EDISI II/TAHUN 2014
49
lebih menyata.Orang, adalah konsep tentang satuan dan batasan manusia. Satuan, misalnya dua orang, batasan misalnya orang Jawa, orang tua. Konsep orang, mengarahkan manusia pada suatu sasaran tertentu. Karena satuan itu utuh sebagai subyek dan obyek maka pengatasnamaan atau perwakilan apapun namanya, mesti ekstra berhati-hati agar tidak mengaburkan keutuhan makna manusia.
Sedangkan, penduduk, adalah penghuni bumi. Setiap dan semua warga negara Indonesia, memiliki sejarah dan domisili. Karena itu, tidak boleh ada warga Indonesia yang tidak memiliki tempat kediaman yang jelas.
Pada tataran yang lebih luas, kependudukan, dipahami secara kualitatif maupun kuantitatif. Sudahkah semua kita menjadi penduduk Indonesia. Di satu sisi, jawabannya memang berpulang pada ikhtiar kita masing-masing tetapi di sisi lain, bergantung pada fungsi fasilitasi negara.
Warga masyarakat, adalah orang yang terlibat dalam proses interaksi, pada posisi memengaruhi dan dipengaruhi, menghadapi fakta konflik, tetapi mengolah dan mengarahkannya menjadi konsensus. Filosofinya; di mana ada negara, di situ ada konsensus, jika konflik diolah menjadi
konsensus, di situlah negara dikatakan hadir.
Membentuk pula apa yang disebut kecakapan bermasyarakat (sociability) melalui komunitas-komunitas sadar dan berinteraksi membentuk kohesi sosial dan mengontrol kekuasaan.
Sedangkan, civil society, mencirikan keberadaban suatu
masyarakat, meliputi aspek yang sangat luas; pendidikan, partisipasi, penegakkan hukum, HAM, masyarakat kewargaan, kemerdekaan, kebebasan, kesederajatan, persaudaraan, atau kontrol sosial misalnya. Makin bagus civil society, makin bagus suatu negara kalau tidak mau disebut civil society adalah baik buruknya negara itu sendiri. Sementara, warga bangsa, terbentuk melalui proses sosial-budaya berlandaskan nilai tertinggi seperti Pancasila.
Warga yang menyepakati nilai-nilai tertinggi, adalah sumber kehidupan negara.
Rakyat, menunjuk pada warga masyarakat bangsa bersama-sama sebagai pemegang kedaulatan. Jika meminjam filsuf Rousseau, rakyat, dapat ditilik dari dua posisi; citoyen dan suyet. Citoyen, adalah bangsa dengan status aktif dan suyet, adalah bangsa dengan status pasif yang tunduk pada kekuasaan di atasnya (bandingkan Busroh,1990, Ilmu Negara). Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat adalah simbol kerakyatan.
Warga negara, menunjuk pada sistem sosial formal-organisasi, mengindikasikan negara sebagai organisasi, pemerintah ataupun dalam arti sempit, birokrasi pemerintahan, yang mengusung
prinsip koordinasi, pembagian tugas dan tujuan bersama (bandingkan Schein 1991, Organizational Psychology). Negara, dengan kata lain, adalah soal koordinasi, pembagian tugas dan tujuan bersama.
Pelanggan, adalah pembeli atau pembayar pajak dan harga layanan yang diterima. Dalam prinsip bisnis, pelanggan adalah raja sebagai sasaran tertinggi orientasi perusahaan. Terakhir, konsumer, adalah pelanggan, pembayar biaya, penanggung beban, dampak negatif atau pemikul risiko. Kebijakan apapun namanya, rakyat adalah pengguna, penanggung dampak, risiko dan bahaya yang ditimbulkannya (Risiko dan bahaya berbeda.
Risiko adalah bahaya yang kita cari secara aktif untuk kita hadapi dan evaluasi, Giddens, 2000, ref pen). Pelanggan belum tentu konsumer. Dan, seorang konsumer, belum tentu mengonsumsi sesuatu sesuai keinginannya sendiri. Bisa saja ia mengonsumsi gas buangan berbahaya. Konsumer berhak atas pelayanan yang terbaik (Ndraha, 2003).
Mengurus negara, menuntut enerji besar. Enerji yang lahir dari operasionalisasi kerakyatan ragam dimensi dalam mana apa yang kita sebut rakyat adalah juga makhluk, manusia, orang, penduduk, warga masyarakat, warga bangsa, warga negara, civil society, pelanggan dan konsumer.
Terjemahan konsepsi ini ke dalam bahasa-bahasa yang lebih operasional yakni ke dalam kebijakan-kebijakan berikut perilaku nyata bernegara dan berbangsa, diandaikan membawa banyak manfaat ketimbang memaknai rakyat hanya sebagai rakyat semata.