesuatu.

3) Mendengarkan jawaban lisan atau memeriksa jawaban tertulis atau melihat gerakan yang dilakukan.

4) Mengajukan kembali berulang-ulang pertanyaan atau perintah yang telah diajukan dan didengar jawabannya.

b. Kegiatan peserta didik

1) Mendengarkan baik-baik pertanyaan atau perintah yang diajukan guru kepadanya.

2) Menjawab secara lisan atau tertulis atau melakukan gerakan seperti yang diperintahkan.

3) Mengulang kembali jawaban atau gerakan sebanyak permintaan guru. 4) Mendengarkan pertanyaan atau perintah berikutnya.

(21)

Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pastilah memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing begitu juga dengan penggunaan metode

drill ini. Metode drill (latihan) memiliki kelebihan dan kekurangan dalam buku strategi belajar mengajar Djamarah (2002:37)sebagai berikut :

a. Kelebihan Metode Drill (latihan)

1) Untuk memperoleh kecakapan motorik seperti melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, menggunakan alat-alat untuk mengasah keterampilan, dan lain-lain. .

2) Pembentukan kebbiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleksmenjadi lebih otomatis.

3) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan membantu ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.

b. Kekurangan Metode Drill (latihan)

1) Dapat mengahambat perkembangan daya inisiatif terhadap murid atau peserta didik.

2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.. 3) Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku. 4) Dapat menimbulkan verbalisme.

Kelebihan dan kekurangan yang ada didalam metode drill (latihan) ini dapat disinergikan bagaiamana pendidik dalam memadupadankan kekurangan yang ada dalam proses belajara mengajar untuk mencipatakan kenyamanan dalam penerapan metode drill (latihan).

D. Konsep Kompetensi 1. Pengetian Kompetensi

(22)

Kompetensi berkaitan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. Kompetensi merupakan hasil belajar (learning out comes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran dan kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefiniskian secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat dikukur.

Pernyataan diatas telah menunjuknan bahwa kompetensi itu telah mencangkup tugas-tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di

tempat belajar dengan kemampuan yang di perlukan oleh lingkungan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh perubahan pada kompetensi dan kemampuan dari seseorang yang mengkonsentrasikan diri pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Perkembangan kompetensi yang semakin luas dari praktisi Sumber Daya Manusia memastikan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam kesuksesan organisasi. Kompetensi kini telah menjadi bagian dari bahasa manajemen pengembangan. Standar pekerjaan atau pernyataan kompetensi telah dibuat untuk sebagian besar jabatan sebagai basis penentuan pelatihan dan kualifikasi ketrampilan. Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan dan standar kinerja yang dipersyaratkan agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang suatu jabatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi untuk mendukung kemampuan dikonsentrasikan pada hasil perilaku.

(23)

mengenai kemampuan, pengetahuan, asset, dan proses sehingga menghasilkan pencapaian yang lebih baik. Dan kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

2. Pengertian Kompetensi Bahasa

Kompetensi sebagai keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik sesuai dengan pekerjaan

tertentu, kompetensi juga dapat menentukan dan memutuskan sesuatu hal yang ingin dicapai pada pelaksanaannya.

Pada buku Tarigan (1990: 21-22) yang berjudul Pengajaran Kompetensi Bahasa dijelaskan bahwa kompetensi bahasa itu Dalam “second-generation transformational

grammar” (atau G-2) istilah kompetensi (atau competence) mengandung makna sebagai berikut:

Pengetahuan pembicara – pendengar asli secara tidak sadar, diam-diam/tidak diucapkan, instrinsik/hakiki, implisit, intuitif, dan tidak terbatas terhadap bahasanya serta informasi yang tersedia bagi seorang pembicara yang fasih yang berhubungan dengan bahasanya yang memungkinkannya memahami serta menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak pernah diucapkan dan didengar sebelumnya dan mengadakan pembeda antara kalimat-kalimat yang bermakna ganda dan yang tidak bermakna ganda, yang ambigu dan yang tidak ambigu, dan sebagainya. Tata bahasa yang terinternalisasikan yang memberikan dasar bagi suatu teori bahasa dan suatu model pemerian linguistik dan suatu model tata bahasa kompetensi atau (tata bahasa generatif) yang berupaya mempertanggung jawabkan kompetensi linguistik”.(Chomsky 1965, 1966, 1968; Palmatier 1972: 25) dalam Tarigan (1990: 21-22)

(24)

telah dijelaskan, bahawa kompetensi bahasa itu mengenai banyak hal yaitu tatacara dalam tata bahasa itu sendiri dari baik menuju lebih baik.

3. Jenis kompetensi bahasa

Dalam kompetensi bahasa juga memiliki komponen-komponen yang disebutkan didalam buku Tarigan (1990: 25) bahwa kita dapat mengklasifikasikan kompetensi dengan berbagai cara bergantung dari sudut mana kita memandangnya, dan apabila kita memandang kompetensi itu dari sudut kemahiran fungsional atau functionally profilcient, maka kita dapat memberikan adanya tiga komponen diantaranya adalah:

a. Komponen Partisipatif (participative competence)

Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap tuntutan-tuntutan tugas-tugas kelas kepada kaidah-kaidah prosedural untuk menyelesaikannya.

b. Kompetensi Interaksional (interactional competence)

Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap kaidah-kaidah wacan kelas dan kaidah-kaidah sosial wacana, berinteraksi secara memadai dengan teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa waktu menyelesaikan tugas-tugas kelas.

c. Kompetensi Akademik (academic competence)

Kemampuan memperoleh keterampilan-keterampilan baru, dan mengasimilasikan atau memahami informasi baru, dan membentuk/membangun konsep-konsep baru (tikunoff 1985:4; Richards 1988:7) dalam Tarigan (1990: 25)

Jenis kompetensi bahasa ini merupakan klasifikasi dari kompetensi bahasa mana yang digunakan dalam pencapaiannya, serta lebih lanjut untuk mengklasifikasikan pengguanaan kemampuan dalam berbahasa.

4. Prinsip Kompetensi Bahasa

Agar dapat mencapai tujuan pengajaran bahasa dengan baik maka para pelatih,

(25)

berhubungan tugasnya sebagai pendidik. Begitu pula halnya dengan guru atau turor bahasa, dengan tujuan tersebut maka alangkah baiknya bila para pedidik mengetahui, memahami serta menguasai seluk beluk tentang kompetensi dalam bahasa. Seperti yang telah ditulis dan disebutkan didalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa Tarigan (1990: 29-49) bahwa ada beberapa komponen untuk kompetensi bahasa adalah sebagai berikut :

Sebagai kompetensi yang akan dijelaskan dalam buku Taringan kompone-komponen didalamnya mengandung arti yang sangat penting.

a. Kompetensi Kemahiran fungsional:

Dalam bidang pendidikan kewibahasaan, Wilian J. tikunoff (1985) dalam Tarigan (1990: 30) mengemukakan contoh bagaimana cara mengintegerasikan pengajaran isi dengan pengajaran bahasa. Dia memberikan contoh kepada siswa atau peserta didik yang dapat berpartisipasi secara efektif dalam pengajaran kelas dalam bahasa Inggris sebagai functionally proficient. Dengan demikian ada 3 komponen siswa yang mempunyai kemahiran fungsional (1985: 4)

1) Kompetensi partisipatif

Kompetensi ini dimana tugas yang telah diberikan oleh pendidik dikerjakan, diberi responsi dengan baik oleh siswa yang bersangkutan. Bahkan bukan itu saja, siswa atau peserta didik mampu menggunakan kaidah-kaidah dengan prosedur yang telah ditentukan untuk mengerjakan tugas dan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh pendidik. Peserta didik yang mampu beresponsi dengan baik maka disebut sebagai peserta didik yang mempunyai kompetensi partisipatif atau participative competence dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa.

2) Kompetensi interaksional

Kompetensi interaksional ini menyebutkan bahwa tipe peserta didik yang

(26)

dengan cara yang bagaimana baik dengan teman-teman sekelasnya dan sebayanya maupun dengan orang yang lebih dewasa. Dengan perkataan lain mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan mudah untuk menyelesaikan tugas-tugas. Peserta didik yang seperti inilah yang disebut dengan

interactional competence dalam pengajaran dan pembelahjaran bahasa. 3) Kompetensi akademik

Kompetensi akademik ini adalah peserta didik yang mampu menguasai kompetensi (P=partisipatif, I=interaksional, A=akademik). Secara teoritisnya

ketiga kompetensi itu dalam kenyataanya dapat pula terdapat gabungan antara dua kompetensi sebagai PI, PA, IP, IA, AP dan AI atau gabungan anatara ketiga kompetensi ini PIA, IAP, API

b. Kompetensi Komunikatif

Kompetensi komunikatif adalah kemampuan untuk untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa untuk membentuk kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal dan untuk mengetahui apabila dan dimana menggunakan kalimat-kalimat tersebut dan kepada siapa.

1) Kompetensi gramatikal

Kompetensi gramatikal ini berkaitan erat dengan penguasaan sandi bahasa itu sendiri baik secara verbal maupun non verbal (canale, 1984: 7)

2) Kompetensi sosiolinguistik

Komponen ini meliputi kaidah-kaidah sosiokultural penggunaan dan kaidah-kaidah wacana. Jasi kompetensi ini mengalamatkan atau mengerahkan luas pemahaman ucapan-ucapan yang dihasilkan dan dipahami secara tepat. 3) Kompetensi wacana

Tipe kompetensi ini berkaitan dengan penguasaan penggabungan bentuk-bentuk dan makna-makna gramatikal untuk mencapai teks lisan atau tertulis

(27)

4) Kompetensi strategic

Kompetensi ini tersusun dari penguasaan strategi-strategi komukasi verbal dan non verbal yang dapat dilibatkan ke dalam tindakan karena dua alasan, yaitu; (a). untuk mengimbangi kemacetan-kemacetan dalam komunikasi karena keterbatasan kondisi-kondisi dalam komunikasi aktual atau ketidak cukupan kompetensi dalam satu atau lebih bidang-bidang kompetensi komunikatif yang lainnya itu, (b). untuk mempertinggi atau meningkatkan ke-efektif-an komunikasi.

Kompetensi yang telah disebutkan diatas dalam kompetensi bahasa secara umum adalah kompetensi yang adadidalam penguasaan bahasa secara umum.

E. Konsep Kedisiplinan 1. Pengertian kedisiplinan

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Disiplin adalah latihan batin dan watak yang maksimal supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib, dan ketaatan pada aturan dan tata tertib. Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

Adapun menurut Hurlock (2004: 64) “menjelaskan bahwa disiplin dari kata yang sama dengan disciple yakni seorang yang balajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orangtua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan lebih baik.

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilia-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetian, keteraturan, dan ketertiban. Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa.

(28)

a. Disiplin Berdasarkan Tradisi

Disiplinkan merupakan cara kuno yang terdiri dari pendaftaran pelanggaran dan catatan dari hukuman terhadap setiap pelanggaran. Disiplin ini dilaksanakan secara kaku dan tegas tanpa kompromi dan cenderung penegakan disiplin secara otoriter. Tindakan disiplin ini diterapkan oleh atasan kepada bawahan dan tidak pernah sebaliknya, atau bisa disebut dengan (tindakan yang sepihak). Hal ini disebabkan pemahaman kurang efektif yang dianut oleh pemimpin perusahaan, yang menganggap karyawan adalah bawahannya, untuk menuruti dan mematuhi

segala keputusan yang ada tanpa pernah karyawan diajak berunding untuk diminta pendapatnya, apakah mereka merasa keberatan atau tidak, sedangkan atasan mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja tanpa terikat oleh sebuah perusahaan.

b. Disiplin Berdasarkan Sasaran

Disiplin berdasarkan sasaran ini dianggap sebagai lawan dari disiplin tradisi bila dilihat dari tujuannya. Disiplin dianggap secara sah atau berlaku apabila dapat diterima secara sukarela oleh seluruh komponen didalam organisasi tersebut, apabila tidak dapat diterima maka secara otomatis disiplin tersebut tidak sah untuk diterapkan dalam organisasi. Fungsi dari disiplin ini adalah sebagai suatu fungsi pembentukan tingkah laku sebagai hukuman. Masa lampau di padang sebagai suatu yang sangat berharga, sesuatu yang dianggap memberi pengalaman dan berguna dalam merumuskan dan merubah tingkah laku, tetapi tidak merupakan penuntut yang pasti benar dalam menentukan benar atau salah, karena disini berbagai kemungkinan dapat saja terjadi diluar jangkauan kemampuan manusia sehingga apabila hal itu terjadi, maka disiplin tidak akan mampu menangani dan menjawab itu semua.

Kedisiplinan menjadi satu syarat untuk mencapai satu hasil yang sangat

(29)

formal, sehingga dalam setiap peraturan di instansi atau perusahaan apapun mengenai kedisiplinan pasti selalu ada, hal ini disebabkan karena pentingnya pengaruh kedisiplinan dalam pencapaian standar-standar organisasi. Kata disiplin juga sering menjadi suatu ukuran yang bernilai positif dan biasanya dijadikan indikasi seseorang yang sukses dalam mencapai cita-citanya dan mencapai tujuan organisasinya.

2. Tujuan Kedisiplinan

Adapun tujuan dari kedisiplinan selain untuk mendidik mental secara keseluruhan, seperti yang ditulis dalam skripsi tujuan dari kesdisiplinan yang telah

dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:

Gaustad (1992: 24) mengemukakan bahwa “kedisiplinan memiliki dua tujuan, yaitu memberi kenyaman pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar”.

Subari (1994: 88) berpendapat bahwa ”kedisiplinan memiliki tujuan untuk pernuturan terhadap suatu peratutan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya peratutan itu”.

Yahya (1992: 68) berpendapat, “bahwa tujuan kedisiplinan adalah perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar”. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh dengan peratutan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak mendisiplinkan diri dalam menaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, anak didik perlu dibimbing atau ditunjukan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan lebih baik (Gordon, 1996: 3).

(30)

dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar serta perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar.

Selain itu dalam penelitian ini kedisiplinan yang dimaksudkan adalah disiplin dalam bertindak, bersikap dan bekerja maka tujuan dari kedisiplinan ini dalam pelatihan pra magang ke jepang adalah untuk membiasakan diri untuk hidup dengan tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi yang dimana peserta didik wajib memiliki tingkat kedisplinan yang tinggi dalam dirinya agar pada saat magang ke Jepang sudah terlatih dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja. Karena telah kita

ketahui bahwa kedisiplinan itu sudah menjadi hal yang wajib yang harus dimiliki oleh orang jepang dalam bekerja.

Tujuan kedisiplinan dalam penerapan kedisiplinan itu sendiri merupakan tujuan untuk menjadi seseorang menjadi lebih baik dalam bersikap, sopan santun dan mandiri. Semua itu ditunjukan dan akan diciptakan dalam diri seseorang apabila pencapaian tujuan kedisiplinan seseorang telah tercapai atau telah dikuasi dengan baik.

3. Aspek-aspek Kedisiplinan

Dalam konsep kedisiplinan ada pula aspek-aspek yang harus diketahui, menurut Prijodarminto (1994) dalam Hurlock (2004: 89), disiplin memiliki tiga aspek. Ketiga aspek tersebut yaitu:

a. Aspek Mental (mental attitude)

Merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak

b. Pemahaman Yang Baik

(31)

aturan. Norma dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan atau kesuksesan.

c. Sikap

Kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.

Aspek –aspek yang ada didalam kedisiplinan inilah yang dapat kita ketahui dalam menumbuhkan kedisiplinan dalam diri kita, karena kedisiplin yang akan membawa kita terhadap kehidupan dari yang baik menjadi lebih baik. Aspek ini

muncul melalui perilaku seseorang dalam kehidupannya, aspek mental tentang

attitude seseorang merupakan sikap taat dan tertib seseorang terhadap suatu

pembiasaan sebagai watak yang akan dimunculkan seseorang. Sikap dan pemahaman yang baik dalam diri seseorang yaitu berperilaku sewajarnya yang ditunjukan melalui kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.

Maka dari itu aspek kedisiplinan merupakan isi dari disiplin-disiplin yang dilakukan seseorang dalam menciptakan watak seseorang dan bukti ketaatan sesorang untuk mengikutin suatu aturan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga atau individu-induvidu lainnya.

F. Konsep Bahasa Jepang 1. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara serta dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.

Dalam buku Lingustik Umum Chaer (2007: 32) “bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh beberapa anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dengan demikian

(32)

berhubungan dengan manusia yang lainnya. Serta bahasa merupakan alat komunikasi berupa lambang bunyi dan ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selain itu juga bahasa wajib dimiliki oleh setiap negaranya walaupun setiap negara beragam memiliki bahasa contohnya bahasa jepang yaitu bahasa yang dimiliki oleh orang atau penduduk jepang digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan sehari-hari untuk dapat berkomunkasi satu dengan yang lainnya.

2. Karakteristik Bahasa Jepang

Dalam konsep bahasa jepang ini memiliki karakteristik tersendiri diantaranya

yaitu:

a. Huruf jepang

Disini ciri-ciri yang paling mencolok dari bahasa Jepang adalah tulisan.Bagi kebanyakan pembelajar bahasa jepang, huruf jepang merupakan bagian yang paling sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Bahasa jepang mempunyai konsep tulisan yang berbeda dengan bahasa lainya di dunia. Terdapat 3 tulisan yang digunakan oleh jepang, yaiu hiragana, katagana, dan kanji (ke 3 tulisan tersebut bias saja muncul dalam satu kalimat sederhana). Setiap hurup hiragana dan katagana mewakili bunyi dari setiap huruf tersebut, sedangkan huruf kanji mewakili baik bunyi maupun arti.

b. Lafal / ucapan Bahasa Jepang

(33)

Susunan kalimat bahasa jepang berbeda dengan bahasa Indonesia maupun inggris. Dalam bahasa Indonesia atau inggris kita mengikuti pola Subjek-Predikat-Objek, maka abahasa Jepang mengikuti pola Subjek-Objek-Predikat.

d. Partikel

Partikel atau kata bantu merupakan bagian yang sangat penting dalam pembentukan kalimat bahasa Jepang. Fungsi dan partikel adalah sebagai konektor

atau penghubung kata satu dengan kata lainnya. Banyak dari partikel yang tidak ada dalam bahasa Indonesia, sehingga sedikit merepotkan bagi orang yang baru belajar bahasa Jepang. Contoh partikel bahasa Jepang yaitu partikel “wa” dan “o”.Partikel “wa tidak mempunyai arti, namun berfungsi sebagai penanda subjek, yang dimaksudkan adalah kata sebelum partikel “wa” adalah subjek dari kalimat tersebut.

e. Tata Bahasa Jepang Secara Umum

1) Verb atau kata kerja selalu diletakan dibelakang kalimat

2) Bahasa Jepang hanya mempunyai 2 tenses, yaitu bentuk sekarang dan bentuk lampau

3) Kata benda dan kata kerja tidak terpengaruh oleh gender atau jumlah

4) Subjek dalam bahasa Jepang sering kali dihilangkan apabila konteks kalimatnya sudah jelas.

5) Setiap kata kerja dalam bahasa Jepang mengalami perubahan dan setiap perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan baik artinya maupun tenses

nya.(Diakses tanggal 5/10/2014).[online].

3. Fungsi Bahasa

(34)

sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soeparno (1993: 5) yang menyatakan “bahwa fungsi umun bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolingustik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial (sosial behavior) yang digunakan dalam komunikasi sosial.”

Sesuai dengan yang dikemukan oleh Hallydat dalam Tarigan (1990: 7-8). Bahasa memiliki fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama fungsi

komunikatif. Ada tujuh fungsi bahasa yaitu adalah: a. Fungsi instrumental (the instrumental function)

Fungsi ini melayani peneglolaan lingkungan, meyebabkan peristiwa-peristiwa yang terjadi, yaitu merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan kondisi tertentu.

b. Fungsi regulasi (the regulatory function)

Bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Fungsi regulasi atau fungsi pengaturan ini bertindak untuk mengatur serta mengendalikan orang lain.

c. Fungsi representasional (the representational functional)

Dimana fungsi ini adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan menjelaskan ataupun melaporkan.

d. Fungsi interaksional (the interactional function)

Bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial. Komunikasi interkasional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai logat.

e. Fungsi personal (the personal function)

(35)

bahasa bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang belum diselidiki secara mendalam.

f. Fungsi heuristik (the heuristic function)

Melibatkan pengguanaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mempelajari seluk beluk lingkungan. Fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban.

g. Fungsi imajinatif (the imaginative function)

Melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat

imajinatif. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, mebaca lelucon, atau menulis novel merupakan praktek penggunaan fungsi imajinatif bahasa.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Proses Pelatihan
Gambar 2.2 Model Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga kebiasaan orang tua merupakan faktor penguat responden untuk merokok. Iklan rokok dan perilaku merokok berhubungan secara

STUDI IMPLEMENTASI KURIKULUM ISLAM TERPADU SESUAI STANDAR MUTU JSIT DI SMP IT AL MULTAZAM KABUPATEN KUNINGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Selain regulasi dan inventarisasi, transparansi kondisi keuangan ventura juga menjadi salah satu faktor yang pendukung terkait optimalisasi tata kelola di Universitas

Parametric, Historical, Monte Carlo Simulation, dan Kupiec Test VaR dapat digunakan sebagai alat mengukur risiko reksa dana, sebuah alat yang tidak bisa ditolak,

Bidang Piutang Negara mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, penggalian potensi, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan pengurusan piutang negara,

Hasil penelitian ini adalah; (1) Hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang belajar dengan strategi

Keterlibatan anggota organisasi dalam pembuatan strategi akan lebih memotivasi mereka pada tahap pelaksanaannya. Aktifitas yang tumpang tindih

Praktikan Pengalaman Lapangan (PPL) II merupakan program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 pendidikan agar menguasai kompetensi guru secara